You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan
anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi
akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya tersebut.1
Anestesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral yang
dihasilkan ketika pasien diberikan obat-obatan untuk amnesia, analgesia, kelumpuhan
otot, dan sedasi. Pada. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan
pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak tertahankan, yang berpotensi
menyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang ekstrim dan menghasilkan keadaan
yang tidak menyenangkan.1
Anestesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara inhalasi
untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana akan dilakukan
operasi. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa anestesi umum mungkin tidak
selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis pasien, anestesi lokal
atau regional mungkin lebih tepat.2,3
Anestesi spinal atau subarachnoid adalah anestesi regional dengan tidakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal atau
subarachnoid juga disebut sebagai analgesik ataublok spinal intradural atau blok
intratekal. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat
yang digunakan, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung
tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan
penyebaran obat.3,6
Berikut ini akan dilaporkan kasus pada pasien seorang wanita usia 45 tahun yang
didagnosis dengan GIIP0Ai + gravid aterm + eklamsia + sindrom HELLP + susp.
IUVD yang akan dilakukan tindakan section caesarea dengan General anastesi di
RSU Anutapura Palu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PERUBAHAN FISIOLOGI SELAMA KEHAMILAN


Perubahan faal pada ibu hamil yang berpengaruh pada anestesi adalah :
1. Sistem pernapasan
a. Kebutuhan oksigen selama kehamilan meningkat hingga 60%. Selain itu,
Cardiac output dan ventilasi permenit juga meningkat. Sehingga anestesi inhalasi
berjalan lebih cepat mencapai tahap anestesia yang dalam.1
b. Functional residual capacity (FRC) menurun sampai 15-20%, yang
menyebabkan cadangan oksigen dalam paru menurun sedang disi lain kebutuhan
02 ibu hamil meningkat. Hal ini karena desakan uterus terhadap diafragma.
Tindakan pre-oksigenasi sebelum anestesi adalah sangat penting untuk
mengurangi bahaya hipoksia.1
Manajemen jalan nafas mungkin sulit selama kehamilan. Ventilasi bag-mask
mungkin lebih sulit karena meningkatnya jaringan lunak di leher. Laringoskopi dapat
terhalang oleh berat badan. Peningkatan edema pita suara akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dapat menghambat intubasi dan meningkatkan risiko
perdarahan. Hal ini dapat membuat upaya lebih lanjut dari intubasi lebih sulit dan
meningkatkan kejadian gagal intubasi. Peningkatan konsumsi oksigen ibu dan
penurunan hasil FRC di desaturasi oksigen cepat selama upaya intubasi. Intubasi
nasal harus dihindari karena peningkatan vaskularisasi pada membran mukosa.1,2
2. Sistem kardiovaskular
Peningkatan stroke volume sampai 30%, hingga peningkatan frekuensi denyut
jantung sampai 15%, peningkatan curah jantung sampai 40%. Volume plasma
meningkat sampai 45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%,
menyebabkan terjadinya dilutional anemia of pregnancy.
Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan/kompresi
vena cava inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya

2
supine hypertension syndrome yang gejalanya meliputi hipotensi, mual atau muntah
sesak nafas dan gelisah. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat terjadi
penurunan vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin. Untuk mengatasi sirkulasi darah
pasenta harus segera dibaringkan miring ke kiri atau bokong kanan diganjal agar
tubuh miring 45 derajat, sehingga uterus tergeser lebih ke kiri dan penekanan vena
cava berkurang.6
3. Sistem gastrointestinal
Sirkulasi progesteron mengurangi tonus sfingter esofagus bagian bawah,
meningkatkan kejadian refluks esofagus. Hal ini lebih diperburuk oleh perubahan
anatomi. Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan
sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Selain itu, dalam keadaan yang sama,
produksi asam lambung meningkat. 50% kematian pada anestesi disebabkan oleh
masuknya cairan lambung kedalam trakea dan paru yang menyebabkan acid
aspiration pneumonitis atau diseut sindroma dari Mendelson. Hal ini tejadi terutama
pada usia gestasi 16-20 minggu.3,6
Disarankan bahwa dari 16 minggu usia kehamilan pasien yang menjalani
anestesi umum harus diberikan profilaksis terhadap pneumonitis aspirasi. Hal ini
biasanya diberikan antasida non-partikulat sperti sodium sitrat 0.3M 30ml dan
reseptor H2 antagonis misalnya ranitidin 150 mg oral atau 50 mg intravena. Beberapa
anestesi juga dapat memilih untuk memberikan prokinetik seperti metoclopramide.
Induksi anestesi harus dengan teknik urutan yang cepat dengan tekanan krikoid. Pada
saat diekstubasi pasien harus dijaga pada posisi lateral.3
4. Perubahan Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi
obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan
menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau
intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai
anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada

3
kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih
sempit. Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat
meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran
reseptor. 3,5,6
Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasent Juga menjadi
pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya merupakan depresan,
dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus dianggap bahwa semua obat dapat
melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin. 3,5,6.
5. Berat Badan dan Komposisi
Berat badan (BB) rata-rata meningkat selama kehamilan kira-kira 17% dari BB
sebelum hamil atau kira-kira 12 kg. Penambahan berat badan adalah akibat dari
peningkatan ukuran uterus dan isi uterus (uterus 1 kg, cairan amnion 1 kg, fetus dan
plasenta 4 kg), peningkatan volume darah dan cairan interstitial (masing-masing 2
kg), dan lemak serta protein baru kira-kira 4 kg. Penambahan BB normal selama
trimester pertama adalah 1-2 kg dan masing-masing 5-6 kg pada trimester 2 dan 3.
Implikasi Klinisnya: Konsumsi oksigen meningkat sehingga harus diberikan oksigen
sebelum induksi anestesi umum. Penusukan spinal atau epidural anestesi menjadi
lebih sulit.11,13

B. MANEJEMEN ANESTESI OBSTETRI


Dalam rangka untuk memberikan anestesi yang aman bagi ibu dan janin, adalah
penting untuk mengingat perubahan fisiologis dan farmakologis terjadi selama
kehamilan; perubahan ini dapat menimbulkan bahaya bagi merekaibu dan janin.
Dokter anestesi memiliki tujuan sebagai berikut:4
- mengoptimalkan dan menjaga fungsi fisiologis normal pada ibu;
- mengoptimalkan dan menjaga aliran darah utero-plasenta dan pemberian
oksigen;
- menghindari efek obat yang tidak diinginkan pada janin;
- menghindari merangsang miometrium (efek oxytocic).

4
Anestesi untuk Operasi Sesar
Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana untuk persiapan operasi, persiapan
tatalaksana bila terjadi komplikasi, hingga tatalaksana pemulihan dari efek
regional anestesi maupun anestesi umum.
Pemilihan Anestesi (Umum/Spinal/Epidural/)
Anestesi Regional untuk Seksio Sesarea
Anestesi Spinal
Disebut juga spinal analgesia atau subarachnoid nerve block, terjadi karena
deposit obat anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid. Terjadi blok saraf yang
spinalis yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.11
Berbagai fungsi yang dibawa saraf-saraf medula spinalis misalnya temperatur,
sakit, aktivitas otonom, rabaan, tekanan, lokalisasi rabaan, fungsi motoris dan
proprioseptif. Secara umum fungsi-fungsi tersebut dibawa oleh serabut saraf yang
berbeda dalam ketahanannya terhadap obat anestesi lokal. Oleh sebab itu ada obat
anestesi lokal yang lebih mempengaruhi sensoris daripada motoris. Blokade dari
medulla spinalis dimulai kaudal dan kemudian naik ke arah sephalad.Serabut saraf
yang bermielin tebal (fungsi motoris dan propioseptif) paling resisten dan kembalinya
fungsi normal paling cepat, sehingga diperlukan konsentrasi tinggi obat anestesi lokal
untuk memblokade saraf tersebut.Level blokade otonom 2 atau lebih dermatom ke
arah sephalik daripada level analgesi kulit, sedangkan blokade motoris 2 sampai 3
segmen ke arah kaudal dari level analgesi.11

Indikasi Spinal Anestesi


Beberapa indikasi dari pemberian anestesi spinal.11
1. Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau pembuluh
darah.
2. Operasi di daerah perineal : Anal, rectum bagian bawah, vaginal, dan urologi.

5
3. Abdomen bagian bawah : Hernia, usus halus bagian distal, appendik, rectosigmoid,
kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis
4. Abdomen bagian atas : Kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum. Tetapi
spinal anestesi untuk abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan pada semua
pasien sebab dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang hebat.
5. Seksio Sesarea (Caesarean Section).
6. Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.

Kontra Indikasi Absolut


Beberapa kontraindikasi absolut dari pemberian anestesi spinal.15
1. Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk pembuluh
darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan medulla spinalis.
2. Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.
3. Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak bila
terjadi kehilangan cairan serebrospinal.
4. Bila pasien menolak.
5. Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk jarum
spinal.
6.Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernisiosa,
neurosyphilys, dan porphiria.
7. Hipotensi.

Kontra Indikasi Relatif

Beberapa kontraindikasi relatif dalam pemberian anestesi spinal.15


1. Pasien dengan perdarahan.
2. Problem di tulang belakang.
3. Anak-anak.
4. Pasien tidak kooperatif, psikosis.

6
Anatomi

Terdapat 33 ruas tulang vertebra, yaitu 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5


sakral dan 4 coccygeal. Medulla spinalis berakhir di vertebra L2, karena ditakutkan
menusuk medulla spinalis saat penyuntikan, maka spinal anestesi umumnya
dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4, L2-L3. Ruangan epidural berakhir di vertebra S2.6.
Ligamen-ligamen yang memegang kolumna vertebralis dan melindungi
medulla spinalis, dari luar ke dalam adalah sebagai berikut15
1. Ligamentum supraspinosum.
2. Ligamentum interspinosum.
3. Ligamentum flavum.
4. Ligamentum longitudinale posterior.
5. Ligamentum longitudinale anterior.

Obat-obat yang dipakai

Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah lidokain,
bupivakain, levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah suatu obat
anestesi lokal yang poten, yang dapat memblokade otonom, sensoris dan motoris.
Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan larutan yang
hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1,5 jam. Dosis rata-rata 40-
50mg untuk persalinan, 75- 100mg untuk operasi ekstrimitas bawah dan abdomen
bagian bawah, 100- 150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi prokain < 1
jam, lidokain 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.11

Komplikasi / Masalah Anestesi Spinal


Beberapa komplikasi terkait pemberian anestesi spinal.10
1. Sistem Kardiovaskuler
a) Penurunan resistensi perifer .
b) Penurunan Tekanan Sistolik dan Tekanan Arteri Rerata
c) Penurunan denyut jantung.

7
2. Sistem Respirasi
3. Headache (PSH=Post Spinal Headache)
4. Retensio Urinae .
5. Komplikasi Neurologis Permanen
8. Chronic Adhesive Arachnoiditis

Epidural Anestesi
Keuntungan epidural anestesi untuk seksio sesarea adalah:
1. Kejadian dan beratnya hipotensi ibu lebih rendah
2. Tidak ada tusukan dura, menyebabkan berkurangnya kejadian PDPH.
3. Dengan memasang kateter, dapat dipakai untuk operasi yang lama juga untuk
menghilangkan sakit pada periode pasca bedah.
Kerugian epidural anestesi adalah:
1. Teknik lebih sulit daripada anestesi spinal.
2. Onset obat anestesi lebih lama.
3. Membutuhkan obat anestesi local yang lebih banyak.
Masalah:
Ada perbedaan efek kardiovaskular antara epidural anestesi dan spinal anestesi untuk
seksio sesarea. Penurunan tekanan darah umumnya lebih kurang pada epidural karena
onset bloknya lebih lambat. Bila ditambahkan ephinephrin maka harus diperhatikan
karena absorpsi sistemik dan ephhinephrin dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah ibu akibat efek betamimetik.15
Komplikasi
- Kejadian suntikan intravaskuler memalui epidural kateter kurang lebih 2,3%
- Kejadian menusuk duramater 0,2-20%
- Kejadian PDPH dengan jarum epidural no.17 adalah 76%.
- Kejadian emboli udara pada vena 9,5%-65%, yang bisa terjadi pada anestesi spinal,
anestesi epidural atau anestesi umum

8
-Kejadian menggigial 14-68%, mekanisme belum jelas tetapi dapat diterapi dengan
epidural fentanil/subfentanil atau petidin intravena.
Kontraindikasi8
1. Hipotensi berat
2. Gangguan koagulasi
3. Kelainan neurologis
4. Pasien menolak
5. Kesulitan teknis
6. Sepsis. Local atau general
Perbedaan spinal dan epidural anestesi

Spinal Anestesi Epidural Anestesi


Sederhana, cepat, reliable Kejadian hipotensi rendah
Paparan obat minimal Menghindari tusukan duramater
Ibu bangun Dengan kateter dapat digunakan
untuk operasi yang lama da
anestesi pasca bedah.
Kerugian
Hipotensi Lebih kompleks
Mual muntah Mula kerja lama
Headache Diperlukan antestsi local yang
banyak

Anestesi Umum untuk Seksio Sesarea8,9,10

Beberapa pertimbangan dalam melakukan anestesi umum meliputi:


Keuntungan
- Menurunkan kesadaran dan ingatan pasien selama operasi
- Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka waktu yang lama

9
- Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi
- Dapat digunakan dalam kasus-kasus yang sensitif terhadap zat anestesi
local
- Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang
- Dapat disesuaikan dengan mudah untuk prosedur operasi dengan durasi
waktu yang tak dapat diprediksi atau pada keadaan penambahan waktu
operasi
- Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel
Kekurangan
- Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya yang
terkait
- Membutuhkan persiapan pasien praoperasi
- Dapat menyebabkan fluktuasi perubahan fisiologis yang memerlukan
intervensi aktif
- Terkait dengan komplikasi kurang serius seperti mual atau muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, dan dibutuhkan waktu dalam pengembalian
fungsi mental yang normal
- Terkait dengan kondisi hipertermia yang gawat, sebuah kondisi yang
jarang, terkait dengan kondisi otot yang terkena paparan beberapa (tidak
semua) zat anestesi umum yang dapat menyebabkan kenaikan suhu akut
dan berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan
hyperkalemia.
- bayi terkena obat-obat narkotik

10
C. OBAT ANESTESI YANG AMAN UNTUK IBU HAMIL
Tabel 2.1 Obat-obat anestesi dalam kehamilan adalah:12,14
Obat Anestesi
AAP Kategori Risiko Risiko
Nama Obat
approved?* Kehamilan** Menyusui**
Anestesi Lokal
Articaine (Septocaine) NR - NR
Bupivacaine (Marcaine) NR C L2
Lidocaine (Xylocaine) Approved C L2
Mepivacaine (Carbocaine,
NR C L3
Polocaine)
Procaine HCL
NR C L3
(Novocaine)
Anestesi Umum

Halothane (Fluothane) Approved C L2

Isoflurane (Forane) NR - NR
Ketamine NR - NR
Methohexital (Brevital) Approved B L3
Nitrous oxide NR - L3
Sevoflurane (Ultane) NR B L3
Thiopental (Pentothal) Approved C L3
Obat lain yang sering digunakan selama anestesi
Sedatives
L3; L4 for
Diazepam (Valium) Concern D
chronic use
Midazolam (Versed) Concern D L3

11
Propofol (Diprivan) NR B L2
Triazolam (Halcion) NR X L3
Narcotic Analgesics
Alfentanil (Alfenta) NR C L2
Fentanyl (Sublimaze) Approved B L2
Hydromorphone
NR C L3
(Dilaudid)
Morphine Approved B L3
Reversal Medication
Flumazenil (Romazicon) NR C NR
Naloxone (Narcan) NR C NR
Steroids
Decadron
NR C NR
(Dexamethasone)
Stimulants
Epinephrine (Adrenaline) NR C L1
Anti-nausea
Promethazine (Phenergan) NR C L2
* Per the AAP (American Academic of Pediatric) Policy Statement Transfer Obat
dan Bahan Kimia Lainnya Ke ASI, direvisi September 2001.
Approved: Obat yang cocok untuk ibu menyusui
Concern: Obat yang efeknya pada bayi yang menyusui tidak diketahui tetapi
harus diperhatikan
Caution: Obat yang telah berhubungan dengan efek yang signifikan pada
beberapa bayi yang menyusui dan harus diberikan pada ibu menyusui dengan
perhatian
NR: Not Reviewed. Obat ini belum ditinjau oleh AAP.

12
** Per Medications and Mothers Milk by Thomas Hale, PhD (edisi 2004).
Kategori Resiko Laktasi Kategori Resiko Kehamilan
L1 (sangat aman) A (studi kontrol menunjukkan tidak
L2 (aman) adanya resiko)
L3 (sedang) B (tidak ada bukti resiko pada
L4 (kemungkinan manusia)
berbahaya) C (resiko tidak bisa dicegah)
L5 (kontra indikasi) D (positif adanya resiko)
X (kontraindikasi dalam kehamilan)
NR: Not Reviewed. Obat ini belum ditinjau oleh Hale. (Hale, 2004)

13
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. E
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 45 Tahun
4. Berat Badan : 90 kg
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jalan Datu adam
7. Diagnosa Pra Anestesi: GIIPIA0 gravid aterm + eklamsia + sindrom
HELLP
8. Jenis Pembedahan: sectio caesarea
9. Tanggal Operasi : 09/07/ 2017
10. Tempat Operasi : RSU Anutapura
11. Jenis Anestesi : General anastesi

B. EVALUASI PRA-ANESTESI (09/07/2017)


1. Anamnesis (Autoanamnesis dan allo anamnesa )

Keluhan Utama : Kejang


Riwayat penyakit sekarang : Pasien GIIP1A0 hamil 9 bulan mengeluh:
Jam 02.30 kejang di rumah sebanyak 4 kali, selama kurang lebih 10
menit, kejang seluruh tubuh, setelah kejang pasien tidak sadar.
Merupakan kejang pertama kali dialami oleh os.
Jam 05.00 dibawa ke rumah bidan dan kemudian di rujuk ke rumah
sakit. Selama dalam perjalanan k RS os kejang 1x, selama 5- 7 menit.
Jam 09.30 tiba di UGD. Pasien juga mengeluh tidak merasakan
gerakan janin sejak kemarin siang. BAB dab BAK lancar.

14
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat alergi (-)
o Riwayat asthma (-)
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat operasi sebelumnya (-)
Riwayat Obstetri :
2015 : lahir anak pertama jenis kelamin laki-laki dengan persalinan normal BB
2700 gram , PB: 37 cm( hidup)
2017:hamil sekarang.
Riwayat Haid : Menarke pada usia 14 tahun, haid teratur tiap bulan,
lama haid 7-8 hari, frekuensi mengganti pembalut 2-3 x/hari
Riwayat ANC : Kunjungan 1x
Riwayat Imunisasi : Tidak ada
Riwayat kontrasepsi : Tidak pernah menggunakan kontrasepsi
Allergies : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan
obat-obatan.
Past Medical History : Tidak ada riwayat anestesi sebelumnya.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis (GCS E4 V5 M6)
Berat Badan : 90 kg
Status Gizi : obesitas

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 210/140 mmHg

15
Nadi : 90 /menit
Respirasi : 24 /menit
Temperatur : 37 C
B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway: clear,
gurgling/snoring/crowing:(-/-/-), potrusi mandibular (-), buka mulut 5 cm, jarak
mento/hyoid 7 cm, jarak hyothyoid 6,5 cm, leher pendek (-), gerak leher bebas,
tenggorok T1-1 faring hiperemis tidak ada, malampathy: kelas II, obesitas (+),
massa (-), gigi geligi lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit ventilasi (-). Suara
pernapasan: Vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Riwayat asma (-), alergi (-),
batuk (-), sesak (-), masalah lain pada sistem pernapasan (-).
B2 (Blood): Akral dingin, bunyi jantung SI dan SII murni regular. Masalah pada
sistem kardiovaskular (-)
B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor 3
mm/3mm, RC +/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem
neuro/muskuloskeletal (-).
B4 (Bladder): BAK (+), volume: 60 cc/jam, warna: kuning jernih. Masalah pada
sistem renal/endokrin (-).
B5 (bowel): Abdomen: tampak cembung, peristaltik (+) dbn, nyeri tekan regio
epigastrium, mual (-), muntah (-). Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal (-
).
B6 Back & Bone: Oedem pretibial (+).

16
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal (09/07/2017)
Darah Rutin
Parameter Hasil Satuan Range
Normal
RBC 5.3 106/uL 4,7 - 6,1
Hemoglobin (Hb) 17.8 g/dL 14 - 18
Hematokrit (HCT) 48.3 % 42 - 52
PLT 56 103/uL 150- 450
WBC 28.3 103/u L 4,8 -10,8
Fungsi ginjal
Parameter Hasil Satuan Range Normal
Urea 44 Mg/dl 15-43
creatinin 1.51 Mg/dl 0.50-0.90

Fungsi hati
Parameter Hasil Satuan Range Normal
SGOT 2475 U/I 60-30
SGPT 791 U/I 7-32

HBsAg : Non reaktif


Parameter Hasil Satuan Range Normal
GDS 171 Mg/dl 80-199

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG :-
5. RESUME
Pasien GIIP1A0 hamil 9 bulan mengeluh:
Jam 02.30 kejang di rumah sebanyak 4 kali, selama kurang lebih 10 menit,
kejang seluruh tubuh, setelah kejang pasien tidak sadar. Merupakan kejang
pertama kali dialami oleh os.

17
Jam 05.00 dibawa ke rumah bidan dan kemudian di rujuk ke rumah sakit.
Selama dalam perjalanan k RS os kejang 1x, selama 5- 7 menit. Jam 09.30
tiba di UGD. Pasien juga mengeluh tidak merasakan gerakan janin sejak
kemarin siang. BAB dab BAK lancar. Pasien masuk dengan (GCS E4 V5 M6)
Status Gizi pasien obesitas.
Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
Airway : Paten
Breathing : Respirasi 24 kali/menit
Circulation : Nadi : 90 kali/menit, regular, kuat angkat,
TD: 210/140mmHg
ASA : III
6. DIAGNOSIS KERJA :
GIIPIA0 gravid aterm + eklamsia + sindrom HELLP + susp. IUFD
7. TINDAKAN :
Section caesarea cito
8. PERSIAPAN PRE OPERATIF
Di Ruangan
KIE (+), surat persetujuan operasi (+), surat persetujuan tindakan anestesi (+)
MgSO4 15 cc in RL 500 cc 28 tpm
Di Kamar Operasi
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Menyiapkan pasien di meja operasi, memasang alat pantau tanda vital,
tiang infus, pulse oxymetri

18
g. Evaluasi ulang status present pasien:
Tekanan darah : 190/110 mmHg
Nadi : 90 /menit
Respirasi : 24 /menit
Temperatur : 37 C

Tabel. Komponen STATICS


S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien.
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan
jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

9. PLANNING
Laporan Anestesi Durante Operatif
Anestesiologi : dr.Ajutor Donny T, Sp.An
Jenis anestesi : General anastesi
Teknik anestesi : Intubasi
ETT : 7.0
Obat : sevoflurane 2 mec
Lama anestesi : 10.00 11.00 (60 menit)
Lama operasi : 10.05- 10.55 (50 menit)
Ahli Bedah : dr. Djemi, Sp.OG/ dr. Mumin
Posisi anestesi : Supinasi

19
Infus :1 line di tangan kanan
Obat-obatan yang diberikan :
Obat premedikasi: Midazolam 2 mg
Obat induksi : Sevoflurane 2 mec
Relaksasi otot : atracorium 15 mg
Maintenance anestesi :
- Inh. O2 3 lpm
Obat durante operatif :
- Ranitidine 50 mg
- Ondansentron 8 mg
- Furosemid 20 mg

Tabel. Tanda-tanda vital selama operasi


Menit ke- Sistole (mmHg) Diastole (mmHg) Pulse (x/m)
0 (10.00) 190 140 110
5 (10.05) 170 130 108
10 (10.10) 167 125 108
15 (10.15) 169 120 107
20 (10.20) 170 120 110
25 (10.25) 172 130 89
30 (10.30) 171 125 88
35 (10.35) 172 110 90
40 (10.40) 160 110 95
45 (10.45) 160 110 97
50 (10.50) 160 115 90
55 (10.55) 152 110 90
60 (11.00) 151 110 98

20
Pemberian Cairan
a. Cairan masuk:
Pre operatif : Kristaloid RL 500 cc
Durante operatif : Kristaloid RL 1500 cc
Total input cairan : 2000 cc
b. Cairan keluar:
Durante operatif: Urin (+) 600 cc; perdarahan 1000 cc

D. PERHITUNGAN CAIRAN
a. Estimated Blood Volume (EBV) :65 cc/kgBB x 90 kg = 5.850 cc
b. Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance
35 x 90 = 3.150/ 24 jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (PP): lama puasa maintenance = 3
131 = 393 ml
3. Cairan defisit urin dan darah = urin + darah =
600+ 1000 = 1600 ml
c. Cairan masuk:
Kristaloid : Ringer Lactate 1500 cc
Total cairan masuk : 1500 cc
d. Stress Operasi
Besar 8 ccKgBB: 890 = 720 ml
e. Perhitungan cairan pengganti darah:
Jumlah perdarahan : 1000 cc
% perdarahan : 1000/5.850 x 100 % = 17 %
Kristaloid 1000 cc x 3 = 4500 cc

21
E. POST OPERATIF
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 100/menit
ICU : 26/menit
Temperatur : 37 C

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema


akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul
bukan akibat kelainan neurologi. 10,11
Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga
hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan sendirinya akan naik sebagai usaha
untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin disebabkan
oleh retensi air dan garam. proteinuri mungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola
sehingga terjadi perubahan glomerulus.10,11
Perubahan pada organ-organ:
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-
batasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini
terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang
dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan
pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.10,12
2. Perubahan pada rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi

23
bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka
terjadilah partus prematurus.10,12
3. Perubahan pada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus dapat turun
sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria dan anuria.10,12
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan
oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa
pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses
paru.11
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini
dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat
terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah
penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi
kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari
pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.11
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi
ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an pH
normal. Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah
naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-

24
kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga
natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk
bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih
normal.11
Sindrom HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda:
hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi
endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia de-
ngan faktor risiko partus preterm dan hambatan pertumbuhan janin10
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelet Count
Klasifikasi sindrom HELLP menurut Mississippi berdasarkan kadar trombosit
darah2,6:
Kelas Trombosit (/ml) LDH (IU/l) AST/ALT (IU/l)
I 50.000 600 40
II 50.001 - 100.000 600 40
III 100.001150.000 600 40
komplikasi yang dapat terjadi seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory
distress syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan
ruptur hepar. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin yaitu kematian janin dalam
rahim, kematian neonatus, lahir prematur, dan nilai apgar yang rendah. Risiko untuk
terjadinya sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya 14-27 % sedangkan risiko
untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya 43%.9
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan
janin terhambat (IUGR) dan sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu
bersalin cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa kegagalan
kardiopulmuner, gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar,

25
kegagalan organ multiple. Kematian perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh
persalinan preterm.
Sebelum dilakukan operasi, pasien diperiksa terlebih dahulu, meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik
(ASA), serta ditentukan rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu general
anestesi dengan intubasi. Setelah dilakukan pemeriksaan tentang keadaan umum
pasien tergolong dalam status fisik ASA III dan diputuskan untuk dilakukan anestesi
umum dengan intubasi karena pada eklampsia terjadi resistensi pembuluh darah
meninggi, ini terjadi juga pada pembuluh darah otak menyebabkan peningkatan TIK
sehingga Spinal anestesi sangat tak dianjurkan. Pada pasien ini juga sudah mengalami
HELLP Syndrom apabila dilakukan anestesi spinal dan terjadi epidural hematom,
maka akan terjadi blok ireversibel.
Pertama dilaksanakan premedikasi anestesi. Pasien diberikan
metoklarpramide 10 mg karena pasien ini dilakukan seksio caesarea secara cito untuk
mencegah terjadinya aspirasi. Pasien juga diberikan premedikasi berupa midazolam
termasuk golongan benzodiazepine. Telah diketahui bahwa tujuan pemberian
premedikasi ialah untuk mengurangi respon terhadap stress hormone endogen,
mengurangi obat induksi maupun rumatan. Penggunaan midazolam untuk
premedikasi pada anak-anak maupun orang usia lanjut memberikan hasil yang baik.
Premedikasi mengurangi stres hormone terutama pada anak-anak. Dosis yang aman
untuk premedikasi iv 0,1-0,2 mg/kgBB. Pada pasien kali ini diberi midazolam dengan
dosis 2 mg. Ondansentron 8 mg diberikan sebagai premedikasi. Ondansentron
merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan
sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah.
Selanjutnya induksi dilakukan dengan menggunakan sevofluran 2 mec secara
inhalasi. Sevofluran (ultane) merupakan halogenisasi eter. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan

26
aritmia. Sevofluran pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju
metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial ini dapat dikurangi
dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga sevofluran banyak digunakan untuk
bedah otak.
Sebelum dilakukan intubasi diberikan pelumpuh otot terlebih dahulu yakni
bisa digunakan golongan non depolarisasi seperti yang diberikan pada pasien ini yaitu
atracurium 15 mg, non-depolarising agent bekerja antagonis terhadap
neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor site pada motor-end-plate.Dapat
digunakan pada berbagai tindakan bedah dan untuk memfasilitasi ventilasi terkendali.
Intubasi endotrakeal biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik setelah injeksi
intravena 0,5 0,6 mg/kg. Pada pasien ini penggunaan pelumpuh otot dikurangi
dosinnya karena pasien sudah diberi MgSO4 obat ini potensiasi dengan relaxan yang
bekerja di neuromuscular junction sehingga apabila pelumpuh otot diberikan dalam
dosis normal akan berefek lebih panjang kelumpuhan ototnya.
Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan laringoskop
blade lengkung yang disesuaikan dengan anatomis leher pasien dengan metode chin-
lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan nafas antara mulut dengan
trakea. Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus barulah dimasukkan pipa
endotrakeal. Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff nomor 7.0. Pemasangan
ETT pada pasien ini 2 kali dilakukan, hal ini terjadi karena tidak dimasukkan stillet
pada ETT yang digunakan sehingga menyulitkan pemasangan intubasi.
Setelah ETT terfiksasi dilaksanakan pembedahan yang diikuti dengan rumatan
atau yang biasa dikenal dengan maintenance menggunakan O2 + Sevofluran
ditambah dengan pemberian cairan parenteral yakni kristaloid untuk mensubstitusi
cairan, baik darah maupun cairan tubuh lainnya, yang keluar selama pembedahan.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan pada
pemeriksaan fisik nadi 100 x/menit, dan laju respirasi 26 x/menit. Maintenance
pasien dengan RL 500 cc/24 jam. GCS E4M6V5 dan kondisi umum pasien baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA. Dahlan, M.R., 2007. Anestesiologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
2. Li G, Huang MS, Lena S. 2009. Epidemiology of Anesthesia-related Mortality
in the United State, 1999-2005. Anesthesiology 110 (40): 759-765
3. Hool A. 2010. Anaesthesia In Pregnancy For Non-Obstetric Surgery. World
Federation of Societies of Anesthesiologist 185: 1-9
4. Walton NKD, Melachuri VK. 2006. Anaesthesia for non-obstetric surgery
during pregnancy. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain 6 ( 2): 83-85
5. Carvalho B. 2006. Nonobstetric Surgery During Pregnancy, IARS Review
Course Lectures.
6. Heazell A. and Clift J. 2008. Obstetrics For Anaesthetists. Cambridge
University Press. Cambridge
7. Goodman S. 2002 Anaesthesia for non obstetric surgery in the pregnant patient.
Semin Perinatol 26:136-45
8. Mazze RI, Kallen B. 1989. Reproductive outcome after anaesthesia and
operation during pregnancy: a registry study of 5405 cases. Am J Obstet
Gynecol 161:1178-85
9. Koren G, Pastuszak A, Ito S. 1998. Drugs in pregnancy. N Engl J Med
338:1128-37
10. Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
11. Brooks MD.et al., 2011. Pregnancy, Preeclampsia. Dalam: Wulan, S.K., 2012.
Karakteristik Penderita Preeklampsia dan Eklampsia di RSUP Haji Adam
Malik Medan Tahun 2009 2011. Medan
12. American College of Obstetrians and Gynecologists. 2011. Diagnosis and
Management of Preeclampsia and Eclampsia. ACOG Practice Bulletin No. 33.
Obstet Gynecol, 99: 159-167.

28
13. Barron WM. 1985. Medical evaluation of the pregnant patient requiring non-
obstetric surgery. Clin Perinatol 12:481-96
14. Roisin NM, and David A. 2006. Anesthesia in pregnant patients for
nonobstetric surgery. J of Clin Anesth 18: 6066
15. Hale, Thomas. Medication and Mothers Milk. Ed 11. Pharmasoft Medical
Publishing, 2004.

29

You might also like