You are on page 1of 11

NAMA : SUTRISNA

TUGAS : RESUME PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) /


DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Pengertian
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi dan
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh (Sudoyo Aru, dkk 2009 dalam Nurarif & Kusuma 2015).

B. Penyebab Terjadinya Demam Berdarah


Virus dengue merupakan anggota dari genus flavivirus dalam family
flaviviridae, terdiri dari singel stranded RNA virus, berdiameter 30 nm, yang
bisa berkembang di berbagai tipe nyamun dan kultur jaringan, hal inilah yang
dapat menyebabkan demam berdarah dengue (Cook, Alimuddin, Zumla, 2009
dalam Sidiek, 2012 ).
Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun
orang dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis virus yang
tergolong arbovirus yang masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti betina.
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia secara
langsung, tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypty
betina menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan
virus tersebut ke manusia melalui gigitan. Sekali menggigit nyamuk ini akan
berulang menggigit orang lain sehingga dengan mudah darah seseorang yang
mengandung virus dengan dapat cepat dipindahkan ke orang lain, yang paling
dekat tentulah orang yang tinggal satu rumah.
Namun, virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh sesorang, tidak
selalu dapat menimbulkan infeksi jika orang tersebut mempunyai daya tahan
tubuh yang kuat sehingga dengan sendirinya virus tersebut akan dilawan oleh
tubuh (Hastuti, 2008).
Menurut (Sari, 2005 dalam Gama 2012), faktor yang dianggap dapat
memicu kejadian DBD adalah :
1. Lingkungan
Perubahan suhu, kelembaban nisbi, dan curah hujan mengakibatkan
nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor penularan penyakit
bertambah dan virus dengue berkembang lebih ganas. Siklus perkawinan
dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa
akan dipersingkat sehingga jumlah populasi akan cepat sekali naik.
Keadaan penampungan air artifisia/kontainer seperti bak mandi, vas
bunga, drum, kaleng bekas, dan lain-lain akan memperbanyak tempat
bertelur nyamuk. Penelitian oleh Ririn dan Anny (2005) tentang
Hubungan kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Prilaku masyarakat
dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis
Surabaya menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban, tipe
kontainer, dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan jentik
nyamuk Aedes aegypti.
2. Perilaku
Kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan tempat tinggal, sehingga terjadi genangan air yang
menyebabkan berkembangnya nyamuk. Kurang baik prilaku masyarakat
terhadap PSN (mengubur, menutup penampungan air), urbanisasi yang
cepat, transportasi yang makin baik, mobilitas manusia antar daerah,
kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan, dan
kebiasaan berada di dalam rumah pada waktu siang hari.
C. Pengobatan
Tatalaksana DHF umumnya adalah yang bersifat suportif. Kita tidak
mempunyai obat-obat yang bisa menyetop proses imunologi yang terjadi,
tetapi kebocoran plasma akibat respon imunologi akan berhenti dengan
sendirinya. Umumnya yang diberikan kepada pasien adalah cairan tubuh,
nutrisi. Selain itu diberikan pula obat antripiretik, akan tetapi hindari
pemberian aspirindan NSAID, karena obat-obat tersebut memicu perdarahan.
Hal yang paling penting juga dalam tatalaksana DHF adalah :
1. Monitoring tanda-tanda shock, biasanya selama fase afebril (hari ke-4-6);
2. Monitoring kesadaran, denyut nadi, dan tekanan darah
3. Monitoring hematokrit (Ht) dan jumlah platelet.
Kita memiliki beberapa pilihan cairan. WHO menuliskan pemberian
cairan kristaloid, yaitu cairan yang mengandung elektrolit. Sebaiknya jangan
berikan cairan maintenance yang seperti dekstrosa dan cairan lainnya untuk
nutrisi, karena cairan-cairan tersebut tidak bisa bertahan dalam kapiler dalam
waktu yang lama. Cairan itu umumnya akan keluar dari pembuluh darah.
Memang pemberian koloid belum direkomendasi pada protokol WHO. Tapi
koloid dengan molekul yang lebih besar dapat bertahan lebih lama dalam
plasma. Kita belum ada data untuk pemakaian koloid pada DHF 1/II,tetapi
untuk DHF yang mengalami shock sudah ada penelitian yang dilakukan.
Prinsip tatalaksana pemberian cairan: Volume cairan yang diberikan
merupakan jumlah defisit cairan tubuh ditambah dengan jumlah cairan yang
diperlukan untuk Maintenance. Pemberian cairan harus disesuaikan sesuai
dengan kondisi klinis pasien, evaluasi kondisi vital Ht dilakukan setiap 4 jam
sekali. Jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Menurut Hospital Care for Children (2016) penatalaksanaan DBD pada
anak dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
a. Anak dirawat di rumah sakit
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin,
air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
2) Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
b) Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
c) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam
d) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan
stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu
2448 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai
dengan tata laksana syok terkompensasi (compensated shock).

2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok


a. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat
secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan
transfusi darah/komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga
10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6
jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

D. Pola Hidup Sehat Untuk Penyakit DBD


Tidak ada vaksin yang bisa dipakai untuk mencegah penyakit demam
berdarah, dan juga tidak ada kekebalan yang di dapat oleh penderita apabila
terkena demam berdarah, berarti orang yang terkena demam berdarah bisa
terkena lagi.
Penataan lingkungan sangat penting untuk membantu memutuskan
mata rantai penyebaran virus ini. Beberapa hal yang bisa dan sudah dilakukan
adalah :
1. Menjaga kebersihan dengan 3M yaitu :
Menguras. Menutup. Menyingkirkan/mengeringkan tempat penampungan
air atau genangan air disekitar rumah, atau dengan menaburkan bubuk
abate ( buuk pembunuh jentik ) secara teratur sesuai dengan ketentuan.
2. Melakukan eradikasi nyamuk secara rutin. Proses fogging atau
penyemprotan dengan insektisida, terutama di daerah rentan menjadi
wabah demam berdarah di musim penghujan (Krisna,2016).
Selain itu pencegahan demam berdarah dengue/ dengue haemorragic
fever dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Praktik Penggunaan Insektisida
Praktik penggunaan insektisida disini adalah waktu pemakaian yang tepat.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang beraktfitas di siang dan
malam hari. Sehingga waktu yang disarankan yaitu menggunakan dari
salah satu macam atau lebih dari berbagai produk Insektisida (Aerosol,
Bakar, Elektrik, maupun Lotion) pada saat pagi (09:00-10:00) dan sore
(16:00-17:00) hari.
2. Praktik Menguras Bak Penampungan Air
Praktik menguras bak penampungan air ialah banyaknya jumlah
pengurasan yang dilakukan oleh responden dalam 1 minggu. Dikatakan
baik jika responden menguras lebih atau sama dengan 1 kali per minggu (
1x minggu), dan tidak baik jika melakukan pengurasan kurang dari 1 kali
per minggu (< 1x minggu).
3. Praktik Menutup Tempat Penampungan Air
Praktik menutup tempat penampungan air ialah prilaku responden yang
memperlakukan tempat penampungan air dengan baik, yaitu dengan
memberikan tutup pada tempat penampungan air sehingga nyamuk tidak
dapat berkembang biak di dalamnya. Tempat penampungan air yang
dimaksud ialah tong, gendi, drum maupun yang lainnya yang ada di luar
maupun di dalam rumah kecuali bak mandi.
4. Praktik Mengubur Barang Bekas
Praktik mengubur barang bekas yaitu kebiasaan responden dalam
memperlakukan sampah rumah tangga ataupun barang bekas yang ada
disekitar rumahnya seperti plastik, kaleng bekas, pecahan kaca, ember
bekas dan lainnya yang memungkinkan menjadi tempat
berkembangbiakkan nyamuk dengan cara dikubur (Rahman, 2012)

Pertanyaan :
Apa yang dilakukan untuk mengurangi penyakit sampai eradikasi ?

Jawab :
Ada 2 hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyakit sampai eradikasi,
yaitu :
1. Tata Laksana Penanggulangan DBD
Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan
kagiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus,
sehingga kemungkinan penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat
dicegah. Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD
sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran
pelaksanaan kegiatan pemberantasan maupun dalam memberantas jentik
nyamuk penularnya.
a. Penyelidikan Epidemiologis
(PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal
penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum
dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah untuk
mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan
penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita.
PE juga dilakukan untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD
lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan
menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.
b. Penanggulangan Fokus
Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular
DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvadiasasi, penyuluhan
dan penyemprotan (pengasapan) menggunakan insektisisda sesuai kriteria.
Tujuannya adalah membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya
KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan
sekitarnya serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber
penularan DBD lebih lanjut.
c. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya
penanggulangan yang meliputi : pengobatan/perawatan penderita,
pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan
evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah
yang terjadi KLB. Tujuannya adalah membatasi penularan DBD, sehingga
KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya.
Penilaian Penanggulangan KLB meliputi penilaian operasional dan
penilaian epidemiologi. Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui
persentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang
direncanakan. Penilaian ini dilakukan melalui kunjungan rumah secara
acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan,
larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan penilaian epidemiologi ditujukan
untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah
penderita dan kematian DBD dengan cara membandingkan data
kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB.
d. Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)
Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)
adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk
penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya.
Tujuannya adalah mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan
DBD dapat dicegah dan dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD
dilakukan dengan 3M, yaitu (1) menguras dan menyikat tempat-trempat
penampungan air, (2) menutup rapat-arapat tempat penampungan air, dan
(3) mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan.
e. Pemeriksaan Jentik Berkala
Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur
oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik
(jumantik). Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk
penular demam berdarah dengue termasuk memotivasi
keluarga/masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

2. Peran masyarakat dalam penanggulangan DBD


Masyarakat berperan dalam upaya pemberantasan penyakit DBD.
Sebagai contoh: peran masyarakat dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu
masyarakat dapat mengenali secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang
menimpa salah satu anggota keluarga maupun tetangga mereka dan segera
merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Sehingga bisa dilakukan
penegakan diagnosa secara dini dan diberikan pertolongan dan pengobatan
dini.
Pertolongan pertama kepada tersangka penderita DBD dapat dilakukan di
rumah sebelum dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan yaitu dengan
memberikan minum sebanyak-banyaknya dengan oralit, teh manis, sirup, juice
buah-buahan, pemberian obat penurun panas seperti paracetamol. Obat
penurun panas yang tidak boleh diberikan adalah dari jenis yang mengandung
asam salisilat yang dapat memperberat perdarahan. Tujuan pemberian
pertolongan pertama di atas adalah untuk mempertahankan volume cairan
dalam pembuluh darah penderita sehingga dapat membantu mengurangi angka
kematian karena DBD.
Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang
merupakan upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam
rangka mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan
datang. Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat
berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan
serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Seperti diketahui nyamuk
Aedes aegipty adalah nyamuk domestik yang hidup sangat dekat dengan
pemukiman penduduk seperti halnya Culex. Sehingga upaya pemberantasan
dan pencegahan penyebaran penyakit DBD adalah upaya yang diarahkan untuk
menghilangkan tempat perindukan (breeding places) nyamuk Aedes aegypti
yang ada dalam lingkungan permukiman penduduk. Dengan demikian gerakan
PSN dengan 3M Plus yaitu Menguras tempat-tempat penampungan air minimal
seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh
jentik nyamuk Aedes aegypti, Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
agar nyamuk Aedes aegypti tidak bisa bertelur di tempat itu,
Mengubur/membuang pada tempatnya barang-barang bekas seperti ban bekas,
kaleng bekas yang dapat menampung air hujan.
Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan
menggunakan obat gosok antinyamuk, tidur dengan kelambu, menyemprot
rumah dengan obat nyamuk yang tersedia luas di pasaran. Hal sederhana
lainnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah menata gantungan baju dengan
baik agar tidak menjadi tempat hinggap dan istirahat nyamuk Aedes aegypti.
Sejak dulu tidak ada yang berubah dengan bionomik atau perilaku hidup
nyamuk Aedes aegypti sehingga teknologi pemberantasannya pun dari dulu
tidak berubah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD oleh masyarakat sangat besar,
boleh dikatakan lebih dari 90% dari keseluruhan upaya pemberantasan
penyakit DBD. Dan upaya tersebut sangat berkaitan dengan faktor perilaku dan
faktor lingkungan.
Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan
3M Plus dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak,
sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah
perilaku dan lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup
nyamuk Aedes aegypti aegypti. Berbagai gerakan yang pernah ada di
masyarakat seperti Gerakan Disiplin Nasional (GDN), Gerakan Jumat Bersih
(GJB), Adipura, Kota Sehat dan gerakan-gerakan lain serupa dapat dihidupkan
kembali untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jika
ini dilakukan maka selain penyakit DBD maka penyakit-penyakit lain yang
berbasis lingkungan seperti leptospirosis, diare dan lain-lain akan ikut
terberantas.
Keberhasilan Jenderal WC Gorgas memberantas nyamuk Aedes aegypti
untuk memberantas demam kuning (Yellow Fever ) lebih dari 100 tahun yang
lalu di Kuba dapat kita ulangi di Indonesia. Teknologi yang digunakan oleh
Jenderal Gorgas adalah gerakan PSN yang dilaksanakan serentak dan secara
besar-besaran di seluruh negeri. Agar gerakan yang dilakukan oleh Jenderal
Gorgas bisa dilakukan di Indonesia diperlukan komitmen yang kuat dari
seluruh jajaran struktur pemerintahan bersama-sama masyarakat dan swasta
(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyrakat, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. (2006). Kajian Kebijakan


Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Studi Kasus DBD).
https://pdfs.semanticscholar.org/c339/62d935bc72d3b4c10eb784c1ca901cd
eacc2.pdf.

Gama, A. (2012). Analisis Factor Resiko Kejadian Demam Berdarah Dengue Di


Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Explanasi, 5(2).

Hastuti, Oktri. (2008). Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta; Kanisius

Hospital Care For Children.(2016). Demam Berdarah Dengue: Diagnosis Dan


Tatalaksana. http://www.ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-diagnosis-
dan-tatalaksana.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Penerbit Mediaction.

Rahman, Deni Abdul. (2012). Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Praktik
3M Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di Wilayah Kerja
Puskesmas Blora Kabupaten Blora. Unnes Journal of Public Health. 1-7.

Sidek, Aboesina. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Penyakit


Dbd Terhadap Kejadian Penyakit Dbd Pada Anak. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro, hal 14. doi:eprints.undip.ac.id./37233/.

You might also like