You are on page 1of 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies gigi merupakan masalah yang serius pada kesehatan gigi dan mulut di

Indonesia.1 Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2007), prevalensi

pengalaman karies gigi meliputi 67,2% penduduk Indonesia. Hal ini merupakan salah

satu bukti bahwa kesadaran masyarakat masih kurang untuk menjaga kesehatan gigi

dan mulut. Tingkat kejadian karies pada anak dan remaja sering terjadi pada gigi molar

pertama tetap (M1). Perkembangan karies pada gigi M1 paling cepat terjadi pada dua

tahun pertama setelah gigi M1 erupsi, dengan adanya kemungkinan gigi tersebut

mengalami kerusakan hingga mencapai pulpa.2

Perawatan yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan

perawatan endodontik dengan memperhatikan beberapa faktor seperti sisa jaringan

mahkota, vitalitas pulpa, penutupan daerah apikal, dan tingkat kepatuhan pasien. Sisa

sedikit jaringan gigi yang telah dirawat endodontik tersebut membutuhkan suatu

restorasi akhir berupa mahkota tiruan penuh (full crown) yang baik agar dapat berfungsi

optimal di dalam rongga mulut.2

Mahkota penuh (full crown) merupakan suatu restorasi yang menutupi seluruh

permukaan mahkota klinis dari suatu gigi asli. Pada gigi posterior, mahkota ini

diindikasikan untuk gigi molar yang mengalami kerusakan akibat karies atau fraktur.3

1
2

Mahkota ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki fungsi pengunyahan, fonetik

dan estetik, tetapi juga untuk mempertahankan dan memelihara kesehatan gigi-geligi

yang masih ada agar dapat berfungsi dengan baik.4,5

Pemakaian mahkota tiruan cekat ini dapat menimbulkan masalah pada jaringan

periodontal apabila dalam pembuatannya tidak memenuhi syarat-syarat dari suatu

restorasi.6 Hal ini dapat disebabkan karena permukaan mahkota tiruan yang kasar, titik

kontak dan kontur gigi yang tidak baik, serta kondisi dan penempatan tepi restorasi.7

Preparasi pada bagian tepi servikal merupakan bagian tahap preparasi yang sangat

menentukan tingkat keberhasilan mahkota. Hal ini disebabkan karena tepi servikal

restorasi rentan terhadap terjadinya akumulasi plak. Kondisi tersebut merupakan tahap

awal terjadinya penyakit periodontal, yaitu gingivitis.8,9

Gardner (1982) mengelompokkan penempatan tepi dengan jaringan gingiva

menjadi tiga jenis, yaitu supragingival, equingival dan subgingival. Saat ini,

penempatan batas tepi masih menimbulkan perdebatan.10 Menurut penelitian

Reitemeier et al. (2002) mengenai pengaruh dari penempatan tepi crown pada

kesehatan periodontal, dikatakan bahwa akumulasi plak meningkat di sekitar mahkota

dengan tepi subgingiva, dan karena itu kesehatan gingiva menjadi buruk. Koyifaki et

al. (2010) menyimpulkan bahwa meskipun penempatan tepi supragingival paling

menguntungkan bagi kesehatan gingiva dalam jangka panjang, namun pemakaian tepi

subgingival juga mungkin diperlukan untuk keadaan yang membutuhkan faktor

estetik.11
3

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan penempatan batas tepi crown terhadap kesehatan periodontal.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan pada penempatan batas tepi crown terhadap

kesehatan periodontal?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui apakah terdapat hubungan pada penempatan batas tepi crown

terhadap kesehatan periodontal.

b. Tujuan Khusus

1. Mengukur indeks kesehatan periodontal dengan Plaque Index, Gingival

Index dan Probing Pocket Depth pada pasien pengguna full crown.

2. Mengetahui kesehatan periodontal pada pasien pengguna full crown.

3. Mengetahui hubungan antara penempatan batas tepi crown terhadap

kesehatan periodontal pada pasien pengguna full crown.

1.4 Manfaat Penelitian

Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara penempatan

batas tepi crown dengan kesehatan periodontal.

You might also like