You are on page 1of 23

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN BLOK 10

(Kardiovaskular)
RUMAH SAKIT UMUM NUSA TENGGARA BARAT

OLEH :

(Kelompok D)

Roby Hidayaturrahman (H1A014068)

Rosalia Puspita Jaya (H1A014069)

Rusmin Aditya (H1A014070)

Sagifa Anoviyanti (H1A014071)

Shupy Maulda (H1A014072)

Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram
2016

1|Page
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan nikmat kesehatan bagi kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kunjungan lapangan pada blok X (kardiovaskular) tahun 2016 ini dengan sebaik-baiknya.

Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing kami
yaitu dr. Romi Ermawan SpJP, serta para kakak co-ass yang mendampingi, dan teman-teman
kami sekalian.

Kami sadar, bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun, agar dapat
memperbaiki kesalahan tersebut pada kesempatan lain. Akhir kata, kami berharap laporan ini
dapat memberi informasi yang berguna serta bermanfaat bagi pembaca.

Mataram, 27 Maret 2016

Kelompok D

(kelompok II)

2|Page
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................... 2

Daftar Isi ..................................................................................................................... 3

BAB I : Pendahuluan ............................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................4


1.2 Tempat Pelaksanaan .............................................................................................4

BAB II : Tinjauan Pustaka ......................................................................................5

BAB III : Isi ...............................................................................................................11

A Gambaran Umum Pasien .....................................................................................11

B. Identitas Pasien .....................................................................................................11

C. Anamnesis...............................................................................................................12

D. Pemeriksaan Fisik...................................................................................................12

E. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................14

F. Diagnosis Pasien......................................................................................................16

G. Rencana Terapi........................................................................................................20

F. Terapi Yang Sudah Diberikan..................................................................................20

I. Analisis Kasus...........................................................................................................20

BAB IV : Penutup .......................................................................................................21

Kesimpulan ....................................................................................................................21

Daftar Pustaka ................................................................................................................22

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot
jantung atau miokard itu sendiri. Penyakit ini dapat tergolong khusus karena kelainan yang
ditimbulaknnya bukan terjadi akibat penyakit perikardium, hipertensi, koroner, kelainan
kongenital atau kelainan katup sehingga untuk menegakkan diagnosis harus menyingkirkan
etiologi tersebut. Sebagai efek dari peningkatan kewaspadaan serta perkembangan teknologi
dan prosedur untuk mendiagnosis saat ini kardiomiopati diketahui sebagai penyebab bermakna
dari mortalitas dan morbiditas.

Frekuensi terjadinya kardiomiopati akhir ini semakin meningkat. Diketahui


kardiomiopati idiopatik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama. Di
beberapa negara, penyakit ini menjadi penyebab kematian 30% atau lebih dari semua kematian
akibat penyakit jantung.

World Health Organization (WHO) bekerjasama dengan International Society and


Federation of Cardiology (ISFC). Bila diklasifikasikan berdasarkan etiologi, maka terdapat
kardiomiopati tipe primer jika penyebab penyakit pada otot jantung tidak diketahui, termasuk
diantaranya ada idiopatik karidiomiopati, familial kardiomiopati, penyakit eosinofilik
endomiokardium, dan fibrosis endomiokardium. Selain itu, terdapat juga tipe sekunder, jika
ditemukan penyakit miokardium dengan penyebab yang diketahui. Bila diklasifikasikan
berdasarkan klinis dan patofisiologi, maka kardiomiopati dibagi menjadi restriktif, dilatasi, dan
hipertrofik.

1.2 Tempat dan waktu pelaksanaan :

Tempat : Bangsal RSUP Nusa Tenggara Barat


Hari/ Tanggal : Sabtu, 26 Maret 2016
Waktu : 08.00-10.00 WITA

4|Page
BAB II
Tinjauan Pustaka

Kardiomiopati merupakan kelainan struktur dan fungsi otot jantung tanpa disertai
hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung atau penyakit kongenital.
Belakangan ini, frekuensi terjadinya kardiomiopati semakin meningkat. Berdasarkan
perkembangan diagnostik, kardiomiopati idiopatik ternyata penyebab morbiditas dan
mortalitas yang utama. Di beberapa negara, kardiomiopati menyebabkan kematian 30% atau
lebih dari semua kematian akibat penyakit jantung. Kardiomiopati diklasifikasikan menjadi
kardiomiopati dilatasi, hipertrofi, dan restriktif.

A. Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati dilatasi adalah pembesaran ruang jantung disertai gagal jantung
kongestif yang disebabkan menurunnya fungsi sistolik dan peningkatan volume akhir
sistolik dan diastolik. Faktor resiko penyakit ini adalah infeksi virus, penyakit metabolik,
kelainan genetic dan penggunaan alkohol yang berlebih.
Pasien dengan kardiomiopati dilatasi dapat menunjukan gagal jantung kiri yang pada
tahap lebih lanjut dapat disertai gejala gagal jantung kanan. Pembesaran ruang jantung dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokardium dapat menimbulkan nyeri dada. Biasa
didapatkan gallop dan murmur pansistolik pada daerah apeks akibat regurgitasi katup
mitral.
Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah EKG. Hasil EKG dapat menunjukkan adanya
hipertrofi ventrikel kiri serta kelainan gelombang ST dan T. Pemeriksaan foto toraks dapat
menunjukan pembesaran jantung dan kongesti paru. Ekokardiografi biasanya untuk menilai
pembesaran dan disfungsi pada ventrikel kiri, serta kelainan pergerakan katup mitral saat
fase diastolik.
Penyakit ini tidak memiliki tatalaksana yang spesifik. Terapi dilakukan sesuai dari
etiologinya. Jika bersifat idiopatik maka tatalaksana sebagai gagal jantung kongestif. Jika
memungkinkan transplantasi jantung merupakan hal yang terbaik. Pasien dengan
kardiomiopati dilatasi memiliki presentasi harapan hidup diatas 60% dalam 5 tahun.

Patofisiologi Kardiomiopati Dilatasi

5|Page
Penyebab dari gejala klinis yang tampak pada kardiomiopati dilatasi adalah adanya
penurunan fungsi kontraksi miokardium diikuti oleh adanya dilatasi pada ruang
ventrikel. Penurunan fungsi kontraksi miokardium disebabkan karena adanya
kerusakan pada kardiomiosit, kerusakan ini akan mengakibatkan kontraksi ventrikel
menurun, dan diikuti dengan penurunan volume sekuncup serta curah jantung.
Penurunan kontraksi ventrikel jika sudah tidak dapat diatasi lagi oleh mekanisme
kompensasi (baik oleh peningkatan simpatis, mekanisme Frank-Starling, sistem
reninangiotensin-aldosteron/RAA dan vasopresin), maka akan menyebabkan ventrikel
hanya dapat memompa sejumlah kecil darah ke sirkulasi, sehingga nantinya darah
tersebut akan lebih banyak tertimbun di ventrikel, timbunan darah inilah yang akan
menyebabkan dilatasi ruang ventrikel yang bersifat progresif.
Dilatasi ruang yang progresif nantinya akan membuat disfungsi katup mitral (katup
mitral tidak dapat tertutup sempurna), kelainan pada katup mitral ini akan menyebabkan
terjadinya regurgitasi darah ke atrium kiri. Regurgitasi darah ke atrium kiri memiliki
tiga dampak yang buruk, yaitu peningkatan tekanan dan volume yang berlebihan di
atrium kiri sehingga atrium kiri membesar yang akan meningkatkan resiko, dampak
buruk berikutnya adalah regurgitasi ke atrium kiri menyebabkan darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri lebih sedikit sehingga memperparah penurunan stroke
volume yang telah terjadi, dampak buruk yang terakhir adalah pada saat diastolik
volume darah yang masuk ke atrium kiri menjadi lebih besar karena mendapat tambah
darah yang disebabkan oleh regurgitasi ventrikel kiri yang pada akhirnya akan
menambah jumah darah di ventrikel kiri, sehingga memperparah dilatasi yang telah
terjadi.
Penurunan stroke volume karena menurunnya kontraktilitas miokardium dan
ditambah dengan adanya regurgitasi katup mitral akan menimbulkan gejala kelelahan
dan kelemahan pada otot rangka karena kurangnya suplai darah ke otot rangka. Pada
kardiomiopati dilatasi juga terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel yang akan
menimbulkan gejalagejala kongesti paru seperti dispnea, ortopnea, ronki basah dan juga
gejala-gejala kongesti sistemik seperti peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali dan edema perifer.
Kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh infeksi virus umumnya akan sembuh
sendiri. Dihipotesiskan bahwa kerusakan miokardium dan fibrosis terjadi karena
adanya kompeks imun yang merusak yang timbul karena dipicu oleh komponen dari

6|Page
tubuh virus. Walapun demikian terdapat hal yang kontradiktif yaitu pemakaian obat
penekan imun tidak memberikan perbaikan pada pasien kardiomiopati oleh sebab virus.

Gambar 1. Patofisiologi Kardiomiopati dilatasi. Dikutip dari Lilly LS, 2011

B. Kardiomiopati Hipertrofi
Kardiomiopati hipertrofi adalah hipertrofi otot jantung tanpa adanya stress
hemodinamik yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. Septum interventrikel mengalami
hipertrofi secara berlebihan dan menghambat aliran darah yang keluar dari ventrikel kiri.
Sebagian besar kasus diturunkan secara autosom dominan. Kelainan ini dikenal sebagai
salah satu penyebab utama terjadinya henti jantung mendadak.
Gejala tersering adalah sesak nafas. Sesak nafas disebabkan ventrikel yang kaku,
sehingga meningkatkan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan mengganggu relaksasi
ventrikel. Keluhan lainnya berupa angina pektoris tanpa disertai aterotrombosis arteri
koroner, sinkop dan palpitasi.
Pada palpitasi prekordial terdapat klasik triple ripple yaitu gerakan presistolik dan
diastolik ganda. Pada auskultasi, S1 normal atau lebih kencang, sementara S2 mengalami
split jika terjadi hipertrofi bentrikel kiri. Murmur yang terdengar adalah murmur sistolik
kresendo-dekresendo yang terdengar nyaring terutama pada linea sternalis sinistra dan pada
apeks jantung.
Hasil EKG yang sering ditemui adalah hipertrofi ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,
LBBB, deviasi aksis ke kiri, gelombang Q abnormal, atau poor R-wave progression.

7|Page
Diagnosis pasti ditegakkan menggunakan ekokardiografi menemukan adanya hipertrofi
ventrikel kiri terutama jika terdapat distribus yang asimetris dan tidak disertai penyebab
yang dapat menyebabkan kardiomiopati di runang jantung lainnya.
Pasien dengan penyakit ini disarankan untuk tidak melakukan aktivitas isometric.
Terapi yang dapat diberikan antara lain B-blocker, CCB non-dihidropropidin. Hindari
penggunaan vasodilator dan diuretic dosis tinggi. Jika keluhan tidak membaik pasca terapi
farmakologi maka dapat dipertimbangkan tindakan myektomi septum, ablasi alkohol atau
transplantasi jantung.
Angka mortalitas akibat penyakit ini sekarang hanya 1% per tahun, bila dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan 2-4x lebih tinggi. Bahkan terdapat pasien
yang stabil atau membaik dalam jangka 10 tahun.

Patofisiologi Kardiomiopati Hipertropi


Gejala klinis pada kardiomiopati hipertrofi disebabkan oleh karena adanya
penurunan fungsi diastolik dan juga karena ada atau tidaknya sumbatan intermiten
aliran keluar saat sistolik. Jadi patofisiologi kardiomiopati hipertrofi dalam hal ini
dibagi dua berdasarkan ada atau tidaknya sumbatan intermiten keluarnya darah saat
sistolik. Kardiomiopati hipertrofi dibagi menjadi dua:

a. Kardiomiopati hipertrofi tanpa sumbatan aliran sistolik

Pada kardiomiopati hipertrofi jenis ini selain terjadi hipertrofi juga terjadi
kekakuan dan gangguan relaksasi pada ventrikel kiri. Gangguan relaksasi yang
menurun pada ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kiri, yang
akan dialirkan ke arah belakang, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
atrium,vena pulmonal dan kapiler pulmonal. Peningkatan tekanan pada vena pulmonal
dan kapiler pulmonal inilah yang menyebabkan gejala dispnea pada penderita
kardiomiopati jenis ini. Jantung yang hipertrofi juga dapat menimbulkan gejala angina
peningkatan kebutuhan oksigen oleh miokardium. Jantung yang hipertrofi serta adanya
miosit disarray sehingga rentan terhadap timbulnya aritmia yang malignan.

b. Kardiomiopati dengan sumbatan aliran sistolik

8|Page
Kira-kira sepertiga pasien dengan kardiomiopati hipertrofi mengalami sumbatan
intermiten aliran sistolik. Mekanisme sumbatan intermiten aliran sistolik ini disebabkan
oleh gerakan abnormal dari katup mitral anterior yang lokasinya dekat dengan posisi
penebalan septum ventrikel. Mekanisme terjadinya sumbatan aliran sistolik adalah sebagai
berikut: pada saat ventrikel berkontraksi, ejeksi darah ke katup aorta menjadi lebih cepat
dari biasanya karena harus mengalir melalui jalur yang sudah menyempit, aliran darah yang
cepat ini mengakibatkan tekanan pada katup mitral sehingga secara abnormal mendorong
katup mitral ke arah septum, akibatnya katup mitral mendekat septum ventrikel kiri yang
hipertrofi dan menutup sementara aliran darah ke aorta. Selain itu karena katup mitral
terdorong dan menutup jalur keluar darah melalui katup aorta, katup mitral bagian anterior
tidak dapat menutup dengan sempurna saat sistolik sehingga terjadi regurgitasi katup
mitral.

Pada pasien dengan obstruksi aliran sistolik, gejala-gejala yang timbul selain sama
dengan kardiomiopati hipertrofi tanpa sumbatan aliran sistolik juga ditambah oleh gejala-
gejala akibat sumbatan aliran sistolik, yaitu: angina (yang disebabkan oleh hipertrofi otot
jantung ditambah dengan peningkatan kerja ventrikel kiri karena harus melawan sumbatan
saat sistolik), dispnea oleh karena adanya regurgitasi mitral, yang terakhir adalah adanya
kegagalan meningkatkan curah jantung saat berolahraga.

Gambar 4. Patofisiologi Kardiomiopati hipertropi. Dikutip dari Lily LS, (2011)

9|Page
C. Kardiomiopati Restriktif
Kardiomiopati restriktif merupakan perubahan komposisi otot jantung sehingga
menjadi lebih kaku. Hal tersebut menyebabkan pengisian ventrikel kiri terganggu, curah
jantung berkurang, dan tekanan ventrikel meningkat. Etiologinya dapat disebabkan oleh
penyakit yang menginfiltrasi otot jantung seperti amiloidosis, hemokromatosis, sarkoidosis
dan sebagainya.
Pasien datang dengan gejala gagal jantung kanan ataupun kiri. Selain itu, gejala
klinisnya pasien merasa lemah, sesak nafas, ditemukan tanda gejala penyakit sistemik
seperti amiloidosis, dan hemokromatosis. Pemeriksaan EKG menunjukan adanya kelainan
gelombang ST dan T yang nonspesifik, serta voltase gelombang QRS yang rendah. Foto
toraks dapat terlihat pembesaran jantung dan adanya hipertensi vena pulmonal. Dari
ekokardiografi dapat dilihat penebalan ventrikel kanan dan kiri. Ruangan ventrikel normal
sementara ukuran atrium bertambah.
Kardiomiopati restriktif sulit untuk diterapi dan tatalaksana yang diberikan sesuai
penyakit yang mendasari. Obat simtomatik diberikan sesuai kondisi gagal jantung. Jika
mengalami gangguan irama jantung berikan obat anti aritmia.

Patofisiologi Kardiomiopati Restriktif


Berkurangnya kemampuan regang dari ventrikel menjadi dasar dari kelainan
yang terjadi, yang berupa gangguan pada saat pengisian ventrikel. Gangguan
pengisia ventrikel menyebabkan dua macam kelainan, yaitu: meningkatnya tekanan
vena sistemik dan paru dengan ciri kongesti vaskular kiri dan kanan. Kedua adalah
berkurangnya ukuran ruang ventrikel dengan penurunan volume sekuncup dan
curah jantung. Sama seperti pada kardiomiopati dilatasi, kongesti vena akan
menyebabkan peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer
sedangkan penurunan curah jantung akan menyebabkan kelemahan dan kelelahan
pada otot rangka.

Gambar 5. Patofisiologi Kardiomiopati restriktif. Dikutip dari Lily LS, (2011)

10 | P a g e
BAB III

ANALISIS KASUS

A. Gambaran Umum Pasien


Pasien datang ke Rumah Sakit oleh surat rujukan dari Puskesmas dengan
keluhan sesak nafas sejak 6 hari yang lalu, batuk, keringat dingin dan nyeri dada
disebelah kiri kualitas nya seperti ditindih dan nyeri tersebut tidak menjalar. Tiga tahun
yang lalu pasien sudah merasakan sesak nafas dan nyeri dada tetapi memberat 6 hari
ini,. Pasien sudah mencoba memeriksakan diri selama tiga tahun ke Puskesmas, RSU
Kota Mataram dan didiagnosis menderita penyakit Jantung, tetapi semenjak obat nya
habis pasien tidak pernah kontrol kondisinya sejak 5 bulan yang lalu. Didapatkan batuk
sudah berlangsung selama sebulan sampai mengakibatkan sesak nafas namun sekarang
berkurang. Sesak dirasakan saat siang hari maupun saat sedang duduk dan memberat
pada malam hari saat tidur sehingga pasien hanya bisa tidur dengan posisi bersandar
menggunakan 3 bantal. Sebelum dibawa ke Rumah Sakit pasien bisa tidur setelah
menggunakan 5-6 bantal. Sebelumnya ditemukan massa di perut sehingga membuat
pasien susah bernafas dan sekarang massa itu hilang timbul, setiap massa tersebut
muncul pasien mengeluh sesak nafas. Buang air kecil tidak lancar dan seperti teh, buang
air besar hanya 2 kali dalam 6 hari. Ditemukan riwayat kencing manis. Dari hasil
pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 68 kali/menit dan
frekuensi pernafasan 24 kali/menit. Tidak ada riwayat penyakit keluarga. Sebelum di
opname di rumah sakit, pasien mengkonsumsi obat Furosemid dan Dobutamin tetapi
belum ada perubahan.
B. Identitas Pasien
a. Nama : Suhainiah
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 50 tahun
d. Status : Nikah
e. Agama : Islam
f. Alamat : Perempung Sandik, Kecamatan Batu Layar
C. Anamnesis
a. Keluhan Utama

11 | P a g e
Sesak napas dan semakin lama semakin memberatdan nyeri dada
b. Riwayat Penyakit Sekarang atau Keluhan Penyerta
Nyeri dada disebelah kiri
Benjolan di perut
Sesak nafas
Ortopneu
Paroxysmal nocturnal dyspnoe
Toleransi aktifitas yang berkurang
Cepat lelah
Begkak di pergelangan kaki
Batuk tidak berdahak
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kencing manis
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
e. Riwayat Sosial & Analisis Faktor Resiko
Riwayat hipertensi (-)
Kencing Manis (+)
Riwayat Penyakit Jantung (+) : Kardiomiopati
D. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : lemah, pucat
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi Radialis : 68x/menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Inspeksi umum
Kaki bengkak (+), jari tabuh (-), eksoptalmus (-), sianosis (-)
- Pemeriksaan wajah
Anemia (-), xanthelasma (-), mitral facies (-), bibir sianosis (-), sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis
- Pemeriksaan leher
Kedua nadi carotis kiri dan kanan teraba cukup, irama teratur
Struma (-) dan pembesaran kelenjar tiroid (-)
- Pemeriksaan Tangan

12 | P a g e
1. Clubbing finger (-)
2. Pembengkakan (+)
3. Pendarahan ujung kuku (-)
- Pemeriksaan abdomen
1. Hepatomegali (+)
2. Asites (-)
- Pemeriksaan ekstremitas bawah
1. Palpasi arteri tibialis posterior teraba cukup, bruits dan thrill (-)
2. Palpasi arteri dorsalis pedis teraba cukup, bruits dan thrill (-)
3. Edema (-)
4. Akral hangat (+)
- Pemeriksaan Jantung
1. Inspeksi
Scar (+) pasca partum, apeks cordis terlihat di ICS 6 axillaris anterior
2. Palpasi
Palpasi apeks jantung teraba lemah di ICS 6 axillaris anterior dan tidak
ditemukan thrill saat perabaan
3. Perkusi
Batas jantung kanan ICS 4 lower sternal border dextra , batas jantung
kiri ICS 6 axillaris anterior
4. Auskultasi
S1 dan S2 terdengar normal dan lemah, tidak terdapat bunyi murmur
sistolik, Suara jantung S3 (gallop)
- Pemeriksaan Paru
1. Ditemukan Ronki Basah di kedua lapang paru
2. Suara pekak di basal paru pada perkusi
- Pemeriksaan Reflux Hepatojugular
1. Refluks hepatojugular
- Pemeriksaan Jugular Venous Pressure
1. Peningkatan JVP

13 | P a g e
E. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG

Hasil EKG dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang Q yang lebar. Gambaran EKG ini
seperti terlihat pada infark miokard yang lama.

b. Foto polos dada

Analisis Foto toraks :

1. Menunjukkan kardiomegali dimana ukuran jantung melebihi batas normal


2. Gambaran vascularisasi paru meningkat menunjukan adanya Edema Paru.
3. Terlihat gambaran pembesaran ventrikel kiri

14 | P a g e
c. Pemeriksaan Laboratorium

15 | P a g e
16 | P a g e
Pemeriksaan lab yang dilakukan meliputi :
Pemeriksaan Hasil mgl/dl Nilai Normal
Glukosa Sewaktu 236 <160
Kreatinin 0,6 L ; 0,9-1,3 P; 0,6-1,1
Ureum 20 10-15
SGOT 26 < 40
SGPT 11 < 41
Hasil Lab menunjukkan bahwa Kreatinin masih dalam batas normal, tetapi
kadar ureum melebihi batas normal, menunjukkan bahwa ginjal tidak mampu
mengeliminasi nitrogen dalam darah yang tinggi. Sehingga diperkirakan ginjal pada
pasien mulai mengalami kerusakan.

Pemeriksaan Elektrolit Hasil mmo/l Nilai Normal


Na+ serum 131 135-146
K+ serum 3,4 3,4-5,4
Cl- serum 98 95-108
Hasil Lab pada pemeriksaan elektrolit menunjukkan bahwa kadar elektrolit
Na+, K+ , Cl- dalam serum masih dalam batas normal, hal ini menunjukan tidak
adanya retensi air yang berlebihan.

d. Pemeriksaan USG abdomen


1. Hepatomegali (+), asites (-)
2. Nodul (-), tidak tampak limfadenopati para aorta
3. Massa intra abdomen yang tervisualisasi (-)
F. Diagnosis Pasien
Pasien didiagnosis menderita Kardiomiopati dan sudah mengalami komplikasi
menjadi Gagal Jantung Kongestif

G. Rencana Terapi (Penatalaksanaan)


Terapi Non-Farmakologi

Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya
bila timbul keluhan dan dasar pengobatan

17 | P a g e
Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual serta
rehabilitasi
Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol
Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
Hentikan kebiasaan merokok
Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus
Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu
seperti NSAID, anti aritmia klas I, verapamil, ditiazem, dihidropiridin efek cepat,
antidepresan trisiklik, steroid.

Terapi farmakologi
Diuretik
Bekerja meningkatakan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung
dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, diuretic juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensi. Efek ini diduga akibat
penurunan natrium diruang intestisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah
yang selanjutnya menghambat influks kalsium.
ACE Inhibitors
Menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II, sehingga terjadi
vasodilatasi dan menurunkan sekresi aldosteron. Selain itu degradai bardikinin
juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan
dalam efek vasodilatasi ACE Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi air dan retensi kalium.

-adrenergik reseptor blocker


Beta blocker therapi mewakili kemajuan utama pengobatan pada pasien dengan
depresi EF. Cara kerjanya yaitu, pertama, dengan menurunkan frekuensi denyut
jantung jantungdan kontraktilitas miokard sehingga terjadi penurunan curah
jantung. Kedua, yaitu dengan menghambat sekresi renin di sel jukstaglomeruler

18 | P a g e
ginjal sehingga menurunkan produksi angiotensin II. Ketiga, yaitu efek sentral
yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroreseptor, dan perubahan aktivitas neuron adrenergic. Jika Beta blocker
dikombinasikan dengan ACE inhibitor, disini Beta blocker menghambat proses
remodeling LV, menyembuhkan gejala pasien, mencegah pasien untuk dirawat di
rumah sakit, dan memperpanjang hidup. Oleh karena itu Beta blocker
diindikasikan untuk pasien dengan symptomatic atau asymptomatic HF dan
depresi EF<40%.

Angiotensin reseptor blockers


Obat ini diberikan pada pasien yang intolerant terhadap ACE inhibitors karena
dapat mengakibatkan batuk, ruam pada kulit, dan angioedema. ARB sebaiknya
digunakan terhadap pasien symptomatic dan asymptomatic dengan EF<40% pada
pasien yang intolerant terhadap ACE inhibitors yang mengalami hyperkalemia
atau insufficiency renal. Meskipun ACE inhibitors dan ARB menghambat system
renin-angiotensin, tetapi keduanya memiliki mekanisme kerja yang berbeda.
Dimana ACE inhibitors memblock enzyme yang merubah angiotensin I menjadi
angiotensin II, sedangkan ARB memblok efek dari angiotensin II pada reseptor
angiotensin type 1. Beberapa percobaan klinik mendemonstrasikan keuntungan
therapeutic untuk menambahkan ARB pada pasien dengan CHF. Jika ARB
dikombinasikan dengan Beta blockers, disini ARB menghambat proses
remodeling LV, menyembuhkan gejala pasien, mencegah pasien untuk dirawat di
rumah sakit, dan memperpanjang hidup.

Antagonis reseptors aldosteron


Meskipun digolongkan dalam diuretic hemat kalium, obat yang memblock efek
dari aldosterone (spironolactone atau eplerenone) memiliki efek yang berguna
yaitu sebagai agent dalam sodium balance. Meskipun ACE inhibitor menurunkan
sekresi aldosterone, dengan therapy chronic disini aldosterone akan cepat kembali
ke level serupa sebelum penghambatan ACE. Jadi, aldosterone antagonists
direkomendasikan untuk pasien dengan NYHA class IV atau class III HF yang
memiliki depresi EF<35% dan yang mendapatkan therapy yang standard,
meliputi diuretics, ACE inhibitors, dan Beta blocker.

19 | P a g e
Digoxin
Digoxin direkomendasikan untuk pasien dengan gejala LV systolic dysfunction
yang disertai atrial fibrillation, dan perlu dipertimbangkan untuk diberikan pada
pasien yang memiliki tanda dan gejala HF saat diberikan therapy standard,
meliputi ACE inhibitors dan Beta blockers. Therapy dengan digoxin biasanya
dengan dosis 0,125-0,25 mg per hari. Untuk beberapa pasien, dosisnya sebaiknya
diberikan 0,125 mg per hari, dan level serum digoxin sebaiknya<1,0 ng/mL,
terutama pada pasien tua, pasien dengan penurunan fungsi renal, dan pasien
dengan massa lemak tubuh yang rendah.

H. Terapi yang telah diberikan


a. Oksigen 3- 4 L/menit
b. NaCl 0,9%
c. Injeksi Furosemid 1 ampul/8jam
d. Spironolakton 25 mg
e. Digoxin 1x1
I. Analisis Kasus
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang pasien
perempuan yang berusia 50 tahun terdiagnosis dengan kardiomiopati dengan
komplikasi gagal jantung kiri dan kanan. Diagnosis tersebut dilihat dari hasil foto
thorax yang memberikan gambaran pergeseran letak ventrikel menandakan adanya
hipertrofi kedua ventrikel. Selain itu, hasil pemeriksaan EKG juga menunjukkan
adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan gambaran depresi segmen ST.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya jumlah yang abnormal
terhadap kreatinin namun jumlah ureum mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan
bahwa pasien tersebut juga memiliki komplikasi terhadap fungsi ginjal. Saat anamnesis
pasien juga mengeluhkan frekuensi buang air kecil berkurang dan urinnya berwarna
merah seperti teh. Jumlah kadar elektrolit menunjukkan batas normal.
Pada saat anamnesis, pasien juga mengeluhkan sesak napas disertai benjolan
yang muncul di abdomen. Semakin besar benjolan menyebabkan kesulitan bernapas.
Selain itu, ketika istirahat pasien merasa lebih nyaman jika berbaring dalam keadaan
kepala lebih tinggi daripada badan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami
kardiomiopati yang memberikan komplikasi terhadap organ ginjal dan juga hepar yang
mengalami pembesaran.
20 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

Kardiomiopati merupakan penyakit yang mengenai miokardium. Perjalanan penyakit


ini bersifat kronis progresif dan menuju ke keadaan gagal jantung. Berdasarkan hasil anamnesis
pasien diatas dan pemeriksaan fisik serta penunjang pasien perempuan yang berusia 50 tahun
terdiagnosis dengan kardiomiopati dengan komplikasi gagal jantung kiri dan kanan. Diagnosis
tersebut dilihat dari hasil foto thorax yang memberikan gambaran pergeseran letak ventrikel
menandakan adanya hipertrofi kedua ventrikel. Selain itu, hasil pemeriksaan EKG juga
menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan gambaran depresi segmen ST. Rencana
terapi yang akan dilakukan baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Sampai saat ini
pasien tersebut sudah diberikan Oksigen 3- 4 L/menit, NaCl 0,9%, Injeksi Furosemid 1
ampul/8jam.

21 | P a g e
Daftar Pustaka

Kumar, Abbas, Fausto, Aster. 2010. Robbins and Cotran Pathologic basis of disease.8ed.
Philadelphia: Saunders.

Lilly LS. 2011. Patophysiology of heart disease. 5ed. Philadelphia: Lippincott


William&Wilkins.

Rosendorff C.2005. Essential cardiology principle and practice. 2ed. New Jersey: Humana
Press

Sudoyo, A. W. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, ed.V, jilid 2. Jakarta : InternaPublishing.

22 | P a g e
23 | P a g e

You might also like