You are on page 1of 18

Validasi diartikan sebagai suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,

proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan
pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

Jenis-jenis Validasi
1. Kualifikasi Mesin, Peralatan dan Sarana Penunjang, terdiri dari :
Design Qualification (DQ)/Kualifikasi Disain (KD)
Installation Qualification (IQ)/Kualifikasi Instalasi (KI)
Operational Qualification (OQ)/Kualifikasi Operasional (KO)
Performance Qualification (PQ)/Kualifikasi Kinerja (KK)
2. Validasi Metode Analisa
3. Validasi Proses Produksi,
4. Validasi Proses Pengemasan
5. Validasi Pembersihan (Cleaning Validation)

Langkah-langkah Pelaksanaan Validasi

Begitu luasnya cakupan validasi, terkadang membingungkan kalangan praktisi di industri


farmasi untuk melaksanakan validasi. FDA dalam Guideline on General Principles of Process
Validation, memberikan panduan langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi, yang tertuang
dalam validation life cycle berikut ini, yaitu :

1. Membentuk Validation Comitee (Komite Validasi), yang bertanggung jawab terhadap


pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan.
2. Menyusun Validation Master Plan (Rencana Induk Validasi), yaitu dokumen yang
menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksanaan validasi di industri farmasi yang
bersangkutan.
3. Membuat Dokumen Validasi, yaitu protap (prosedur tetap), protokol serta laporan
validasi.
4. Pelaksanaan validasi.
5. Melaksanakan Peninjauan Periodik, Change Control dan Validasi ulang (revalidation).

Validation Master Plan (VMP) merupakan dokumen yang menyajikan informasi mengenai
program kerja/kegiatan validasi pada industri farmasi yang bersangkutan secara keseluruhan,
termasuk jadwal pelaksanaannya.

Dokumen RIV memuat antara lain :

1. Kebijakan validasi.
2. Struktur organisasi kegiatan validasi (komite validasi).
3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi.
4. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan validasi.
5. Pengendalian perubahan.
6. Acuan dokumen yang digunakan.
VALIDASI METODA ANALISA

Tujuan dari pelaksanaan Validasi Metode Analisa (VMA) adalah untuk menunjukkan bahwa
semua metode tetap yang digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya dan selalu
memberikan hasil yang dapat dipercaya. Jadi, dalam Validasi metode analisa yang diuji atau
divalidasi adalah PROTAP (prosedur tetap) pengujian yang bersangkutan. Misalnya, Validasi
Metode Analisa Penetapan Kadar Zat Aktif Paracemol dalam Tablet Biogesic dengan Metode
Spektrofotometri UV/Vis, maka yang divalidasi atau diuji validitasnya adalah Prosedur Tetap
Penetapan Kadar Zat Aktif Paracemol dalam Tablet Biogesic dengan Metode
Spektrofotometri UV/Vis.

PROTAP tersebut bisa disusun oleh Bagian QC atau oleh Bagian R&D. Apabila PROTAP-nya
belum tersedia maka harus dibuat terlebih dahulu, baru divalidasi. PROTAP metode analisa
tersebut, bisa jadi disusun berdasarkan :

1. Diambil (di-adopsi) dari berbagai literatur resmi, misalnya Farmakope Indonesia (FI),
Unite State Pharmacopea (USP), British Pharmacopea (BP) dan lain-lain (kompendial)
2. Berasal dari pengembangan sendiri (Eksporasi)
3. Modifikasi dari prosedur pengujian yang telah ada (Modifikasi).

Ruang Lingkup

Validasi Metode Analisa dilakukan untuk SEMUA metoda analisa yang digunakan untuk
pengawasan kegiatan produksi, termasuk metode analisis yang digunakan dalam
menetapkan residu zat aktif pada validasi prosedur pembersihan.
Validasi metode analisa umumnya dilakukan terhadap 4 jenis, yaitu :
1. uji identifikasi;
2. uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity);
3. uji batas impuritas; dan
4. uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen
tertentu dalam obat.

Note : Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan ukuran partikel untuk
bahan aktif obat, hendaklah juga divalidasi

Dilakukan dengan semua peralatan yang telah dikalibrasi dan diuji kesesuaian sistemnya
(alat dan sistem sudah dikualifikasi).
Menggunakan bahan baku pembanding yang sudah dibakukan dan disimpan ditempat
yang sesuai.

Parameter Uji

Dalam bahasa yang sederhana, dalam VMA ini kita akan MENGUJI cara-cara PEMERIKSAAN
atau PENGUJIAN yang kita lakukan (misalnya identifikasi, penetapan kadar zat aktif, menguji
sisa/residu, dan sebagainya) agar kita YAKIN bahwa PENGUJIAN yang kita lakukan tersebut
SUDAH BENAR dan HASIL PENGUJIAN yang dilakukan benar-benar TERPERCAYA. Untuk
melakukan PENGUJIAN tersebut, kita menggunakan apa yang disebut dengan PARAMETER
UJI. Parameter uji ini meliputi, antara lain :

akurasi (Accuracy);
presisi (precision);
o ripitabilitas (repeatibilty);
o Presisi antara (intermediate precision);
o reprodusibilitas/keterulangan (reproducibility)
spesivisitas (specify)/Selektifitas (selectivity);
batas deteksi (limit of detection/LOD);
batas kuantitasi (limit of quantitation/LOQ);
linearitas (Linearity); dan
rentang (range).

Kriteria Penerimaan

Metode Analisa dinyatakan memenuhi syarat (valid), jika :

Seluruh parameter uji (Spesifitas/selektifitas, Linearitas, Akurasi, Presisi, LOD, LOQ dan
Robustness) memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Tidak ada perbedaan bermakna antar analis atau antar dosis yang diuji atau antar lab. (t
uji < t tabel).

Validasi Ulang

Validasi ulang mungkin diperlukan pada kondisi sebagai berikut:

perubahan sintesis bahan aktif obat;


perubahan komposisi produk jadi; dan
perubahan prosedur analisis.

Tingkat validasi ulang yang diperlukan tergantung pada sifat perubahan. Perubahan tertentu lain
mungkin juga memerlukan validasi ulang.

VALIDASI PROSES

Validasi Proses merupakan hal yang sangat vital bagi industri farmasi dalam hal penjaminan
mutu dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap mutu produk. Prinsip dasar dari
Sistem Pemastian Mutu adalah bahwa agar obat dibuat sesuai dengan tujuan penggunaannya,
maka tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang
lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu, khasiat dan
keamanan produk harus dirancang dan ditanamkan ke dalam produk. Di samping itu, tiap
langkah dalam proses pembuatan obat harus terkendali untuk memastikan obat yang dihasilkan
akan senantiasa memenuhi persyaratan. Hal-hal tersebut di atas dapat dipenuhi jika terdapat
program validasi yang terencana dengan baik, terpadu dan terintegrasi dengan Sistem
Manajemen Mutu perusahaan dengan baik.
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Kemudian,
perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu
produk juga harus divalidasi. Ruang lingkup dan cakupan validasi, harus dilakukan dengan
menggunakan pendekatan dengan kajian risiko.

Pengertian

Validasi Proses diartikan sebagai tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses
yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi
hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut
mutu yang ditetapkan sebelumnya.

Tujuan pelaksanaan Validasi Proses :

Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan
digunakan dalam proses produksi (Batch Processing Record), senantiasa mencapai hasil
yang diinginkan secara terus menerus.
Mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi.
Memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang (reworking process)

Validasi Proses merupakan puncak dari pelaksanaan Kualifikasi dan validasi di industri
farmasi, sehingga sebelum dilakukan validasi proses, membutuhkan prasyarat, antara lain
sebagai berikut :
Prasyarat Process Validation

Pendekatan Validasi Proses Secara Tradisional

Secara Tradisional, pada umumnya validasi proses dilakukan dengan pendekatan sebagai
berikut :

Sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif).


Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga
dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren).
Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).

Validasi Prospektif adalah Validasi yang dilakukan sebelum pelaksanaan produksi rutin dari
produk yang akan dipasarkan.

Validasi Prospektif dilakukan sebelum produk diedarkan dan berlaku untuk :

1. Produk baru,
2. Modifikasi pada proses produksi yang dapat berdampak pada karakteristik produk
tersebut.Prasyarat lain adalah Laporan produk transfer dari bagian R&D ke bagian
Produksi.

Prasyarat lain : Adanya laporan Produk Transfer dari bagian R&D ke bagian Produksi.

Validasi Konkuren adalah Validasi yang dilakukan pada saat pembuatan rutin produk untuk
dijual.

Persyaratan pelaksanaan Validasi konkuren, antara lain ;

1. Dalam kondisi khusus, dimungkinkan tidak menyelesaikan program validasi sebelum


produksi rutin dilaksanakan misal : produk yang ditransfer ke pihak toll manufacturer.
2. Dapat juga dilakukan untuk produk yang : diproduksi sesekali (orphan drug atau
produk yang sangat jarang diproduksi), mempunyai kekuatan berbeda dari produk yang
sudah tervalidasi, perubahan bentuk tablet atau bilaprosesnya sudah dimengerti
3. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi, didokumentasikan dan
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).
4. Prasyarat dan persyaratan dokumentasi untuk validasi konkuren sama seperti validasi
prospektif.

Persyaratan untuk Validasi Prospektif dan Konkuren :

1. Ukuran bets sama dengan ukuran bets produksi yang direncanakan.


2. Jika bets validasi akan dipasarkan, kondisipembuatannya memenuhi ketentuan CPOB.
3. Prosedur (termasuk komponen) yang sesuai pendaftaran.
4. Hasil validasi harus memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar.
5. Validasi proses dilakukan terhadap minimum 3 bets secara berturutturut (yang
dinyatakan berhasil) sebelum bets produk diedarkan.

Validasi Retrospektif adalah Validasi dari suatu proses untuk suatu produk yang telah
dipasarkan berdasarkan akumulasi data produksi, pengujian dan pengendalian bets.

Persyaratan Validasi Retrospektif :

1. Bukan metoda pilihan untuk validasi proses, dan dipakai hanya untuk proses yang
wellestablished (mapan).
2. Review data sejarah catatan bets secara komprihensif
3. Jumlah data yang cukup untuk mendapatkan kesimpulanyang signifikan secara statistik
4. Biasanya memerlukan data dari 10 (sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan untuk
menilai konsistensi proses.
5. Bets yang dipilih seluruh bets yang dibuat selama periodepengamatan, termasuk yang
tidak memenuhi spesifikasi
6. Tidak bisa bila ada perubahan ( mis. peralatan, bahan awal, formula, proses, metode).

Validasi Proses tidak dianggap hanya satu kali kejadian/kegiatan saja. Suatu pendekatan siklus
hidup (Lifecycle approach) harus dilakukan yang akan menghubungkan pengembangan, produk
dan proses validasi bets komersial dan memelihara proses agar selalu terkendali selama produksi
rutin bets komersial.

Paradigma Baru Validasi Proses : Pendekatan lifecycle

Meskipun 3 bet berturut-turut sudah dianggap memadai, namun dalam banyak kasus, Regulator
(Badan POM Penulis) masih meminta lebih banyak dilakukan justifikasi secara ilmiah. Selain
itu, angka 3, bukan lagi merupakan angka sakti, karena sering kali terdapat data yang false
atau meragukan. Untuk itu, ICH Q10 mengenalkan paradigma baru dalam pelaksanaan
Validasi Proses, yaitu Pendekatan Lifecycle (Siklus Hidup). Angka 3 bukan lagi angka
sakti, dalam Validasi Proses

Paradigma Baru pelaksanaan Validasi Proses

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pendekatan baru dalam pelaksanaan validasi proses,
ada baiknya kita ulas sedikit mengenai ICH Q10 Pharmaceutical Quality System yang menjadi
dasar pelaksanaan validasi proses dengan pendekatan siklus hidup ini.

ICH Q10 Pharmaceutical Quality System (PQS) merupakan salah satu sistem manajemen mutu
yang secara khusus disusun oleh FDA sebagai pelengkap dari Sistem Manajemen Mutu
sebelumnya, yaitu ICH Q8 Pharmaceutical Development dan ICH Q9 Quality Risk
Management. ICH Q10 merupakan model Sistem Manajemen Mutu di industri
farmasi (Pharmaceutical quality system) yang dapat diterapkan terhadap seluruh siklus hidup
obat, dari mulai Proses Pengembangan, Transfer teknologi, produksi skala komersial hingga
product discontinue.
ICH Q10 Diagram

VALIDASI PROSES DENGAN PENDEKATAN LIFECYCLE

Validasi Proses dengan pendekatan lifecycle dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

TAHAP I : DESAIN PROSES

Tujuan : mendesain proses yang cocok untuk proses produksi komersial rutin yang akan
secara konsisten menghasilkan produk yangmemenuhi atribut mutu yang ditetapkan.
Menentukan proses manufaktur bets komersial yang nantinya akan tertuang pada
dokumen induk produksi dan strategi kontrol proses.
Membangun pengertian tentang target untuk profil mutu produk yang akan dihasilkan
(Quality Target Product Profie/QTPP) dan atribut kritis (spesifikasi) produk (Critical
Quality Attribute/CQA), atribut material (Material Quality Attribute/MQA) yang akan
dipakai, tahapan produksi

Critical Quality Attribute

Desain dari :
Fasilitas yang diperlukan, apakah diperlukan persyaratan khusus?
Karakterisasi peralatan yang diperlukan
Pengawasan dalam proses
Pengawasan mutu bahan dan produk
Pengetahuan tentang proses :
Mendeteksi sumber variasi, serta rentangnya
Dampak dari variasi terhadap proses
Melakukan analisis risiko
Pengendalian risiko
Melakukan studi untuk menentukan parameter kritis proses :
Design of experiment
Skala percobaan/laboratorium
Membuat strategi untuk mengendalikan proses
Scaleup : skala pilot
Metode analisis dan validasinya
Menentukan suatu Control Strategy
Memecah proses menjadi beberapa tahap untuk tiap unit operasi.
Pertimbangan :
Produksi skala komersial dan pengawasan serta pencatatan
Batasan operasional
Batasan regulatori
Control Strategy diimplementasikan pada Tahap II (PQ) untuk konfirmasi
Buat RIV
Rencana pengambilan sampel :
Tidak ada referensi pendekatan
Yang penting justifikasi
Dapat melihat variasi dari proses
Teknik sampling
Tidak menyebabkan variasi pada hasil
Handal
Metode analisis :
Tervalidasi
Handal mampu mendeteksi variabilitas proses

Process Validation : New Lifecycle Approach

TAHAP II : PROCESS QUALIFICATION

Mengevaluasi proses desain untuk menentukan kemampuan keterulangan proses dalam


pembuatan skala komersial

2 Unsur utama, yaitu : Desain dari fasilitas dan kualifikasi peralatan danfasilitas
penunjang dan Kualifikasi Kinerja Proses (Process Performance Qualification/PPQ)
Eksekusi dari semua yang sudah ditentukan padaTahap I, yaitu : Bukti bahwa proses
dapat dijalankan untuk produksi rutin, Pengujian ekstensive misal kombinasi sampel
untuk pengujian QC dan pengawasan dalamproses yang intensif lebih yang biasa
dilakukan. Proses dapat dijalankan untuk produksi rutin. Bukti keterulangan

Angka 3 bukan lagi angka sakti bagi proses validasi


Pendekatan PPQ berdasar pengertian tentang produk dan proses secara menyeluruh.
Industri farmasi melakukan justifikasi apakah sudah cukup mendapatkan pengertian
tentang produk dan proses yang akan memberikan jaminan yang tinggi bahwa proses
akan menghasilkan produk yang layak untuk didistribusikan.
Bets PPQ diproduksi pada lingkungan CPOB oleh personil yang nantinya akan
melaksanakan proses secara rutin.
Dibuat protokol yang memerinci kondisi manufaktur, pengawasan, sampling, pengujian
dan kriteria keberterimaan. Eksekusi PPQ hanya bisa dilakukan setelah evaluasi dan
persetujuan protokol.
Dibuat laporan yang mendokumentasikan dan menevaluasi apakah eksekusi sesuai
dengan protokol serta evaluasi hasil PPQ dibuat segera setelah selesainya PPQ.

(Catatan : PROCESS PERFORMANCE QUALIFICATION/PPQ Merangkum semua


variabel yang diketahui dari proses dan membuktikan bahwa semua prediksi yang dibangun pada
tahap I dapat menghasilkan keterulangan kinerja proses dan kinerja produk yang diharapkan)

TAHAP III CONTINUOUS PROCESS VERIFICATION

Tujuan : memastikan secara berkesinambungan bahwa proses selalu dalam keadaan


terkendali (status tervalidasi) selama pembuatan bets komersial.
Dilakukan pada produksi rutin skala komersial dengan real time monitoring pada :
Parameter operasional dan proses kritis, menggunakan
perangkat statistik yang tepat, Karakteristik produk antaralain: stabilitas, spesifikasi,
Pelatihan dan kualifikasi personil, peralatan, fasilitas dan
strategi pengendalian perubahan, Investigasi deviasi , OOS dan OOT , root cause dan
CAPA
Lakukan analisis data
Data tren real time, bulanan, kwartal, tahunan
Perlunya y penambahan atau pengurangan titik/jumlah sampel berdasar data yang ada
Evaluasi periodis, misal tahunan untuk menentukan diperlukan perubahan pada
produk/spesifikasi, proses dan prosedur pengawasan
Studi OOS dan OOT
Perubahan pada produk yang dibuat dengan berjalannya waktu
Informasi ke tahap desain bila terjadi perubahan signifikan pada produk dan/atau proses

Secara ringkas, pelaksanaan Process Validasi dengan pendekatan lifecycle dapat digambarkan
dalam bagan berikut :
PENERAPAN PROCESS VALIDATION

Tahap I : Pengembangan produk yang benar

Studi referensi, praformulasi


Penentuan Quality Target Product Profile (QTPP), dan CQA (spesifikasi produk)
Atribut material (bahan) , fasilitas, peralatan
Pengembangan proses, penentuan parameter proses kritis (CPP) dan strategi kontrol
Dokumentasi pengembangan
Paket transfer

Tahap II : Melakukan transfer dan validasi proses dengan benar, dengan semua
prasyaratnya.

VALIDASI PEMBERSIHAN

Pengertian

Tujuan dari pelaksanaan Validasi Pembersihan (Cleaning Validation) adalah untuk


MEMBUKTIKAN bahwa prosedur yang ditetapkan untuk membersihkan suatu peralatan
pengolahan, hingga pengemasan primer mampu membersihkan sisa bahan aktif obat dan deterjen
yang digunakan untuk proses pencucian dan juga dapat mengendalikan cemaran mikroba pada
tingkat yang dapat diterima.

Tujuan lain :

Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek
pembersihan.
Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
Mengapa Prosedur Pembersihan harus divalidasi ?

1. Biasanya, peralatan yang digunakan untuk produksi, dipakai untuk berbagai macam
produk, sehingga sangat berisiko terjadi kontaminasi silang (cross contamination)
2. Dengan semakin canggihnya mesin dan tekhnologi pengolahan atau pengemasan,
semakin menambah luasnya area kontak antara bahan obat dengan permukaan mesin.
3. Semakin meningkatnya tuntutan c-GMP.

Prinsip dan Ruang Lingkup

Tersedianya prosedur pembersihan yang efektif untuk membersihkan peralatan pengolahan


hingga pengemasan primer adalah penting untuk mencegah risiko kontaminasi silang terhadap
produk berikutnya yang diproduksi di peralatan yang sama.

Kontaminasi dapat bersumber dari:

bahan aktif obat dari produk sebelumnya


bahan pembersih / deterjen
mikroba dari lingkungan
bahan lain (debu, pelumas)

Pembersihan dilakukan setelah pembuatan ataupun pengemasan suatu produk. Hasil


pembersihan efektif akan menghilangkan sisa cemaran bahan aktif obat sisa deterjen maupun
tingkat cemaran mikroba bila mengikuti prosedur yang telah divalidasi. Setelah zat penanda
(marker) ditetapkan sesuai tingkat kelarutan maupun toksisitasnya, maka prosedur penetapan
kadar residu disiapkan dan divalidasi.

Pengamatan dan pengujian dilakukan terhadap:

Pengamatan secara visual kebersihan permukaan alat yang kontak langsung dengan
produk
Kualitas air bilasan akhir
Residu yang diambil secara usap dan / atau bilas
Cemaran mikroba pada permukaan alat yang kontak dengan produk.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Validasi Pembersihan :

1. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran
mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses
pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi
2. Harus tersedia METODE ANALISA TERVALIDASI yang memiliki kepekaan untuk
mendeteksi residu atau cemaran. Batas deteksi masing-masing metode analisis hendaklah
cukup peka untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang dapat diterima.
3. Hendaklah dipertimbangkan juga untuk bagian alat yang tidak bersentuhan langsung
dengan produk.
4. Interval waktu antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian
juga antara pembersihan dan penggunaan kembali. Hendaklah ditentukan metode dan
interval pembersihan
5. Untuk mesin yang sama (merek, jenis/type) hanya salah satu yang harus divalidasi. Jika
dalam proses menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara berkelanjutan (in line
machine), masing-masing mesin harus tetap divalidasi secara terpisah. Jika rangkaian
mesin merupakan kombinasi mesin yang permanen, validasi bisa dilaksanakan bersama-
sama.

Penetapan Senyawa Marker (active substance) yang divalidasi

Salah satu perubahan penting dalam CPOB 2012 adalah dimasukkannya (incorporasi)
Manajemen Risiko Mutu (Quality Risk Management/QRM), termasuk dalam pelaksanaan
Validasi Pembersihan. Dalam menentukan senyawa marker yang digunakan untuk pelaksanaan
validasi pembersihan, harus dilakukan KAJIAN terhadap active substance yang digunakan
berdasarkan NILAI RISIKO-nya.

Contoh :

Kita akan melaksanakan Validasi Pembersihan terhadap Protap Pembersihan Mesin Fluid Bed
Dryer (FBD) yang digunakan untuk mengeringkan granul dan film coating. Mesin ini digunakan
untuk proses pengeringan produk A, B, C, D, dan E; serta proses film coating untuk produk A,
C, dan E. Maka, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah MEMILIH produk mana yang
akan kita gunakan sebagai marker untuk menilai efektifitas prosedur pembersihan mesin FBD
yang sudah ditetapkan. Untuk menentukan senyawa marker tersebut digunakan Kajian Risiko,
sebagai berikut :

Penetapan Senyawa Marker berdasarkan Kajian Risiko Mutu

Metode Pengampilan Sampel (Cuplikan)

1. Metode Apus (swab sampling method)

Prinsip: Residu diperoleh dengan mengapus (swab) langsung pada permukaan


alat/ruangan yang kontak dengan produk. Hasil swab dianalisis untuk kandungan residu
setelah melalui proses ekstraksi atau untuk kandungan mikro-organisme setelah melalui
kultur mikroba dan inkubasi.
Merupakan metode pengambilan sampel dengan cara menggunakan bahan apus (swab
material) yang dibasahi dengan pelarut yang langsung dapat menyerap residu dari
permukaan alat.
Bahan yang digunakan untuk sampling harus kompatibel dengan solvent dan metode
analisanya.
Tidak ada sisa-sisa serat yang mengganggu analisa.
Ukuran material harus disesuaikan dengan area sampling

Sedangkan bahan pelarut (solvent), harus :


Disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang diperiksa.
Tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diuji.
Sebelum dilakukan validasi, harus dilakukan pemeriksaan/ uji perolehan kembali
(recovery test) dengan larutan yang diketahui kadarnya.

Kelebihan/kekurangan

Kelebihan :

Contoh yang sudah mengering atau sulit larut dapat dilepaskan dari permukaan secara
fisik.
Lokasi yang sulit dibersihkan dapat dicapai dengan swab sehingga memungkinkan
evaluasi paling langsung terhadap tingkat kontaminasi atau jumlah residu setiap
(permukaaan)

Kekurangan :

Adanya variasi hasil yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, tekanan (physical force)
yang digunakan dan totalitas permukaan yang di-swab.
Pelarut swab dapat mempengaruhi residu.
Proses analisis ekstraksi dapat mempengaruhi/mengurangi recovery rate (perolehan
kembali).
Sampel yang terbatas dapat mempengaruhi sensitivitas hasil analisis.

Metode pengambilan sampel dan pengujian:

Bersihkan kapas usap dengan merendam dalam methanol / pelarut sesuai validasi metode
selama 5 menit, sonifikasi dan peras.
Pada saat pengambilan sampel, basahkan kapas usap dalam metanol/pelarut sesuai
validasi, peras kelebihan pelarut dengan menekan di bibir bagian dalam wadah.
Sampel diambil di area kritis sesuai protokol.
o Letakkan bingkai SS 5 x 5 cm di area yang akan diusap.
o Usap luas area yang ditentukan sesuai arah berikut:


o Masukkan kembali kapas usap ke dalam tabung bersih, tutup.
o Sampel di uji dengan metode analisis yang telah divalidasi.

Contoh Pengambilan sambel dengan cara apus


2. Metode Pembilasan Terakhir (Rinse sampling method)

Prinsip: Residu diperoleh dengan mengumpulkan pelarut pembilas yang telah kontak
dengan permukaan alat dimana produk diproses. Hasil bilas kemudian dianalisis untuk
kandungan residu dan atau kandungan mikroba.
Umumnya dilakukan untuk alat/mesin yang sulit dijangkau dengan cara apus (banyak
pipa, lekukan, dan lain-lain).
Pelarut pembilas harus tidak boleh menyebabkan penguraian/degradasi residu.
Pelarut pembilas harus kontak dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup agar
residu dapat larut sempurna.

Kelebihan/kekurangan

Kelebihan :

Pengambilan contoh dimungkinkan terhadap permukaaan yang luas.


Keseluruhan lokasi dipermukaan dapat dicapai tanpa kesulitan sehingga memungkinkan
evaluasi dengan tingkat recovery rate yang tinggi .
Variasi hasil analisis lebih kecil dibanding dengan cara apus.
Jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh
permukaan alat.

Kekurangan :

Tidak cocok untuk peralatan kompleks bermuatan instrumen atau komponen


listrik/elektronik. Misalnya mesin tablet, FBD, Granulator, mesin pengisi serbuk, dan
lain-lain.

Metode pengambilan sampel dan pengujian:

Kumpulkan 500 ml air bilasan terakhir dan 500 ml secara aseptis untuk uji cemaran
mikroba.
Ambil juga sampel Air Murni yang digunakan untuk membilas sebagai pembanding.
Air bilasan diuji terhadap parameter pH, konduktivitas, logam berat, nitrat, TOC,
cemaran mikroba dan dibandingkan dengan kualitas air murni yang digunakan dalam
pembilasan.

3. Metode dengan menggunakan placebo

Prinsip: Residu diperoleh dari batch produk plasebo yang dibuat dengan cara simulasi
dala kondisi yang sebenarnya. Contoh produk sepanjang proses produksi melalui suatu
rangkaian alat kemudian dianalisis untuk kandungan residu atau kandungan mikro-
organisme.
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara pengolahan produk yang bersangkutan
tanpa bahan aktif dengan peralatan yang sudah dibersihkan kemudian dianalisa.
Kelebihan/kekurangan

Kelebihan :

Contoh yang diambil merupakan simulasi proses produksi yang sebenarnya .


Memberi kemungkinan penilaian langsung terhadap efek kumulasi tahapan proses
produksi karena pendekatan validasi dilakukan pada suatu rangkaian peralatan.

Kekurangan :

Tingkat sensitivitas dari recovery rate (perolehan kembali) residu terlalu rendah karena
faktor pengenceran selama proses produksi.
Metode ini tidak disarankan, karena tidak reproducible.

Penetapan Kadar Cemaran Bahan Aktif Obat (BAO)

Dalam rangka mengevaluasi prosedur pembersihan, penting untuk menetapkan tingkat cemaran
bahan aktif obat yang dapat diterima Total cemaran pada peralatan dapat dihitung berdasarkan
hasil usap atau bilas yang mewakili seluruh permukaan.

Pendekatan skenario terburuk:


Perhitungan cemaran dilakukan secara terpisah untuk setiap alat yang dipakai dalam proses
pengolahan produk hingga pengemasan primer. Tingkat cemaran bahan aktif obat dihitung
berdasarkan luas permukaan alat yang kontak dengan produk dan ukuran bets terkecil yang pada
proses berikutnya setelah proses pembersihan alat.

Penetapan cemaran mikroba

Efektifitas prosedur pembersihan untuk mengendalikan tingkat cemaran mikroba dengan


menguji kebersihan permukaan setelah proses pembersihan alat dan pembilasan akhir.
Cemaran mikroba diperiksa setelah proses pencucian maupun pada akhir
penetapan lamanya status bersih.
Sampel untuk pengujian cemaran mikroba diambil dengan cara usap, rodac plates
ataupun dari air bilasan akhir.

Kriteria Keberterimaan

Kriteria keberterimaan ditetapkan secara rasional berdasarkan risiko terbawanya sisa


bahan aktif obat ke produk lain berikutnya serta risiko cemaran mikroba.
1. Kebersihan secara visual
Kriteria: tidak tampak sisa pengotor di permukaan peralatan setelah pembersihan
yang mungkin mencemari produk berikutnya.
2. Tingkat cemaran bahan aktif obat
Bila lebih dari satu produk diproses dengan peralatan yang sama, Batas ditetapkan
sebagai Maximum Allowable Carryover (MACO) untuk penetapan residu bahan
aktif obat.
3. Penetapan Batas Cemaran
Batas paling ketat diambil berdasarkan ketentuan:

Dosis terapetik harian


Bila dosis perhari dari produk yang dibuat berikutnya dan produk yang dibuat sebelum
pencucian alat diketahui, maka perhitungan MACO diperhitungkan sebagai bagian dari
Minimum Single Dose (MSD) dari produk (X) yang akan dihilangkan dalam Maximum
Daily Dose (MDD) dari produk berikutnya (Y):
Data toksisitas
Catatan Umum: menghasilkan angka carry over yang sangat tinggi dan tidak dapat
diterima, MACO dibatasi pada 1000 mg/kg.
Data toksisitas dapat digunakan untuk menghitung MACO jika dosis terapetik tidak
tersedia (misal untuk bahan antara atau prekursor). Dihitung dengan persamaan berikut:

Batas Umum 10 ppm


Secara umum, tidak lebih dari 10 mg/kg (= 10 ppm) zat penanda (marker) yang harus
dibersihkan dari produk sebelumnya
Batas visual
Batas visual ditetapkan 100 g/ 25 cm2.
Deterjen
Gunakan deterjen dengan komposisi yang diketahui. Bila tidak diketahui, deterjen food
grade dipilih yang diketahui tingkat toksisitasnya.
Batas residu deterjen adalah sebagai berikut:

1. Jika LD50 dari deterjen diketahui dan maximum daily dose dari produk berikutnya
tersedia, MACO dapat dihitung dengan perhitungan NOEL dan ADI seperti penjelasan
pada butir 2 di atas (data toksisitas).
2. Jika tidak ada data untuk maximum daily dose dari produk berikutnya, MACO dari
deterjen food grade dibatasi menjadi 10 mg/kg (produksi produk jadi dan API tanpa tahap
pemurnian selanjutnya) atau 100 mg/kg (produksi API).
3. Batas residu untuk deterjen dapat juga ditetapkan dengan cara TOC.

Batas Cemaran Mikroba (MAML : Maximum Allowable Microbial Limits)


Batas Cemaran Mikroba dihitung dengan mengacu pada ukuran Contoh seluas 25
cm. Batas berikut dipakai sebagai acuan:

LAPORAN VALIDASI PROSEDUR PEMBERSIHAN


Laporan Validasi memuat:

Hasil pengujian yang dilaksanakan sesuai protokol.


Evaluasi dan perbandingan terhadap hasil uji yang diharapkan dari kriteria
keberterimaan.
Evaluasi terhadap adanya penyimpangan dari protokol serta tindakan koreksi yang
diambil.
Dafter referensi bila diperlukan.
Laporan dievaluasi dan disetujui oleh Manajer Produksi, Teknik dan Pemastian Mutu.

You might also like