You are on page 1of 41

PRESENTASI KASUS

Seorang anak lelaki 2 tahun 6 bulan dengan kejang demam


kompleks, tonsilofaringitis akut, gizi baik,
normoweight, stunted

Oleh :
Eldya Yohaningtyas G99162131/H-10
Kartika Ayu Permata S G99161051/H-11

Pembimbing :
Pudjiastuti, dr.,Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. DRP
Umur : 2 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Lelaki
Tanggal Lahir : 22 Desember 2014
Agama : Islam
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 94 cm
Alamat : Ngledok, Karanganyar
Tanggal masuk : 3 Juli 2017
No. RM : 01384116

I. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Menurut ibu pasien kurang lebih 1,5 jam SMRS pasien mengalami kejang.
Kejang berlangsung selama kurang dari 2 menit. Kejang seluruh tubuh,
dengan posisi tangan dan kaki kaku, mata melirik ke atas. Kemudian tanpa
pemberian obat anti kejang, kejang berhenti sendiri, dan setelah kejang pasien
sadar. Kejang disertai demam dan batuk. Oleh orang tua, pasien diberi obat
penurun panas. Panas turun oleh pemberian obat, tapi kemudian demam
kembali, batuk tidak berkurang. Tidak ada nyeri telan, tidak ada mual muntah,
tidak ada keluar cairan dari telinga. Kurang lebih setengah jam kemudian
pasien kembali kejang, kejang diseluruh tubuh selama kurang dari 2 menit,
kejang berhenti tanpa obat, pasien kembali sadar dan menangis . Oleh orang

2
tua pasien kemudian dibawa ke RSDM, menurut orang tua pasien dalam
perjalanan kembali kejang, kejang diseluruh tubuh, pasien masih demam dan
batuk. Kejang berlangsung sekitar 2 menit, kemudian setelah kejang pasien
sadar kembali. Selama sakit nafsu makan pasien berkurang, tidak ada mual
muntah. BAB normal 1x sehari tidak ada nyeri saat buang air kecil, buang air
kecil jumlah banyak, warna kuning jernih, dan saat BAK pasien tidak
mengejan. Buang air kecil terakhir saat di IGD.
Saat tiba di IGD pasien sadar penuh, sudah tidak kejang, masih demam,
tidak ada muntah, batuk masih didapatkan, tidak ada pilek. BAK (+) di popok.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang deman : (+) kejang demam sebelumnya
saat usia 1 tahun
Riwayat mondok : (+) dengan diagnosis kejang
demam, DHF, radang paru
Riwayat pengobatan rutin anti kejang : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang demam : (+) ayah kejang demam
Riwayat epilepsi : disangkal

E. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien lahir dari ibu usia 25 tahun dengan umur kehamilan 7 bulan secara
spontan di RS Karanganyar dengan keterangan ketuban pecah dini berat badan
lahir 2300 gram dan panjang 46 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir
dan tidak ada kebiruan. Selama hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan
kehamilan di bidan. Pada trimester I ibu pasien melakukan kontrol sebanyak1x
dalam 2 bulan. Pada trimester II ibu pasien melakukan kontrol sebanyak

3
1x/bulan dan pada trimester ke III juga melakukan kontrol 1x/minggu. Tidak ada
keluhan selama kehamilan. Obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan
meliputi vitamin dan tablet penambah darah. Kesan riwayat kehamilan dan
persalinan dalam batas normal.

F. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1bulan - - -
2. DPT 2bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9bulan - - -
5. Hepatitis Lahir 2 bulan 3 bulan -
B

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Kemenkes 2014

G. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan


Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 7 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berjalan : 16 bulan
Bahasa
Bersuara aah/ooh : 3 bulan
Berbicara : 24 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 4 bulan
Personal sosial

4
Tersenyum : 2 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Saat ini pasien berusia 2 tahun 6 bulan, pasien sehari -hari bermain
dengan teman seusianya.
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak


1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan
ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya
lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari
satu potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa
dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi
menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang.
Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

M. Pohon Keluarga

5
I

II

III
An. DRP,
2 tahun 6 bulan, 13
kg

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : GCS E3V5M6
Status gizi : kesan gizi cukup
Tanda vital
BB : 13 kg
TB : 91 cm
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 32 x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 38 C (per axiler)
SiO2 : 98%
Isaac Score :
- demam (+)
- tidak batuk (-)
- pembesaran kelenjar leher anterior (+)
- usia (+)
Total : 4

Kulit : warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)


Kepala : mesosefal, UUB sudah menutup, LK= 45 cm (LK <-2 SD
skala Nellhouse)

6
Mata :mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa basah (+), uvula ditengah, tonsil T2-
T2 hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Telinga : normotia, sekret (-/-)
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi :retroaurikuler : tidak membesar
submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : bj I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat.
Urogenital : phimosis (-)
Ekstremitas :
akral dingin - - sianosis
- -
- - - -
7
edema wasting
- - - -
- - - -

ADP teraba kuat, CRT <2

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : koordinasi baik, kekuatan +5 +5
+5 +5
Sensorik : belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis :R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)

Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)


BB :13kg
TB :94 cm

Status gizi :

BB/U : 13/13.1 x 100 % = 99.23 % (-2 SD < BB/U < 0 SD) normoweight

8
TB/U : 94/93 x 100 % = 101.07 % (-2 SD < TB/U < 0 SD) stunted
BB/TB : 13/13.9 x 100 % = 93.52% (-1SD<BB/TB<1SD) gizi baik
Kesan : Gizi baik secara antropometri (WHO, 2010)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tabel 1.1. Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 4 Juli 2017
Hematologi rutin
Hb 11,6 g/dL
Hct 34 %
AL 13.4.103 /L
AT 411.103 /L
AE 4.49.106/L
Indeks eritrosit
MCV 80.0/um
MCH 28.0 pg
MCHC 34.0g/dl
RDW 12.5%
MPV 7.2 fl
PDW 16 %
Hitung jenis
Eosinofil 1.00%
Basofil 0.20%
Neutrofil 72.00%
Limfosit 60.0%
Monosit 4.40 %
Kimia klinik
Glukosa Darah Sewaktu 95 mg/dl
Elektrolit
Natrium darah 136 mmol/L
Kalium darah 3.8 mmol/L
Kesan : normokrom, normosit, eritroblast (-) , tidak menunjukkan kelainan primer
hematologi

V. RESUME
Menurut ibu pasien kurang lebih 1,5 jam SMRS pasien mengalami kejang.
Kejang berlangsung selama kurang dari 2 menit. Kejang seluruh tubuh,
dengan posisi tangan dan kaki kaku, mata melirik ke atas. Kurang lebih

9
setengah jam kemudian pasien kembali kejang, kejang diseluruh tubuh. Tidak
berapa lama pasien kejang lagi, kemudian oleh orang tua dibawa ke RSDM,
menurut orang tua pasien kembali kejang, kejang diseluruh tubuh, pasien
masih demam dan batuk. Kejang berlangsung sekitar 2 menit, kemudian
setelah kejang pasien sadar kembali.
Riwayat kelahiran, lahir dengan usia kehamilan 7 bulan, pemeliharaan
postnatal baik. Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai
kemenkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, pasien sadar dan
gizi kesan baik. Pemeriksaan tenggorokan didapat faring hiperemis, tonsil
T2-T2 hiperemis. Tanda vital: N: 88x/menit, RR: 32x/menit, t= 38 oC,
pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Status gizi secara antropometris:
gizi baik. Pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Juli 2017 didapatkan, Hb: 11,6
g/dL, Hct: 34 %, AE: 4.49..106/L, AL: 13.4.103/L, AT: 411.102/L, GDS :
95 mg/dl , Na: 136 mmol/L, K: 3.8 mmol/L, Cl: 1.04 mmol/L.

IV. DAFTAR MASALAH


Anak lelaki umur 2 tahun 6 bulan dengan :
- Kejang kurang dari 2 menit, seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, mata
melirik keatas
- Demam tinggi
- Batuk berdahak
- Tonsil T2-T2 hiperemis
- Faring hiperemis (+)
- Riwayat kejang sebelumnya (+)
- Riwayat kejang pada keluarga (+)

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Tersangka Kejang demam kompleks ec TFA dd meningitis dd encephalitis

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. Tersangka kejang demam kompleks ec TFA dd meningitis dd encephalitis
2. Tonsilofaringitis akut

10
3. Gizi baik, normoweight, stunted

VII. PENATALAKSANAAN
a. Rawat bangsal neurologi anak
b. O2 2lpm/nk bila perlu
c. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari + susu 3x150 ml
d. IVFD D5 NS 46 cc/jam ~ 12 tpm
e. Inj ampicilin-subactam (25mg/kgBB/6jam) 400mg/6jam
f. Parasetamol (10mg/kgBB/8jam) ) 130mg/8jam
g. Diazepam 0.3 mg/kgBB/8 jam ~ 4 mg/8 jam per oral (bila suhu > 38.5
)
C
Monitoring
1. Kondisi umum dan vital sign, saturasi oksigen per 4 jam
2. Balance cairan per 8 jam
3. Awasi tanda-tanda timbulnya kejang

Planning
1. Pemeriksaan gambaran darah tepi
2. Pemeriksaan urinalisis dan feses rutin
3. Lumbal pungsi

Edukasi
Kompres hangat jika demam dan menerangkan kondisi pasien terhadap
orang tua pasien

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

IX. FOLLOW UP
1. 4 Juli 2017 pukul 06:00 (dalam perawatan hari I)

11
S: demam (+) makan (+)
batuk (+) berkurang minum (+)
pilek (-) BAK (+)
muntah (-) BAB (-)
sesak napas (-) kejang (-)

O:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos mentis, kesadaran
kuantitatif GCS E4V5M6, gizi kesan baik.
b. Tanda Vital:
Suhu : 38,9 C (per axilla)
Nadi : 148 kali/menit, kuat
Frekuensi napas : 25 kali/menit
SiO2 : 99%
Balance Cairan : belum dapat dievaluasi
Diuresis : belum dapat dievaluasi
Kulit : warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)
Kepala : mesosefal, UUB sudah menutup, LK= 45 cm (LK <-2 SD
skala Nellhouse)
Mata :mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa basah (+), uvula ditengah, tonsil T2-
T2 hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Telinga : normotia, sekret (-/-)
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi : retroaurikuler : tidak membesar
submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

12
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : bj I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : sonor / sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat.
Urogenital : phimosis (-)
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Edema Wasting
- - - -
- - - -

ADP teraba kuat, CRT <2

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : koordinasi baik, kekuatan +5 +5
+5 +5
Sensorik : superfisial, propioseptif, visceral, khusus dalam batas
normal
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)

13
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)

Tabel 1.2. Pemeriksaan Laboratorium gambaran darah tepi tanggal 4 Juli 2017

Eritrosit Normokrom, normosit, eritroblast (-)


Leukosit Jumlah dalam batas normal,sel muda (-)
Trombosit Jumlah dalam batas normal,makrotrombosit, clumping
(+), di beberapa lapang pandang
Simpulan Gambaran darah tepi tidak menunjukkan kelainan primer
hematologi

A:
1. Tersangka kejang demam kompleks ec TFA dd meningitis dd encephalitis
2. Tonsilofaringitis akut
3. Gizi baik, normoweight, stunted

P: Terapi :
1. O2 2lpm/nk bila perlu
2. Diet nasi lauk 1000 kkal + susu 3x150 ml
3. IVFD D51/2 NS 46 ml/jam
4. Inj ampicilin-subactam (25mg/kgBB/6jam) 400mg/6jam (hari I)
5. Inj. Parasetamol (10mg/kgBB/8 jam) 125 mg/8jam 3xcthI p.o
6. Inj. Diazepam (0,3 mg/kgBB/ 8 jam) 4 mg p.o bila t> 38C

14
7. Bila kejang loading sibital 20 mg/kgBB 250 mg IV selanjutnya
maintance 5 mg/kgBB 35 mg/12 jam IV
Plan :
- feses urin
- kultur swab tenggorok
Monitoring
1. Kondisi umum dan vital sign, saturasi oksigen per 4 jam
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Awasi kejang berulang

2. Follow up 5 Juli 2017 06.00 (dalam perawatan hari II)


S: bebas demam h-1, tidak didapat kejang, BAB cair (-), mual muntah (-),
BAK (+), batuk (-), pilek (-), sesak napas (-), makan (+), minum (+).

O:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos mentis, kesadaran
kuantitatif GCS E4V5M6, gizi kesan baik.
b. Tanda Vital:
Suhu : 37,3 C (per axilla)
Nadi : 115 kali/menit, kuat
Frekuensi napas : 32 kali/menit
SiO2 : 99%
Balance cairan : +283 ml/hari
Diuresis : 1,1 ml/kgBB/jam
Kulit : warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)
Kepala : mesosefal, UUB sudah menutup, LK= 45 cm (LK <-2 SD
skala Nellhouse)
Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

15
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa basah (+), uvula ditengah, tonsil T2-
T2 hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Telinga : normotia, sekret (-/-)
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi :retroaurikuler : tidak membesar
submandibuler: tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : bj I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : sonor / sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat.
Urogenital : phimosis (-)
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Edema Wasting
- - - -
- - - -
16
ADP teraba kuat, CRT <2

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : koordinasi baik, kekuatan +5 +5
+5 6+5
Sensorik : superfisial, propioseptif, visceral, khusus dalam batas
normal

Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)


R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)

Tabel 1.3. Pemeriksaan Laboratorium urinalisa tanggal 5 Juli 2017

Sekresi
Makroskopis
Warna Dark yellow
Kejernihan Cloudy
Kimia Urin
Berat jenis 1.000
pH 6.0
Leukosit Negatif
Nitrit Negatif
Protein Negatif

17
Glukosa Normal
Keton Negatif
Urobilinogen 2 mg/dL
Bilirubin Negatif
Eritrosit Negatif
Mikroskopis
Eritrosit 8.1 /uL
Leukosit 9/ LPB
Epitel
Epitel skuamosa Negatif
Epitel transisional Negatif
Epitel bulat Negatif
Silinder
Hyline 0/LPK
Granulated Negatif

Tabel 1.4. Pemeriksaan Parasitologis Tinja tanggal 5 Juli 2017

Makroskopis
Konsistensi Lunak
Warna Coklat gelap
Lendir Negatif
Lemak Negatif
Pus Negatif
Makanan tidak tercerna Negatif
Parasit Negatif
Mikroskopis
Sel epitel Negatif
Leukosit Negatif
Eritrosit Negatif benzidin test (-)
Makanan tidak tercerna Negatif
Telur cacing Negatif
Larva cacing Negatif
Proglotid cacing Negatif
Protozoa Negatif
Yeast/pseudohifa Negatif

A:

18
1. Tersangka kejang demam kompleks ec TFA dd meningitis dd
encephalitis
2. Tonsilofaringitis akut
3. Gizi baik, normoweight, stunted
P : Terapi :
1. O2 2lpm/nk bila perlu
2. Diet nasi lauk 1000 kkal + susu 3x150 ml
3. Inj ampicilin-subactam (25mg/kgBB/6jam) ) 400mg/6jam (hariII)
4. IVFD D51/2 NS 46 ml/jam
5. Bila kejang loading sibital 20 mg/kgBB 250 mg IV selanjutnya
maintance 5 mg/kgBB 35 mg/12 jam IV
6. Parasetamol (10mg/kgBB/8 jam) 3 x cthI

Plan :
- tunggu hasil swab tenggorok (4 juli 2017)
- lumbal pungsi
- konsul anestesi dan mata
- puasa sejak pukul 04.00
Monitoring
1. Kondisi umum dan vital sign, saturasi oksigen per 4 jam
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Awasi kejang berulang

Follow up 6 Juli 2017 06.00 (dalam perawatan hari III)


S: bebas demam h-2, tidak didapatkan kejang, BAB cair (-), mual muntah (-),
BAK (+), batuk (-), pilek (-), sesak napas (-), makan (+), minum (+).

O:
c. Keadaan Umum:

19
Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos mentis, kesadaran
kuantitatif GCS E4V5M6, gizi kesan baik.
d. Tanda Vital:
Suhu : 36,6 C (per axilla)
Nadi : 100 kali/menit, kuat
Frekuensi napas : 24 kali/menit
SiO2 : 99%
Balance Cairan : +233 ml/hari
Diuresis : 1,15 ml/kgBB/jam
Kulit : warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)
Kepala : mesosefal, UUB sudah menutup, LK= 45 cm (LK <-2 SD
skala Nellhouse)
Mata :mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa basah (+), uvula ditengah, tonsil T2-
T2 hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Telinga : normotia, sekret (-/-)
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi :retroaurikuler : tidak membesar
submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : bj I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : sonor / sonor di semua lapang paru

20
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat.
Urogenital : phimosis (-)
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Edema Wasting
- - - -
- - - -

ADP teraba kuat, CRT <2

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : koordinasi baik, kekuatan +5 +5
+5 +5
Sensorik : superfisial, propioseptif, visceral, khusus dalam batas
normal
Reflek Fisiologis :R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)

21
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)

Tabel 1.5 Hasil pemeriksaan Lab (06 Juli 2017 pukul 12.41)
Analisa cairan otak
Makroskopis
Warna Tidak berwarna
Kejernihan Jernih
Bekuan Tidak ada bekuan
Tes pandy Negatif
Tes none Negatif
Protein total 21 mg/dl
Glukosa 59 mg/dl
Jumlah sel 1/ L
Hitung jenis sel PMN 0%
Hitung jenis MN 100%

A:
1. Kejang demam kompleks ec TFA
2. Tonsilofaringitis akut
3. Gizi baik, normoweight, stunted

P : Terapi
1. Diet nasi lauk 1000 kkal + susu 3x150 ml
2. IVFD D51/2 NS 46 ml/jam
3. Inj ampicilin-subactam (25mg/kgBB/6jam) ) 400mg/6jam (hari III)
4. Bila kejang loading sibital 20 mg/kgBB 250 mg IV selanjutnya
maintance 5 mg/kgBB 35 mg/12 jam IV
5. Parasetamol (10mg/kgBB/8 jam) 3 x cth I

Plan :
- tunggu hasil swab tenggorok (4 juli 2017)

Monitoring
1. Kondisi umum dan vital sign, saturasi oksigen per 4 jam

22
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Awasi kejang berulang

Follow up 7 Juli 2017 06.00 (dalam hari perawatan IV)


S: bebas demam h-3, tidak didapatkan kejang, BAB cair (-), mual muntah (-),
BAK (+), batuk (-), pilek (-), sesak napas (-), makan (+), minum (+).
O:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran kualitatif compos mentis, kesadaran
kuantitatif GCS E4V5M6, gizi kesan baik.
b. Tanda Vital:
Suhu : 36,3 C (per axilla)
Nadi : 100 kali/menit, kuat
Frekuensi napas : 28 kali/menit
SiO2 : 99%
Balance cairan : +203 ml/hari
Diuresis : 1,5 ml/kgBB/jam
Kulit : warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)
Kepala : mesosefal, UUB sudah menutup, LK= 45 cm (LK <-2 SD
skala Nellhouse)
Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa basah (+), uvula ditengah, tonsil T2-
T2 hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Telinga : normotia, sekret (-/-)
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi : retroaurikuler : tidak membesar
submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

23
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : bj I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : sonor / sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat.
Urogenital : phimosis (-)
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Edema Wasting
- - - -
- - - -

ADP teraba kuat, CRT <2

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : koordinasi baik, kekuatan +5 +5
+5 +5
Sensorik : superfisial, propioseptif, visceral, khusus dalam batas
normal

Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)

24
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)

A:
1. Kejang demam kompleks ec TFA
2. Tonsilofaringitsi akut (perbaikan)
3. Gizi baik, normoweight, stunted
Terapi
1. Diet nasi lauk 1000 kkal + susu 3x150 ml
2. IVFD D51/2 NS 46 ml/jam
3. Ampicilin-subactam (25mg/kgBB/6jam) ) 400mg/6jam (hari IV)
P.O
4. Bila kejang 0,3mg/kgBB/kali P.O/ rektal 0,5 mg/kgBB/kali
5. Parasetamol (10mg/kgBB/8 jam) 3 x cthI

Plan :
- BLPL hari ini
-tunggu hasil swab tenggorok (4 juli 2017)

Monitoring
1. Kondisi umum dan vital sign, saturasi oksigen per 4 jam
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Awasi kejang berulang

25
BAB II
ANALISIS KASUS

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( diatas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang
demam ini terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun. Di Asia
dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17
23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki laki.12 Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 11,12 Pada kasus
ini pasien lelaki berusia 2 tahun 6 bulan, pasien masuk dalam kategori kejang
dengan demam.
Penegakan diagnosis untuk kejang demam kompleks adalah sebagai berikut
kejang yang berlangsung lama, lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam. Kejang berbentuk kejang fokal yaitu kejang yang hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh. Kejang berulang lebih dari 1 kali dalam
waktu 24 jam di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi
16% di antara anak yang mengalami kejang demam.12,13 Sekitar 30% pasien
kejang demam ditemui dengan keadaan kejang demam kompleks. Pada pasien ini

26
mengalami kejang berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar, maka dapat dikategorikan sebagai kejang demam kompleks.
Pada kejang demam selalu didapatkan demam yang tinggi, kejang timbul
bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat
infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, infeksi
saluran napas atas (ISPA), infeksi saluran kemih (ISK) dan sebagainya. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.6 Bila dalam riwayat
penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode periode dimana anak
menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka
pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini
ada penyebabnya.13 Pada pasien ini adanya batuk, tidak ditemukan adanya nyeri
saat BAK, buang air kecil banyak, kuning jernih dan tidak ada mengejan, tidak
ditemukan adanya keluarnya cairan dari telinga, tidak ada nyeri telan, serta tidak
ada mual muntah. Pada pasien didapatkan adanya tonsilofaringitis yang dapat
menyebabkan kenaikan suhu tubuhnya.
Pemantauan terhadap kejang demam perlu dengan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti lumpal pungsi jika curiga mengarah ke meningitis, risiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 0,7%. Lumbal pungsi dianjurkan
pada bayi berusia kurang dari 12 bulan, bayi berusia antara 12 18 bulan, dan
bayi > 18 bulan tidak rutin dianjurkan. Adapun kontraindikasi dilakukan lumbal
pungsi apabila terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial. EEG oleh karena
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, EEG masih dapat dilakukan pada

27
keadaan kejang demam yang tidak khas misalnya kejang demam kompleks. Foto
X-ray, tidak perlu dilakukan karena tidak ada tanda neurodefisiensi. Pada pasien
ini dilakukan rencana untuk lumbal pungsi karena untuk menyingkirkan
diagnosis banding meningitis.
Setelah dilakukan diagnosis yaitu kejang demam kompleks karena kejang
terjadi berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam, pasien diberikan tatalaksana
sesuai Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2016. Pasien di rawat
inap karena kejang demam yang terjadi pertama. Hal tersebut dilakukan untuk
memantau penyebab kejang yang dialami pasien. Penyebab demam sudah
ditemukan yaitu adanya Tonsilofaringitis akut dengan Isaac score 4. Agar pilihan
obat sesuai perlu dilakukan kultur swap tenggorokan, namun sembari menunggu
hasil kultur yang memakan waktu 1 minggu, dilakukan terapi dengan antibiotik
spektrum luas.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan
dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg.1
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
Bila suhu > 38o C, pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 %
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam.Tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap

28
dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10
mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.
Untuk Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun. 12
Pada pasien ini sudah diberikan tatalaksana sebagai berikut :
a. Rawat bangsal neurologi anak
b. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari + susu 3x150 ml
c. IVFD D5 NS 46 cc/jam ~ 12 tpm
d. Inj ampicilin-subactam 25mg/kgBB 400mg/16jam
e. Diazepam 0.3 mg/kgBB/8 jam ~ 4 mg/8 jam per oral (bila suhu > 38.5
C)
f. Parasetamol (10mg/kgBB/8jam) ~ 130 mg/8 jam
Pada pasien ini diberikan ceftriaxon karena selain merupakan antibiotik
spectrum luas serta dapat menembus lapisan meningen yang meradang pada bayi
dan anak.
Kejang demam bersifat benigna dan memiliki prognosis yang baik.
Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, angka kematian
untuk kejang demam hanya 0,64%-0,75% dan 2-7% berkembang menjadi
epilepsi. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta
penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. 7 Adapun faktor risiko
terjadinya kejang demam berulang kembali pada sebagian kasus adalah riwayat
kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang
rendah saat kejang, dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor
tersebut ada kemungkinan berulangnya sekitar 80%, bila tidak ada kemungkinan
berulangnya hanya 10 15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama. Serta faktor risiko menjadi epilepsi adalah adanya

29
kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara
kandung.12 Pada pasien mempunyai riwayat kejang demam pada usia 1 tahun dan
riwayat kejang demam dalam keluarga yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kejang demam berulang. Adapun pada pasien ini berisiko untuk
terjadinya epilepsi karena pasien mengalami kejang demam kompleks.

30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang menlamai kenaikan suhu tubuh (suhu
diatas 38oC,dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan
oleh proses intrakranial1. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang
meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansi alba
yang disebabkan oleh demam dari luar otak.2
Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam. 1,3
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan
penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena
keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

B. Etiologi
Etiologi dan patognesis kejang demam sampai saat ini belum
diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat
mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran
yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua
dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya.1,9

31
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas terutama tonsilitis dan faringitis, otitis media akut, gastroenteritis akut,
exantema subitum dan infeksi saluran kemih.5

C. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-
kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering pada laki-laki. 3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

D. Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

32
E. Faktor Risiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.
Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak
dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih
dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi
dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali
kejang demam kompleks. 5,6

F. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan

33
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan


kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang

34
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung
singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.9

G. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan

35
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja
diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari
otak.4
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.12
2. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu, pungsi lumbal diindikasikan pada :
a. Terdapat tanda dan gejala rangsangan meningeal
b. Terdapat kecurigaan adanya infeksi susunan saraf pusat berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik

36
c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.1

3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak
direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dbbari 6 tahun atau kejang demam fokal.12
4. Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema12

I. Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2 0,5 mg/kgBB perlahan lahan
dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg.1
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.Bila setelah pemberian diazepam rektal
kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal

37
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena.1
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.12

Pemberian Obat Pada Saat Demam :


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.

b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB (5 mg untuk brat
badan 2 kg dan 10 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermitten
diberikan selama 48 jam pertama demam. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 %
kasus.1,12

38
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Indikasi pengobatan rumat :
1. Kejang fokal
2. Kejang lama > 15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko pengulangan kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kasus
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam2 dosis,dan fenobarbital 3-4 mg/ hari dalam 1-2
dosis.1,7
J. Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologi umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum
maupun fokal.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang


Demam: Unit Kerja Koordinasi Neurologi

2. Arif Mansjoer., d.k.k (2000). Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.


Media Aesculapius FKUI. Jakarta.

39
3. Behrem RE, Kliegman RM (1992). Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
4. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail (2006).
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
5. Hardiono D. Pusponegoro, dkk (2005). Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
6. Staf Pengajar IKA FKUI (1985). Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.
7. Fuadi F (2010). Faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak [tesis].
Semarang: Universitas Diponegoro.
8. Haslam RHA (2000). Sistem Saraf, dalam Ilmu KesehatanAnak Nelson, Vol.
3, Edisi 15. EGC: Jakarta, hal: XXVII, 2059 2060
9. Hendarto SK (1982). Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM. Cermin
Dunia Kedokteran. 27: 6 8.
10. IKA FKUI (1985). Ilmu Kesehatan Anak. IKA FKUI: Jakarta,hal: 25, 847
855.
11. Mansjoer A, et al. (2000). Neurologi Anak, dalam Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia:
Jakarta, hal: 48, 434 437.
12. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S (2006). Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta, hal: 1 14.
13. Saharso D (2006). Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo: Surabaya, hal: 271 273..
14. World Health Organization (2012). WHO child growth standards. Diunduh
dari : http://www.who.int/childgrowth/en/. Diakses Juli 2017

40
41

You might also like