You are on page 1of 26

10

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoarthritis (OA) adalah jenis arthritis yang umum dan paling sering terjadi di
antara penyakit arthritis lainnya. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab
kecacatan paling banyak pada orang tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah
obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi obesitas pada suatu populasi
akan meningkatkan angka kejadian penyakit osteoarthritis. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis diperkirakan akan meningkat sebesar 66-100% pada tahun
2020.1

Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena meliputi


tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut, dan sendi
phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi interphalangeal
distal dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-sendi yang tidak rentan
terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya
OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi-
sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti
memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA terjadi di
dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain
sebagainya.1

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan atau


gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi kadaver pada tahun-tahun
terdahulu, perubahan struktural OA hampir universal, antara lain hilangnya tulang
rawan (dilihat sebagai berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan
radiologis sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis mengalami OA
berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada sendi.1

Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung gambaran radiologis


OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di Amerika Serikat dan 6%
11

dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul simptomatik kira-kira sepertiga
dari penyakit OA pada lutut. Sementara OA asimtomatik (tidak menimbulkan
gejala namun sudah dibuktikan dari gambaran radiologis) pada tangan seringkali
terjadi pada pasien usia lanjut. Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi
pada 10% orang tua dan sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi. 1

Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal tersebut, OA
jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat lazim terjadi pada
orang di atas usia 60 tahun. Penyakit ini juga jauh lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. OA yang sudah didiagnosis berdasarkan temuan radiologis
pada umumnya terjadi di punggung bawah dan leher, namun nyeri punggung dan nyeri
leher belum tentu dapat dikatakan sebagai OA. Osteoarthritis pada punggung
bawah dan leher dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis yaitu
pemeriksaan sinar-x.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
12

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan perubahan


patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang
rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan
sklerosis dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan
lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.1

B. Etiologi

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan
biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya
osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain
kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang.
Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor
protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain
seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebaga inya.1,2

C. Klasifikasi

Secara umum, osteoarthritis dikategorikan menjadi :

1) Osteoarthritis primer (idiopatik).

2) Osteoarthritis sekunder, yaitu osteoathritis yang disebabkan trauma, komplikasi


dari penyakit lain, dan akibat deposisi kalsium pirofosfat.

D. Epidemiologi

Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.
Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80% dan
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2

OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari
mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut
temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%.
Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut
13

12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa
berusia 45 60 tahun, dan panggul 4,4%. 3,4,5,6

Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari semua
kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA dan angka
tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.7

E. Faktor resiko

A. Faktor resiko sistemik

1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada
sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang
distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua
memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya
gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan
peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi
menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls.
Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls.
Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.

2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada


perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan
berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.

3. Faktor genetik dan herediter : OA merupakan penyakit menurun, namun


bervariasi tergantung sendi mana yang terkena penyakit ini. Namun, fenotipe OA ini
sangat jarang diturunkan bahkan beberapa studi menyatakan bahwa penyakit ini sama
sekali tidak diturunkan. Bukti yang muncul belakangan ini mengidentifikasi suatu
mutasi gen yang meningkatkan risiko tinggi terhadap OA, salah satunya adalah
polimorfisme dalam diferensiasi pertumbuhan gen faktor 5. Polimorfisme ini
mengurangi kuantitas GDF5 yang memiliki efek anabolik pada sintesis matriks tulang
rawan.
14

B. Faktor intrinsik

1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.


2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

C. Faktor beban pada persendian

1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan


pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada
sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.

F. Patogenesis

Sebuah sendi disusun atas kartilago artikular (tersusun atas kondrosit) yang
dikelilingi matriks ekstraseluler yang mengandung dua makromolekul utama yaitu
kolagen tipe 2 dan aggrecan. Kolagen tipe 2 merupakan molekul yang menentukan
kekakuan kartilago, sedangkan aggrecan merupakan proteoglikan yang berikatan
dengan asam hyaluronat yang terdiri dari glikosaminoglikan bermuatan negatif.

Pada kartilago yang normal, kolagen tipe 2 berikatan erat membuat molekul-molekul
aggrecan berada dalam jarak yang dekat satu sama lain. Molekul aggrecan ini melalui
tolakan elektrostatis dari muatan negatifnya memberikan kekakuan pada kartilago.
Kondrosit mensintesis elemen- elemen pada matriks, enzim yang menghancurkan
matriks, sitokin dan growth factor. Sitokin dan growth factor inilah yang
mengatur keseimbangan yang mengatur sintesis dan katabolisme matriks-matriks
kartilago. Stres mekanik dan osmotik pada kondrosit menginduksi sel-sel untuk
mengubah ekspresi gen dan meningkatkan produksi sitokin inflamasi dan enzim
penghancur matriks.

Pada orang normal, metabolisme dari kartilago berjalan lambat, sintesis dan
katabolisme kartilago seimbang. Pada osteoarthritis, metabolisme kartilago berjalan
sangat aktif. Kondrosit mensintesis enzim penghancur matriks. Enzim ini
menyebabkan degradasi dari molekul kolagen tipe 2 dan aggrecan, dimana
perubahan ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara pembentukan dan
15

penghancuran matriks- matriks kartilago, menyebabkan hilangnya kekakuan dari


tulang rawan sehingga lebih mudah rusak dan terkena osteoarthritis.1

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit kompleks yang melibatkan faktor


biomekanik dan metabolisme yang mengubah homeostasis jaringan tulang rawan
artikular dan tulang subchondral sehingga proses destruktif lebih mendominasi
daripada proses produktif. Kunci utama dalam patofisiologi kartilago artikular adalah
interaksi ekstraseluler matriks (ECM) yang dimediasi oleh integrin permukaan sel.
Dalam pengaturan fisiologis, integrin memodulasi ECM untuk mengatur dalam
pertumbuhan, diferensiasi dan mempertahankan homeostasis tulang rawan. Pada OA,
ekspresi integrin abnormal mengubah ECM dan memodifikasi sintesis kondrosit,
menyebabkan ketidakseimbangan sitokin melebihi faktor regulasi. IL-1, TNF-alpha
dan sitokin pro-katabolik mengaktifkan degradasi enzimatik dari matriks tulang
rawan dan tidak diimbangi dengan sintesis inhibitor yang memadai. Enzim utama
yang terlibat dalam gangguan ECM adalah metalloproteinase (MMP). Aktivitas MMP
sebagian dihambat oleh inhibitor jaringan MMP (TIMP). Pada tulang rawan dengan
osteoarthritis, TIMP ini sintesisnya lebih rendah dibandingkan dengan produksi
MMP.8

OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan


inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu
fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.

1. Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi
berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami
replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu
komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1),
growth hormon, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating
factors (CSFs). Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis
asam deoksiribo nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan.
IGF-1 memegang peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
16

2. Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif


terhadap IGF-1 sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah
leukosit yang mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis
faktor- (TNF-) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk
inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada
kartilago sendi dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
3. Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini
mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin
yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya
mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo,
ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses
remodelling trabekula dan subkondrial.
4. Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi
yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran
makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas
mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi
sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit
untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan
sendi.

Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan


selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen
matriks rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis
(Sudoyo et. al, 2007).
G. Diagnosis

Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai


dan hasil radiografis ( Soeroso, 2006 ).

2.3.1. Tanda dan Gejala Klinis

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan


yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri


biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan
istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara
radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi
kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan


kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri.
Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA
berasal dari luar kartilago.

Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa


sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan
sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.

Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri.


Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian
dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang
sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.

Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae


di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah
aakibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band.

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara


perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri.

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam


diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun
tidur di pagi hari.

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang


sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang
patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu.

e. Pembesaran sendi ( deformitas )

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.

f. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi


pada sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau
karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi
berubah.

g. Tanda tanda peradangan

Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan,


gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan )
dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda
tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit
yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.

h. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan


merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA,
terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan
dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada
OA lutut.

Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada


sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran
diagnostic.

Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih


berat pada bagian yang menanggung beban seperti lutut ).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis ).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.

1. Bagian yang sering terkena OA Lutut

a. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada


rongga sendi.
b. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang
utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu
menunjukkan penyempitan paling dini.

2. Tulang belakang

a. Terjadi penyempitan rongga diskus.

b. Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra


yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar
syaraf atau kompresi medula spinalis.

c. Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrate

3. Panggul :

a. Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan


yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral
dan asetabular.

b. Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.

c. Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA


d. panggul yang sudah berat.

4. Tangan :

a. Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.


b. Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
c. Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ).

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat


diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis
dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA
dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa
pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal (
Felson, 2006 ).

Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA


pada radiologis.

Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.

Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang


antar sendi.

Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar


sendi yang cukup besar.

Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang


antar sendi yang lebar dengan sklerosis pada tulang
subkondral.

Tabel 1. Klasifikasi osteoartritis menurut Kellgren dan Flawrence

Klasifikasi osteoartritis berdasarkan pemeriksaan radiologis menurut

Kellgren dan Flawrence


Tingkatan 0 1 2 3 4

Radiografi

Klasifikasi Normal Ragu- Ringan Sedang Berat


Ragu
Deskripsi Tanpa Tanpa Osteofit Osteofit Osteofit
osteofit osteofit yang yang yang

pasti, sedang, besar,


tetapi dan ruang
tidak terdapat antar sendi
terdapat ruang yang lebar,
ruang antar dengan

antar sendi sklerosis


sendi yang pada

cukup tulang
besar subkondral

American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan


kesehatan seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain
sebagai berikut:

Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan


ketika beraktifitas cukup berat, tetapi
masih bisa dilokalisir dengan cara
mengistirahatkan sendi yang terkena
osteoartritis.

Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat


celah antar sendi, nyeri hampir selalu
dirasakan, kaku sendi pada pagi hari,
krepitus, membutuhkan bantuan dalam
menaiki tangga, tidak mampu berjalan
jauh, memerlukan tenaga asisten dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah.
Derajat 3 : Osteofit sedang, terdapat celah antar
sendi, dan terdapat deformitas pada garis
tulang.

Derajat 4 : Osteofit berat, terdapat celah antar


sendi, kemungkinan terjadi perubahan
anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku
sendi pada pagi hari, krepitus pada gerakan
aktif sendi, ketidakmampuan yang
signifikan dalam beraktivitas.

Diagnosis OA seringkali bisa didasarkan pada pemeriksaan fisik, namun bisa


dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x untuk memastikan diagnosis.
MRI dapat mengungkapkan tingkat patologi pada sendi osteoarthritis, namun
tidak diindikasikan sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik.1

Temuan radiologis dari osteoarthritis antara lain menyempitnya celah antar


sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.2
Gambar 1. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.

Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic


Assessment of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) :
279-286

Keterangan :

Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan


menyempitnya celah sendi (tanda panah)

Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis


yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)

Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah


putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)

Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

24
Gambar 2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis tangan. Sumber : LS,
Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis.
American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan : Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan


menyempitnya celah sendi dan sklerosis subchondral pada sendi metacarpal
pertama (tanda panah putih). Pembentukan osteofit dengan pembengkakan
jaringan lunak dan sklerosis subchondral dijumpai pada sendi interphalangeal distal
kedua dan ketiga (tanda panah transparan)

25
Gambar 3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul. Sumber : LS,
Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis.
American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan :

Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada panggul
(tanda panah putih), sklerosis subchondral (kepala panah putih), dan terbentuknya
kista (kepala panah transparan).

Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang
menunjukkan semakin menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) dan
sklerosis (kepala panah putih)

26
Gambar 4. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari tangan Sumber :
Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan


penyempitan ruang sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan
pembentukan osteofit (panah)

Gambar 5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki. Sumber :


Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

27
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan
osteofit (panah)

Gambar 6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)

Gambar 7. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.

28
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : (a) anteroposterior dan (b) kaki katak pinggul. Kedua gambar di atas
menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral,
dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada panggul. Sumber :


Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Rheumatoid arthritis dengan osteoartritis sekunder. Gambaran


radiologis panggul anteroposterior menunjukkan penyempitan ruang sendi setiap
sendi panggul. Perhatikan erosi (anak panah) dan osteofit (panah)

H. Tatalaksana

Sampai saat ini tidak ada terapi yang bisa mengobati osteoarthritis. Tujuan
terapi osteoarthritis adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi
hilangnya fungsi fisik. Pengobatan OA dilakukan secara komprehensif yaitu
menangani semua gangguan yang dialami dan meningkatkan fungsi. Pengobatan

29
komprehensif tersebut dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau
terapi nonfarmakologis. Pasien dengan gejala ringan yang hilang timbul mungkin
perlu perawatan nonfarmakologis saja. Namun, pasien dengan nyeri hebat yang
mengganggu aktivitas sehari-hari mungkin membutuhkan terapi komprehensif, baik
terapi nonfarmakologis maupun terapi farmakologis.

a) Farmakoterapi

Paracetamol merupakan analgesik yang dapat dipilih dalam terapi OA. Untuk
sebagian pasien, efek obat ini sudah adekuat dalam menghilangkan nyeri sehingga
penggunaan OAINS yang memiliki efek lebih toksik terhadap tubuh dapat dihindari.
OAINS merupakan obat paling populer untuk mengobati osteoarthritis. Obat
ini dapat diberikan secara topikal atau oral. Dalam uji klinis, OAINS oral
menghasilkan efek analgesik 30% lebih besar daripada paracetamol dosis tinggi.
Sebagian pasien yang diobati dengan OAINS mengalami efek yang signifikan,
sedangkan sebagian lain mengalami sedikit perbaikan. OAINS harus diberikan
secara topikal atau per oral sesuai kebutuhan karena efek samping akan berkurang
jika obat digunakan dosis intermiten rendah. Jika penggunaan obat sesekali adalah
kurang efektif, maka pengobatan setiap hari dapat diindikasikan. OAINS peroral
sering menimbulkan efek samping, yang paling banyak adalah efek toksisitas
pada saluran cerna, termasuk dispepsia, mual, kembung, perdarahan
gastrointestinal, dan tukak gastrointestinal.1

b) Nonfarmakoterapi

Tujuan utama dari terapi nonfarmakologis berkaitan dengan mengurangi beban pada
sendi yang sakit dan meningkatkan fungsi mekanisme protektif sendi sehingga
dapat mengurangi pembebanan pada sendi. Beberapa cara yang dilakukan untuk
mengurangi pembebanan sendi antara lain :

1. Menghindari/mengurangi aktivitas yang menyebabkan kerja berlebihan pada


sendi dan terbukti mengakibatkan nyeri pada sendi tersebut.

30
2. Meningkatkan kekuatan otot penunjang kerja sendi untuk mengoptimalkan
fungsinya sebagai faktor protektif sendi. Mengurangi beban yang diperoleh
sendi dengan menggunakan alat bantu seperti memasang splint pada sendi yang
sakit, menggunakan tongkat untuk berjalan pada pasien OA lutut, dan sebagainya.1

c) Tindakan operatif

Ketika pasien dengan OA lutut atau pinggul telah gagal menjalani pengobatan medis
dan tetap kesakitan dengan keterbatasan fungsi fisik yang menurunkan kualitas
hidup, pasien harus dirujuk untuk artroplasti total. Ini adalah operasi yang sangat
efektif dalam menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan fungsi pada sebagian
besar pasien. Saat ini tingkat kegagalan 1% per tahun. Kemungkinan keberhasilan
operasi ini lebih besar di pusat- pusat kesehatan dimana sedikitnya 25 operasi tersebut
dilakukan setiap tahun atau dengan ahli bedah yang berpengalaman dalam melakukan
operasi tersebut. Waktu penggantian lutut atau pinggul sangat penting. Jika pasien
menderita selama bertahun-tahun hingga status fungsional mereka telah menurun
secara substansial dengan otot-otot yang sudah cenderung melemah, status fungsional
pasca operasi tidak dapat meningkat setara dengan yang dicapai oleh orang lain yang
menjalani operasi pada tahapan awal dalam perjalanan penyakitnya.1

31
BAB III

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan perubahan


patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak
pada orang tua. Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara pembentukan dan
penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci dalam perjalanan
penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu terutama sendi-sendi
yang mendapat beban cukup berat dari aktivitas sehari-hari.

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan atau


gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering muncul pada
osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas dan gejala akan
mereda setelah istirahat.

Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan


pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai penunjang/pemastian
diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x pasien dengan
osteoarthritis adalah menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. Pemeriksaan tambahan lain yang dapat
dilakukan adalah MRI yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam
osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai
berdasarkan pemeriksaan sinar-x.

32
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis. Terapi yang
sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi hilangnya
fungsi fisik. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara
membantu pasien agar tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrisons Principles


Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.

2. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of


Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279286

3. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence
of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis
Rheum. 58(1):2635.

4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United
States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition Examination
Survey 19911994. J Rheumatol. 33(11):22712279.

5. Jordan JM, Helmick CG, Renner JB, et al. 2007. Prevalence of knee symptoms
and radiographic and symptomatic knee osteoarthritis in African Americans
and Caucasians: The Johnston County Osteoarthritis Project. J Rheumatol.
34(1):172180.

6. Dillon CF, Hirsch R, et al. 2007. Symptomatic hand osteoarthritis in the United
States: prevalence and functional impairment estimates from the third U.S.
National Health and Nutrition Examination Survey, 19911994. Am J Phys Med
Rehabil. 86(1):1221.

7. Sacks JJ, Helmick CG, Langmaid G. 2004. Deaths from arthritis and other
rheumatic conditions, United States, 19791998. J Rheumatol. 31:1823 1828.

8. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging


Clin Exp Res. 15(5):364372.

34
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737747.

35

You might also like