You are on page 1of 18

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2015). Yang dimaksud dengan
telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani
dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius
(Tortora dkk, 2009).
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan
dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak- anak
dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis,
dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba Eustachius
memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal
dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat kecenderungan
terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia
dewasa (Tortora dkk, 2009).
Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak
berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang
seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang
lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan persentase
kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan awal
usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA menurun dengan
signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki kecenderungan
tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode eksaserbasi akut hingga
memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki
riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan
Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMA
(Donaldson, 2015).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan (Soepardi, 2007):
Luar : membran timpani
Depan : tuba eustachius
Bawah : vena jugularis
Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.

Gambar 2.1. Telinga dan pembagiannya (Dhingra, 2014)

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut
atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid (Soepardi, 2007).

Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa (Dhingra, 2014)

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut


sebagai umbo.Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan.Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran
timpani.Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular dan radier.Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu.Secara
klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti
terdapat gangguan pada tuba eustachius (Soepardi, 2007).

Gambar 2.3. Penampakan membran timpani kanan(Probst, 2006)


Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani (Soepardi, 2007).
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah
belakang membran timpani.Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam
telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam,
yaitu maleus, inkus, stapes (Soepardi, 2007).
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian
(Soepardi, 2007).

Gambar 2.4. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya (Dhingra, 2014)

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis
(Soepardi, 2007).

2.3 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi otitis media (Soepardi, 2007). Otitis media akut merupakan
inflamasi pada telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama (Donaldson, 2015).

2.4 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba eustachius
yang lebar dan pendek (Bull, 2003). Di Amerika Serikat, 70% anak telah mengalami
OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian otitis media akut
adalah pada anak berusia 3-18 bulan (Donaldson, 2015).
Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media atau lebih disebut
dengan istilah "cenderung otitis".Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan bahwa
suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah
dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media akut berulang.
Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak wanita.
Delapan serotipe S.pneumoniae bertanggung jawab lebih atas lebih dari 75% episode
otitis media akut (Boies, 1997).
2.5 Etiologi
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus
hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus.Selain itu, kadang-kadang
ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan Pseudomonas
aurugenosa (Soepardi, 2007). Sejauh ini Streptococcus pneumoniae merupakan
organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur (Boies, 1997). Hemophlus
influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun, meskipun juga
merupakan patogen pada orang dewasa (Soepardi, 2007).
Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius merupakan
predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut seperti (Dhingra,
2014):
Serangan ISPA berulang
Infeksi tonsil dan adenoid
Rinitis dan sinusitis kronik
Alergi
Tumor nasofaring, mengorek hidung
Palatoschisis

2.6 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis
media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu (Soepardi, 2007).
Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler
subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral, leukosit PMN dan
sel fagosit lainnya (Boies, 1997).
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan
terjadi peradangan (Soepardi, 2007).
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas
atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh karena
tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal (Soepardi, 2007).

Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara lain
(Dhingra, 2014):
1. Melalui tuba eustachius. Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah
melalui lumen.
2. Melalui telinga luar. Trauma perforasi pada membran timpani akan membuka
jalan terjadinya infeksi telinga tengah
3. Peredaran darah. Merupakan rute yang sangat jarang
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi pada
nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis dan
inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga tengah.
Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam ruang
telinga tengah. Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti vasodilatasi,
eksudat, invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di dalam telinga
tengah (Donaldson, 2015).
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan merusak permukaan
mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh patogen di daerah
nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah (Donaldson, 2015).

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk
pilek sebelumnya.
Stadium otitis media dibedakan menjadi 5 stadium, yaitu:
2.7.1 Stadium oklusi tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif dalam telinga
tengah dengan adanya absorpsi udara.
Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan)
atau berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa
yang disebabkan virus atau alergi.
Tidak terjadi demam pada stadium ini. Gambar 5. Stadium oklusi
2.7.2 Stadium hiperemis
Pada stadium hiperemis (gambar 5), tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga
sukar terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berkepanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Inflamasi yang terjadi pada telinga
tengah dan membran timpani menyebabkan kongesti. Stadium ini merupakan tanda
infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluh otalgia, telinga rasa
penuh, dan edema. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini
terjadi karena peningkatan tekanan
udara di kavum timpani. Gejala berkisar
antar dua belas jam sampai satu hari.
Gambar 5. Stadium hiperemis

2.7.3 Stadium supurasi


Stadium ini (gambar 6) ditandai oleh
terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-
sel mastoid. Selain itu, edema pada mukosa
telinga tengah menjadi lebih hebat dan sel
epitel superfisial hancur. Terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol
atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat Gambar 6. Stadium supurasi
kesakitan, nadi dan suhu meningkat, dan rasa nyeri yang bertambah hebat di telinga.
Pasien selalu gaduh dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan
tuli konduktif. Pada bayi, demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan iskemia membran timpani akibat nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum
timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil menyebabkan tekanan kapiler
membran timpani meningkat lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan cara miringotomi. Bedah
kecil ini dilakukan dengan cara menginsisi pada membran timpani sehingga nanah
akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran
timpani akan menutup kembali. Apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih
sulit menutup. Membran timpani tidak akan menutup kembali jika membrannya tidak
utuh lagi.

2.7.4 Stadium perforasi


Stadium perforasi (gambar 7) ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga
sekret berupa nanah yang jumlahnya
banyak akan mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Kadang-
kadang pengeluaran sekret bersifat
pulsasi (berdenyut). Stadium ini
disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya
virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak
menjadi tenang, suhu tubuh menurun,
Gambar 7. Stadium perforasi
dan dapat tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran
sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut
otitis media supuratif subakut. Jika berlangsung melebihi satu setengah bulan sampai
dua bulan disebut otitis media supuratif kronik.

2.7.5 Stadium resolusi


Keadaan ini merupakan stadium akhir otitis
media akut yang diawali dengan berkurangnya atau
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membran timpani berangsur normal (gambar 8) hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan
sekret purulen berkurang dan akhirnya kering sehingga
pendengaran kembali normal. Stadium ini terjadi
walaupun tanpa pengobatan jika membran timpani
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman Gambar 8. Membran timpani
yang utuh
rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. Otitits media
supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media
serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.Pada stadium oklusi
pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam
alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan orang dewasa. Selain itu
sumber infeksi harus diobati.Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah
kuman, bukan oleh virus atau alergi (Soepardi, 2007).
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin.Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi
yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.Pemberian antibiotika
dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka
diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB
per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari (Soepardi, 2007).

Gambar 2.5. Agen antibakterial untuk OMA(Dhingra, 2014)

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.Dengan miringotomi gejala-
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi ialah tindakan
insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret keluar dari
telinga tengah ke liang telinga luar (Soepardi, 2007).
Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis.Timpanosentesis
sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna
pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus).Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini
harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat
dikuasai, (sehingga membran timpani dapat terlihat dengan baik).Lokasi miringotomi
ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu
kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai
dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran
kecil dan steril (Soepardi, 2007).
Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan akibat
trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra
rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali
letak). Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi
dengan nekrosis umum dan memakai mikroskop.Tindakan miringotomi dengan
memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah
sebanyak-banyaknya.Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal (Soepardi, 2007).
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.Sebagian ahli berpendapat
bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat
diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi timpanosintesis kurang
lebih sama dengan komlikasi miringotomi (Soepardi, 2007).
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari (Soepardi, 2007).
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi
di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema
mukosa telinga tengah.Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3
minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan
telah terjadi mastoiditis (Soepardi, 2007).
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) (Soepardi, 2007).

Gambar 2.6. Pengobatan OMA(Dhingra, 2014)


2.10 Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di
sekitarnya.Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti
mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi.Bila sawar ini runtuh, masih ada
sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini
runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena(Soepardi, 2007).
Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui osteotromboflebitis
dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau
eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh,
(2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal, (3)
pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan
mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis
hemoragika(Soepardi, 2007).
1. Mastoiditis Akut
Terjadi empiema di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah
epitimpanum.Sering diikuti dengan abses di belakang daun telinga (abses subperiostel
mastoid).Perlu segera di lakukan evakuasi empiema lewat pendekatan mastoidektomi
simpel (Schwartze) (Harmadji, Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005).
2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke dalam
intrakranial (meningitis dan abses otak) (Harmadji, Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005).
3. Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
fasialis.Akumulasi pus di dalam kavum timpani dapat menimbulkan kompresi pada
nervus fasialis.Pada OMA operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan.Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan
tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu
ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik (misalnya
elektromiografi), barulah dipikirkan untuk melakukan dekompresi(Soepardi,
2007;.Harmadji, Soepriyadi, & Wisnubroto, 2005).

2.11 Prognosis
Kematian yang disebabkan oleh OMA sangat jarang di era modern ini.
Dengan terapi antibiotik yang efektif, tanda sistemik seperti demam dan letargis akan
menghilang bersamaan dengan hilangnya nyeri dalam waktu 48 jam. Dan biasanya
tuli pendengaran konduktif jugaakan membaik. Efusi telinga tengah dan tuli
pendengaran konduktif dapat menetap selama periode terapi, dengan perkiraan 70%
anak akan mengalami efusi telinga tengah dalam waktu 14 hari, 50% dalam satu
bulan, 20% dalam 2 bulan, dan 10% setelah 3 bulan (Donaldson, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Boies, Adams, Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. 1997

Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme. 2003

Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head and

Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014

Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015

Dube E. Burden of acute otitis media on canadian families. Canadian Family

Physician, 57: 60, 62-64. 2011

Harmadji, S., Soepriyadi, & Wisnubroto. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/.
In R. d. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13). Surabaya: FK UNAIR.
Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step Learning

Guide. Stuttgart: Thieme. 2006

Ramakrishnan K. Diagnosis and treatment of otitis media.Ann Fann Physician

76(11): 1650-1658. 2007

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2007

Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA: Biological Science
Textbook. 2012

You might also like