You are on page 1of 39

Ascarya

Departmen Ekonomi dan Keuangan Syariah BANK INDONESIA


Jakarta, Juli 2017
Makroprudensial dan SSK
Global financial crisis has demonstrated that regulation focused on individual institutions alone
does not adequately deal with systemic risks to the financial markets as a whole, and there is a
need for fundamental reform of the financial system, where prudential regulatory framework will
need to be re-oriented to have a system-wide focus.
Finally, the additional new sixth pillar of FSS was introduced, named "Sound Framework of
Macroprudential Supervision", by implementing a macroprudential approach to financial
regulation and supervision, focused on the systemic risk of the FS, which includes the cross-section
risks arise from the existance of common (correlated) exposures and the time dimension risks or
system-wide risk which can be amplified by interactions within financial system as well as between
the financial system and the real economy (Borio, 2009). Davis and Karim (2009) considered
macroprudential regulation as a missing policy pillar.
Stable Sound Framework Cross Section Risks
Macroeconomic of Macroprudential Financial Resilience
Environment (1) Supervision (6) Time Dimension Risks
Avoidance of
Imbalance/Excess
Well-Managed FINANCIAL
Financial Safe and Robust
Institutions (2) STABILITY Payment System (5)

Efficient Financial Sound Framework


Market (3) of Prudential
Supervision (4)
2
Makroprudensial dan SSK
Within macro-micro economic policy framework, macroprudential policy is intended to achieve
financial stability by preventing its systemic risks, microprudential policy is intended to achieve
financial stability by maintaining financial soundness of individual financial institution, where
financial stability is a pre-condition for effective monetary policy.

The term macroprudential has existed and been evolving since 1970s and it has always denoted
concerns over the financial systems stability and its link with the macroeconomy (Clement, 2010),
so that macroprudential policy has also been evolving, where it has been defined by different
scholars, authorities and institutions with some variations.
3
Arsitektur Sistem Keuangan Islam
AUTHORITIES COMMERCIAL IFI

Capital Market Investment


Bank
Finance Insurance
(Microprudential functions) Company
Pension Funds Pawn Shop
Commercial Micro-FI
Bank Act 1/2013
(Macroprudential functions)

Ministry of Cooperatives &


Small Medium Enterprises
(Act 17/2012) Cooperatives
/ BMT
Ind. National Zakat Board Zakah
(Act 23/2011) Institution
Waqf
Indonesian Waqf Board Institution
(Act 41/2004)
SOCIAL IFI
4
Masalah Struktural Perbankan Syariah
Pendekatan Pooling of Fund

Sumber dana dikumpulkan dalam Pool dana. Tingginya


leverage dan bubble karena
Pool dana kemudian disalurkan ke cadangan, FRB System.
pembiayaan, investasi atau aset tetap. Masalah mismatch dan likuiditas.
Jangka waktu dana tidak dikaitkan dengan Perlu adanya Lender of Last Resort.
jangka waktu pembiayaan. Perlu adanya Manajemen Likuiditas.
5
Masalah Struktural Perbankan Syariah
Pendekatan Allocation of Fund

Bank Syariah menyelaraskan kebutuhan Minimalisir


bubble, mismatch dan
pembiayaan dengan mencari sumber dana kebutuhan Manajemen Likuiditas.
yang sesuai dalam jangka waktu dan Optimalisasi pembiayaan sektor riil.
jumlahnya.
Pergeseran paradigma dari Pool of Fund
Mendapatkan proyek investasi sektor riil ke Mixed Fund (Pool of Fund dan
terlebih dahulu, baru kemudian mencari Allocation of Fund).
pendanaan yang diperlukan.
6
Integrasi Ekonomi dan Keuangan Islam
Upaya memaksimalkan laba merupakan tujuan yg logis dlm sistem ekonomi sekuler konvensional
saat ini yg didominasi oleh keuangan komersial & tdk memasukkan keuangan sosial. Keuangan
komersial konvensional yg hanya fokus pada tujuan komersial menjadikannya tdk selaras dg tujuan
triple bottom-line dari keuangan sosial konvensional. Selain itu, keuangan komersial konvensional
secara inheren menunjukkan ketdkstabilan (Griffin, 1994 & Rothbard, 2008) karena menggunakan
fractional reserve banking system. Sementara adanya pergeseran misi sosial dalam menjangkau
orang miskin & meningkatkan kesejahteraan masy menjadi misi komersial berkelanjutan yang lebih
menguntungkan (Armendariz, et al., 2013) dan komersialisasi (Hamada 2010) menyebabkan triple
bottom-line di keuangan sosial konvensional tidak mungkin dicapai (Zeller dan Meyer, 2002).

7
Integrasi Ekonomi dan Keuangan Islam
Sementara keuangan komersial Islam secara inheren menunjukkan kestabilan (Azis, 2010)
diantaranya disebabkan oleh pelarangan riba dan maysir, serta risk sharing untuk melancarkan
investasi yang produktif, kewajiban zakat dan anjuran wakaf untuk menggerakkan ekonomi serta
mendorong investasi komersial dan sosial. Lebih lanjut, keuangan komersial Islam mengajak
masyarakat untuk lebih produktif berpartisipasi di sektor riil, kegiatan usaha berbasis partnership
yang etis dan bertata kelola baik. Sehingga secara bersamaan keuangan sosial Islam dapat
mencapai triple bottom-line (Ascarya, et al., 2015).

8
Keu. Komersial & Sosial dlm Sejarah Islam
Sejak awal periode Islam, Rasulullah Shallallahualaihiwassalam dan para sahabatnya telah
mengajarkan bahwa kegiatan komersial dan sosial sehari-hari tidak pernah didikotomikan. Tidak
adanya pemisahan tujuan komersial dan sosial, Utsman bin Affan Radhiallahuanhu menggratiskan
air dari sumur yang ia beli dari seorang Yahudi bernama Ruma sebanyak yang masyarakat inginkan.
Selain itu, beliau juga memberikan semua barang dagangan berupa seribu unta penuh dengan
gandum dan makanan sebagai shadaqah untuk orang miskin ketika Madinah mengalami
kekeringan dengan mengesampingkan motif komersialnya.
Kisah sumur yang terdapat dalam Shohih Bukhari, Sunan Tirmidzi dan Sunan Nasai. Di dalam
Shohih Bukhari diceritakan Saidina Utsman adalah orang yang mengusahakan Sumur Ruumah
untuk keperluan masyarakat luas. Dalam riwayat Sunan Tirmidzi dikisahkan Sumur tersebut
awalnya adalah milih pribadi dan dibeli oleh Saidina Utsman kemudian beliau sedekahkan sumur
tersebut untuk siapa saja yang ingin mengambil airnya. Dalam riwayat Sunan Nasai juga
dikisahkan bahwa ketika Rasulullah (saw) hijrah ke Madinah tidak ada sumur yang layak untuk
diminum airnya melainkan Sumur Ruumah. Lantas Rasulullah (saw) membuat pengumuman
bahwa barangsiapa yang bisa membeli sumur tersebut lalu airnya dapat dimanfaatkan oleh kaum
Muslimin secara meluas, maka balasannya adalah surga. Maka Saidina Utsman dengan ikhlas
mengorek koceknya dalam-dalam utk membeli sumur tersebut. Dari riwayat hadits-hadits diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa Saidina Utsman adalah orang yang membiayai Sumur Ruumah
sehingga manfaat sumur tersebut tidak terbatas kapada manfaat komersial pemilik asalnya,
namun sumur itu diperuntukkan juga untuk memenuhi keperluan kehidupan sosial yang lebih luas
dan masyarakat banyak.
9
Keu. Komersial & Sosial dlm Sejarah Islam
Kisah Sumur Ruumah ini tidak berakhir di zaman Saidina Utsman saja, tapi berlanjut sampai ke
zaman moderen hari ini. Sumur yang terletak di bahagian kota Madinah ini dijaga dan dipelihara
sepanjang sejarah Islam oleh pemerintah yang mengusai tanah Madinah dari mulai zaman Dinasti
Umayyah, Abbasiyah, Utsmaniyah, sampailah zaman sekarang ini ketika tanah Madinah dikuasai
oleh pemerintah Saudi Arabia. Kita bisa mengunjungi Sumur Ruumah warisan Saidina Utsman
apabila berziarah ke Madinah.
Saidina Utsman tetap meneruskan sumbangan keuangan sosialnya di zaman Abu Bakar Siddiq.
Dikisahkan oleh Ibnu Abbas, wilayah Hijaz pada masa pemerintahan Abu Bakar pernah terancam
kelaparan. Madinah mengalami paceklik dan kesulitan memperoleh bahan-bahan makanan.
Seiring itu, aktivitas jual beli di pasar pun sepi. Pada waktu itu datanglah kafilah dagang Utsman
bin Affan dari Syam. Kafilah itu terdiri dari 1.000 ekor unta yang membawa gandum, minyak zaitun,
kismis dan lain sebagainya. Para pedagang dan tengkulak langsung menyerbu Utsman dan
menawar sampai 5 kali lipat. Namun Utsman memilih untuk menyedekahkan seluruh dagangan
dan untanya untuk rakyat Madinah, karena Allah menjanjikan keuntungan sepuluh kali lipat.

10
Best Practices
Social Islami Bank Limited, Bangladesh

11
Best Practices
Social Islami Bank Limited, Bangladesh
SIBL beroperasi berdasarkan prinsip syariah semenjak 22 November 1995 dan memiliki model three-
sector banking yang terdiri dari sektor formal (corporate), sektor non-formal dan sektor voluntary
(lihat Gambar 1). Pada dasarnya, penerapan model ini bertujuan untuk dapat menerapkan subsidi
silang dan pembiayaan dengan biaya rendah untuk usaha-usaha mikro. Sektor formal pada model ini
merupakan model corporate banking yang sudah umum diterapkan. Sektor non-formal menyediakan
paket investasi dan pembiayaan yang bertujuan untuk memberdayakan keluarga miskin dan untuk
menciptakan kesempatan kerja lokal. Paket investasi dan pembiayaan ini dapat berbentuk model
Grameen dengan prinsip Syariah maupun model pembiayaan individual untuk pengusaha mikro.
Pada sektor voluntary, utamanya berupa wakaf uang yang digunakan untuk mendukung pembiayaan
model Grameen berdasarkan prinsip Syariah, maupun manajemen pemeliharaan wakaf masjid.

12
Best Practices
Baitul Maal wat Tamwil, Indonesia

13
Best Practices
Baitul Maal wat Tamwil, Indonesia
Baitul Maal menghimpun dana sosial Islam, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf dari para
donator, yaitu muzakki (zakat), munfiq (infak/sedekah) dan wakif (wakaf). Dana sosial ini kemudian
disalurkan kepada 8 asnaf yang berhak, yaitu orang yang berhutang (gharimin), untuk membebaskan
budak (fir-riqaab), fakir (fuqara), miskin (masakin), orang yang baru masuk Islam (muallaf), orang
yang dalam perjalanan (ibn as-sabil), untuk tujuan di jalan Allah (fi sabilillah), dan pengelola zakat
(amil). Zakat dapat digunakan untuk pemulihan atau recovery (bayar hutang, kebutuhan dasar),
pemberdayaan atau empowerment (pelatihan, modal kerja dan investasi) dan pembangunan atau
development (seperti program-program sosial, dakwah dan mempertahankan Islam) dari para asnaf.
Sementara itu, dana non-zakat dapat dikelola dan digunakan sesuai dengan peruntukannya sesuai
Syariah untuk kemaslahatan ummat secara umum.
Baitut Tamwil menghimpun dana dari anggota dan calon anggota melalui simpanan pokok dan
simpanan wajib (sebagai modal), serta simpanan sukarela dalam berbagai bentuk tabungan dan
deposito (sebagai dana pihak ketiga), seperti pada umumnya koperasi. Ketika kekurangan dana pihak
ketiga, BT dapat mencari pembiayaan dari Apex, bank Syariah atau sumber lain. BT kemudian
menyalurkan pembiayaan kepada anggota dan calon anggota utamanya untuk tujuan produktif
menggunakan berbagai akad bagi-hasil (seperti, mudharabah, musharakah, muzaraah, mukhabarah
dan mushaqah) dan nonbagi-hasil (seperti, murabahah, ijarah, dan bai bithaman ajil). Selain itu, BT
juga menyediakan berbagai layanan jasa keuangan mikro, seperti takaful mikro, transfer,
pembayaran tagihan, ATM, mobile banking dan internet banking.
14
Kerangka Regulasi Saat Ini
Regulasi Perbankan
Sesuai dengan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa Perbankan Syariah dalam
melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-
hatian. Sedangkan dalam pasal 3 disebutkan bahwa Perbankan Syariah bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Artinya bank Syariah dapat melakukan kegiatan keuangan komersial
Islam untuk mencapai tujuan ekonomi makro melalui fungsinya menunjang pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi
sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Sedangkan
dalam pasal 4 ayat 3 disebutkan bahwa Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf (wakif). Artinya bank Syariah dapat melakukan kegiatan keuangan sosial Islam.
Dari penjelasan UU dapat disimpulkan bahwa bank Syariah adalah lembaga keuangan Syariah yang
melakukan kegiatan keuangan komersial Islam dan keuangan sosial Islam, yang mendukung pencapaian
tujuan ekonomi makro. Dengan demikian dari sisi undang-undang, bank Syariah dan BPRS (Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah) dapat menjalankan integrasi keuangan komersial dan sosial Islam untuk
mencapai tujuan mikro, makro dan sosial.
15
Kerangka Regulasi Saat Ini
Regulasi Zakat
UU terbaru terkait Pengelolaan Zakat yaitu UU No.23 Tahun 2011 dan dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah No.14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat pasal 17 menyebutkan bahwa Untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masy.
dpt membentuk LAZ. Pasal 16 menyebutkan Dalam melaksanakan tugas & fungsinya, BAZNAS, BAZNAS
provinsi, & BAZNAS kabupaten/kota dpt membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, & perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
serta dpt membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
Penjelasan LAZ di PP No.14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat dalam pasal 59 disebutkan bahwa LAZ
dapat dibentuk di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota, pasal 62 menyebutkan bahwa LAZ
nasional dapat membuka satu perwakilan di setiap propinsi dan pasal 63 menyebutkan LAZ propinsi
dapat membuka satu perwakilan di setiap kabupaten/kota dan pasal 66 membuka kesempatan Amil
zakat perseorangan atau perkumpulan orang dalam masyarakat.
Baitul Maal yang didirikan oleh bank Syariah dapat menjadi Amil zakat sebagai LAZ nasional, LAZ
propinsi, atau LAZ kabupaten kota. Baitul Maal yang didirikan oleh BPRS dapat menjadi LAZ
kabupaten/kota, menjadi perwakilan LAZ kabupaten/kota, menjadi UPZ dari BAZNAS propinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota. Baitul Maal yang didirikan oleh korporasi yang memiliki BPRS dapat menjadi
LAZ nasional atau LAZ propinsi.
Sementara itu, bagi Baitul Maal BMT atau Baitul Maal yang didirikan LKMS atau Baitut Tamwil (BT) dapat
menjadi Amil zakat dalam berbagai alternatif, seperti menjadi LAZ nasional, LAZ propinsi, LAZ
kabupaten/kota, atau menjadi UPZ BAZNAS. Apabila Baitul Maal didirikan oleh korporasi yang memiliki
BMT/LKMS, maka ia dapat menjadi LAZ nasional atau LAZ propinsi.
16
Kerangka Regulasi Saat Ini
Regulasi Wakaf
Wakaf (termasuk wakaf uang) di Indonesia berada dibawah otoritas Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan
diatur dalam Undang-Undang Wakaf No.41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.42 tahun 2006
tentang pelaksanaan UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf.
Dalam pasal 9 UU Wakaf disebutkan bahwa Nazhir meliputi perseorangan, organisasi atau badan hukum.
Sedangkan dalam Pasal 28 UU Wakaf menyebutkan bahwa wakaf dapat berupa uang dan harus
diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ditunjuk oleh Menteri.
Sementara itu dalam PP Pasal 23 dan 24 menjelaskan jenis institusi yang ditunjuk oleh Menteri Agama
sebagai lembaga penerima wakaf uang. Institusi ini disebut Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf
Uang (LKS-PWU). Bentuk institusi ini adalah Lembaga Keuangan Syariah yang memiliki fungsi menerima
titipan Wadiah (pasal 24 ayat 3e). Sampai saat ini Menteri Agama baru menunjuk 17 bank Syariah
sebagai LKS-PWU.
Dari penjelasan regulasi Wakaf di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Baitul Maal yang didirikan oleh
bank Syariah, BPRS, LKMS/BT atau korporasi pemilik LKS dapat menjadi Nazhir wakaf (termasuk wakaf
uang). Sedangkan bank Syariah, BPRS dan LKMS/BMT dapat menjadi LKS-PWU karena semua LKS/LKMS
tersebut menerima titipan Wadiah.

17
Kerangka Regulasi Saat Ini
Regulasi Keuangan Mikro
Regulasi Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No.16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha SPPS oleh Koperasi dalam pasal 1 disebutkan bahwa Koperasi
SimpanPinjam dan Pembiayaan Syariah selanjutnya dalam peraturan ini disebut KSPPS adalah koperasi
yang kegiatan usahanya meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk
mengelola zakat, infaq/sedekah, dan wakaf. Artinya, lembaga keuangan mikro Syariah (LKMS) atau
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang berbadan hukum KSPPS dapat melakukan kegiatan keuangan
komersial Islam dan keuangan sosial Islam sekaligus.

18
MODEL BANK UMUM SYARIAH

Model BUS: Bank Syariah sebagai LKS mendirikan Baitul Maal sebagai OPZ dan OPW dimana dana ZIS-
Waf-nya ditempatkan di bank Syariah.
Bank Syariah sbg LKS dpt mendirikan Baitul Maal yg kemudian terdaftar sbg Amil/OPZ & sbg Nazhir
wakaf (termasuk wakaf uang), sementara BS berperan sbg LKS & LKS-PWU dr Baitul Maal-nya dlm
menerima setoran/pengumpulan dana ZIS untuk OPZ & wakaf uang untuk OPW serta menempatkan-
nya di BS. Sosialisasi & promosi pengumpulan ZIS-Waf dpt dilakukan bersama oleh kedua belah pihak.

19
MODEL BANK UMUM SYARIAH

Dlm struktur organisasi BUS model 4 ini, BM yg didirikan atas nama para komisaris berbadan hukum
yayasan terdaftar sbg LAZ (tingkat daerah/nasional) & Nazhir wakaf (termasuk w-uang). ZIS & wakaf dr
karyawan, nasabah & dr bank Syariah sendiri sbg wajib zakat dikumpulkan oleh BM.
Contoh bank Syariah dengan model BUS-4 ini misalnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
mendirikan Baitul Maal Muamalat (BMM) yang terdaftar sebagai LAZNAS dan Nazhir wakaf uang.
BANK Aset Cabang Karyawan Nasabah Lokasi
BMI Rp54.83 Tr 353 4727 4.00 Jt Jakarta
BANK Zakat Int. Zakat Eks. Infak Wakaf Uang Wakaf M-Uang Staf BM
BMI Rp1.86 Mi Rp11.14 Mi 0 Rp1392.8 Jt 0 16

20
MODEL BANK UMUM SYARIAH
AKTIVA PASIVA
Kas Simpanan Giro Wadiah
Simpanan Bank Simpanan Tabungan Wadiah/Mudharabah
Piutang (Murabahah, Qardh, dll.) Simpanan Deposito Mudharabah
Pembiayaan (Mudharabah, Musharakah, dll.) Liabilitas Lainnya
Jasa (Fee Based Services)
Inventory Cadangan
Aktiva Tetap Modal
Bank Syariah setelah mengelola dana ZIS-Waf perlahan tapi pasti memiliki sumber dana dari
wakaf uang (Simpanan Investasi Wakaf Jangka-Panjang) yang dapat menggantikan
ketergantungannya dari sumber lain (Liabilitas Lainnya) yang mahal.
AKTIVA PASIVA
Kas Simpanan Giro Wadiah
Simpanan Bank Simpanan Tabungan Zakat
Piutang (Murabahah, Qardh, dll.) Simpanan Tabungan Wadiah/Mudharabah
Pembiayaan (Mudharabah, Musharakah, dll.) Simpanan Deposito Mudharabah
Jasa (Fee Based Services) Simpanan Investasi Wakaf Jangka-Panjang
Investasi Jangka-Panjang Modal Wakaf
Inventory Cadangan
Aktiva Tetap Modal
21
MODEL BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

4. BPRS sebagai community bank mendirikan Baitul Maal sebagai OPZ/MPZ dan OPW/MPW dimana
dana ZIS-Waf-nya ditempatkan di BPRS.
BPRS sbg LKS mendirikan Baitul Maal yg terdaftar sbg MPZ/OPZ & sbg Nazhir wakaf uang atau
MPW/OPW, sementara BPRS berperan sbg LKS & LKS-PWU dr BM dlm menerima pengumpulan dana
ZIS dan wakaf uang & menempatkannya di BPRS. Sosialisasi dan promosi pengumpulan ZIS-Waf dapat
dilakukan sendiri oleh BM atau bersama-sama oleh kedua belah pihak (BM bersama BPRS).

22
MODEL BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
AKTIVA PASIVA
Kas Simpanan Tabungan Wadiah
Simpanan Bank Simpanan Investasi Mudharabah
Piutang (Murabahah, Qardh, dll.) Pembiayaan Bank
Pembiayaan (Mudharabah, Musharakah, dll.) Liabilitas Lainnya
Cadangan
Aktiva Tetap Modal
BPRS setelah mengelola dana ZIS-Waf perlahan tapi pasti memiliki sumber dana dari wakaf uang
(Simpanan Investasi Wakaf Jangka-Panjang) yang dapat menggantikan ketergantungannya dari
pembiayaan bank Syariah dan pinjaman subordinasi yang mahal.
AKTIVA PASIVA
Kas Simpanan Tabungan Wadiah
Simpanan Bank Simpanan Tabungan Zakat
Piutang (Murabahah, Qardh, dll.) Simpanan Investasi Mudharabah
Pembiayaan (Mudharabah, Musharakah, dll.) Simpanan Investasi Wakaf Jangka-Panjang
Investasi Jangka-Panjang Modal Wakaf
Cadangan
Aktiva Tetap Modal

23
MODEL KEUANGAN MIKRO SYARIAH

Model KMS: BMT sebagai LKMS memiliki divisi BM sebagai MPZ dan Nazhir, serta divisi BT sebagai
LKS/LKS-PWU yang mengelola dana ZIS-Waf BM.
BMT sebagai LKMS berbadan hukum KSPPS dengan aset yang cukup besar (Rp50 Rp100 milyar) atau
besar (Rp100 Rp250 milyar) memiliki divisi BM yang resmi menjadi MPZ (Mitra Pengelola Zakat)
suatu OPZ dan menjadi Nazhir wakaf (termasuk wakaf uang), sementara BMT (divisi Baitut Tamwil
atau BT) sebagai LKS yang memiliki simpanan Wadiah juga resmi menjadi (LKS-PWU.

24
MODEL KEUANGAN MIKRO SYARIAH
AKTIVA PASIVA
Kas Simpanan Tabungan Wadiah
Simpanan Bank Simpanan Investasi Mudharabah
Piutang (Murabahah, Qardh, dll.) Pembiayaan Bank
Pembiayaan (Mudharabah, Musharakah, dll.)
Aktiva Tetap Modal
BMT/LKMS setelah mengelola dana ZIS-Waf perlahan tapi pasti memiliki sumber dana dari wakaf
uang (Simpanan Investasi Wakaf Jangka-Panjang) yang dapat menggantikan ketergantungannya
dari pembiayaan bank Syariah. Sifat wakaf uang yang jumlahnya terus bertambah dan jangkanya
sangat panjang membuat masalah mismatch dan likuiditas terselesaikan. Selain itu, wakaf uang
dapat juga ditempatkan sebagai penyertaan modal (Modal Wakaf) yang, selain dana murah, juga
dapat memperkuat posisi modal BMT/LKMS.
AKTIVA PASIVA
Kas Simpanan Tabungan Wadiah
Simpanan Bank Simpanan Tabungan Zakat
Piutang (Murabahah, Qardh, dll.) Simpanan Investasi Mudharabah
Pembiayaan (Mudharabah, Musharakah, dll.) Simpanan Investasi Wakaf Jangka-Panjang
Investasi Jangka-Panjang Modal Wakaf
Cadangan
Aktiva Tetap Modal
25
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF)

BMT BIF located in Yogyakarta, established in 1996, dedicated to free the community from
ignorance and from loan shark. BIF has total assets of Rp69 billion (in 2015) and Rp76
billion (in Sept 2016), 12 branches and 32,632 members.
BM of BIF as Nazhir collects and receives cash waqf from Wakif. The funds collected are
deposited in BT of BIF, to be used to extend micro-financing (max Rp2.5 M) to fosterd MEs
who has graduated from Qardh financing (78 members).
26
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF)
ASSETS LIABILITIES
Cash Wadiah Deposits
Bank Deposits Investment Deposits
Receivables (Murabahah, Qardh, etc.) Bank Financing
Financing (Mudharabah, Musharakah, etc.) Waqf Equity
Fixed Assets Capital

Total cash waqf collected Rp19 million (in 2014), Rp94 million (in 2015) and Rp155 million (in
Sep 2016). There is also Rp287.5 million restricted project-based cash waqf for building
Orphanage House.
Cash waqf is placed in Waqf Equity, where yearly return will be used to help cover
operational cost of the Orphanage House.
Baitul Maal of BIF also owns and manages Entrepreneur Pesantren of Al-Maun, where the
santri (students) are poor college students who eager to change their fate.
27
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT ItQan

BMT ITQAN located in Bandung, established in 2007, intended to implement Islamic values in
the area of economy, social, education and health. ITQAN total assets of Rp35 billion (in Sept
2016), 8 branches and 12,000 members, implementing Islamic Grameen model.
BM of ITQAN as Nazhir collects and receives cash waqf from Wakif. The funds collected are
deposited in BT of ITQAN, to be used to extend micro-financing (avg Rp2 M, max Rp10 M) to
regular MEs (GLJR).
28
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT ItQan
ASSETS LIABILITIES
Cash Wadiah Deposits
Bank Deposits Investment Deposits
Receivables (Murabahah, Qardh, etc.) Bank Financing
Financing (Mudharabah, Musharakah, etc.) Waqf Equity
Fixed Assets Capital

Total cash waqf collected Rp51 million (in 2014), Rp110 million (in 2015) and Rp260 (in Sep
2016), with the tag line Amal Abadi Pahala Lestari (eternal charity and sustained reward).
Cash waqf is placed in Waqf Equity, where monthly return will be used to finance social
programs of Baitul Maal.
Baitul Maal of ItQan has several featured social programs, including disaster relieve,
education (TPA Garden of Al-Quran, TKA Kindergarten Al-Quran, Majlis Taklim Islamic
Studies, etc.), Rumah Bina Yatim Dhuafa Foster Home for Orphans and Poors, Mosque
development, Sembako Murah Cheap Staple Food, free health services, free Ambulance
services, etc.
29
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT L-Risma

BMT L-RISMA located in Metro - Lampung, established by Lingkar Remaja ISlam Masjid in
2009, intended to combat usurious transaction and loan sharks. L-RISMA has total assets of
Rp100 billion (in Sept 2016), 21 branches and 16,000 members.
BM of L-RISMA as Nazhir collects and receives cash waqf from Wakif. The funds collected are
deposited in BT of L-RISMA , to be used to extend micro-financing and to be invested in the
real sector, such as cassava and rubber plantations.
30
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT L-Risma
ASSETS LIABILITIES
Cash Wadiah Deposits
Bank Deposits Investment Deposits
Receivables (Murabahah, Qardh, etc.) Waqf Short-term Investment Deposits
Financing (Mudharabah, Musharakah, etc.) Bank Financing
Long-term Investment Waqf Equity
Fixed Assets Capital
Total cash waqf collected Rp28 million (in 2014), Rp277 million (in 2015) and Rp345 million (in Sep
2016), while restricted project-based cash waqf amounted to Rp1.5 billion to be invested in cassava
(Si Abad Keong) and rubber plantation (Si Abad Kekar).
Cash waqf is placed in Waqf Short-term Investment Deposits (3, 6 and 12-month) and Waqf Equity,
where monthly and yearly return will be used to finance social programs.
Baitul Maal of L-RISMA has several featured social programs, including 3-stage financing (Maal
phase financing to three 15-member groups: 1) Sahabat Ikhtiar Mandiri Rp100-500 thousand; 2)
Sahabat Mudharabah Kebaikan Rp600-1500 thousand; and 3) Mentas Unggul Rp1.6-2.5 million),
consumptive program, productive program, health program and education program.
Baitut Tamwil of L-RISMA also has 3-type financing, namely: 1) L-Risma Loyal; 2) L-Risma Prioritas;
and 3) L-Risma Family, averaging Rp10-40 million and max Rp50 million.
31
BMT Applying Commercial and Social Finance
BMT L-Risma

Among 45 members of Majelis Keluarga Utama, 5 members have graduated from Maal phase
to Tamwil phase in 2 years.
32
Benefits of BMT
Balance Sheet of BMT
ASSETS LIABILITIES
Cash Wadiah Deposits
Bank Deposits Investment Deposits
Receivables (Murabahah, Qardh, etc.) Bank Financing
Financing (Mudharabah, Musharakah, etc.) Waqf LT Investment Deposits
Real Sector Investment Waqf Equity
Fixed Assets Capital

The benefits of BMT as Nazhir (BM) and manager of cash waqf (BT) would be maximized not only
for final mauquf alaih (i.e., beneficiaries of services or social activities supported by cash waqf
returns), but also for intermediate mauquf alaih (i.e., BMT and BMT members). Cash waqf
management would be more efficient since BMT could efficiently collect cash waqf since it has
Baitul Maal which has been experienced in collecting zakat and infaq, it has potential waqif from
its employee, member and other external stakeholders, and also it has Baitut Tamwil which has
been experienced in investing to micro-financing and real sector investment.
When BMT as Nazhir and LKS-PWU, Liabilities of BMT would increase with the addition of Waqf
Investment Deposit and Waqf Capital Participation, so that over time, bank financing would
decrease, total liabilities would increase, the ratio of third party fund over total liabilities would
decrease, liquidity would increase, mismatch would decrease and cost of fund would decrease.
33
Model Integrasi Islam Saat ini

Di tingkat nasional, integrasi paling efektif dapat dilakukan dengan model BUS-4 sesuai hasil ANP, dimana BUS
mendirikan BM yang berperan sebagai Amil zakat dan sbg Nazhir wakaf. Kenyataannya, saat ini sebagian besar
BUS baru menerapkan model BUS-1 (menyerahkan ZIS ke OPZ), khususnya BUS milik asing, atau model BUS-2
(menunjuk PIC/unit Sosial untuk mengelola ZIS sendiri atau bersama OPZ), khususnya BUS kecil.
Di tingkat komunitas, integrasi paling efektif dapat dilakukan dengan model BPRS-4, dimana BPRS mendirikan
BM yang berperan sebagai Amil zakat dan sebagai Nazhir wakaf, meski kecil kemungkinannya. Kenyataannya,
sebagian besar BPRS baru menerapkan model BPRS-1 (menyerahkan ZIS ke OPZ), khususnya BPRS kecil, atau
model BPRS-2 (menunjuk PIC/unit Sosial untuk mengelola ZIS sendiri atau bersama OPZ).
Di tingkat mikro, integrasi paling efektif dapat dilakukan dengan model KMS-3 oleh BMT, dimana satuan kerja BT
sbg LKMS melakukan kegiatan keuangan komersial Islam, satuan kerja BM melakukan kegiatas keuangan sosial
Islam bertindak sebagai Amil dan Nazhir wakaf sekaligus. Kenyataannya, dari sekitar 3500 BMT yang ada baru
150 BMT terdaftar sbg Nazhir wakaf uang & telah menerapkan model KMS-3 ini, atau menerapkan model KMS-2
(satuan kerja Baitul Maal merupakan unit dibawah manajer BMT).
34
Model Integrasi Islam Ideal

Sistem keuangan Syariah akan memperoleh manfaat dari integrasi keuangan komersial dan sosial Islam secara
optimal ketika semua atau sebagian besar LKS dan LKMS/BMT menerapkan model integrasi.
Di tingkat nasional, bank Syarial menerapkan model BUS-4 mendirikan Baitul Maal sebagai Amil dan Nazhir
(termasuk wakaf uang), serta bank Syariah masih dapat bertindak sebagai LKS dan LKS-PWU dari OPZ dan OPW.
Di tingkat komunitas, BPRS menerapkan model BPRS-4 mendirikan Baitul Maal sebagai Amil dan Nazhir
(termasuk wakaf uang) di komunitasnya.
Di tingkat mikro, LKMS/BMT menerapkan model KMS-3 terdaftar sebagai MPW/OPW dan Nazhir, termasuk
wakaf uang (lihat gaambar 36). Dalam kondisi ini, LKS dan LKMS/BMT akan menjadi kuat, stabil dan tahan
terhadap goncangan krisis, sehingga berkontribusi terhadap stabilitas sistem keuangan, pertumbuhan ekonomi,
distribusi kekayaan, pengentasan kemiskinan, inklusi sosial dan inklusi keuangan.

35
Transmisi Integrasi KKS Islam
Secara makro, integrasi keuangan sosial dan komersial Islam melalui LKS dpt mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui tiga jalur transmisi. Ketiga jalur transmisi tersebut adalah 1) Jalur stabilitas bekerja melalui penguatan
fungsi intermediasi sejalan dengan membaiknya stabilitas sistem keuangan; 2) Jalur distribusi bekerja melalui
peningkatan distribusi perekonomian akibat perluasan inklusi keuangan; 3) Jalur pembiayaan bekerja secara
langsung dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan pembiayaan ke sektor riil.

36
KESIMPULAN
Bank Syariah, BPRS dan BMT sebagai LKS/LKMS yg melakukan keg. keuangan komersial Islam dpt
melakukan keg. sosial Islam, sehingga memungkinkan u/mengaplikasikan model2 integrasi KKS
Islam u/mengoptimalkan maslahat ekonomi & keuangan Islam bagi stakeholder & ummat dari sisi
mikro maupun makro. Hal ini didasari oleh berbagai peraturan, yaitu:
1)UU No.21 thn 2008 tentang Perbankan Syariah;
2)PerMen Kop. & UKM RI No.16/Per/M.KUKM/IX/2015 tg Pelaksanaan Keg. Usaha SPPS oleh Kop.;
3)UU No.23 thn 2011 & dijabarkan dlm PP No.14 thn 2014 tentang Pengelolaan Zakat;
4)UU No.41 thn 2004 & PP No.42 thn 2006 tg pelaksanaan UU No.41 thn 2004 tentang Wakaf.
BUS & BPRS dpt mendirikan BM sbg Amil u/mengelola zakat, infaq & sedekah, dan sebagai Nazhir
u/mengelola wakaf, termasuk wakaf uang. BUS & BPRS dpt berperan sbg LKA bagi OPZ & LKS-PWU
bagi OPW termasuk Baitul Maal-nya sendiri yang menjadi Amil dan/atau Nazhir.
BMT memiliki BM yg berperan sbg Amil u/mengelola ZIS, dan sbg Nazhir u/mengelola wakaf,
termasuk wakaf uang. BMT, sesuai peraturan, dapat (dan sudah) menerapkan model integrasi.
Sampai saat ini lebih dari 150 BMT telah menerapkan model integrasi KMS-1 sampai dg KMS-6, sec.
penuh atau parsial, karena mereka merasa mendptkan manfaatnya, internal maupun eksternal.

37
REKOMENDASI
Bagi bank Syariah kecil atau bagi BPRS mendirikan Baitul Maal, untuk menerapkan model integrasi
keuangan komersial dan sosial Islam secara penuh, tidaklah mudah. Oleh karena itu, sebaiknya
peraturan membolehkan bank Syariah/BPRS untuk memiliki unit sosial sebelum mereka mampu
mendirikan Baitul Maal.
BPRS dan BMT, karena memiliki produk simpanan Wadiah, seharusnya diijinkan untuk menjadi
LKS-PWU. Paling tidak menjadi LKS-PWU Baitul Maal-nya sendiri, sehingga BPRS/BMT akan
mendapatkan manfaat yang signifikan dari integrasi keuangan dan komersial Islam, khususnya dari
pengelolaan wakaf uang.
Agar manfaat mikro bagi stakeholder dan ummat serta manfaat makro meningkatkan stabilitas
sistem keuangan dapat terwujud, perlu adanya sinergi otoritas (seperti, BI, OJK, DepKop UKM,
BAPPENAS, BAZNAS dan BWI), sinkronisasi regulasi-regulasi terkait, edukasi dan sosialisasi kepada
praktisi LKS/LKMS, OPZ dan OPW, peran aktif otoritas, praktisi dan KNKS, serta dukungan (politicall
will dan political courage) dari Pemerintah.
Instrumen-instrumen pendukung integrasi keuangan komersial dan sosial Islam harus disiapkan,
seperti standar-standar pelaporan dan sistem manajemen informasi LKS/LKMS yang mencakup
laporan keuangan komersial dan sosial Islam secara terpadu, standar-standar pelaporan dan sistem
manajemen informasi zakat dan wakaf yang terintegrasi, KPI (key performance indicator) LKS/LKMS
yang mencakup kinerja keuangan komersial dan sosial Islam secara terpadu, serta penghargaan
tahunan bagi praktisi terbaik menerapkan model integrasi.

38
Khalil Bendib, January 2009, Source: http://euraktiva786.wordpress.com/2009/06/17

Wallahu alam
ascarya@bi.go.id

You might also like