You are on page 1of 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian
pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak.3,7,8
Mata memiliki struktur sebagai berikut :
a. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih dan
relatif kuat.
b. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian sklera.
c. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris,
pupil, dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
d. Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
e. Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di
depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara
merubah ukuran pupil.
f. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung di antara aqueus humor dan vitreus
humor, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
g. Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata,
berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
h. Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke otak.
i. Aqueus humor : cairan jernih dan encer yang mengalir di antara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan
kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.
j. Vitreus humor : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata)
Gambar 1.
Anatomi Mata3

A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi
untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Ke arah
depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, sedangkan ke arah belakang
berhubungan dengan badan kaca. Lensa mata digantung oleh zunula zinii (ligamentum
suspensorium lentis) yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan
posterior lensa lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula
lentis yang bekerja sebagai membran yang semipermeabel, yang akan memperbolehkan air
dan elektrolit untuk masuk.3,7,8
Di sebelah depan lensa terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan pertambahan usia, serat-serat lamelar subepitel terus
diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus
dan korteks terbentuk dengan persambungan lamela ini, sehingga dari ujung ke ujung
berbentuk (Y) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk (Y) tegak di anterior dan terbalik di
posterior. Lensa ditahan berada di tempatnya oleh ligamen yang dikenal sebagai zonula
zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam
ekuator lensa.3,7,8
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi di antara jaringan-
jaringan tubuh yang lain), serta sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan
tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak
ada serabut nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.3,7,8

Gambar 2. Lensa7

B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris akan berelaksasi,
menegangkan serat zonula zinii, dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil. Dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris akan berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.2,7
Pada orang dewasa lensa mata lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, di mana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng,
warnanya kekuningan, kurang jernih, dan tampak seperti gray reflek atau senil reflek,
yang sering disangka sebagai katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang
elastis dan daya akomodasinya perlahan akan semakin berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, di mana pada orang Indonesia dimulai kebanyakan pada usia 40 tahun.2,7

C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit yang melibatkan lensa adalah
pemeriksaan tajam penglihatan dan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, penlight,
dan loop. Sebaiknya pemeriksaan lensa dilakukan dengan keadaan pupil dilatasi.8

D. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (natrium dan
kalium). Kedua kation tersebut berasal dari aqueus humor dan vitreus humor. Kadar kalium
di bagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar natrium lebih
tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
aqueus humor, dari luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.7
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribosa, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang
mengubah glukosa menjadi sorbitol dan sorbitol akan diubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.7
II. DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor satu di seluruh dunia. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin
terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes mellitus), merokok,
dan faktor herediter. Kata katarak berasal dari bahasa Yunani katarraktes yang berarti
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular di mana keadaan mata seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada
lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses penuaan sehingga memberikan
gambaran area berawan atau putih.3,8
Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga
penderita katarak mengalami gangguan penglihatan di mana objek terlihat kabur. Mereka
yang mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak
apabila kekeruhan tidak terletak di bagian tengah lensanya.3,8

Gambar 3. Gambaran Katarak8

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan tetapi terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu secara
tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata
yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.3,8
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka
pengangkatan lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada >90% kasus, sisanya
mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius
misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infeksi yang menghambat pemulihan daya
pandang.3,8

Gambar 4. Gambaran Katarak8


III. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. Sebanyak 20-40% orang
yang berusia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sementara itu, pada usia 80 tahun ke atas insidensinya mencapai 60-80%.
Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar antara 2-4 setiap 10.000 kelahiran.
Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, setiap tahun ada
20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi yang menyebabkan lensa
mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti
merokok, paparan sinar ultraviolet yang tinggi, alkohol, defisiensi vitamin E, radang
menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor atau pabrik yang mengandung timbal.3,8
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma
kimia juga dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak yang disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan atau infeksi ketika hamil
atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan
metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3

V. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan hambatan jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori juga menyebutkan terjadi kondisi terputusnya protein lensa normal
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi di mana terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa
yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari
lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yang menyebabkan kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula di mana serabut kolagen
pada lensa terus bertambah, sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di
tengah lensa. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga
terjadilah sklerosis nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopia
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel semakin tipis
a. Sel epitel (sel germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat iregular
b. Pada korteks jelas terlihat kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama - kelamaan merubah protein
nukleus lensa, di mana warna coklat protein lensa nucleus pada penderita
katarak mengandung lebih banyak histidin dan triptofan dibandingkan lensa
normal
d. Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat kolagen muda. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan pada serabut halus
multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa akan
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan protein lensa menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke
retina.8

Gambar 5. Perbandingan Penglihatan Normal dan Penglihatan Katarak8

VI. KLASIFIKASI
Tabel 1. Klasifikasi Katarak4

Morfologi Maturitas Onset


Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni

A. Definisi dan epidemiologi katarak senilis


Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses degeneratif
dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dair 90% individu
mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata
terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar ultraviolet
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

B. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin
dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna
untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif
sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk
menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.6,8
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal
Gambar 6. Alur perkembangan katarak senilis kortikal8

Terjadi proses di mana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan penurunan
asam amino dan kalium yang mengakibatkan kadar natrium meningkat. Hal ini
menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti oleh koagulasi protein.5
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
a. Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat diperhatikan
menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.8
b. Katarak insipien
Merupakan tahap di mana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya area yang
jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau
dapat dimulai dari sentral (kupuliform).3,5

Gambar 7. Katarak insipien5


c. Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa. Volume lensa
dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif,
dan dapat terjadi glaukoma sekunder.3,5

Gambar 8. Katarak imatur5


d. Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi ion
kalsium dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus
berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,5

Gambar 9. Katarak matur5

e. Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan keluar
dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengkerut.3,5

Gambar 10. Katarak hipermatur5


f. Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa menggenang bebas
di dalam kantung kapsul. Pengerutan dapat berjalan terus dan menyebabkan hubungan
dengan zonula Zinii menjadi longgar.3,5

Tabel 2. Perbedaan stadium katarak4


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka/ tertutup
lisis
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis fakotoksik,
fakomorfik glaukoma fakolitik

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa, hal ini menyebabkan lensa menjadi
keras dan kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui
proses sklerotik, dimana lensa kehilangan daya elastisitas dan menjadi keras, yang
mengakibatkan menurunnya kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya
yang melewati lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna
terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat
(katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna
merah (katarak rubra).5,6
Gambar
11. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra6

VII. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi tergantung
pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
a. Penurunan visus
b. Silau
c. Perubahan miopik
d. Diplopia monokular
e. Halo berwarna
f. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3
a. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
b. Pemeriksaan iluminasi oblik
c. Shadow test positif pada katarak imatur
d. Oftalmoskopi direk menunjukkan gejala katarak
e. Pemeriksaan slitlamp menunjukkan gejala katarak
Tabel 3. Derajat kekerasan nukleus yang dapat dilihat pada slitlamp5
VIII. DIAGNOSA
Diagnosa katarak senilis dapat ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium pre-operasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat
memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.6
Pemeriksaan slitlamp sebaiknya tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas
lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, dan bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak
hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak
senilis. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
intergritas bagian belakang mata harus dilakukan.8

IX. DIAGNOSIS BANDING


Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan dengan
kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy of
prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).5

X. TATA LAKSANA
Terapi untuk katarak yang masih tipis dapat dibantu dengan menggunakan
kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam penglihatan, sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi bersamaan dengan penyakit
mata lainnya, seperti uveitis, glaukoma, dan/atau retinopati diabetikum. Selain itu, operasi
harus dilakukan jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan
dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan
katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya.3
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,
medis, dan kosmetik.8
a. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
b. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada
retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
c. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
(meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang
hitam.
Persiapan pre-operasi katarak meliputi6
a. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
b. Pemberian informed consent
c. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
d. Pemberian tetes antibiotik setiap 6 jam
e. Pemberian sedatif ringan (diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas
f. Pada hari operasi, pasien dipuasakan
g. Pupil dilebarkan dengan midriatikum tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan
diberikan setiap 15 menit
h. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau anti
glaukoma. Akan tetapi, untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan
pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia dan obat antidiabetik dapat diteruskan
sehari setelah operasi.
Pemberian tindakan anestesi pada pasien8
a. Anestesi umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi mental,
juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik yang tidak
mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
b. Anestesi lokal :
i. Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum 25
mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan tekanan intra okuler, serta
hilangnya refleks oculo-cardiac (stimulasi pada nervus vagus yang diakibatkan
stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa
menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
a) Perdarahan retrobulbar
b) Rusaknya saraf optik
c) Perforasi bola mata
d) Injeksi nervus opticus
e) Infeksi
ii. Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5 mm
dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan di antara ekuator bola
mata.
iii. Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine 2%)
yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infus larutan lidokain 1%,
biasanya dilakukan selama hidrodiseksi.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu :
a. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa
dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata melalui insisi
korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan pada keadaan subluksasi
dan dislokasi lensa. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang popular untuk waktu yang sangat lama. ICCE tidak boleh dilakukan atau
merupakan kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.3,6,8

Gambar 12. Teknik ICCE8


b. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak di mana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat
keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, kelainan
endotel, implantasi lensa intra okular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra
okular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca, ada
riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan edema sistoid makular, pasca bedah ablasi,
serta untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder.3,6,8
Gambar 13. Teknik ECCE6

Gambar 14. ECCE dengan pemasangan IOL (Intra-occular Lens)6

c. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada teknik ini hanya diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea.
Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah IOL yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena insisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat
dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.3,6,8
Gambar 15. Fakoemulsifikasi6

d. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap
dikatakan SICS sejak desain arsitekturnya dilakukan tanpa jahitan. Penutupan luka insisi
terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium
katarak imatur, matur, dan hipermatur. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus
glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.6

Tabel 4. Perbandingan keuntungan dan kerugian teknik bedah katarak


Jenis teknik Keuntungan Kerugian
bedah katarak
Extra capsular Insisi kecil Kekeruhan pada kapsul
cataract Tidak ada komplikasi vitreus posterior
extraction (ECCE) Kejadian endophtalmodonesis Dapat terjadi perlengketan
lebih sedikit iris dengan kapsul
Edema sistoid makula lebih
jarang
Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan
Intra capsular Semua komponen lensa Insisi lebih besar
cataract diangkat Edema sistoid pada makula
extraction (ICCE) Komplikasi pada vitreus
Sulit pada usia < 40 tahun
Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi Insisi paling kecil Memerlukan dilatasi pupil
Astigmatisma jarang terjadi yang baik
Pendarahan lebih sedikit Pelebaran luka jika ada IOL
Teknik paling cepat

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal,
postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular.6
A. Komplikasi preoperatif
1. Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
2. Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol.
Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
3. Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topikal preoperatif,
ditangani dengan penundaan operasi selama dua hari.
4. Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama satu hari
dan diperlukan penundaan operasi selama dua hari.
B. Komplikasi intraoperatif
1. Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
2. Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi
ke bilik mata depan.
3. Cedera pada kornea (robekan membrane Descement), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
4. Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
5. Lepas atau hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu paska operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).

XII. UPAYA PREVENTIF DAN PROMOTIF


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah
faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat seperti
mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet
dengan menggunakan kaca mata gelap, dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan
(seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat mencegah perkembangan
katarak senilis.5
Bagi perokok sebaiknya diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi
radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, dianjurkan juga untuk
mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang, memperbanyak porsi buah dan sayuran,
melindungi mata dari sinar ultraviolet, selalu menggunakan kaca mata gelap ketika berada
di bawah sinar matahari, serta melindungi juga diri dari penyakit metabolik seperti diabetes
mellitus.6

XIII. PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara definitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk
pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien
katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina
membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital
unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif
lambat.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill; 2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company ;
2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011. (e-
book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 18 Juli 2017.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.
7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi dan
Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
9. Arimbi, A.T. Faktor-faktor yang berhubungan dengan katarak degeneratif di RSUD Budhi
Asih. 2014

You might also like