Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Emas adalah komoditas utama dalam suatu aneka jenis cadangan emas yang luas. Dalam
dekade terakhir, terdapat kemajuan yang signifikan dalam klasifikasi, definisi, dan pemahaman
tentang jenis-jenis endapan emas utama. Tiga klan utama endapan sekarang telah didefinisikan
secara luas, masing-masing mengandung berbagai jenis endapan tertentu dengan karakteristik
umum dan latar daerah tektonik. Klan orogenik telah diperkenalkan sebagai klan yang
mengandung endapan tipe urat yang terbentuk selama pemendekan kerak pada inang
greenstone, BIF atau rangkaian batuan sedimen klastik mereka. Endapan klan terkait intrusi
tereduksi yang baru berbagi logam khusus Au-Bi-Te-As dan suatu hubungan dengan intrusi
granit pasca-orogenik equigranular yang mengalami reduksi menengah.
Endapan terkait intrusi teroksidasi, termasuk porfiri, skarn, dan endapan epitermal dengan
sulfidasi tinggi, memiliki hubungan dengan porfiri tingkat tinggi teroksidasi dalam busur
magmatik. Jenis endapan penting lainnya yaitu Carlin, epitermal rendah sulfidasi, VMS kaya
Au, dan endapan Witwatersrand. Fitur geologi utama dari lingkungan pembentuk ore dan
manifestasi geologi utama dari jenis endapan yang berbeda-beda membentuk area sistem ore
yang ditargetkan dalam program eksplorasi. Kami telah membuat kemajuan penting dalam
mengintegrasikan, memproses, dan memvisualisasikan set data yang semakin rumit di platform
2D dan 3D GIS. Untuk eksplorasi emas, kemajuan geofisika yang penting adalah gravitasi
udara, inversi 3D rutin dari data lapangan potensial, dan modeling 3D dari data elektrik.
Peningkatan pada spektroskopi inframerah berbasis satelit, udara, dan lapangan telah
meningkatkan pemetaan alterasi di sekitar sistem emas secara signifikan sehingga memperluas
dimensi area dan meningkatkan kemampuan vectoring.
Geokimia konvensional tetap sangat penting untuk eksplorasi emas, sementara teknik-teknik
baru yang menjanjikan sedang dalam proses pengujian. Pemilihan metode eksplorasi yang tepat
harus ditentukan oleh karakteristik model yang ditargetkan, pengaturan geologinya, serta
lingkungan permukaannya. Kedua eksplorasi greenfield dan brownfield berkontribusi terhadap
penemuan endapan emas yang besar (>2,5 moz Au) dalam dekade terakhir ini, tetapi tingkat
penemuannya telah menurun secara signifikan. Para ahli geologi sekarang ini memiliki
peralatan yang lebih baik daripada sebelumnya guna menghadapi tantangan yang sulit ini,
tetapi pemahaman geologis serta kerja lapangan yang berkualitas merupakan faktor penemuan
yang penting dan harus tetap menjadi dasar utama dari program eksplorasi.
PENDAHULUAN
Semenjak konferensi Eksplorasi 1997, terdapat kemajuan yang signifikan dalam
pengklasifikasian dan pemahaman tentang endapan emas. Kemajuan yang lebih besar juga
kemungkinan terdapat di bidang eksplorasi geokimia, geofisika, dan integrasi data, sehingga
peralatan yang lebih baik dapat tersedia guna membantu penemuan endapan emas baru. Makalah
ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai model endapan emas serta pendekatan dan
teknik baru yang sekarang dapat digunakan untuk menemukan endapan emas. Emas terbentuk
pada berbagai jenis endapan dan latar, namun makalah ini berfokus pada jenis-jenis endapan di
mana emas membentuk komoditas ekonomi utama atau produk pendukung.
Endapan di mana emas hanya terbentuk sebagai hasil sampingan tidak dipertimbangkan,
termasuk endapan IOCG. Porfiri Cu-Au dan endapan VMS kaya Au tidak dibahas karena mereka
merupakan objek dari makalah yang berbeda di dalam buku ini. Begitu juga dengan endapan
emas jenis Witwatersrand, yang telah seringkali ditinjau dalam buku-buku terbaru (Frimmel et
al., 2005; Law dan Phillips, 2005). Sebagian besar eksplorasi disibukkan dengan proses
pendefinisian jejak endapan emas yang dikenal dan pengintegrasian berbagai teknik dengan
kondisi geologis untuk mendapatkan identifikasi dan deteksi yang efisien. Oleh karena itu,
bagian pertama dari makalah ini mengkaji jenis-jenis utama dari endapan emas dan unsur utama
dari jejak mereka, yang di sini didefinisikan sebagai karakteristik gabungan dari endapan-
endapan tersebut dan latar lokal sampai regionalnya. Bagian kedua membahas teknik dan
pendekatan yang sekarang dapat digunakan untuk mengenali dan mendeteksi jejak-jejak tersebut.
Gambar 1: Skema potong melintang menunjukkan unsur-unsur geologi penting dari sistem
emas utama dan kedalaman kerak dari landasan mereka. Perhatikan skala kedalaman logaritmik.
Dimodifikasi dari Poulsen et al. (2000), dan Robert (2004a).
Tidak ada konsensus tentang asal-usul endapan atipikal tersebut. Model terkait intrusi tereduksi
(RIR) telah didefinisikan dengan lebih baik dalam dekade terakhir (cf. Lang et al., 2000).
Endapan-endapan dari klan ini dibedakan oleh hubungan logam Au-Bi-Te-As dan hubungan erat
spasial dan temporal dengan intrusi granitik equigranular tereduksi tingkat sedang (Tabel 1;
Thompson dan Newberry, 2000). Endapan tersebut utamanya terbentuk pada rangkaian batuan
sedimen silisiklasik tereduksi dan pada umumnya merupakan endapan orogenik. Berbagai corak
dan kedalaman pembentukan endapan RIR telah didokumentasikan, termasuk juga endapan
dengan inang intrusi dari karakter mesozonal sampai epizonal, dan padanan yang lebih distal dan
mesozonal dengan inang sedimen (Gambar 1, Tabel 1). Endapan-endapan dari jenis yang
berinang sedimen sesuai dengan jenis awal sedimen stockwork-disseminated dari Robert et al. (
1997) dan juga dengan endapan emas aureole termal terkait pluton (TAG) dari Wall (2000) dan
Wall et al. (2004). Beberapa endapan dari endapan IR dengan inang sedimen juga dimasukkan
dalam klan orogenik oleh Goldfarb et al. (2005) Klan terkait intrusi teroksidasi (OIR) meliputi
porfiri yang terkenal dan jenis endapan emas epitermal dengan sulfidasi tinggi, serta endapan
jenis skarn dan manto, yang terbentuk pada latar lempeng konvergen benua dan samudera.
Endapan-endapan tersebut paling cocok dianggap sebagai komponen dari sistem hidrotermal
besar yang berpusat pada persediaan porfiri tingkat menengah sampai felsic yang umumnya
teroksidasi dan berada pada tingkatan yang tinggi (Gambar 1, Tabel 1). Dalam dekade terakhir,
hubungan genetik antara porfiri dan endapan epitermal dengan sulfidasi tinggi telah lebih
ditegaskan (Heinrich et al., 2004), dan disebutkan bahwa endapan terbesar dari klan ini terbentuk
di busur kompresional (Sillitoe dan Hedenquist, 2003). Karakteristik dan latar dari endmember
bersifat alkali dari endapan porfiri juga telah disempurnakan, begitu juga dengan kemungkinan
hubungan antara endapan tersebut dengan sistem epitermal bersifat alkali rendah sulfidasi
(Jensen dan Barton, 2000).
Jenis-jenis lain dari endapan emas yang penting secara global mencakup jenis endapan epitermal
lowand dengan sulfidasi menengah, Carlin, VMS kaya Au, dan Witwatersrand (Gambar 1).
Endapan epitermal sekarang dibagi ke dalam kategori sulfidasi rendah, menengah, dan tinggi
atas dasar kumpulan mineralisasi dan alterasi (Sillitoe dan Hedenquist, 2003). Endapan sulfidasi
menengah, seperti endapan sulfidasi tinggi, diinterpretasikan sebagai komponen sistem OIR
besar, seperti halnya urat Victoria dalam sistem Far Southeast-Lepanto dan di Kelian. Endapan
tersebut awalnya dipisahkan sebagai jenis endapan Au dengan logam berbasis karbonat oleh
Corbett dan Leach (1998) dan ditandai dengan kumpulan ore karbonat pirit, sfalerit rendah Fe,
dan Mn disertai dengan alterasi illit dominan. Mineralisasi dapat terdiri dari urat dan badan
breksi dan umumnya menampilkan kontinuitas vertikal yang lebih besar daripada rekan-rekan
sulfidasi rendah atau tinggi mereka.
Endapan tipe Carlin dianggap sebagai bagian distal sistem OIR besar (Sillitoe dan Bonham,
1990) ataupun sebagai endapan yang berdiri sendiri (Cline et al, 2005). Perbedaan juga telah
ditentukan antara endapan tipe Carlin yang tepat dan endapan distal yang tersebar, yang bersifat
periferal terhadap intrusi kausatif dan memiliki asosiasi logam kaya Ag yang nyata. Namun,
tetap terdapat kontroversi mengenai apakah kedua kelompok endapan tersebut memang berbeda
secara fundamental (Muntean et al., 2004). Pekerjaan di dasar laut yang modern memberikan
wawasan tambahan mengenai pembentukan deposit VMS kaya Au, dengan adanya identifikasi
sejumlah latar yang menguntungkan (Huston, 2000; Hannington, 2004). Pengakuan bahwa
beberapa endapan VMS kaya Au adalah unsur bawah laut yang setara dengan endapan dengan
sulfidasi tinggi (Sillitoe et al., 1996) menempatkan endapan tersebut dalam klan endapan terkait
intrusi teroksidasi dan memiliki dampak yang signifikan terhadap eksplorasi. Terakhir, tetap
terdapat kontroversi mengenai asal-usul endapan emas Witwatersrand yang unik, yang asal
kedua paleoplacer termodifikasi dan hidrotermalnya sedang diusulkan (Frimmel et al., 2005;
Law dan Phillips, 2005).
Meskipun banyak endapan raksasa sesuai dengan salah satu model yang diuraikan di atas,
banyak dari mereka yang memiliki karakteristik yang unik dan tidak mudah diklasifikasikan
dalam skema yang disajikan pada Gambar 1 (Sillitoe, 2000b). Oleh karena itu, terdapat
kemungkinan bahwa penemuan besar berikutnya dapat dilakukan dengan corak yang berbeda
atau mineralisasi, atau mungkin terletak pada latar geologis yang tak terduga, sebuah fakta yang
jelas harus diperhitungkan dalam program eksplorasi regional. Sebuah contoh yang baik adalah
penemuan endapan Las Lagunas Norte di distrik Alto Chicama di bagian utara Peru, di mana
mineralisasi epitermal dengan sulfidasi tinggi terjadi dalam batuan sedimen klastik, bukan dalam
batuan vulkanik, seperti yang disukai oleh model klasik.
Tabel 1: Kompilasi unsur-unsur utama dari jenis-jenis terpilih dari endapan emas
Sesi Pleno: Endapan Ore dan Teknologi Eksplorasi
Manifestasi Referensi
Utama dari yang
Endapan Dipilih
Jenis Endapan Fitur Utama dari Lingkungan Pembentuk Ore (Dengan Contoh jenis
kedekatan yang
Klan
meningkat)
Skala Regional Skala Lokal
Endapan inang - Sabuk greenstone yang - Zona sear, khususnya - Alterasi karbonat Dome, Groves et
greenstone didominasi sedimen atau dengan belokan dan terzonasi, dengan Norseman, al. (2003)
vulkanik persimpangan serisit-pirit Mt Charlotte, Goldfarb
- Zona sesar berskala - Heterogenitas proksimal Sigma et al.
kerak Rheological - Konsentrasi urat Lamaque (2005)
- Batuan konglomerat - Litologi kaya Fe pembawa emas Robert et
- Intrusi porfiri felsic atau daerah al. (2005)
sulfida Dub dan
disseminated Gosselin
- Tanda Au>Ag, (2006a)
As, W
Urat inang turbidit - Rangkaian turbidit - Puncak antiklin - Alterasi karbonat Bendigo, Hodgson
Orogenik
Mesozonal inang - Rangkaian siliklastik - Persediaan granodiorit- - Alterasi K- Fort Knox, Thompson
Intrusi tereduksi granit tereduksi menengah feldspar awal dan Vasilkovskoe dan
Terkait intrusi
Table 1: Continued
Models and Exploration methods for Major Gold Deposit Types
Manifestasi Referensi
Utama dari yang
Endapan Dipilih
Jenis Endapan Fitur Utama Lingkungan Pembentuk Ore (Dengan Contoh jenis
Klan
mengandung
magnetit
- Tanda Au-Ag,
Cu
Epitermal - Kalk-alkalin hingga - Kompleks lubang kubah - Alterasi argilik Yanacocha, Hedenqu
sulfidasi busur alkalin; busur vulkanik lanjutan Pierina, ist et al.
tinggi andesitik hingga - Persimpangan dengan - Alterasi silika Veladero (2000)
(menengah) dasitik struktur busur melintang berongga Pueblo Viejo Simmon
- Patahan busur paralel - Breksi hidrotermal; - Tanda Au-Ag, Lepanto/Victoria s et al.
regional diatrema As, Cu, Sb, Bi, (2005)
-Penutup vulkanik Hg
yang dilindungi
Alkali - Latar ekstensional - Kompleks intrusi alkalin - Alterasi Cripple Creek Jensen
epitermal yang terkait dengan - Patahan regional yang karbonat Porgera dan
sulfidasi busur dan rekahan bersimpangan dengan pusat ekstensif Emperor Barton
rendah pulau intrusi atau kaldera - Alterasi Ladolam (2000)
- Sabuk magma alkalin - Breksi (dalam beberapa serisit/Kfeldspar
- Patahan regional kasus) bagian dalam
proksimal
- Konsentrasi
pembentukan Au
- Tanda Au>Ag,
Te, V, Pb, Zn
Subalkali - Latar ekstensional - Patahan ekstensional - Alterasi Hishikari, Round Hedenqu
epitermal terkait rekahan, busur hingga strike-slip propilitik hingga Mountain, ist et al
sulfidasi dalam hingga busur - Persimpangan struktural argilik, Pajingo, (2000)
rendah belakang - Kubah riolite (dalam bergradasi ke Cerro Gemmel
- Suite vulkanik beberapa kasus) dalam hingga Vanguardia l (2004)
bimodal subaerial serisit/ilit- Simmon
(basalt-riolit) adularia s et al.
- Konsentrasi (2005)
urat terikat jenis
LS
- Tanda Au
Carlin - Rangkaian - Batuan kapur mengandung - Silisifikasi Goldstrike, Gold Hofstra
miogeoklinal terpatah silt (jasperoids) di Quarry, dan
dan terlipat - Batuan tudung kurang sepanjang Getchell, Cline
- Litologi lereng-fasies permeable patahan dan unit Jerritt Canyon (2000)
lithologies (karbonat - Struktur antiklinal reaktif Cline et
kotor) - Patahan sudut tinggi - Breksi jenis al.
- Magmatisme felsik berlimpah, termasuk dissolusi (2005)
Jenis endapan lain
Tabel 1: Bersambung
Tabel 2: Distribusi populasi dengan 103 endapan >10Moz di antara jenis endapan dan klan
yang berbeda yang dibahas dalam makalah ini.
Endapan Orogenik
Sebagaimana ditunjukkan di atas, masih ada ambiguitas pada perbedaan antara endapan orogenik
dan RIR. Dalam konteks sabuk greenstone, ambiguitas selanjutnya berasal dari keberadaan corak
tambahan dari endapan logam hanya emas dan berbasis emas yang umumnya dilapisi (overprint)
oleh urat orogenik. Hal ini ditafsirkan sebagai jenis yang berbeda ataupun usia endapan (Robert
et al., 2005) atau sebagai variasi kedalaman pada sebuah model orogenik dengan beberapa
endapan logam berbasis emas atipikal (Groves et al., 2003). Dalam makalah ini, istilah orogenik
dibatasi untuk endapan yang terdiri dari urat kuarsa-karbonat dan replacement wallrock terkait
yang berhubungan dengan struktur geologi kompresi atau transpressional, seperti patahan
terbalik dan lipatan, seperti yang digambarkan dalam diagram pada Gambar I.
Tiga jenis utama endapan orogenik dibedakan berdasarkan lingkungan batu inangnya: jenis
inang greenstone, inang turbidit, dan inang BIF (Gambar 1; Tabel 1). Endapan atipikal yang
ditemui dalam sabuk greenstone dibahas secara terpisah. Endapan orogenik dari ketiga jenis
tersebut memiliki sejumlah karakteristik tambahan. Mereka terdiri dari susunan urat kuarsa-
karbonat kompleks yang bervariasi yang menunjukkan kontinuitas vertikal, pada umumnya
dalam kelebihan 1 km, tanpa zonasi vertikal yang signifikan. Ore nya diperkaya dengan Ag-
As+/-W dan memiliki rasio Au:Ag >5. Unsur-unsur lain yang umumnya diperkaya mencakup B,
Te, Bi, Mo. Mineral sulfida yang dominan adalah pirit di kelas greenschist dan pirhotit di kelas
amphiboles. Arsenopirit adalah sulfida yang dominan di banyak ore berinang sedimen klastik di
kelas greenschist, dan loellingit juga terdapat pada kelas amphibolites. Badan ore dikelilingi oleh
lingkaran alterasi karbonat sericitepyrite yang berkembang secara bervariasi tergantung pada
komposisi batuan inang. Pada skala regional, mayoritas endapan terkait secara spasial dengan
zona geser regional dan terbentuk pada batuan kelas greenschist, konsisten dengan sifat struktur
inangnya yang rapuh-elastis.
Pada skala lokal, latar yang menguntungkan untuk endapan-endapan ini menunjukkan kombinasi
faktor struktural dan litologi (Groves et al., 1990; Robert, 2004b). Latar struktural yang
menguntungkan utamanya terkait dengan heterogenitas rheologic di rangkaian inang. Zona geser
dan patahan, yang secara universal terdapat pada endapan ini, dikembangkan di sepanjang
kontak litologi antara unit dengan ketegaran yang kontras dan sepanjang unit litologi rapuh tipis.
Seiring kontak-kontak tersebut dan sepanjang batuan rapuh, endapan-endapan akan berkembang
di tikungan, dan persimpangan struktural. Unit batuan tegar tertutup dalam keadaan yang tidak
mendukung sehingga merekah dan menjadi urat. Asosiasi litologi umum mencakup batuan kaya
Fe, seperti basalt tholeiitic, ambang dolerite yang dibedakan dan BIF, dan dengan cadangan
porfiri tegar dengan komposisi menengah hingga felsik, baik mengintrusi batuan vulkanik mafik-
ultramafik atau batuan sedimen klastik ataupun tidak.
Endapan berinang greenstone atipikal
Dalam dekade terakhir, terdapat peningkatan pengakuan bahwa sabuk greenstone produktif
mengandung endapan hanya emas dan endapan logam berbasis emas yang tidak sesuai dengan
model orogenik (Robert et al., 2005). Contoh endapan atipikal mencakupi Red Lake, Hemlo,
Malartic, Doyon, Fimiston, Wallaby, Kanowna Belle, dan Boddington, dan endapan VMS kaya
Au Horne dan LaRonde yang terdokumentasi dengan baik (Dub dan Gosselin, 2006b).
Walaupun endapan atipikal tersebut menampilkan kontrol skala regional yang serupa dan
umumnya terbentuk di kamp-kamp yang sama dengan endapan orogenik, mereka berbeda dalam
hal corak mineralisasi, asosiasi logam, tingkat kerak emplasemen yang ditafsirkan, dan usia
relatif. Alterasi yang berhubungan dengan beberapa endapan atipikal berbeda dalam hal
kumpulan mineral aluminanya. Endapan atipikal tersebut penting karena mereka mewakili
proporsi yang signifikan dari persediaan emas di sabuk greenstone (Tabel 2). Ore dari endapan-
endapan ini berkisar dari zona disseminated-stockwork di Wallaby dan Kanowna Belle, hingga
urat bertekstur crustiform dengan replacement wallrock sulfidik yang terkait di Red Lake dan
Fimiston, hingga urat-urat kaya sulfida yang kurang umum (Robert et al., 2005). Semua corak
yang berbeda tersebut menunjukkan hubungan spasial yang erat dengan persediaan dan dyke
porfiri tingkat tinggi. Tekstur ore dan pengayaan umum dalam Te, Sb, Hg juga menunjukkan
emplasemen tingkat tinggi pada endapan, yang kebanyakan memang diklasifikasikan sebagai
epizonal (Gebre-Mariam et al., 1995). Ore tersebut refraktori di kebanyakan endapan
disseminated-stockwork dan urat crustiform.
Endapan-endapan yang paling atipikal terbentuk di dekat atau di atas ketidakselarasan di dasar
rangkaian batuan konglomerat. Gambar 2 mengilustrasikan latar umum dari corak endapan
disseminated-stockwork dan urat crustiform, berdasarkan model yang diusulkan oleh Robert
(2001) untuk endapan disseminated di sabuk greenstone Abitibi. Dari sudut pandang eksplorasi,
penting untuk dicatat bahwa penemuan-penemuan emas greenstone yang paling signifikan dalam
dekade terakhir bercorak disseminated-stockwork (Eleonore, Wallaby) dan terbentuk di bagian
atas, yang merupakan bagian sedimen, dari kolom stratigrafi. Seperti yang dikatakan oleh Robert
et al. (2005), banyak dari endapan atipikal tersebut terbentuk cukup awal dalam awal
perkembangan sabuk greenstone, sebelum terjadinya lipatan pada unit inang mereka selama
ruahan pemendekan sabuk inang tersebut, dan biasanya di-overprint oleh urat orogenik. Meski
masih diperdebatkan, asal dari banyak simpanan tersebut mirip dengan yang bersifat alkali, yaitu
endapan porphyrystyle dari klan terkait intrusi teroksidasi. Bahkan, banyak endapan
disseminated-stockwork di kraton Yilgarn dan Superior sebelumnya dianggap sebagai endapan
porfiri (lihat Robert et al., 2005).
Gambar 2: Model geologi untuk latar disseminated-stockwork dan endapan urat crustiform di
sabuk greenstone, yang menunjukkan hubungan spasial erat mereka dengan intrusi porfiri tingkat
tinggi dan ketidakselarasan di dasar rangkaian batuan konglomerat. Dimodifikasi dari Robert
(2001)
Karakteristik utama dari endapan RIR baru-baru ini dirangkum oleh Hart (2005; lihat juga Tabel
1). Mineralisasi biasanya memiliki kandungan sulfida rendah, sebagian besar hanya <5
dengan="" kumpulan="" mineral="" span="" vol="">ore tereduksi yang biasanya terdiri dari
arsenopirit, pirhotit, dan pirit dan tidak mengandung banyak magnetit atau hematit. Kumpulan
logam menggabungkan emas dengan tingginya tingkatan Bi, W, As, Mo, Te, dan/atau Sb yang
bervariasi namun dengan konsentrasi logam dasar yang rendah. Endapan ini juga menampilkan
alterasi hidrotermal proksimal yang terbatas dan umumnya lemah.
Endapan RIR secara spasial dan temporal berhubungan dengan intrusi meta-alumina dan
subalkalik dari komposisi menengah hingga felsik yang menjangkau batas antara seri ilmenit dan
magnetit. Elemen utama dari model ini adalah bahwa endapan-endapannya sezaman dengan
intrusi kausatif terkait mereka. Pada skala regional, endapan-endapan ini berhubungan dengan
daerah magmatik yang paling dikenal karena endapan tungsten dan/atau timahnya. Mereka juga
terbentuk pada latar tektonik inboard dari batas lempeng konvergen yang disimpulkan atau
diakui. Endapan dari klan RIR dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan variasi corak yang
relatif terhadap kedalaman pembentukan dan kedekatan dengan intrusi kausatif, mirip dengan
apa yang diamati dalam sistem porfiri OIR (Lang et al., 2000; Hart, 2005; Gambar 1 dan 4;
Tabel 1). Perbedaan jenis endapan antara klan RIR selanjutnya tercermin dalam alterasi, corak
mineralisasi, dan keterkaitan logam (Tabel 1). Dua jenis endapan yang pertama adalah inang
intrusi dan telah terbentuk di lingkungan kedalaman epitermal dan mesothermal, dan di sini
disebut sebagai endapan terkait intrusi epizonal dan mesozonal (Gambar 1). Jenis ketiga endapan
memiliki inang batuan sedimen klastik dan memiliki hubungan yang lebih lemah dengan intrusi
tereduksi; jenis ini adalah intrusi terkait dengan inang sedimen (Gambar 1, Tabel 1). Endapan
tersebut terdiri dari zona mineralisasi emas stockwork-disseminated dan memiliki banyak
karakteristik yang sama dengan endapan RIR, terutama keterkaitan logam dan hubungan spasial
serta temporal dengan intrusi tereduksi menengah (Wall 2000, 2004; Yakubchuk 2002). Jenis
endapan ini memiliki signifikansi eksplorasi yang tinggi karena mencakup endapan raksasa
seperti Muruntau (Wall, 2004), Kumtor (Mao et al. 2004), dan Telfer (Rowins, 2000). Masuknya
endapan-endapan ini dalam klan intrusi terkait, bagaimanapun, tetap kontroversial, dan penulis
lain lebih memilih untuk memasukkannya ke dalam klan orogenik (Goldfarb et al., 2005).
Gambar 5: Model rencana-pandangan yang digeneralisasi untuk sistem emas terkait intrusi dari
Daerah Emas Tintina. Perhatikan berbagai corak mineralisasi dan variasi geokimia yang diduga
bervariasi ke luar dari pluton pusat (dimodifikasi dari Hart 2005).
Endapan tersebut umumnya tidak memiliki sistem alterasi hidrotermal yang luas di sekitarnya
dan biasanya terbatas pada lingkaran alterasi serisit-karbonat-felspar sempit pada veinlet kuarsa.
Namun, endapan dan pembentukan periferal dan zona hornfels dalam lingkungan mesozonal
dapat menunjukkan pola distribusi yang diprediksi (Gambar 5). Pola ini secara signifikan
memperluas jejak eksplorasi endapan tersebut. Sebagian besar endapan yang ditemukan di luar
intrusi sebagai skarns, mantos, ataupun urat polimetalik umumnya berukuran kecil (<3 2000=""
al.="" ang="" beberapa="" berinang="" breksi="" dan="" dengan="" di="" dicatat=""
disseminated="" endapan="" et="" granitoid="" hanya="" idston="" imbara="" juga=""
mineralisasi="" moz="" ogo="" pengecualian="" persediaan="" sekitar="" signifikan="" span=""
telah="" tereduksi="" yang="">
Endapan berinang intrusi epizonal, seperti Kori Kollo, Brewery Creek, dan Donlin Creek, terdiri
dari veinlet stockwork, sulfida disseminated atau mineralisasi urat lembaran dalam kompleks
dyke-sill atau kubah vulkanik. Intrusi inang memiliki karakteristik yang mirip dengan yang
dijelaskan sebagai karakteristik endapan mesozonal, tetapi dengan bukti emplasemen yang lebih
dangkal, seperti aphanitic groundmass di intrusi dyke-sill porfiritik. Donlin Creek adalah yang
terbesar dari endapan tersebut dan telah ditunjukkan oleh Baker (2002) dan Goldfarb et al.
(2004) bahwa endapan tersebut terbentuk pada kedalaman kurang dari 2 km. Endapan tersebut
mungkin menunjukkan karakteristik tekstur urat tingkat dangkal, seperti tekstur rongga garis
kuarsa drusy yang berlimpah, terikat, crustiform, simpul pita, dan berbilah (Goldfarb et al. 2004).
Di daerah endapan-endapan ini, sering terdapat usia batuan vulkanik yang setara.
Alterasi hidrotermal yang terkait dengan endapan berinang intrusi epizonal tersebut biasanya
memiliki komponen alterasi lempung dan/atau lingkaran alterasi berskala veinlet karbonat dan
serisit (Baker, 2002). Endapan-endapan tersebut lebih sering ditandai oleh emas refraktori dan
asosiasi dengan Sb dan Hg, yang berbeda dengan rekan mesozonalnya (Tabel 1).
Beberapa penulis menghubungkan intrusi tereduksi dalam ruang dan waktu dengan endapan
berinang sedimen besar, seperti Muruntau, Kumtor, dan Telfer, serta beberapa contoh kecil
lainnya (Goldfarb et al. 2005). Endapan-endapan tersebut memiliki paragenesi mineralisasi
multi-tahap yang kompleks, dengan setidaknya satu tahap yang terdiri dari zona stockwork
disseminated atay veinlet lembaran, dan mengaitkan suite logam yang konsisten dengan endapan
terkait intrusi tereduksi mesozonal. Alterasi hidrotermal di endapan-endapan tersebut biasanya
memiliki komponen penting dari perubahan feldspathic. Serisitisasi, karbonatisasi, dan biotisasi
juga telah dicatat dan dapat diperluas hingga jarak yang cukup di sekitar ore. Muruntau adalah
endapan terbesar dari kelas ini (> 200 Moz) dan mineralisasi emas tahap utama terdiri dari urat
kuarsa feldspar lembaran dan berhubungan dengan As, W, Sb, Bi, dan Mo (Wall et al., 2004).
Endapan ini terletak di aureole termal di atas zona atap dari intrusi dengan synmineralization
terkubur (Wall et al., 2004). Mao et al. ( 2004) dengan tegas menetapkan bahwa mineralisasi di
Kumtor, di dalam sabuk luas yang sama dengan Muruntau, memiliki usia yang sama dengan
granit pascatumbukan di daerah tersebut.
Endapan epitermal
Endapan epitermal awalnya didefinisikan oleh Lindgren (1922) sebagai endapan logam dasar
atau logam mulia yang terbentuk pada kedalaman dangkal dan suhu rendah. Definisi yang
diterima saat ini, walaupun tidak ketat, mencakup endapan logam dasar dan logam mulia yang
terbentuk pada kedalaman <1 1="" 2003="" abel="" ada="" batasan="" beberapa="" belakang=""
berdasarkan="" berusia="" besar="" busur="" c="" cretaceous.="" dalam="" dan="" dapat=""
dari="" di="" dikelompokkan="" emas="" endapan="" epitermal="" hedenquist="" hipogen=""
illitoe="" intra="" jenis="" juga="" ke="" kenozoikum="" km="" konvergen="" kumpulan=""
latar="" lebih="" lempeng="" lingkungan="" menengah="" mereka="" meskipun=""
pascatumbukan="" perluasan="" raksasa="" rendah="" sebagian="" serta="" sistem="" span=""
subaerial="" suhu="" sulfida="" sulfidasi="" terdapat="" tetapi="" tidak="" tinggi="" tua=""
variasi="" vulkanik="" yang="" zaman="">
Endapan bersulfidasi tinggi
Sistem emas dengan sulfidasi tinggi (HS) tersebar luas di busur vulkanik di seluruh dunia.
Endapannya berkisar dari contoh structurally controlled dan deeper seated, seperti El Indio,
hingga batuan berinang dangkal atau contoh breksi controlled seperti Yanacocha, Pierina, dan
Pueblo Viejo (Gambar 6; Sillitoe, 1999). Pada skala regional, sistem HS terletak dalam busur
vulkanik calc-alkaline yang didominasi oleh vulkanisme andesitik. Mereka terbentuk di bagian
atas sistem porfiri Cu (Au, Mo), yang tidak selalu mengandung mineralisasi yang ekonomis.
Endapan HS raksasa di Peru utara dan Andes tengah di Argentina dan Chili semuanya berusia
Miosen Pertengahan hingga Atas, dan disimpulkan terbentuk di atas zona subduksi datar atau
merata, dan bertepatan secara temporal dengan kompresi dan pemendekan di kerak bagian atas.
Seperti sistem porfiri, sistem HS raksasa tampaknya terletak di persimpangan dari struktur
berskala kerak busur sejajar dengan busur melintang.
Secara lokal, sistem HS raksasa berhubungan dengan batuan felsik subvulkanik atau vulkanik,
seringkali menunjukkan aktivitas yang berkepanjangan di dalam pusat beku. Mereka dapat
terbentuk dalam batuan vulkanik, seperti di Yanacocha dan Pierina, atau juga di basement-nya,
seperti di Veladero, Pascua-Lama, dan Alto Chicama, kasus terakhir mencerminkan
pengangkatan terdorong kompresi. Endapan HS terletak dalam alterasi argilik lanjutan dengan
volume besar yang terbentuk melalui pencampuran uap magmatik asam dan air tanah di atas
intrusi porfiri termineralisasi (Hedenquist et al., 1998). Biasanya, zona alterasi argilik lanjutan ini
menunjukkan zonasi karakteristik dari silika berongga proksimal melalui kumpulan argilik
lanjutan yang mengandung alunit, pyrophyllite, dickite, dan kaolinit hingga alterasi argilik distal.
Zona alterasi mengandung silika sentral adalah inang utama bagi ore. Sifat batuan inang dapat
menghasilkan variasi dari kumpulan alterasi khas dan pola zonasi tersebut.
Mineralisasi di endapan-endapan HS terdiri dari kumpulan sulfida kaya pirit termasuk mineral
dengan keadaan sulfidasi tinggi, seperti enargit, luzonit, dan kovelit. Mineralisasi terjadi setelah
pembentukan lithocap argilik lanjutan yang dijelaskan di atas. Cairan mineralisasi bersifat jauh
lebih sedikit asam daripada cairan yang bertanggung jawab atas pembentukan zona alterasi
argilik lanjutan yang menjadi inang dari mineralisasi (Jannas et al., 1990; Arribas, 1995).
Fluktuasi-fluktuasi dari enargit ke tetrahedrite-tennantite adalah fitur umum selama evolusi
endapan HS dan menunjukkan adanya perubahan dalam keadaan sulfidasi dan pH cairan
mineralisasi selama hidup sistem hidrotermal (Sillitoe dan Hedenquist 2003, Einaudi et al.,
2003). Emas minor dapat terbentuk dengan mineralisasi enargit awal, tetapi kebanyakan emas
diperkenalkan dengan peristiwa mineralisasi sfalerit Fe rendah tennantite-tetrahedrite
paragenetik baru (Einaudi et al., 2003).
Sistem raksasa terdiri dari mineralisasi Au-Ag disseminated yang sering terdapat dalam tubuh
ore berbentuk jamur dengan akar struktural yang sempit (Gambar 6). Kontras permeabilitas
antara aquitard dan litologi yang permeabel dapat menjadi kontrol penting dalam distribusi emas.
Selain itu, breksi biasanya berlimpah dan merupakan inang bagi ore dalam beberapa sistem.
Breksi phreatomagmatic terdapat dalam semua endapan HS raksasa yang menggarisbawahi
hubungan genetik dengan intrusi yang mendasarinya. Mineralisasi dapat terjadi selama interval
vertikal ratusan meter di bawah paleosurface, dari Au-Ag disseminated langsung di bawah
alterasi uap panas permukaan hingga ke Au-enargit yang terkontrol secara struktural di
kedalaman. Oksidasi supergen, sering hingga kedalaman yang dalam di batuan silisifikasi
permeabel, menghasilkan mineralisasi emas oksida yang dapat dipulihkan dengan leaching
sianida.
Gambar 6: Model skema sistem HS terkait kubah di atas sistem porfiri induk yang
mendasarinya. Alterasi dan kumpulan mineral sulfida Cu bervariasi dengan kedalaman di bawah
paleosurface, yang ditandai dengan batuan terlarut asam dengan asal uap panas. Diadaptasi dari
Sillitoe (1999).
Pada skala endapan, mineralisasi terjadi di urat, stockwork, dan breksi. Urat dengan kuarsa,
karbonat manganiferous dan adularia biasanya menjadi inang mineralisasi Au. Emas ada sebagai
logam asli dan sebagai telurida bersama dengan berbagai sulfida logam dasar dan sulfosalt.
Sfalerit rendah Fe, tetrahedrite-tennantite, dan galena seringkali mendominasi kumpulan-
kumpulan ini. Urat Au IS dapat menunjukkan tekstur crustiformcolloform terikat klasik di urat.
Litologi permeabel dalam rangkaian inang memungkinkan adanya pengembangan tonase besar
mineralisasi stockwork tingkat rendah.
Alterasi mineral dalam endapan Au IS yang dikategorikan dari kuarsa karbonat adularia ilit
proksimal hingga mineralisasi melalui ilit-smektit ke alterasi propilitik distal (Simmons et al.,
2005). Breksi mungkin umum dan dapat menunjukkan bukti dari kejadian breksiasi yang
berulang.
Pada skala endapan, endapan emas LS biasanya terjadi dalam unit vulkanik, tetapi juga dapat
terjadi di basement-nya. Perkembangan urat di basement tidak mencerminkan pengangkatan syn-
mineral, seperti yang pada kasus sistem HS dan IS, melainkan persimpangan sistem hidrotermal
dengan batuan dasar inang basement yang lebih menguntungkan secara rheologis. Dyke mafik
syn-mineral umum terdapat dalam endapan tersebut (Sillitoe dan Hedenquist, 2003). Kedua
endapan disseminated dan kelas tinggi yang terkontrol secara struktural dapat terbentuk,
misalnya Round Mountain dan Hishikari, secara berurutan (Gambar 7). Endapan LS calc-alkali
membatasi kontinuitas vertikal, pada umumnya <300 m="" sedangkan="" span="">endapan LS
alkalik seperti Porgera dan Cripple Creek dapat meluas lebih dari 1 km secara vertikal.
Mineralisasi dalam sistem LS subalkalik umumnya memiliki kadar perak yang tinggi (Au: Ag
rasio <1 dan="" kandungan="" logam="" span="">dasar yang rendah dan emas berkaitan dengan
piritsfalerit tinggi Fe pirhotit arsenopirit. Sebaliknya, mineralisasi alkalik LS umumnya
mengandung mineral telurida yang berlimpah, telah mengangkat rasio Au: Ag, dan mineral
pengganggu kuarsa yang tidak begitu besar (Jensen dan Barton, 2000). Mineralogi alterasi dalam
sistem LS menunjukkan zonasi lateral dari kuarsa-kalsedon proksimaladularia dalam urat
termineralisasi, yang biasanya menampilkan banding crustiform-colloform dan platy, kuarsa
bertekstur kisi yang mengindikasikan pendidihan, melalui kumpulan alterasi ilit-pirit ke
propilitik distal alterasi (Gambar 7). Zonasi vertikal dalam mineral lempung dari kumpulan
kaolinit-smektit bersuhu rendah yang dangkal hingga ilit bersuhu lebih tinggi yang lebih dalam
juga telah dijelaskan (Simmons et al., 2005). Seperti sistem HS dan IS, komposisi batuan inang
juga dapat menyebabkan variasi dalam pola zonasi mineral alterasi dalam sistem LS. Kumpulan
alterasi dalam endapan LS alkalik umumnya mengandung roskolit, mika putih kaya V, dan
mineral karbonat yang berlimpah (Jensen dan Barton, 2000).
Gambar 7: Bagian skema yang menunjukkan pola alterasi dan mineralisasi yang khas dalam
sistem sulfidasi rendah. Dimodifikasi dari Hedenquist et al. (2000).
Fitur paleosurface
Menurut definisi, sistem epitermal terbentuk dekat dengan paleosurface dan, karena itu, setiap
sistem yang dijelaskan di atas kemungkinam terletak di bawah selimut alterasi uap panas yang
terbentuk di atas tabel paleowater (Gambar 7). Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, alterasi
ini dibentuk oleh pengasaman air meteorik dingin oleh uap asam yang berasal dari cairan
hidrotermal naik yang mendidih. Alterasi uap panas biasanya terdiri dari kristobalit, alunit, dan
kaolinit bubuk yang halus, dan memiliki morfologi yang meniru paleotopography. Lapisan silika
opaline besar menandai tabel air. Sinter yang mengandung silika juga dapat terbentuk, menandai
zona outflow di mana tabel paleowater berpotongan dengan topografi, namun sinter hanya akan
terbentuk di atas atau di cabang sistem LS di mana cairan upwelling memiliki Ph mendekati
netral (Simmons et al., 2005).
Pada skala regional, endapan-endapan tersebut terbentuk dalam kelompok turbidit karbonat
lereng-fasies Paleozoik menguntungkan yang mengarah ke utara dan arus puing dalam margin
pasif benua Amerika Utara (Gambar 8). Batuan karbonat lereng-fasies membentuk pelat bawah
bagi batuan silisiklasik perairan dalam Paleozoik yang telah berulang kali terdorong dari barat
selama peristiwa orogenik Paleozoic akhir hingga Cretaceous, yang menyebabkan perkembangan
struktur sudut rendah dan lipatan terbuka. Wilayah ini telah di-overprint oleh peristiwa magmatik
Jurassic hingga Miosen terkait dengan lempeng subduksi dengan kemiringan timur yang
dangkal, dan terpotong oleh serangkaian patahan sudut tinggi mengarah ke utara yang
menampung ekstensi Kenozoikum (Hostra dan Cline, 2000).
Endapan jenis Carlin dan distrik di mana mereka mengelompok didistribusikan bersama dengan
kecenderungan sempit yang terdefinisi dengan baik (Gambar 8) yang sekarang telah dipahami
sebagai representasi pecahan kerak yang meluas ke mantel atas. Kecenderungan utama adalah
miring ke margin benua pasif Paleozoic awal dan kemungkinan mewakili struktur kerak dalam
yang terkait dengan pemecahan benua dari masa Neoproterozoic (Tosdal et al., 2000).
Gambar 8: Peta Nevada Pusat menunjukkan lokasi endapan jenis Carlin dan kecenderungan-
kecenderungan, relatif ke tepi thrust Paleozoic utama (putih) dan batasan antara kerak benua dan
kerak samudera di basement (kuning, didefinisikan dengan 87Sr/86Sr (i)=0,706;. dari Tosdal et
al., 2000). CT=Carlin Trend, BMET=Battle Mountain Eureka Trend, GT=Getchell Trend,
IT=Independence Trend. Background berwarna menunjukkan lingkungan pengendapan
Paleozoic yang dominan, dengan lingkungan lereng-fasies (transisional) yang menguntungkan
ditunjukkan dalam warna hijau.
Penanggalan langsung mineral terkait ore dan dyke terkait di endapan raksasa Getchell, Twin
Creeks, dan Goldstrike menunjukkan bahwa mineralisasi emas diendapkan dalam interval waktu
yang sempit, antara 40 dan 36 Ma, pada waktu transisi dari tektonik kompresional ke
ekstensional di Nevada Pusat (Arehart et al., 2003; Cline et al., 2005; Ressel dan Henry, 2006).
Pekerjaan terbaru menggunakan termokronologi fission-track apatit telah lebih jauh
mendokumentasikan peristiwa termal berskala distrik sekitar 40 Ma di atas tren Carlin utara,
yang kemungkinan mewakili jejak termal dari sistem termineralisasi (Hickey et al., 2005a).
Endapan dan distrik terbesar, Getchell, Cortez, dan Goldstrike, secara spasial terkait dengan
pluton Mesozoikum pra-mineral yang dianggap telah berperan sebagai penopang struktural
selama peristiwa tektonik berikutnya, sehingga meningkatkan patahan dan retakan, dan
meningkatkan permeabilitas batuan inang sedimen bagi cairan mineralizing yang baru. Di
distrik-distrik tersebut, patahan normal bersudut tinggi dengan sadapan yang dalam merupakan
kontrol penting dari mineralisasi, terutama yang mewakili patahan basement yang aktif kembali
selama inversi cekungan (Muntean, 2003). Adanya lempeng dorong batuan silisiklastik juga
dianggap penting seperti aquaclude berskala distrik yang menaikkan dispersi lateral cairan
termineralisasi ke dalam batuan inang reaktif. Aplikasi terbaru dari stratigrafi rangkaian karbonat
untuk the Great Basin menunjukkan bahwa batuan inang yang menguntungkan di sebagian besar
distrik terbentuk di batasan rangkaian rendah-penyangga urutan ke-3 dalam lingkungan fasies
lereng karbonat (Cook and Corboy, 2004). Selama siklus penyangga rendah (permukaan laut
rendah), lingkungan lereng karbonat menjadi tidak stabil dan melepaskan urutan turbidit kasar
dan aliran puing yang membentuk horison stratigrafis karbonat yang paling menguntungkan bagi
mineralisasi CT disseminated.
Rekonstruksi paleogeografi dari permukaan erosional Eosen di sepanjang Tren Carlin telah
menetapkan bahwa kedalaman pembentukan endapan CT kemungkinan sedalam 1 sampai 3 km
(Hickey et al., 2005b). Sebuah kedalaman formasi yang dangkal bagi endapan jenis Carlin juga
didukung oleh tekstur hypabyssal dan margin kaca yang diamati dalam dyke Eosen yang telah
meng-overprint mineralisasi di tambang Deep Star dan Dee dalam Tren Carlin (Heitt et al, 2003;.
Ressel dan Henry, 2006).
Sebagian besar endapan terdiri dari zona stratabound yang diumpan secara struktural dari
mineralisasi disseminated-replacement dalam horison batuan lanau mengandung kapur tertentu
atau dari badan breksi silika-sulfida tingkat tinggi yang dikontrol oleh patahan (Gambar 8;
Hofstra dan Cline, 2000; Teal dan Jackson, 2002). Struktur antiklinal dan adanya batuan tudung
seperti sill dan dyke dengan kemiringan menengah sangat menguntungkan bagi perkembangan
mineralisasi jenis replacement (Muntean, 2003; Tabel 1). Endapan-endapan lain juga dapat
terdiri dari mineralisasi fracture-controlled di dinding gantung yang hancur pada struktur utama,
atau dari mineralisasi disseminated dalam batuan intrusif felsik dan mafik. Perubahan terkait
terdiri dari dekalsifikasi yang luas dari batuan inang dan silifikasi yang memiliki banyak tahap
namun lebih proksimal (Gambar 9). Dekalsifikasi yang intens menyebabkan disolusi skala besar
dan berkembangnya breksi yang runtuh, yang dapat membentuk sebuah situs mineralisasi yang
sangat menguntungkan. Zonasi mineral alterasi mencakup ilit+kaolinit+dikit dan smektit di
dalam zona terdekalsifikasi dengan kaolinit tingkat akhir dan bubuk silika+zeolit pada rekahan
dalam zona tersilisifikasi ( Kuehn dan Rose , 1992)
Mineralisasi emas primer di endapan jenis Carlin bersifat refraktori tetapi sesuai dengan autoklaf
dan teknologi ekstraksi pemanggangan. Namun, oksidasi mendalam, dianggap supergen
meskipun hal tersebut menyebabkan bentuk yang tidak teratur dan terkadang terbentuk di bawah
zona karbon/sulfida sehingga membuat banyak ore karbon dan sulfidik sebelumnya menjadi
sesuai dengan leaching sianida konvensional.
Gambar 9: Diagram skematik menunjukkan mineralisasi terkontrol secara struktural dan
mineral stratabound yang tak selaras sehubungan dengan zona tersilisifikasi dan terdekalsifikasi
dalam batuan kapur inang penerima dalam sistem CT.
METODE EKSPLORASI
Strategi eksplorasi
Dalam dekade terakhir ini, terdapat penurunan yang signifikan baik dalam jumlah endapan emas
besar yang ditemukan (> 2,5 Moz Au) dan jumlah emas yang terkandung dalam endapan-
endapan tersebut, jika dibandingkan dengan awal hingga pertengahan 90-an (Metals Economics
Group, 2006). Dari 44 penemuan emas besar dalam dekade terakhir, 32 di antaranya ditemukan
pada tahun 1996-2000, dan hanya 12 lainnya yang ditemukan pada tahun 2001-2006. Dari 44
penemuan emas besar ini, 31 di antaranya dikarenakan oleh adanya eksplorasi greenfield, dan
hanya 13 yang merupakan hasil dari eksplorasi brownfield, tetapi penemuan dekat tambang
belum menurun pada tingkat yang sama seperti penemuan Greenfield. Data tersebut
membuktikan berlanjutnya nilai eksplorasi regional dan pentingnya eksplorasi dekat tambang
dalam strategi setiap produsen emas menengah hingga besar. Selain tingkat penemuan yang
menurun, kesuksesan di masa depan harus dicapai dalam konteks meningkatnya biaya,
meningkatnya tekanan untuk penggantian sumber daya/cadangan tahunan, dan meningkatkan
ukuran minimum endapan yang benar-benar berdampak pada laba bersih di perusahaan besar.
Sebuah tinjauan terhadap metode utama penemuan endapan emas yang ditemukan dalam 10
tahun terakhir menunjukkan bahwa pemahaman geologis adalah elemen penting dalam proses
penemuan baik dalam lingkungan greenfield dan brownfield (misalnya Sillitoe dan Thompson,
2006). Geokimia dengan didukung geologi memainkan peran penting terutama dalam kasus-
kasus di mana endapan terpapar, dan penemuan yang dibantu oleh geofisika dalam beberapa
kasus di mana penemuan tersembunyi (Sillitoe dan Thompson, 2006). Pelajaran yang jelas dari
analisis ini adalah bahwa geologi harus tetap menjadi fondasi penting dari program eksplorasi
emas di masa depan. Oleh karena itu, elemen keberhasilan yang penting untuk para pencari
tambang emas adalah pemahaman dan pendeteksian berbagai jenis endapan emas dan latar
geologisnya dan kontrol pada skala regional hingga lokal yang menguntungkan, dan semakin
bertambahnya di daerah tertutup. Begitu juga dengan pemahaman tentang tingkat erosi yang
relatif terhadap kedalaman pembentukan sistem yang dieksplorasi, dari lingkungan di mana
mereka dapat dipelihara dengan baik. Unsur lain adalah aplikasi terhadap teknik deteksi yang
telah terbukti dan berkembang dengan bijaksana, dengan integrasi yang erat dengan geologi.
Strategi yang berhasil harus menekankan fitur deteksi sama banyaknya dengan fitur geologi yang
khas dari latar yang menguntungkan, seperti manifestasi hidrotermal dari endapan, seperti
alterasi dan mineralisasi, dan produk-produk dispersinya dalam lingkungan permukaan. Selain
itu, pendekatan eksplorasi juga perlu mempertimbangkan keunikan dan hal-hal yang tidak biasa
sehingga endapan yang tidak sesuai dengan model-model terbaru atau yang terjadi dalam latar
yang tidak biasa tidak diabaikan (misalnya Sillitoe 2000b).
Eksplorasi sekarang didukung oleh berbagai integrasi data dan alat-alat pengolah yang canggih,
dari platform GIS 2D lanjutan, yang memiliki kemampuan untuk menampilkan data pengeboran,
hingga paket pemodelan data 3D, pengolahan, dan visualisasi yang telah maju. Paket 3D lebih
cocok untuk lingkungan dekat tambang atau lingkungan kaya data, sedangkan platform GIS 2D
telah menjadi alat penting dalam eksplorasi regional. Namun, pendekatan apapun harus berfokus
pada pendeteksian jejak , atau unsur-unsur jejak dari sistem mineralisasi pada skala regional dan
lokal. Terakhir, sumber daya manusia adalah faktor penting dari setiap pendekatan eksplorasi
yang baik. Anggota tim tidak hanya harus memiliki kemampuan dan pengalaman, namun mereka
juga harus memahami karakteristik dari endapan emas yang mereka cari mendapatkan waktu
yang cukup untuk menguji target mereka secara memadai. Faktor-faktor lain seperti pemahaman
yang sangat baik mengenai metode eksplorasi yang telah terbukti, penggunaan teknologi yang
efektif, kepemimpinan yang antusias dan bertanggung jawab, sikap percaya diri dengan posisi
perusahaan, dan menarik serta melatih para profesional muda juga merupakan hal yang penting.
Geofisika
Dalam dekade terakhir, terdapat kemajuan yang signifikan pada metode geofisika yang telah
terbukti dan pada teknik untuk menafsirkan dan untuk memvisualisasikan data geofisika.
Kemajuan-kemajuan tersebut mencapai pengaruh penuh mereka dengan pertimbangan yang tepat
mengenai sifat-sifat fisik batuan dalam kaitannya dengan manifestasi utama jenis-jenis endapan
yang berbeda dan fitur utama dari manifestasi lingkungan inang mereka (Tabel 1) pada jenis
endapan. Bersamaan dengan berkembangnya model endapan ore, jumlah data petrophyscial juga
berkembang, yang dikumpulkan melalui pembalakan lubang bor atau analisis sampel tangan, dan
banyak studi terbaru (misalnya Proyek 685 Australian Minerals and Research Organization
(AMIRA)-Pembalakan Mineralogis Inti Bor, Chip, dan Bubuk, Proyek University of British
Columbia (UBC) Mineral Deposit Research Unit Geophysical Inversion Facility (MDRU-GIF)-
Membangun model 3D, dan Project 740 AMIRA- Predictive Mineral Discovery Cooperative
Research Center (PMD*CRC)) berfokus pada analisis petrophyscial dari sistem ore yang telah
dikenal. Sifat petrofisikal menentukan teknik geofisika mana yang paling baik digunakan untuk
menargetkan mineralisasi. Misalnya, Pittard dan Bourne (2007) menentukan bahwa kombinasi
magnetit dan pirit, bukan pirit saja, dapat menyebabkan respons polarisasi terinduksi pada
endapan Centenary (greenstone) di Yilgarn, Australia Barat. Secara historis, data petrophyscial
juga telah digunakan pada skala regional, misalnya, untuk melihat efek dari metamorfosis pada
respons geometri dan geofisika dari sabuk greenstone (Bourne et al., 1993) namun melihat minat
baru mengenai pengenalan rutinitas inversi geofisika a priori dalam beberapa waktu terakhir.
Ada banyak contoh teknik gravitasi yang digunakan pada semua skala, dari identifikasi calon
distrik emas hingga alterasi hidrotermal terkait emas pada skala lokal. Baru-baru ini,
pengembangan sistem gradien gravitasi udara (misalnya BHP Billiton-Falcon, Bell Geospace-Air
FTG), telah menyaksikan penerapan teknik gravitasi yang semakin berkembang. Banyak area
yang sebelumnya sulit diakses lewat darat dan memerlukan akuisisi yang cepat sekarang dapat
dengan mudah diakses. Sistem gradient sekarang setara dengan resolusi 0,4mGal/500m.
Gravimeter airborne digunakan untuk survei regional dan memiliki resolusi mendekati
0,8mGal/2,5km. Survei tanah masih merupakan yang paling efektif dalam hal biaya di pangkalan
dengan jarak kurang dari 1 km (akses dimungkinkan) dan dapat diselesaikan hingga
0,01mGal/<1m .="" span="">
Gravitasi adalah teknik yang efektif untuk menentukan geometri dan struktur sabuk greenstone
pada skala regional, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 10. Pengalaman di Barrick
menunjukkan bahwa gravitasi juga terbukti efektif dalam pemetaan intrusi daerah sedimen dan
vulkanik untuk Carlin, OIR dan sistem RIR. Struktur dan alterasi juga dapat dipetakan, baik
secara langsung oleh gravitasi di lingkungan yang lapuk atau disimpulkan dalam daerah tersebut
di mana unit geologis dengan kepadatan yang berbeda-beda berimbang dan/atau berubah.
Metode magnetik dan radiometrik dianggap sebagai teknik eksplorasi yang lebih matang, namun
masih sangat penting. Perbaikan secara bertahap terus dilakukan, yaitu dengan sampel yang lebih
baik atau menggunakan beberapa sensor untuk mengukur gradien yang dapat membantu
interpolasi informasi antara garis terbang.
Gambar 10: Respon gravitasi Bouguer (2.67g/cc) dari Goldfields Timur, Australia (kiri) dan
Sabuk Greenstone Abitibi, Kanada (kanan) dengan struktur regional dan lokasi endapan emas
yang besar. Data Goldfields Timur dari Geological Survey of Western Australia; data Abitibi
dari Geological Survey of Canada.
Salah satu kemajuan yang paling besar dalam geofisika adalah inversi rutin data lapangan
potensial (magnetik dan gravitasi) dalam 3D. Kemajuan dalam daya komputer telah
memungkinkan inversi diterapkan pada berbagai permasalahan, dari pemodelan target diskrit
hingga geologi regional. Ada banyak contoh baik dari inversi 3D yang digunakan untuk
memetakan alterasi yang terkait dengan sistem emas, misalnya oleh Coggon (2003) di Wallaby,
Australia Barat, dan oleh Wallace (2007) di Musselwhite, Kanada.
Namun, kurangnya kendala petrofisika dan geologis, dan dorongan untuk melihat data dalam 3D
juga menyebabkan penerapan teknik inversi 3D yang tidak pantas. Popularitas inversi data
lapangan yang potensial telah menyebabkan dorongan baru untuk inversi data listrik. Meskipun
secara perhitungan lebih intensif, teknik listrik baru saja mulai dimodelkan dalam 3D. Data
magnetotelurik (MT), misalnya, secara tradisional telah diperoleh dan diproses dalam 2D
(Petrick, 2007). Solusi terbaik untuk memecahkan masalah eksplorasi sebenarnya adalah dengan
memperoleh data yang dapat diproses dalam 3D. Contoh terbaru dari manfaat pengolahan data
dalam 3D, dibandingkan dengan 2D, dari endapan Dee-Rossi Carlin di Nevada ditunjukkan pada
Gambar 11.
Gambar 11: Sebaran konduktivitas bawah permukaan pada kedalaman 450m diperoleh dari
menautkan inversi 2D-TM (kiri) dan inversi 3D (kanan) dari data magnetotelurik di daerah Dee-
Rossi, Nevada (setelah Petrick, 2007). Jarak tick adalah 1 km.
Kemampuan untuk membuat model data dalam bentuk 3D baru saja mulai mempromosikan
akuisisi data elektrik (resistivitas dan polarisasi induksi) di berbagai susunan 3D yang dapat
memanfaatkan teknik inversi baru. Akuisisi dengan corak susunan baru menghasilkan data yang
sulit diperiksa validitasnya di lapangan dan tidak diragukan lagi akan menjadi fokus
pembangunan di masa depan. Teknik kekebalan secara dominan digunakan dalam lingkungan
sedimen, di mana terdapat kontras antara sedimen terrigenous berkarbon dan nonkarbon. Dalam
lingkungan sedimen, intrusi dan zona alterasi silika biasanya lebih kebal daripada batuan
inangnya. Sistem elektromagnetik domain waktu helikopter yang tersedia secara komersil
dengan penerima in-loop semakin banyak diterapkan dalam eksplorasi emas, misalnya
Newmont-NEWTEM dan Geotech-VTEM. Sistem tersebut memiliki geometri tetap yang
memungkinkan mereka diterbangkan lebih dekat ke tanah, sehingga memberikan resolusi yang
lebih tinggi dan membuat data lebih mudah ditafsirkan. Selain itu, kemampuan membaca awal
semakin meningkat sehingga membuat sistem yang lebih baik untuk pemetaan dan untuk
mengidentifikasi resistor dekat permukaan dan/atau alterasi hidrotermal. Sebagai contoh,
Gambar 12 menunjukkan respon sulfida disseminated yang berhubungan dengan mineralisasi
emas di unit magnetit-BIF di lingkungan sabuk greenstone.
Topografi
Magnetik
HEM Akhir Waktu (6m detik)
Gambar 12: Respons data topografi, magnetik, dan akhir waktu dari helikopter EM dari
endapan sulfida disseminated, Danau Victoria Goldfields, Tanzania. Lebar gambar ~2,5 km.
Survei seismik tidak banyak diterapkan untuk eksplorasi emas di area batuan keras. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh geometri 3D kontak litologi yang rumit dan sifat kemiringannya
yang seringkali curam dan tingginya biaya akuisisi dibandingkan dengan teknik geofisika
lainnya. Walaupun begitu, dalam beberapa tahun terakhir, survei seismik telah digunakan di
skala lokal (Stoltz et. Al., 2004) dan regional untuk memetakan stratigrafi dan struktur dalam
latar geologi yang sesuai. Bersamaan dengan kemajuan dalam pemahaman model emas, metode
dan teknik geofisika untuk menafsirkan dan memvisualisasikan data juga mengalami kemajuan.
Salah satu langkah terbesar dalam dekade terakhir adalah akuisisi dan aplikasi data petrofisikal
untuk memecahkan masalah-masalah geologi. Pendekatan ini dapat mengarah pada penemuan
mineralisasi emas dengan mengaitkan respon geofisika ke jenis batuan yang berbeda atau ke
alterasi.
Geokimia
Dalam eksplorasi regional, geokimia sedimen sungai, dalam bentuk fraksi halus konvensional,
BLEG (Bulk Leach Extractable Gold), leach sianida, atau sampel konsentrat dulang, terus
menjadi alat penting dalam eksplorasi emas. Pada skala yang lebih lokal, teknik geokimia seperti
sampel tanah, ketimpangan, dan chip batuan biasanya efektif dalam mendefinisikan anomali
yang terkait dengan endapan outcropping atau subcropping. Kombinasi dari unsur-unsur yang
merupakan karakteristik asosiasi metalogenik dari berbagai model endapan (Tabel 1) dapat
digunakan secara bersamaan untuk memprioritaskan anomali sesuai dengan jenis model. Emas
bebas mentah yang terdapat di banyak endapan emas, terutama di RIR, orogenik, dan beberapa
sistem epitermal LS, menyebabkan perkembangan endapan placer terkait yang signifikan dalam
latar geomorfologi yang sesuai. Mengingat ketahanan emas terhadap pelapukan, seperti yang
didokumentasikan dalam analisis partikel emas dalam konsentrat mineral berat dari sedimen
glasial atau sungai, studi tentang komposisi, bentuk, dan isi cakupan partikel emas
memungkinkan pelacakan endapan emas sampai sumbernya dengan efektif. Namun, mineralisasi
hipogen pada endapan greenstone atipikal dari jenis disseminated stockwork, Carlin, dan
endapan epitermal HS seringkali refraktori dan tidak meluruhkan placer atau emas mentah yang
signifikan ke dalam lingkungannya. Metode eksplorasi geokimia nonkonvensional menjadi
semakin penting bersamaan dengan majunya eksplorasi ke daerah-daerah yang lebih dalam.
Selama sepuluh tahun terakhir, kita telah melihat perkembangan berbagai teknik baru yang
mendeteksi fitur geokimia dan biologis jarak jauh (farfield) dari endapan mineral, seperti yang
baru-baru ini ditinjau oleh Kelley et al. (2006) . Metode pendeteksian terbaru meliputi: potensi
reduksi-oksidasi dalam tanah, populasi mikroba dalam tanah, analisis gas tanah, leach selektif,
konsentrasi halogen, dan komposisi isotop. Kebanyakan dari teknik ini masih dalam tahap awal
dengan hanya beberapa studi kasus, namun dengan penelitian lebih lanjut, teknik-teknik tersebut
dapat menjadi teknik yang menjanjikan di masa depan.
Berbagai kriteria petrokimia mungkin efektif dalam menentukan kelompok batuan beku yang
menguntungkan bagi endapan yang termasuk klan OIR dan RIR. Misalnya, rasio Sr/Y dalam
keseluruhan sampel batuan dapat digunakan untuk menentukan lelehan hidrous teroksidasi yang
subur, dan isotop oksigen telah digunakan untuk menentukan jalur aliran fluida di endapan emas
epitermal Comstock, USA (Kelley et al. 2006). Studi jalur fisi apatit di distrik Carlin telah
menyoroti aureol termal besar yang berkaitan dengan endapan jenis Carlin (Cline et al., 2005;
Hickey et al., 2005a). Definisi anomali-anomali termal serupa di tempat lain mungkin
merupakan indikator positif dari sistem jenis Carlin, atau memiliki potensi endapan porfiri
(Cunningham et al., 2004). Kelompok batuan beku dan zona alterasi dengan usia yang
menguntungkan sekarang dapat diidentifikasi dengan teknik penanggalan baru secara lebih cepat
dan ekonomis. Usia yang menguntungkan dari batuan pada daerah yang memiliki prospek besar
juga dapat diidentifikasi dengan teknik seperti GEMOCs TerraneChronTM di mana zirkon dari
konsentrat mineral berat regional dianalisis (OReilly et al., 2004). Terakhir, berbagai
peningkatan dalam hal analisis juga berkontribusi terhadap kemajuan signifikan dalam
pemahaman tentang jenis-jenis endapan emas. Hasilnya adalah teknik Re-Os untuk penanggalan
langsung mineral terkait ore dan teknik ICPMS laser ablasi untuk menganalisis komposisi ore-
fluida, atau Au dan unsur-unsur jejak lainnya dalam pirit.
Kemajuan teknis seperti itu menyebabkan adanya peningkatan pada kemampuan dalam
pemetaan alterasi, struktur, litologi, dan regolit, terutama di tingkat distrik untuk skala endapan.
Pemetaan alterasi berbasis spektral telah membantu membangun model alterasi untuk sejumlah
jenis endapan, seperti endapan epitermal HS dan sabuk greenstone. Pemetaan tersebut
memberikan definisi yang lebih baik mengenai jejak alterasi dan zonasi dari kumpulan mineral,
misalnya dalam sistem HS di mana mineral lempung sulit diidentifikasi secara visual (Thompson
et al., 1999). Pendekatan ini juga mengidentifikasi perubahan tak kentara dalam unsur kimia
mineral, terutama dalam mika putih (ilit-muskovit) dan klorit (AusSpec, 1997), yang
meningkatkan kemampuan vektor. Selanjutnya, informasi tentang unsur kimia mineral dari mika
putih dan klorit dapat cepat diekstraksi secara semi-otomatis dari data spektral sehingga
memungkinkan penentuan informasi komposisi secara rutin (Pontual, 2004).
Sebagai contoh, Pima, Hylogger, Hychipper, dan studi mineralogi terintegrasi di Kanowna Belle
menunjukkan untuk pertama kalinya zonasi komposisi mika yang diperluas beberapa kilometer
di luar endapan greenstone 7 Moz di Provinsi Goldfield Timur, Australia Barat (Halley, 2006).
Penelitian ini menunjukkan bahwa mineralisasi emas terkait secara spasial dengan daerah transisi
antara phengite pembawa V dan muskovit Barich (Gambar 13). Pola zonasi serupa, dari luas
spasial yang mirip, juga telah didokumentasikan di endapan emas lainnya di sabuk greenstone,
seperti di St Ives dan Wallaby, di Australia Barat dan di kamp Timmins, di Abitibi (Halley,
2006). Sistem hiperspektral airborne seperti Hymap telah berhasil memetakan zonasi komposisi
mineral seperti itu di daerah yang luas (Cudahy et al, 2000).
Pemetaan komposisi mineral berbasis spektral menyediakan alat-alat vektor baru dalam sistem
hidrotermal besar, dan memperluas jejak alterasi melampaui batas yang sebelumnya diketahui.
Jejak alterasi yang lebih besar dan kemampuan tinggi vektor mineral tersebut memungkinkan
dilakukannya pengeboran dengan kerapatan yang lebih rendah untuk penargetan skala kamp, dan
terutama secara tertutup. Alat pemetaan alterasi skala yang paling sering digunakan di tingkat
regional hingga distrik dalam beberapa tahun terakhir adalah ASTER. Dengan alat ini, para ahli
geologi mampu memperoleh informasi mineralogi permukaan yang berguna untuk pemetaan
alterasi, litologi, dan struktur, dengan resolusi mineralogi yang lebih banyak daripada yang bisa
didapatkan dengan menggunakan pencitraan Landsat TM yang lebih tua. Berbeda dengan
anomali-anomali Landsat FeOxTanah Liat, resolusi spektral yang lebih ditingkatkan dari
sistem ASTER memungkinkan dikenalnya mineral alterasi dan kelompok mineral tertentu.
Dengan gelang-gelang yang diposisikan secara kritis di sepanjang daerah-daerah yang terlihat,
dekat inframerah, inframerah gelombang pendek, dan inframerah termal, tanda-tanda spektral
dari alterasi argilik lanjutan, alterasi argilik, dan silisifikasi yang berhubungan dengan sistem HS
dapat dibedakan dengan mudah (Rowan et al, 2003). Melalui kalibrasi tinggi, berdasarkan data
lapangan atau data hiperspektral seperti Hyperion, ASTER dapat memetakan alterasi ilit dan ilit-
smektit yang terkait dengan sistem epitermal sulfidasi rendah (Zhou, 2005) dan alterasi filik
dalam sistem porfiri (Mars dan Rowan, 2007). Selain itu, gelang inframerah termal (TIR) pada
ASTER memungkinkan pemetaan kelimpahan silika dan/atau kuarsa dan litologi (Rowan dan
Mars, 2003).
Gambar 13: Model 3D dari mineralisasi emas (abu-abu) dan unsur kimia mika putih (biru
adalah phengitic, coklat adalah muscovitic) di Kanowna Belle, Eastern Goldfields, Australia.
Looking ENE. Dari Halley (2006)
Sejak diluncurkan pada tahun 1999, ASTER telah terbukti paling efektif dalam pemetaan sistem
bersulfidasi tinggi yang terpapar pada skala distrik-regional di daerah kering, semi-kering,
hingga daerah yang kurang luas dan bervegetasi di seluruh dunia. Contoh yang dapat diambil
adalah dari endapan epitermal HS kelas dunia Pascua-Lama dan Veladero di Chili. Pemetaan
Aster dengan jelas mengidentifikasi pusat silisifikasi dan alterasi argilik lanjutan, serta alterasi
luar hingga argilik yang berhubungan dengan endapan-endapan HS tersebut (Gambar 14). Dari
sudut pandang eksplorasi regional, informasi mengenai alterasi tersebut memungkinkan
dibuatnya prioritas sasaran dan dapat membimbing dengan efisien pemetaan dan sampling
lapangan.
Namun, seperti teknologi lainnya, Aster juga memiliki keterbatasan. Untuk eksplorasi emas,
resolusi spasial 90 meter untuk gelang TIR masih merupakan faktor keterbatasan untuk pemetaan
silisifikasi yang berhubungan dengan silisifikasi urat kuarsa dan corak stockwork dalam endapan
bersulfidasi rendah, endapan sabuk greenstone dan endapan terkait intrusi. Lebih lanjut, Aster
mungkin tidak selalu membedakan litologi terkait silisifikasi kuarsa vs. hidrotermal; atau alterasi
argilik lanjutan hipogen dari alunite yang dipanaskan dengan uap dalam sistem sulfidasi tinggi
atau dari alunite supergen dalam sistem porfiri. Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya,
masalah kalibrasi juga menghambat pemetaan Aster untuk mika putih dan unsur kimia mika
putih.
Gambar 14: Alterasi peta Aster dari distrik Pascua Lama-Veladero, Chili. Alterasi alunite intens
pada inti sistem ditampilkan dalam warna merah sampai magenta, bergradasi ke alterasi argilik
dalam warna biru kehijauan dan kuning.
Silisifikasi ditampilkan dalam warna merah tua.
KESIMPULAN
Dalam dekade terakhir, telah ada kemajuan yang signifikan dalam pemahaman geologi, latar dan
kontrol dari beragam jenis endapan emas, termasuk diakuinya jenis-jenis endapan baru di
lingkungan baru. Kemajuan tersebut sejajar dengan perkembangan integrasi, pengolahan, dan
teknik visualisasi data, dan kemajuan dalam teknik deteksi geofisika, geokimia dan spektral. Para
ahli geologi kini lebih siap untuk menghadapi tantangan yang semakin sulit untuk menemukan
emas. Namun, salah satu pelajaran utama dari dekade terakhir, seperti yang diingatkan oleh
Sillitoe dan Thompson (2006), adalah bahwa pekerjaan eksplorasi harus tetap didasarkan pada
faktor geologi, khususnya di lapangan, dan teknik pendeteksian yang rumit dan alat-alat yang
tersedia hanya akan bermanfaat penuh apabila diintegrasikan erat dengan kerangka geologi yang
baik.
Penggolongan Bahan Galian :
1. UU no. 11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan (pada bab II mengenai
Penggolongan dan Pelaksanaan penguasaan Bahan galian dibagi menjadi 3 Yaitu ;
Golongan Bahan galian strategis (A), Vital (B), Tidak masuk Golongan A dan B. penggolongan
ini didasarkan pada pentingnya bahan galian tersebut bagi negara.
a. Golongan Bahan Galian strategis (A) : Minyak bumi, lilin bumi, bitumen, gas alam. Bitumen
padat , aspal, antrasit, batubara, uranium, rhadium,nikelt, kobalt, timah.
b. Golongan Bahan Galian Vital (B) ; Besi, mangan, bauksit ,tembaga, emas, platina, perak,
arsen, antimon, bismut, yurium, kriolit,barit, yodium, brom,belerang.
c. Golongan Bahan Galian Tidak A dan B : Nitrat, asbes, talk, mika, grafit, yarosit, leusit , tawas,
oker, batu permata, kaolin, kwarsa
1. Endapan Bahan Galian A / Simplex Geometri : Ekonomi bahan galian dengan koefisien
variaasi yang rendah dapat dibedakan menjadi 2 yaitu ;
- Simple Geometri Simple grade Distribution (End. Batubara, besi, bauksit, nikel, tembaga),
Simple Geometri Complex Grade Distribution (Tembaga disseminated, emas stockwork).
Endapan Bahan Galian dengan koefisien variasi rendah, misal ; endapan logam dasar, Ciri
cirinya :
Kadar homogen,
faktor geometri kompleks,
kadar pada batas endapan sangat bervariasi,
analisis variografi perlu dilakukan lebih rinci, sebelum dilanjutkan dgn perhitungan
perhitungan secara geostatik.
Cadangan hasil perhitungan umumnya memberikan hasil yang berbeda setelah ditambang.
interprestasi geologi sangat penting dalam penentuan batas cadangan.
kadar yang tinggi perlu dikelola sendiri.
1. Tahap persiapan :
Meliputi :
langsung ;
permukaan : pemetaan langsung, penyelidikan singkapan, penjajakan float, pembuatan parit
uji, pembuatan sumur uji,
Bawah tanah : Pemboran inti, adith test
tidak langsung :
foto udara dan citra satelit, geofisika, geokimia
2. Tahap Kerja Lapangan : tahap pengukuran dan pengambilan data lapangan. meliputi :
a. Observasi lapangan : bertujuan untuk mendapatkan gambaran praktis mengenai kondisi dan
keadaan lapangan.
b. Pemetaan : Pemetaan tidak mutlak dilaksanakan tetapi disesuaikan dengan tujuan kegiatan
eksplorasi.
c. Pengambilan conto : conto disesuaikan dengan tujan eksplorasi.
d. pengambilan data geologi : didapatkan dari studi literatur.
3. Tahap Pengolahan Data : Data hasil pengukuran dapat segera dilakukan pengolahan di
lapangan atau langsung dikirim kekantor. Macam macam laboratorium yang digunakan adalah
: laboratorium Krismin, petrologi, mekanika tanah, mekanika batuan, Pengolahan bahan galian,
Kimia, Batubara, X-ray fluorescence, X-ray diffraction. Studio yang digunakan :
Penginderaan jauh, pemetaan, geofisika.
4. Tahap Pelaporan : Pembuatan laporan setelah pengolahan data dan analisis selesai
dilaksanakan. tahap ini menurut surat keputusan Dirjen pertambangan umum no 667.
K/201/040000/1986 tgl 11 november 1986 tentantg tata cara pengajuan dan penilaian
permohonan KP/Perpanjangan KP :
1. Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel, Daftar gambar, Daftar Peta, Daftar Lampiran, Isi
laporan,
2. Bab I Pendahuluan (Maksud/tujuan penelitian, Anggota tim penyelidikan, jadwal
penyelidikan, penyelidikan yang pernah dilakukan sebelumnya),
3. Bab II Keadaan Umum Daerah Penyelidikan (Kesampaian dan sarana hubungan, masalah
lingkungan daerah penyelidikan (Penduduk, iklim, topografi, vegetasi), Geologi)
4. Bab III Kegiatan Penyelidikan : Cara Penyelidikan, Tahapan penyelidikan (Pemetaan,
Pemboran/sumur uji, parit uji, Pengambilan contoh, analisa contoh Bab IV. Hasil
Penyelidikan : Pengukuran, Pengeboran sederhana/sumur uji/parit uji, kadar kualitas dan
penyebaran, Daerah prospek.
5. Bab V. Kesimpulan dan saran : Keadaan geologi yang penting, Keadaan endapan Bahan
galian, Daerah yang memiliki prospek.
A. Petunjuk Mineralogis : kesatuan kandungan mineral ukuran metallogenic province dari suatu
distrik tertentu sampai daerah yang membentang dari ratusan sampai ribuan km, berdasarkan
distribusi mineral yang ditemukan, tempat penemuan struktur, umur batuan dapat berupa jalur
mineralisasi, meliputi :
- Jalur Nias : Dari asia, P. Simelue, P. Enggano dan selatan jawa Berumur kapur sampai tersier
awal dengan kemungkinan endapan Mn.
Jalur Bengkulu : Kepulauan Banyak, Selatan jawa, nusa tenggara, batuannya Volkanik dan
pluto, berumur kapur sampai tersier akhir (bagian luar Fe, bagian tengah, au, Ag, dan Cu, bagian
dalam Cu, Zn, Hg dan Mn.
Jalur Barisan Bobaris : Aceh, pegunungan bukit barisan,lampung, bobari.
B. kandungan mineralnya : Sumatra : as. Intermediet Ag, Au, Pb, Zn, Kalimantan Ultrabasa :
AU, Ag. Pt.
- Jalur Bangka : Malaysia barat, Riau, pulau Lingga, singkep. Pulau banka, Pulau Belitung
Batuannya berumur Paleozoikakir sampai mesozik awal Mineralnya Sn, Wo, Monasit dan
Zircon.
Jalur serawak Sulu : Serawak Utara, tarakan, sabah, sampai Ke kepulauan Sulu Berumur
kapur sampai tersier awal. Mineralnya Au, Ag, Hg dan Mn.
Jalur Barat Sulawesi : Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Sulawesi selatan, Pualau Selayar,
mineralisasi pada tersier awal sampai pliosin Mineral Au, Ag, U, Pb, Zn, Mc.
Jalur Sulawesi tenggara : Kepulauan Talaud sampai Sulawesi Tenggara, Batuan Ultra basa
Pada mezoik tengah Mineral Ni- Fe laterit, Cr dan mg.
Jalur Waigeo : Halmahera Timur, Kepala Burung utara, sampai Irian bagian Utara, Batuan
Ultrabasa, asam, intermediete terjadi pada tersier akhir
2. Petunjuk Fisiografis : Menurut Westerveld (1949) Endapan Bahan Galian di Indonesia dapat
dikelompokkan berdasarkan teori orogen, tektonik, magnetik purba, jenis batuan : Indonesia
dibagi menjadi 5 Orogen ;
Orogen Malaya : Pulau di daerah timur Sumatra, dan Kalimantan barat yang berumur Yura
bahan galian : timah putih, bauksit, emas, tembaga dan Mo.
Orogen Sumatra : Pulau sumatra, kalimantan selatan bagian Timur yang berumur kapur bahan
galian Fe, Zn, Cu Au, Ag, Intan dan Ni.
Orogen Sunda : Pantai barat sumatra, jawa, Nusa tenggara, sulawesi dan sulawesi utara
berumur miosen tengah batuannya Au, Ag dan mn.
Orogen maluku : Bagian Barat sumatra, timor maluku, dan Sulawesi bagian Timur berumur
pliosen Bahan galian Ni, Fe, cr dan Cu.
Orogen Halmahera
irian ; Halmahera dan Irian Batuannya : Au, Ni, Cu.
4. Petunjuk litologi : Mengkaitkan hubungan antara jenis batuan dengan endapan mineral :
Emas umumnya pada batuan ultrabasa,
Batubara pd batuan sedimen klastik.
a. Batuan asam assosiasinya, mineral mineral sulfida yang mengandung mineral logam
logam (Au, CU, Pb, Pb,Zn), mineral mineral oksida : Timah (Sn 0, Mineral hidroksida :
Alumunium (Al), Mineral radioaktif.
b. Batuan intermediate umumnya mengandung emas (Au), perak (ag)
c. batuan Basa dan ultra basa memberikan lingkungan pengendapan baik untuk intan, Nikel,
kobal, platina.
d. Batuan Metamorf berasosiasi dgn Marmer, asbes dan batu permata.
e. Batuan Sedimen berasosiasi dengan karbonat gamping.
5. Petunjuk Stratigrafi : Petunjuk yang mengkaitkan formasi batuan yang mengan dung mineral.
6. Petunjuk struktur : Petunjuk yang mengkaitkan kontrol struktur geologi dgn terdapatnya
mineral.
7. Petunjuk iklim dan Topografi
1. Prospeksi :Kreiter membagi 3 tahap : reconnaissance dengan menggunakan peta geologi skala
1 : 1000000 atau 1: 500000, tahap preliminary dengan skala 1 : 200000 atau 1 : 100000, tahap
detailled skala 1 : 50000.
2. Eksplorasi Pendahuluan : peta yang digunakan skala 1 : 10000 atau 1 ; 5000, batas luasan
yang ditentukan peta skala 1 : 10000 adalah berkisar antara 10 100 km, sedangkan luasan
untuk peta skala 1 : 5000 adalah berkisar antara 5- 25 km
3. Eksplorasi detil : Pada Eksplorasi detil yang digunakan adalah skala 1 : 2000 atau peta skala 1
: 1000, batas luasan yang ditentukan utk peta skala 1 : 2000 adalah berkisar 1-3 km sedangkan
batas luasan untuk peta skala 1 : 1000 adalah 1 km
4. Eksplorasi Lanjut : Peta yang digunakan adalah skala 1 : 200 atau peta skala 1 : 100, batasan
luasan ini tidak ditentukan.
Pengambilan Conto merupakan Suatu proses pengambilan sejumlah kecil dari populasi (gas,
cairan, padatan, tumbuhan) yang mewakili sifat fisik dan sifat kimia secara keseluruhan polasi
tersebut.
Tujuan : Untuk menentukan ada atau tidaknya endapan bahan galian (Prospeksi) atau
menentukan bentuk, kadar dan kedudukannya dipermukaan bumi(eksplorasi).
- Komponen Statistik: Berhubungan Dgn angka dari suatu pengambilan conto dan individu
massanya.
Komponen Geologi : Berhubungan Dengan orientasi dan jumlah pengambilan conto.
Komponen fisik, melibatkan 2 conto : proses fisik pada pengambilan conto, sifat fisik dari
populasi yang diambil contonya.
Komponen kimia : Berhubungan Dengan proses kimia pada pengujian akhir suatu conto.
1. Channel sampling : Cara konvensional yang dilakukan pd sumur uji, drits, cross cut, rise,
shaft. pengambilan conto metoda ini membuat saluran selebar 75-100 mm dalamnya 12 mm
memotong bijih atau batuan Samping, pengambilan conto yang ideal harus konstan panjangnya,
lebarnya, dan kedalamanya, utk mengurangi kemungkinan tjd kesalahan dlm memperkirakan
pengambilan conto.
2. Chip sampling : Proses pengambilan conto pada batuan, yang tersingkap, biasanya diterapkan
pada penyelidikan dengan pola teratur dalam kemajuan penambangan.
3. Broken Ore sampling : Pengambilan conto pada sekumpulan batuan yang telah dipisahkan dari
batuan Induknya, baik scr manual maupun scr mekanis.
4. Grab sampling : Seperti broken ore sampling tetapi dilakukan apabila broken ore telah diluar
stope atau sudah diatas alat angkut.
5. Bulk sampling : Pengambilan conto dari conto yang sudah ada.
6. Core sampling dan Cutting : sangat penting dalam penyediaan conto untuk evaluasi dan
kelengkapan data untuk memperluas cadangan bijih pada operasi tambang.
Berdasar materi conto yang diambil maka pengambilan conto dapat dibagi ;
1. Rock sampling : Pengfambilan conto pada batuan dapat berupa singkapan dan badan bijih.
2. Soil Sampling : Pengambilan conto tanah menguntungkan pada daerah yang tidak terlihat
adanya singkapan.
3. Stream sedimen Sampling : Aliran sedimen merupakan tempat pengendapat material.
4. Placer Sampling ; Pengambilan dengan peralatan auger drill, banka bor empire drill dan jet
drill.
5. Water sampling : Dimungkinkan tidak stabil ditempat penampungan yang tidak terlalu lama.
6. Vegetasi sampling : Pengambilan conto hampir sama dengan conto tanah dan conto air.
7. Vapor sampling : efektif untuk pengambilan conto vapor mercury.
Untuk Eksplorasi lanjut untuk Pengambilan conto di permukaan dapat dilakukan dgn 2
cara :
- Cara Pillar : Dilakukan menurut tahapan kerja sebagai berikut : mengambil conto blok batubara
berbentuk 4 persegi panjang dengan lebar 30-45 cm dan luas 450 cm, diteruskan bidang
perlapisan atas dan bawah , yang menandakan batas selang pengambilan conto, conto diambil
secara berkesinambungan dari atap ke lantai.
Cara strip / channel : menggali sebuah channel atau grove ke dalam permukaan batubara
dengan luas paling sedikit 100 cm, kumpulan semua bongkaran hasil diatas lembaran plastik
bersih kemudian mengambil batubara sebanyak 15 kg/m dari ketebalan batubara.
1. Rotary Drilling :
melibatkan semua metode pemboran dalam kegiatan pengambilan conto dengan menghindari
pemukulan dan penghancuran, digunakan untuk material yang lunak sampai setengah kasar,
termasuk :
- Auger drilling : cocok utk kondisi lunak dan dangkal, memuaskan dalam kondisi kering dan
tidak memuaskan untuk kondisi basah,
Conventional auger Drilling : Biasanya dikaitkan dengan truk/traktor, kedalaman rata rata
dapat mencapai 50 m, conto dikeluarkan dalam auger fligh dan conicol mount yang berputar,
Dry stick Auger Drilling : Variasi dari Convensional auger drilling, conto ditarik secara
manual untuk memperkecil kontaminasi.
Hallow auger Drilling : Bentuk khusus dari auger drilling, rongga auger membiarkan core barel
masuk tepat melalui pusat auger yaitu sebagai tempat pengumpul conto.
Conventional rotary drilling : Pengambilan conto untuk batuan keras misal : oksida dan sulfida.
2. Bucket Drilling :
Bentuk perkembangan dari pemboran dalam rangka mengetes pondasi suatu gedung, aplikasi
digunakan untuk pengambilan conto emas Alluvial.
3. Churn Drilling :
Metode Pemboran yang dapat digunakan endapan Emas alluvial, menggunakan casing
berdiameter 20 cm, core masuk dalam casing dengan alat pemecahnya chopping bit dan
dimasukkan aliran air dengan pompa.
4. Percussion Drilling :
Pengambilan conto dengan kedalaman berkisar 150 m, relatif murah tetapi tidak begitu teliti.
6. Vacuum Drilling :
Digunakan utk kedalaman sampai 50 m digunakan utk sistem dalam kondisi batuan yang relatif
lunak.
7. Banka bor :
Untuk eksplorasi endapan Placer didunia.
8. Jet Drilling :
Pemboran yang dilengkapi dengan chasing dan chisel pointed bit, memanfaatkan tenaga
perbedaan muka air.
Preparasi Conto adalah suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperkecil berat dan ukuran
conto yang dapat mewakili seluruh material conto yang diambil.
Pengambilan Conto Pada Material Lepas -> Preparasi I (Cone and Quatering) -> Kantong
Conto -> Preparasi II (Crushing and Grimding) -> Screen -> Splitter-> (Uji
Laboratorium 1,2,3) -> Diagram alir preparasi conto
1. Pengeringan conto dilakukan untuk meyakinkan bahwa terhadap conto tersebut dapat
dilakukan penggerusan dan pembagian conto dengan memakai peralatan tertentu tanpa
kehilangan berat atau terkotori;
2. Pengecilan ukuran butir dilakukan dengan cara pemecahan bongkahan batubara sampai ukuran
tertentu yang menjamin tidak akan merubah kualitas batubara tersebut;
3. Pengadukan conto dilakukan dengan cara mengaduk conto dengan peralatan tertentu untuk
mendapatkan conto yang homogen;
4. Pembagian conto dilakukan dengan cara mengurangi berat conto dengan alat pembagi conto
(riffle) tanpa merubah ukuran butiran, sehingga diperoleh conto yang mewakili seluruh conto
asal.
Penanganan bahan galian dilaboratorium kristal dan mineral meliputi pengamatan sbb :
Bentuk : Mineral mempunyai bentuk yang dibatasi oleh bidang-bidang datar berdasarkan hukum
tertentu dan tetap; Kategori bentuk kristal berdasarkan porosnya :
1. Sistem reguler (tiga poros sama panjang dan saling tegak lurus),
2. Sistem tetragonal (tiga poros saling tegak lurus dan dua diantaranya sama panjang),
3. Sistem rombus (tiga poros saling tregak lurus tetapi tidak sama panjang),
4. Sistem monoklin (tiga poros tidak sama panjang, satu poros tegak lurus terhadap dua poros
lainnya yang saling menyudut),
5. Sistem triklin (tiga poros berbeda panjangnya dan ketiganya saling membentuk sudut miring),
6. Sitem heksagonal (Mempunyai 6 poros 3 diantaranya membentuk sudut 60 yang sama panjang
dan tegak lurus terhadap satu poros lainnya yang dapat lebih panjang/pendek)
Pada laboratorium Petrologi : Bertujuan untuk mengetahui ruang lingkup batuan asal endapan
bahan galian tertsebut sekaligus dapat mengungkapkan tabir tentang Genesa Bahan Galian.
Pengamatan conto secara kristal optik dapat menentukan : indeks bias kristal, sudut
pemadaman, warna interferesi, orientasi kristl dan tanda optik kristal, ortientsi mineral, sumbu
optik kristal.
1. Kadar air (%) (merupaskan perbandingasn antara berat air yang terkandung dalam tanah dg
berat kering tanah),
2. Berat jenis tanah (Perbandingan antara berat butir-butir dengan berat air destilasi di udara dg
volume yang sama dan temperatur tertentu),
3. Batas cair tanah (Kadar air tanah tersebut pada keadaan batas peralihan antara cair dan
keadaan plastis tanah),
4. Batas plastis dan index plastisitas (Kadaer air minimum (%) bagi tanah tersebut yang masih
dalam keadaan plastis).
5. Batas susut (kadar air max dari pengurangan kadar air yang tidak menyebabkan berkurangnya
volume tanah).
6. Distribusi ukuran butir tanah (pengertian tanah yang tidak mengendung butir apabila tertahan
saringan no. 10).
7. Pemadatan tanah (Hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah apabila didapatkan dengan
tenaga pemedatan tertentu),
8. Penilaian CBR,
9. Kecepatan konsolidasi (besarnya penurunan tanah apabila tanah mendapatkan beban),
10. Kuat tekan-bebas tanah kohesif,
11. Geser langsung,
12. Triaxsial (Penentuan parameter geser tanah dengan alat triaxsial pada kondisi consolidated-
undraided tanpa pembacan pengukuran tekanan pori,
13. Kepadatan tanah lapang,
14. Geser putar undrained,
15. Koefisien permeabilitas.
Pada laboratorium mekanika batuan : uji sifaty fisik batuan, uji kuat tekan uniaxsial, uji triaksial,
uji geser langsung, uji keceptan rambat gelombang ultrasonik, uji kuat tarik tidak langsung, uji
schimidt hammer, uji beban titik.
Pada Laboratorium pengolahan bahan galian :
2. Faktor konkresi,
3. Derajat kemagnetan (perbandingan antara material yang tertarik magnet dengan jumlah
material keseluruhan dalam %)
Umpan terbesar; Nip angle (sudut efektif yang dapat menjepit umpan); Reduction ratio
(perbandingan umpan dan produk); derajat liberasi (prosentase terpisahnya butir mineral
terhadap butir mineral keseluruhannya)
1. Satu dimensi (pada sumur uji, conto inti bor, conto sayatan yang diambil pada terowongan dan
conto cuting pemboran);
2. Dua dimensi;
3. Tiga dimensi;
4. Berat;
5. Core dan sludge.
Pengenalan obyek foto udara dan citra satelit dapat dilakukan melalui unsur-unsur
interprestasi :
Pengukuran:
1. Skala citra (membandingkan jarak fokus terhadap ketinggian terbang. skala = f/H; f= fokus, H
= tinggi terbang. Cara lain membandingkan jarak pada citra dan jarak sebenarnya di lapangan.
Skala = d/D),
2. Pengukuran beda tinggi (menggunakan paralaks Bar, dh = (dp . H) /( b + dp) ; b = (d1 + b2)/2,
keterangan : dh= beda tinggi, h = tinggi terbang, dp= beda paralaks A dan B, b= jarak titik pusat
sebenarnya dengan titik pindahan).
Penentuan luas dan volume ; Pengukuran luas dan penyebaran Ekonomi Bahan Galian dapat
dihitung diatas lembar citra : Metode persegi empat, Metode segitiga, Metode strip, Metode
planimetri.
-
1
-
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol
Au
(bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi
(trivalen dan
univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat,
"malleable"
, dan
"ductile"
.
Emas
tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin,
fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat di
nugget
emas atau serbuk di bebatuan dan di
deposit alluvial dan salah satu logam
coinage
. Kode ISO nya adalah XAU. Emas
melebur
dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius (wikipedia
.com).
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa,
kekerasannya berkisar antara 2,5
2
P
N92
61
000m dan dari barat
ke timur E6
72
900m
-
E6
73
200m.
Batas lokasi ini dipilih karena telah mewakili
daerah alterasi mineralisasi. Luas
wilayah dari daerah adalah 1600 x 400 m
P
2
P
.
Lokasi penelitian dapat ditempuh dari
kota Bogor menuju kecamatan Nanggung
menggunakan kendaraan bero
da empat
selama kurang lebih 2 jam, kemudian
harus dilanjutkan dengan berjalan kaki selama
1 jam, dikarenakan medan yang
sulit dijangkau.
I.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 1 bulan, yakni dari bulan Mei
Juni 2008
yang
dilakukan di wilay
ah PT. Antam, Tbk daerah Ciurug, Kubang Cicau,
Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
I.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian akan mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Pemetaan permukaan pada daerah yang telah ditentukan, meliputi
pemetaan
geol
ogi dan alterasi.
2. Pembuatan peta geologi dan sebaran alterasi.
3. Analisis kimia untuk mendukung hubungan kontrol antara batuan
samping, jenis
alterasi dan kandungan Au pada batuan samping teralterasi.
I.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penulisan skrip
si ini ada beberapa manfaat mengenai hubungan
antara alterasi mineral dengan pengontrol batuan samping, sebagai
berikut:
1. Mengetahui efek kontrol batuan samping dengan jenis alterasinya
2. Mengetahui efek kontrol batuan samping dengan kadar Au yang
dihas
ilkan
berdasarkan jenis alterasinya
I.6 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Batuan samping yang terdapat pada daerah penelitian merupakan
batuan
piroklastik
-
4
-
2. Alterasi yang berkembang kuat pada daerah penelitian adalah
argilik
dan
propilitik.
3. Kadar Au pada daerah Kubang Cicau cukup tinggi karena telah
teralterasi
kuat.
4. Batuan samping mengontrol jenis alterasi yang berkembang dan
kadar Au
terkandung pada batuan samping di daerah KP PT Antam, Tbk di
daerah
Kubang
Cicau, Keca
matan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
I.7 Pembatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data analisis pemetaan
permukaan dan data hasil uji geokimia yaitu
X
-
Ray Defraction
dan
Atomic
Absorption Spectometry
batuan conto, tanpa m
enggunakan data bawah permukaan
seperti hasil pengeboran dan hasil uji geofiika.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses ekstraksi logam dari bijihnya dapat dilakukan
dengan tiga teknik pemisahan, yaitu pirometalurgi,
hidrometalurgi. dan elektrometalurgi. Proses pemisahan dengan
metode pirometalurgi membutuhkan waktu yang relatif singkat,
namun harus dilakukan pada suhu tinggi (Sigit, 2000) yang bisa
mencapai 2000
o
C. Teknik pirometalurgi untuk memisahkan
logam seperti emas harus dilakukan pada bijih emas dengan kadar
yang tinggi. Jika dilakukan pada bijih emas yang berkadar rendah
maka penggunaan teknik ini tidak efektif dan efisien.
Hidrometalurgi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan
larutan atau reagen kimia untuk menangkap atau melarutkan
logamnya. Teknik ini dapat diterapkan untuk memisahkan logam
emas dari bijih emas yang berkadar rendah. Hidrometalurgi
dilakukan karena semakin sulitnya ditemukan bijih emas kadar
tinggi, disamping itu bertujuan untuk mengurangi polusi dari
proses pirometalurgi (Habashi, 1997). Teknik lain yaitu dengan
elaktrometalurgi yang memanfaatkan teknik elektrokimia
(elektrolisis) untuk memperoleh logamnya. Untuk skala besar
teknik ini tidak efisien karena membutuhkan energi listrik yang
sangat besar.
Sampai saat ini metode pemisahan yang paling sering
digunakan adalah metode hidrometalurgi (metode ekstraksi
pelarut) karena efektifitas dan efisiensinya dibandingkan metode
pemisahan yang lain. Diantara beberapa metode isolasi logam-
logam yang mempunyai nilai ekonomis, metode ekstraksi pelarut
adalah suatu metode yang telah banyak aplikasinya didalam
bidang industri saat ini (Mojski, 1979 ; Jensen et al, 1980; Lewis
et al, 1975; Mojski, 1980; Zipperian dan Raghavan, 1998).
Teknik hidrometalurgi dapat diterapkan pada bijih emas berkadar
rendah (Habashi,1997). Beberapa keuntungan dari metode
hidrometalurgi yaitu bijih tidak harus dipekatkan melainkan
cukup dihancurkan menjadi bagian yang lebih kecil. Pemakaian
kokas dalam jumlah besar untuk pemanggangan bijih dapat
2
dihilangkan, polusi atmosfer dapat dihindarkan, suhu prosesnya
relatif lebih rendah, reagen yang digunakan relatif murah dan
mudah didapatkan, produk yang dihasilkan mempunyai
kemurnian tinggi, dan masih banyak kelebihan-kelebihan lain
dibandingkan dengan teknik pemisahan yang lain.
Contoh proses hidrometalurgi diantaranya adalah metode
sianidasi (Baraktar, 1995; Zhang et al., 1997). Sianida merupakan
reagen yang paling sering digunakan untuk mengisolasi emas
untuk eksploitasi emas skala industri (Hiskey, 1985 ; Lee, 1994).
Amalgamisasi adalah metode ekstraksi emas dengan cara
pembentukkan amalgam emas-merkuri (William, 2002). Namun,
penggunaan
merkuri pada metode amalgamasi dapat
berdampak mencemari lingkungan, disamping itu %
rekoverinya juga lebih kecil dibandingkan dengan
menggunakan reagen sianida, oleh karena itu, perlu dilakukan
usaha untuk menciptakan metode pemisahan emas alternatif
yang lebih baik (Steele et al, 2000).
Leaching
menggunakan
reagen tiourea (Gonen, 2003).
Leaching
dengan thiosulfat (Ayata,
2005) dan lain-lain.
Diantara reagen-reagen diatas yang paling sering
digunakan adalah sianida baik industri tambang maupun
pertambangan rakyat, sehingga proses yang digunakan untuk
memisahkan emas dari bijihnya disebut sianidasi. Pemisahan
emas dengan menggunakan
metode
leaching
sianida saat ini telah
menjadi proses utama ekstraksi emas skala industr
i
, karena
metode ini menawarkan teknologi yang lebih efektif dan efisien
yaitu: pertama, proses pemisahan
emas dengan cara menyiramkan
larutan sianida pada tumpukan bij
ih emas (diameter bijih < 10
cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur, efektifitas ekstraksi
antara 35
-
65%.
Kedua, dapat
dilakukan dengan cara merendam
bijih emas (diameter <
5 cm) yang sudah dicampur dengan batu
kapur dengan larutan sianida pada bak keda
p, efektifitas ekstraksi
berkisar 40
-
70%.
Ketiga, teknik pemisahan
yang
dapat
dilakukan
dengan cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan
batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan diaerasi
dengan gelembung udara, efektifitas ekstraks
i mencapai 90%.
3
Dalam kaitannya dengan pengolahan, emas urai dengan
kemurnian 50-95% Au dan
campuran Au
-
Ag (
electrum
)
dengan
kemurnian 50% Au dan ukuran butir antara 5
-
150 m serta
berasosiasi secara terbuka dengan mineral induk, cara amalgamasi
dan siani
dasi lebih mudah. Dengan demikian keberhasilan
pengolahan emas umumnya ditentukan oleh kinetika yang
berhubungan erat dengan sifat mineralogi, ukuran dan distribusi
butir, serta mineral sulfida dimana emas tertahan (Gasparini,
1983).
Dibandingkan dengan be
rbagai teknologi pengolahan
untuk memperoleh emas, proses sianidasi konvensional
dapat
dilakukan secara sederhana menggunakan udara sebagai sumber
oksigen karena murah dan mudah diperoleh. Jumlah sianida yang
disediakan dianggap sebanding dengan jumlah oks
igen terlarut
yang berasal dari udara antara 4,6 dan 7,4 mg per liter larutan,
akibatnya membutuhkan waktu 24 jam bahkan sampai 48 jam
untuk memperoleh emas lebih tinggi dari 98% Au (Lorenzen
et
al
, 1992). Gejala ini mencerminkan akibat dari melarutkan uda
ra
didalam
lumpur (
pulp
)
membutuhkan waktu cukup lama untuk
menghasilkan oksigen (O
2
) terlarut lebih besar dari 7,4 mg per
liter larutan. Tetapi dengan kesederhanaannya, proses sianidasi
masih digunakan diberbagai belahan dunia sehingga natrium
sianida (Na
CN) memiliki pengaruh cukup besar terhadap
produksi emas (Liu
,1995;
Yen, 1995). Meskipun demikian,
pengolahan emas yang optimal akan sulit dicapai apabila bijih
yang dikerjakan berasal dari beberapa jenis dengan tanpa
diketahui sifat khas bijihnya. Permasa
lahan utamanya karena
mineral
-
mineral pengotor selain emas seperti Fe dan Cu akan
mengkonsumsi sebagian besar sianida dan oksigen, akibatnya
sianidasi
emas
terhambat (Haque, 1992). Dengan demikian,
proses sianidasi akan melibatkan aneka ragam reaksi sampin
g,
akibatnya kelarutan emas (Au) tergantung pada tipe dan jumlah
unsur pengotor yang terlarut.
Sehingga jenis batuan mineral atau
jenis bijih emas sangat berpengaruh terhadap % rekoveri yang
dihasilkan.
Dengan asumsi bahwa mineralisasi yang berbeda dari
setiap lokasi dan amalgamasi untuk memperoleh emas tidak
4
efisien, perhatian tertuju pada studi pelarutan emas menggunakan
larutan
natrium
sianida (
Na
CN) pada proses sianidasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelarutan emas dari
bijihnya m
elalui cara pelindian menggunakan potassium sianida
(sianidasi)
pada rentang waktu yang divariasi dan pengaruh
preaerasi sebelum sianidasi.
1.2
Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, banyak parameter yang harus
dijaga saat proses
leaching
untuk ekstraksi emas dari bijihnya
agar hasil yang diperoleh maksimal. Parameter-
parameter tersebut
diantaranya adalah konsentrasi sianida, tingkat kebasaan,
perbandingan antara padatan dan larutan sianida, oksigen terlarut
baik sebelum dan pada saat sian
idasi. Kemudian waktu tinggal
(
retention time
). Permasalahan pada penelitian ini adalah
mengetahui bagaimana pengaruh aerasi dan waktu sianidasi
terhadap % rekoveri emas yang dihasilkan dari proses sianidasi
batuan mineral yang berasal dari Tulung
a
gung ini
. Karena p
ada
dasarnya semakin tinggi oksigen
terlarut
maka reaksi semakin
cepat,
namun
jenis mineral juga berpengaruh
terhadap hasil
rekoverinya terutama untuk bijih emas kadar rendah.
1.3
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk m
engetahui
pengaruh perlakuan
pre
aerasi
dan waktu sianidasi
selama proses
leaching terhadap hasil rekoveri
Au terlarut.