You are on page 1of 11

DETEKSI DINI IBU HAMIL DENGAN STRATEGI PENDEKATAN RISIKO

(RISK APPROACH STRATEGI) DAN SISTEM RUJUKAN TERENCANA


Disampaikan oleh dr. A. Setiabudi SpOG (K)

Pelayanan ibu hamil telah mengalami berbagai perkembangan dari bentuk yang
primordial dimana semua pertolongan dilakukan oleh dukun tanpa dukungan ilmu dan
teknologi sampai kepada pelayanan kesehatan reproduksi modern yang didukung tenaga
terampil, ilmu dan teknologi yang canggih serta kemajuan dalam sistem manajemen. Akan
tetapi bagi Indonesia perkembangan yang pesat ini belum dapat memberikan hasil seperti
yang diharapkan. Masih banyak keluarga yang dalam usahanya mempunyai keturunan masih
menghadapi kenyataan pahit , berupa kematian ibu atau bayi bahkan kedua-duanya.

Data dibawah ini adalah bukti bahwa derajat kesehatan kita masih jauh dari memuaskan :

1. Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia tertinggi di Asia Tenggara dengan


228 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 . Lima
tahun kemudian, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2013)
menunjukkan AKI berada pada 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
United Nation Development Program, meluncurkan kajian Human Development
Report 2015. Dalam indikator maternal mortality (kematian ibu melahirkan)
Indonesia pada posisi 190 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut
belum masih jauh dari target kelima Millenium Development Goals,
yaitu 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

2. Angka morbiditas selama kehamilan, persalinan dan nifas adalah 40 % menurut


SDKI 2016. Belum lagi morbiditas kronis dan permanen seperti pelvic
inflammatory disease, infertilitas sekunder dan fistula.

3. Prevalensi anemia ibu hamil sekitar 51 %, sedang ibu nifas 45 %

4. Ibu hamil dengan kurang gizi kronis masih tinggi 14,5 %

MASALAH

Penyebab dari masih buruknya keadaan ibu hamil dan bersalin adalah multifaktorial
antara lain : gambaran demografi yang tidak menguntungkan : PUS sangat tinggi,
sosioekonomi dan pendidikan yang rendah, ketidaksetaraan gender, sarana dan sistem

1
manajemen kesehatan yang tidak merata, efektif dan efisien. Kalau ingin memperbaiki
seharusnya semua faktor diperbaiki tetapi hal ini tidak mungkin , oleh karena itu
diprioritaskan upaya perbaikan faktor yang mempunyai daya ungkit paling besar dan
hasilnya segera terlihat.

Selama ini sudah berbagai sistem pelayanan kesehatan reproduksi mulai dari yang baku
seperti Maternity Care ( Prenatal Care, Intrapartum Care, Postpartum care) yang berbasis
klinik dan pasif (menunggu) sampai dengan pelayanan khusus dan paripurna berbasis klinik
dan sosial seperti Safe Motherhood Initiative dan Making Pregnancy Safer, PONED dan
PONEK.

Dalam pembahasan ini akan diuraikan salah satu upaya penurunan kematian dan
kesakitan ibu berupa tindakan sederhana yaitu Strategi Pendekatan Risiko (SPR) yang sangat
berkaitan dengan sistem diatas dan tak ada gunanya tanpa sistem rujukan yang baik

BATASAN

Faktor Risiko

Beckett et al mengatakan bahwa pada tiap masyarakat, selalu ada komunitas, keluarga
atau individu yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi sakit, mendapat
kecelakaan atau kematian mendadak jika dibandingkan dengan kelompok lain. Adanya
kerentanan ini disebabkan mereka mempunyai berbagai karakteristik atau faktor resiko, bisa
bersifat biologis, genetik, lingkungan atau psikososial. Sebagian dari faktor risiko ini dapat
dikenal dan diukur sehingga dapat digunakan dalam upaya pencegahan atau preventif.

Dengan kata lain faktor risiko adalah adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang atau
komunitas yang mungkin pada suatu waktu dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kesakitan
dan bahkan kematian.

Namun dalam kesehatan reproduksi faktor risiko dibagi secara kebih spesifik

1. Faktor demografi : umur, paritas dan tinggi badan

2. Faktor medis biologis : underlying disease ( penyakit jantung dan malaria)

3. Faktor riwayat obstetri : abortus habitualis, berbagai komplikasi obstetri, bedah sesar dll.

4. Faktor lingkungan : polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis dll

5. Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan dan kepincangan gender

2
Yang benar-benar dapat disebut faktor risiko adalah 4 pertama dan disebut hubungan
kausal akan tetapi pendidikan, penghasilan yang rendah serta ketidaksetaraan gender tidak
mempunyai hubungan kausal hanya memperburuk penyulit yang sudah ada

Misal walaupun pendidikan rendah, kurang mampu tapi asalkan mendapat antenatal yang
baik dan clean and safety delivery yang benar ibu hasilnya akan baik.

Pengertian Deteksi Dini/Penapisan ibu hamil risiko tinggi

Deteksi dini risiko kehamilan adalah usaha menemukan seawal mungkin adanya kelainan,
komplikasi dan penyulit kehamilan.

Tujuan dari deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah untuk
mendapatkan penanganan yang adekuat sedini mungkin (dengan bila perlu harus dapat
melakukan rujukan tepat waktu ).

Kehamilan risiko tinggi

Kehamilan risiko tinggi adalah suatu keadaan di mana kehamilan itu dapat berpengaruh
buruk terhadap keadaan ibu atau sebaliknya, penyakit ibu dapat berpengaruh buruk pada
janinnya, atau keduanya ini saling berpengaruh. Kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancy)
merupakan ancaman (Saefudin, 2003).
Kehamilan risiko tinggi merupakan kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar terhadap ibu atau janin selama kehamilan, persalinan, maupun
nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas normal.

Stategi Pendekatan Risiko (RAS)

Untuk kepentingan manajemen kumpulan faktor risiko ini dapat diubah dalam bentuk
scores (kumpulan faktor risiko) yang dapat diukur dan dipakai untuk memperkirakan besar
dan jenis kebutuhan pelayanan dikemudian hari. Misal : ibu hamil lanjut usia dengan
paritas tinggi disertai dengan tekanan darah tinggi akan mempunyai risiko sangat tinggi
sehingga mungkin akan mendapat kesulitan pada kehamilan dan atau persalinannya baik
untuk ibu mapun anaknya . Tingginya angka risiko atau scores tadi bagaimanapun akuratnya
hanya merupakan perkiraan, tanda-tanda atau indikator dari besarnya pertolongan yang
dibutuhkan baik preventif maupun kuratif.

3
SPR dimulai dengan ditemukan indikator-indikator risiko tersebut, kemudioan
menggunakan sebagai petunjuk untuk tindakan selanjutnya. Sesungguhnya tidak ada
seorangpun yang bebas dari risiko, jadi tak ada zero risk score

Cara Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi

Ada 2 cara, yaitu :

a. Cara skoring (Skrining/deteksi dini ibu risiko tinggi)

b. Cara kriteria

Cara Skoring

Kelompok Faktor Risiko I : Ada Potensi Gawat Obstetrik/APGO

1. Terlalu muda hamil (< 16 tahun)

2. Terlalu lambat-terlalu tua

a. Terlalu lambat hamil pertama setelah kawin > 4 tahun

b. Terlalu tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)

3. Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun)

4. Terlalu lama hamil lagi (> 10 tahun)

5. Terlalu banyak anak (> 4 anak)

6. Terlalu tua (umur > 35 tahun)

7. Terlalu pendek (< 145 cm)

8. Pernah gagal hamil (riwayat obstetrik jelek)

9. Pernah melahirkan dengan :

a. Tarikan tang/vakum

b. Uri dirogoh

c. Diberi infus atau transfusi

10. Pernah operasi sesar

Masing-masing memiliki skor 4

4
Kelompok Faktor Risiko II : Ada Gawat Obstetrik/AGO

1. Penyakit pada ibu hamil

a. Kurang darah

b. Malaria

c. TBC paru

d. Penyakit jantung

e. Kencing manis (diabetes)

f. Penyakit menular seksual

2. Keracunan kehamilan preeklampsia, yaitu bengkak pada muka dan tungkai, tekanan darah
tinggi, albumin terdapat dalam air seni.

3. Hamil kembar (perut ibu sangat membesar, gerakan anak terasa di banyak tempat)

4. Hidramnion atau kembar air (perut ibu sangat membesar, gerakan anak tak begitu terasa)

5. Janin mati dalam kandungan

6. Kehamilan lebih bulan

7. Letak sungsang dan letak lintang

Masing-masing memiliki skor 4, kecuali letak sungsang dan letak lintang dengan skor 8

Kelompok Faktor Risiko III Ada Gawat Darurat Obstetrik/AGDO

1. Perdarahan antepartum

2. Preeklampsia berat atau eklampsia

Masing-masing memiliki skor 8

Skrining dilakukan pada tribulan I, II, III.1 dan III.2

Persalinan dengan Risiko

Jumlah Skor Kelompok Perawatan Rujukan Tempat Penolong


Risiko

2 KKR Bidan Tidak dirujuk Rumah bidan

5
Polindes

6-10 KRT Bidan Bidan PKM Bidan Dokter Bidan


Dokter Dokter

12 KKRST Dokter Rumah sakit Rumah sakit Dokter

Cara Kriteria

Didalam kesehatan reproduksi kita juga dapat membuat pengelompokan tanpa harus
mencantumkan bobot risikonya misal :

1. Perempuan usia reproduksi, dengan satu atau lebih faktor risiko, P2 tanpa KB

2. G8p7aterm 45 th tanpa komplikasi

3. G8p7 aterm 45 tahun dengan plasenta previa, ibu baik

4. G8 p7 aterm 45 th plasenta previa berdarah, ibu syok dan anak gawat janin

Dengan melihat gambaran klinik saja kita dapat merasakan ada atau tidaknya urgensi
untuk kapan baertindak, tindakan dan sarana apa yang dibutuhkan uleh yang bersangkutan ,
skreening memang penting tapi yang lebih penting adalah mengenal dan menghayati ,
sehingga bentuk pertolongan yang diberikan benar proporsional

Pada contoh pertama tidak ditemukan bentuk patologi atau kegawatan, oleh karena itu
yang diperlukan hanya konseling tentang bahaya faktor risiko yang nmungkin nantinya ada
saat persalinan dan manfaat Keluarga Berencana

Pada contoh keduapun belum ditemukan komplikasi obstetri, tapi kita sudah dapat
merasakan bahwa potensi untuk mendapat komplikasi lebih besar , walau saat ini semua
masih baik, penyulit bisa timbul pada saat persalinan dan masa nifas. Ante Natal Care
(ANC)masih bisa dilakukan di Puskesmas , tapi Clean and Safe Delivery hanya bisa
diberikan oleh tenaga terampil ditempat yang mempunyai sarana PONEK, bila sarana tersebut
jauh sebaiknya dirujuk pada akhir kehamilan dan bukan pada saat persalinan.

Untuk contoh ketiga dan keempat kita dapat merasakan peningkatan kegawataan situasi
bahkan pada contoh keempat sudah terjadi keadaan gawat darurat. Plasenta previa adalah
bentuk komplikasi obstetri yang tak dapat dicegah bagaimanapun baiknya ANC, oleh
kjarena itu bila ada tanda perdarahan sedikit pada kehamilan muda sampai 28 minggu
seharusnya sudah pernah dilakukan pemerikswaan USG, dengan demikian sebetulnya tidak
boleh ada kasus sedperti contoh kasus keempat

6
Siapa yang harus mengenali faktor risiko tersebut ?. pertama tentu adanya faktor risiko
harus sudah dikenal oleh ibu hamil itu sendiri,dan keluarganya. Andaikata mereka tidak sadar
akan bahayanya, maka peran kader kesehatan yang berasal dari lingkungannya dan bidan di
desa sangat penting, mereka harus aktif mencari ibu hamil yang berisiko tinggi dan
merujuknya ke pusat kesehatan yang sesuai kebutuhannya.

Hubungan SPR dengan SISTEM RUJUKAN TERENCANA

Sistem Rujukan (SR) sudah lama dkenal dan dikembangkan di Indonesia (Dep Kes 1980)
Dasar pemikirannya adalah karena kurangnya sarana kesehatan baik jumlah mutu maupun
penyebarannya , selain itu adanya sekelompok perempuan hamil atau tidak hamil yang
berisiko tinggi dan memerlukan penamganan yang lebih spesialistik.

Tujuan SR adalah memberikan pelayanan terbaik dari unit kesehatan terdekat dari tempat
asal penderita dengan biaya termurah sehingga ibu dan anak dapat diselamatkan. Agar tujuan
SR dapat tercapai tentu rujukan harus dilakukan dalam keadaan ibu dan anak masih baik.
Sebaiknya rujukan dilakukan harus merupakan rujukan kehamilan dan bukan rujukan
persalinan, karena kalau dalam persalinan sudah ada keterbatasan waktu dan keadaan ibu -
anak cenderung sudah dalam keadaan gawat, bahkan gawat darurat. Bila terjadi rujukan
persalinan gawat darutrat berarti SPR nya tidak benar. Bisa saja sistem skoringnya sudah
benar tapi ada kendala non medis yang kita kenal Tiga terlambat : terlambat mengambil
keputusan, terlambat dalam transportasi dan terlambat mendapat pertolongan di tempat
rujukan.

Sering terjadi kasus seperti demikian, maka SR bukan lagi pelimpahan tanggung jawab
timbal balik kasus kesehatan melainkan pelimpahan kasus kematian.

Pada dasarnya tanggung jawab petugas dalam SPR adalah kemampuan untuk mengenal
faktor risiko, membuat skoring yang benar dan mengamankan jalur rujukan (waktu, jarak
dean tempat yang dituju)

PROAKTIF-KOORDINATIF

SPR hanya akan berhasil baik bila berpegang pada dua ciri utama proaktif dan koordinatif

Sikap Proaktif :

1. Para kader secara aktif mencari ibu hamil yang mempunyai faktor risiko, memberi
tahu bahanya dan kemudian merujuknya dengan tepat waktu dan tempat rujukan

7
2. Dokter Puskesmas dan para bidan secara aktif melatih dan membina kader
kesehatan,posyandu dan dukun bersalin (bila masih ada) disamping tugas
primernya sebagai penanggung jawab kesehatan wilayah

3. Rumah Sakit Daerah secara aktif membina puskesmas dan bidan swasta , memberi
asupan dan advokasi kepada Pemerintah Daerah serta harus mampu
menbanggulangi kasus kasus darurat obstetri terutama yang merupakan kasus
rujukan

Sikap Koordinatif:

Kegiatan proaktif tadi hanya bisa berjalan bila ada kerjasama koordinatif baik antara
sesama unit kesehatan maupun secara lintas sektoral antara beberapa instansi.

Dengan penyuluhan dan pembinaan yang terus menerus diharapkan suatu waktu
pengetahuan tentang faktos risiko dengan segala akibatnya benar benar menjadi milik
tiap-tiap individu, keluarga dan masyarakat. Bila hal ini dapat tercapai dan dengan semakin
tersebarnya sarana pelayanan kesehatan yang siap setiap saat diharapkan malapetaka yang
sering terjadi akibat proses reproduksi dapat ditekan seminimal mungkin.

8
9
PENUTUP

Apakah konsep Strategi Pendekatan Risiko ini sudah baik dan dapat memberikan rasa
aman pada petugas kesehatan dan ibu hamil, pada kenyataannya tidak selalu demikian.
Sesuai konsep bahwa ibu hamil dengan kategori tidak berisiko atau golongan risiko rendah,
pengelolaannya tidak terlalu ketat dan perhatian lebih banyak diberikan pada golongan risiko
tinggi, ternyata beberapa waktu kemudian banyak golongan risiko rendah atau tidak
berisiko ini mengalami komplikasi ,karena dari semula tidak mendapat perhatian lebih dan
pengawasan diserahkan pada petugas setempat maka deteksi komplikasi sering terlambat,
akibatnya rujukan pun terlambat sehingga ibu dan atau bayinya tidak dapat diselamatkan.

Disamping itu banyak golongan risiko tinggi yang diawasi dengann ketat, bahkan sering
dengan alat canggih ternyata tidak mengalami komplikasi apa-apa, Terdapat juga ditemukan
ibu hamil risiko tinggi yang selamat walau hanya ditolong oleh bidan atau dukun. Apanya
yang salah ?

Penentuan kelompok berisiko rendah ini dilakukan pada saat hamil, sehingga kita bisa
mengatakan kehamilannya aman, sedangkan kita tahu bahwa persalinan dan nifas adalah yang
sebenarnya suatu proses alamiah fisiologis sewaktuwaktu dapat berubah menjadi
patologis secara spontan, seperti pecah ketuban spontan lalu tali pusat menumbung, juga
bisa didapat dari pengelolaan yang salah seperti partus lama dan infeksi.

Dengan melihat hasil yang belum memuaskan serta ada keraguan dengan konsep SPR
maka banyak pihak mengusulkan agar SPR ditiadakan dan semua kehamilan dianggap
kehamilan berisiko.

Kenyataannya walaupun tidak akurat, prediksi itu banyak yang tepat, hal ini
membuktikan bahwa faktor risiko itu ada dapat diterima dan pengelompokan yang disusun
berdasarkan perhitungan kuantitatif dapat dipertanggungjawabkan

Bukti empiris bahwa SPR ini dapat menurunkan angkan kematian ibu terdapat di
Laporan Dinas Kesehatan nPropinsi Jawa Timur sejak 2003 angka kematian ibu hamil telah
nmenurun sampai 76 per 100.000 kelahiran hidup bahkan ada beberapa kabupaten yang
angkanya dibawah 20. Bukan karena masyarakat lebih makmur atau lebih tinggi
pendidikannya tetapi karena petugasnya sudah Obstetri Sosial Minded dan mampu
menerapkan SPR dan SR secara benar.

10
11

You might also like