You are on page 1of 49

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI TERKONTROL DENGAN OBAT PADA PEREMPUAN LANJUT


USIA TUA DENGAN PENGETAHUAN YANG KURANG TENTANG
PENYAKITNYA DISERTAI PERASAAN KESEPIAN DAN RINDU
BERINTERAKSI DENGAN ANAK-ANAKNYA DALAM RUMAH TANGGA
YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
PUSKESMAS KOTA GEDE II YOGYAKARTA

Disusun oleh
RIANITA NURSANTI
NIM : 2010 031 0164

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI TERKONTROL DENGAN OBAT PADA PEREMPUAN LANJUT
USIA TUA DENGAN PENGETAHUAN YANG KURANG TENTANG
PENYAKITNYA DISERTAI PERASAAN KESEPIAN DAN RINDU
BERINTERAKSI DENGAN ANAK-ANAKNYA DALAM RUMAH TANGGA
YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
PUSKESMAS KOTA GEDE II YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

RIANITA NURSANTI

20100310164

Telah dipresentasikan pada tanggal 11 Februari 2016

Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. Oryzati Hilman, M.Sc, CMFM, PhD dr.Sita

Mengetahui
Kepala Puskesmas Kota Gede II

dr. Iva Kusdyarini

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya serta atas kehendak dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan presentasi home visit ini.
Presentasi kasus ini berjudul HIPERTENSI TERKONTROL DENGAN OBAT

PADA PEREMPUAN LANJUT USIA TUA DENGAN PENGETAHUAN YANG


KURANG TENTANG PENYAKITNYA DISERTAI PERASAAN KESEPIAN
DAN RINDU BERINTERAKSI DENGAN ANAK-ANAKNYA DALAM
RUMAH TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT. Laporan presentasi home visit ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat
untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan Ilmu Kedokteran keluarga Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Kota
Gede II.
Dengan penuh rasa hormat, maka sudah sepantasnya pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan selama ini dalam penulisan laporan presentasi home visit ini, antara lain:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan kesehatan dan kesempatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan presentasi home visit ini.
2. dr. H. Ardi Pramono, M.Kes, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr. Iva Kusdyarini, selaku Kepala Puskesmas Wirobrajan.
4. dr. Sita, dr. Atika, dr. Merida selaku dokter pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dari mulai persiapan, penyusunan hingga penulisan presentasi
kasus ini selesai.
5. dr. Oryzati Hilman,M.Sc, CMFM, PhD selaku dokter ahli yang telah memberikan banyak
masukan dan pertimbangan guna menyempurnakan penulisan presentasi kasus ini.
6. Seluruh dokter Puskesmas Kota Gede II dan seluruh dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan yang selama ini telah memberikan ilmu dan nasehat yang sangat banyak,
sehingga bisa seperti sekarang.

3
7. Seluruh karyawan Puskesmas Kota Gede II dan karyawan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan yang telah membantu kelancaran dalam penulisan presentasi kasus ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak
yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan presentasi kasus ini dan dicatat sebagai amal
sholeh.
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini jauh dari kesempurnaan. Namun dengan
segala kemampuan yang ada, penulis berusaha menyusun presentasi kasus ini dengan harapan
semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Amin.

Yogyakarta, 11 Februari 2016

Penulis

4
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Halaman Pengesahan .. i
Kata Pengantar.... ii
Daftar Isi... iv
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang .. 1
Profil Puskesmas Wirobrajan 2
Rumusan Masalah . 4
Tujuan Penelitian .. 4
Manfaat Penelitian 5
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Hipertensi
Definisi... 6
Patofisiologi... 6
Etiologi... 7
Gambaran Klinis 8
Diagnosa 9
Faktor Resiko. 11
B. Obesitas
Definisi... 13
Epidemiologi. 14
C. Dislipidemia
Definisi.. 17
BAB III Laporan Kasus
Identitas Pasien . 20
Anamnesis . 20
Pemeriksaan Fisik . 22
Pemeriksaan Penunjang 25

5
Diangnosis Kerja ... 25
Diagnosis Banding 25
Penatalaksaan 25
BAB IV Pembahasan
Analisis Kasus .. 26
Hasil kunjungan rumah.. 27
Perangkat Penilaian Keluarga 34
Diagnosis kedokteran keluarga. 38
Penatalaksanaan Komperhensif 38
BAB V Penutup
Kesimpulan ... 41
Saran .. 41
Daftar Pustaka...... 42

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolik yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi glukosa. Pada DM glukosa
dimetabolisme dengan bantuan dua enzim yang dihasilkan oleh pulau langerhans di pankreas
yaitu insulin dan glukagon. Insulin digunakan untuk membantu transfer glukosa ke sel serta
merendahkan kadar glukosa darah, sedangkan glukagon befrungsi sebaliknya. Sehingga pada
gangguan insulin glukosa akan banyak ditemukan di darah dan akan menimbulkan manifestasi
yang khas bagi pasien DM. Manifestasi klinis DM diantaranya adalah peningkatan
pengeluaran urin (poliuri), peningkatan nafsu makan (polifagi), dan peningkatan rasa haus
(polidipsi). Jika tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang
berbahaya (Price dan Wilson, 2006).
World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2025, jumlah penderita
DM membengkak menjadi 300 juta orang. Data WHO yang lain menyebutkan bahwa pada
tahun 2025, Indonesia akan menempati peringkat nomor lima sedunia dengan jumlah penderita
DM sebanyak 12,4 juta orang dan pada tahun 2030 prevalensi diabetes di Indonesia mencapai
21,3 juta penderita (Suyono, 2006). Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sehingga dapat ditentukan
langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan
sementara menuju DM. Setelah 5 sampai 10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan
berkembang menjadi DM, 1/3 tetap dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT seringkali
berhubungan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya
aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT seringkali berkaitan dengan
penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan dislipidemia.
Individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, dan
diyakini bahwa lebih dari dua pertiga kematian pasien DM akibat penyakit arterial. Pada satu
penelitian (Helsinki policeman study) untuk setiap faktor risiko dan pada setiap tingkatan
risiko, angka kematian penyakit jantung koroner 3 kali lebih tinggi pada pasien DM daripada

7
individu normal (Libby, 2003). Aterosklerosis sebagai komplikasi kardiovaskular dari DM
diramalkan pada tahun 2020 sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat
yang sedang berkembang oleh karena adanya perubahan pola hidup yang tidak sehat.
Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia, infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan
penyakit oklusi tungkai bawah. Lesi ateroma yang mengenai arteri renalis dapat menyebabkan
hipertensi renovaskular sekitar 60-70% (Libby, 2003).
B. Profil Puskesmas Kota Gede II
Puskesmas Kotagede II merupakan salah satu puskesmas di wilayah Kecamatan Kotagede
yang terletak di Jalan Ki Penjawi No.04 Kotagede, Yogyakarta. Kotagede merupakan 1 dari
14 Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta yang terletak di daerah pinggiran kota. Wilayah
kerja Puskesmas Kotagede II meliputi 1 kelurahan, yaitu kelurahan Rejowinangun.
Luas Kecamatan Kotagede adalah 1,40m yang meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan
Rejowinangun, Prenggan, dan Purbayan. Keleurahan Rejowinangun terdiri dari 13 Rukun
Warga (RW) dan 49 Rukun Tetangga (RT), dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah utara : Desa Banguntapan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul
2. Sebelah timur : Desa Banguntapan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul
3. Sebelah selatan : Kelurahan Prenggan Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta
4. Sebelah barat : Kelurahan Warungboto Kecamatan Banguntapan Kabupaten
Bantul
Gambaran kondisi geografis wilayah dan karakteristik daerah adalah : Ketinggian daratan
adalah 114 M dari permukaan air laut. Kisaran curah hujan rata-rata 2000-3000 mm/tahun.
Suhu udara maksimum rata-rata adalah 26C. Topografi puskesmas adalah dataran rendah
dengan Kelembaban udara 70-80%.
Kondisi Demografi di wilayah kerja Puskesmas Kotagede II sejak 31 Desember 2013
sampai 31 Desember 2014 adlah sebagai berikut :
Keterangan Tahun 2012 Tahun 2013
Jumlah Penduduk 11.647 jiwa 12085 jiwa
Jumlah Penduduk laki-laki 5841 jiwa 6023 jiwa
Jumlah Penduduk Perempuan 5833 jiwa 6062 jiwa
Jumlah Kepala Keluarga 3361 jiwa 3519 jiwa

8
Pada tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah penduduk dibanding 2012.
Berikut angka kesakitan yang digambarkan dari 10 besar diagnosis pada pasien di
Puskesmas Kotagede II tahun 2014

Tabel 2. Rekapitulasi 10 Besar Diagnosis Pasien Puskesmas Wirobrajan

Diagnosis Jumlah
No
1 Hipertensi Primer 4775
2 Diabetes Melitus tipe 2 (non insulin 2507
dependen)
3 Ispa, Infeksi saluran pernapasan atas 2139
4 Infeksi akut lain pada saluran pernafasan 1233
atas
5 Gangguan metabolism lipoprotein dan 871
lipidal urin
6 Demam yang sebabnya tidak diketahui 749
7 Nekrosis Pulpa 630
8 Influenza Like Illness 621
9 Sakit Kepala 621
10 Myalgia 550

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat
dirumuskan adalah:
1. Bagaimana cara penegakan diagnosis, terapi, dan prognosis dari penyakit hipertensi ?
2. Bagaimana pendekatan ilmu kedokteran keluarga terhadap pasien dengan penyakit
hipertensi ?
3. Siapa saja yang harus berperan agar penanganan pasien dapat optimal?
D. Tujuan Penulisan
1. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan yang
lebih mendalam mengenai penyakit hipertensi. Diharapkan masyarakat dapat melakukan
pencegahan dan pengobatan dini dengan cara yang tepat.
2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran
Keluarga, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

9
3. Memberikan informasi serta pengetahuan mengenai bentuk pelayanan kedokteran dengan
pendekatan kedokteran keluarga pada penderita penyakit. Salah satunya dengan
menganalisis penyebab, perilaku atau gaya hidup apakah telah mendukung pengobatan
farmakologi atau tidak. Selain itu juga penyuluhan dilakukan dengan titik berat agar pasien
dan keluarganya menjadi mengetahui lebih banyak tentang hipertensi.
E. Manfaat tulisan
1. Manfaat untuk puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil
evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.
2. Manfaat untuk mahasiswa
Sebagai saran ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dengan
menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Mellitus Tipe 2
A. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk
metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien.
Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat (Adhi,
2011). Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau
diabetes pada orang dewasa. Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif
terkena diabetes (bukan yang absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini
biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam
jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk
memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut adalah risiko
peningkatan pengembangan komplikasi macrovascular dan mikrovaskuler (WHO,1999).
Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini
adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan
dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).

B. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2


Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit
pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang
disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga
merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk
menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi
insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi
insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi
glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara
berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan
hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan

11
tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa
darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl
kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi
140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini
mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin
puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa
hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin
meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat
menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn
dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh
Indraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam
beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja
insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain
sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan
faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata
dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik,
makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya
kegemukan dan resistensi insulin (Indraswari, 2010).

C. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2


Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif
dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai
dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
kelihatan terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-

12
pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada
membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor
insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena
obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi
glukosa dan diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM
merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan
perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany,2010).

D. Gambaran Klinis
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina, 2009):
Keluhan Klasik :
1. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk
kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak
dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi
kurus.
2. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
3. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus
itu penderita minum banyak.

13
4. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam
darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
Keluhan lain:

1. Gangguan saraf tepi / Kesemutan


Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam,
sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit Diabetes
sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti
kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
2. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan
kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan
luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka
lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
3. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus
terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang
masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau
kejantanan seseorang.
4. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

E. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2


Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan
cara pemeriksaan yang dipakai (Shahab,2006).
1. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor
risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

14
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
terganggu)

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 199 200
Darah Kapiler < 90 90 - 199 200
Kadar glukosa darah puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 125 126
Darah Kapiler
< 90 90 - 109 110

Sumber : Perkeni, 2006


Keterangan: *metode enzimatik

2. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa
keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal
, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian

15
lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain,
atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985 :
a. 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
c. Puasa semalam, selama 10-12 jam
d. Kadar glukosa darah puasa diperiksa
e. Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250 ml dan
diminum selama/dalam waktu 5 menit
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama
pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria Diagnostic Diabetes Melitus* :
a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl , atau
b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl (Puasa berarti tidak ada
masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau
c. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat.
**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik

F. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2


Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010):
1. Unchangeable Risk Factor
a. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes mellitus,
karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin
dengan baik.
b. Usia

16
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun
dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki
usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya
berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.
2. Changeable risk factor
a. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan
berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan lemak itulah yang
berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.
b. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko terkena
diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat
badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin ( resistensi insulin).
c. Minimnya Aktivitas Fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan
energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan.
Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktivitas minim,
sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit.
d. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.
e. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang menyelidiki
hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan
sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko
bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20
batang rokok sehari memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan
terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara
tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya mengawali
terbentuknya Diabetes tipe 2.

17
f. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi
insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang
meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan
diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial
mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh
darah.

2. Obesitas
A. Definisi Obesitas
Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan
tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi
kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu.
Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan
berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (GanongW.F, 2003).
Obesitas sebagai salah satu faktor risiko dari resistens insulin, merupakan penyakit
multifaktorial yang terjadi akibat penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh,
sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas disebabkan oleh peningkatan konsumsi
makanan padat energi yang banyak mengandung lemak, karbohidrat, dan kurangnya
aktivitas fisik. Keadaan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, urbanisasi,
modernisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang
tersedia akibat globalisasi pada pasar makanan dunia (WHO, 2003).
Obesitas memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi gemuk dikemudian hari
dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan normal. Faktor-faktor penyebab
obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan maupun genetik berperan dalam
terjadinya obesitas. Faktor lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu
status sosial dan ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari
keluarga sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari
keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini
diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan

18
obesitas melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis pada setiap
kelompok status sosial ekonomi (Zhang, 2004).
Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya
aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam. Faktor genetik menentukan
mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain
itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional
lemak tubuh. Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas
(upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity)(Boivin, 2007).
Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di trunkal.
Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus
yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal (abdominal), dan
retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena
itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan
lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh
bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya
akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi
pada wanita sehingga sering disebut gynoid obesity.Tipe obesitas ini berhubungan erat
dengan gangguan menstruasi pada wanita (Boivin, 2007).

B. Epidemiologi
Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius diseluruh
dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
Saat ini prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang semakin
meningkat, diperkirakan jumlah obesitas di seluruh dunia dengan Indeks Masa Tubuh > 30
kg/m2 melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 % dari populasi orang dewasa di dunia.
Banyak negara mengalami peningkatan laju obesitas selama 10-20 tahun terakhir ini.
Menurut WHO peningkatan jumlah obesitas berat akan dua kali lipat dibandingkan dengan
orang dengan berat badan kurang dari tahun 1995 sampai 2025 nanti, dan prevalensinya
akan meningkat mencapai 50 % pada tahun 2025. Prediksi WHO pada tahun 2005 kurang
lebih terdapat 400 juta orang dewasa yang obesitas, dan di tahun 2015 diperkirakan

19
meningkat menjadi 700 juta orang obesitas. Bahkan untuk negara maju seperti Amerika
Serikat diperkiraan obesitas mencapai 45-50%, di Australia dan Inggris 30-40%
(Kemenkes RI, 2010).
Survei nasional pada tahun 1996/1997 di seluruh ibukota provinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa (> 18 tahun) 6,8% mengalami
obesitas dengan IMT sebesar 27-30 kg/m2, sedangkan penduduk wanita dewasa (> 18
tahun) sebesar 13,5%. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi nasional obesitas
umum adalah 10,3%, dan obesitas sentral sebesar 18,8% ( Riskerdas, 2007).
Obesitas saat ini merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi masalah
kesehatan yang harus segera ditangani. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola makan dan
kurangnya aktivitas fisik. Di Amerika terjadi perubahan pola makan ke arah makanan
tinggi kalori, tinggi lemak saturated, gula dan garam. Pola makan ini, ditambah dengan
fakta bahwa 30-60% populasi kurang melakukan aktivitas fisik memberikan kontribusi
yang besar pada peningkatan insiden obesitas (Inoue et al., 2000 ; Wild et al., 2004).
Obesitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti penampilan kurang menarik
dan kurang rasa percaya diri. Keadaan epidemik obesitas merupakan penyebab di balik
meningkatnya insiden diabetes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lew dan
Garfinkel 1979, obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian.
Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi
mempunyai risiko kematian 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan rata-rata
baik pada pria maupun wanita. Kenaikan mortalitas di antara penderita obes merupakan
akibat dari penyakit-penyakit yang mengancam kehidupan seperti DM tipe 2 (Inoue et al.,
2000).
Pada tahun 2000, WHO menyatakan bahwa dari statistik kematian di dunia, 57 juta
jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan
diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa pertahun penduduk dunia meninggal akibat
diabetes melitus.
Menurut hasil Riskesdas 2007, di ketahui bahwa proporsi kematian akibat penyakit
diabetes mellitus sebesar 5,7%. Proporsi kematian pada umur 45-54 tahun pada perempuan
yang tertinggi adalah diabetes mellitus sebesar 16,3%, sedangkan pada laki-laki sebesar

20
6% setelah stroke, penyakit jantung iskemik dan hipertensi. Saat ini morbiditas dan
mortalitas penyakit ini menjadi isu utama di kesehatan masyarakat.
Pengukuran antropometri dengan IMT untuk menentukan obesitas. Obesitas dapat
dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara lain pengukuran
IMT (Indeks Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan
panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan
sebagai screening obesitas.
Berikut ini penjelasan metode pengukuran antropometri tubuh berdasarkan IMT:
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Salah satu penentuan obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh
(IMT). IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau
mengambarkan kadar adiposity dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak
tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan
pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy
x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002).
IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah
serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui
nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
()
=
( ()2 )

2. Kategori Indeks Massa Tubuh


Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi
menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi
pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik
mengikut usia dan jenis kelamin.
Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, IMT di bawah 18,5
sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau
overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa
adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I
(25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009).

21
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya
diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Kategori Indeks Massa Tubuh


Kategori IMT (Kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Kelebihan berat badan 23
Beresiko menjadi obesitas 23,0-24,9
Obesitas I 25,0-29,9
Obesitas II 30
(Sumber : Centre for Obesity Research and Education, 2007)

3. Dislipidemia
a. Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol-LDL, trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol-HDL. Semua
fraksi lipid mempunyai peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis dan erat
kaitannya antara satu dengan yang lain.

b. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dislipidemia tidak terlihat, oleh karena itu untuk mengetahui adanya tanda
dislipidemia harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Untuk menilai apakah kadar
kolesterol seseorang tinggi atau rendah, semuanya harus mengacu pada pedoman umum yang
telah disepakati dan digunakan diseluruh dunia yaitu pedoman dari NCEP ATP III (National
cholesterol Education Program, Adult Panel Treatment III), yang antara lain menetapkan nilai
laboratorium sebagai berikut :
Tabel 4. Parameter nilai rujukan total kolesterol, HDL, LDL, dan Trigliserida
Total Kolesterol : HDL Kolesterol :
Nilai Normal < 200 mg/dl Rendah < 40 mg/dl
Perbatasan tinggi 200 239 mg/dl Tinggi 60 mg/dl

22
Tinggi > 240 mg/dl
LDL Kolesterol : Trigliserida
Optimal < 100 mg/dl Normal < 150 mg/dl
Mendekati optimal 100 129 mg/dl Perbatasan tinggi 150 -199 mg/dl
Perbatasan tinggi 130 159 mg/dl Tinggi 200 499 mg/dl
Tinggi 160 189 mg/dl Sangat tinggi > 499 mg/dl
Sangat tinggi > 190 mg/dl

Pada pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosa.


Parameter yang diperiksa yaitu kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
trigliserid (Bahri 2004).

c. Beberapa Keadaan Dislipidemia Yang Merupakan Faktor Risiko Suatu Penyaki


1. Peningkatan Kadar Kolesterol LDL
Peningkatan small, dense LDL akan mudah masuk ke dalam dinding arteri dan
sangat mudah mengalami oksidasi keadaan yang sangat kondusif terjadinya
aterogenesis. Small, dense LDL menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
LDL yang teroksidasi menghasilkan formasi sel busa yang merupakan tipikal
aterosklerosis.
2. Kadar Kolesterol HDL Rendah
Penurunan kadar HDL dalam plasma dihubungkan dengan peningkatan risiko
penyakit jantung terutama PJK. Kadar HDL yang rendah adalah abnormalitas lipid
yang paling sering ditemukan pada kelompok dengan PJK prematur.
3. Peningkatan Kadar Trigliserida
Studi epidemologi memperlihatkan prevalensi hipertrigliseridemia yang tinggi
pada kelompok pasien dengan PJK serta terdapat hubungan antara peningkatan
trigliserida serum dengan peningkatan risiko PJK. Hipertrigliseridemia menjadi faktor
risiko yang sangat kuat bila bersama dengan peningkatan kolesterol LDL dan kolesterol
HDL yang rendah.

4. Peningkatan Kadar Kolesterol Non-HDL


Sejumlah individu dengan PJK memiliki nilai kolesterol LDL yang normal atau
sedikit meningkat namun dengan nilai kolesterol HDL yang rendah atau trigliserida

23
yang tinggi. Kolesterol LDL tidak mencerminkan fraksi lipoprotein aterogenik secara
keseluruhan karena partikel yang memuat apoB seperti VLDL, VLDL remnants,
kilomikron remnants, dan IDL juga berpotensi aterogenik karena mempunyai
kemampuan untuk penetrasi ke dalam lapisan intimal arteri dan berkontribusi terhadap
progresifitas plak.

d. Jenis Terapi Dislipidemia


1. Terapi perubahan gaya hidup
Semua pasien dianjurkan untuk mengendalikan faktor risiko PJK, antara lain
dengan mengurangi asupan lemak jenuh, asam lemak trans dan kolesterol; menurunkan
berat badan bagi yang kegemukan atau mencegah kegemukan pada yang berat
badannya normal, serta meningkatkan aktifitas fisik dan berhenti merokok atau
mencegah menjadi perokok bagi yang bukan perokok.
2. Terapi Farmakologis
Saat ini sudah terdapat lima jenis obat untuk terapi dislipidemia yaitu golongan
statin, resin, fibrat, asam nikotinat, dan ezetimibe. Dalam praktek sehari-hari,
pemilihan jenis obat tergantung kepada jenis dislipidemia yang akan diterapi. Terapi
farmakologis selain mempertimbangkan efektifitasnya, juga efek samping dan segi
ekonomisnya. Karena kolesterol-LDL adalah sasaran utama terapi dislipidemia, maka
statin sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan ezetimibe merupakan pilihan
terapi rasional untuk menurunkan kadar kolesterol-LDL. Sementara itu, golongan
fibrat dan asam nikotinat digunakan dalam keadaan dislipidemia kombinasi, terutama
setelah kadar kolesterol-LDL mencapai target. Fibrat digunakan pada pasien dengan
dislipidemia kombinasi (dikombinasikan dengan statin), hipertrigliseridemia, atau
isolated low HDL-cholesterol. Kebanyakan obat terapi dislipidemia dapat dikombinasi
penggunaannya.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tempat, Tanggal Lahir : 31-1-1935
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 81 tahun
Alamat : Rejowinangun KG I/387 , RT 27/09
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Nomor Rekam Medis : 004125
Kunjungan Puskesmas : 06-2-2016
Kunjungan Rumah : 06-2-2016 dan 08-2-2016

B. Autoanamnesis
1. Keluhan Utama :
Kontrol tekanan darah rutin dan meminta obat rutin yang sudah habis
2. Riwaya Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Kota Gede II untuk kontrol rutin tekanan darah dan
kolestrol disertai obat rutin yang sudah habis. Pasien rutin mengkonsumsi obat penurun
tekanan darah sejak 1 tahun terakhir. Pusing(-), nyeri sendi (-), sesak(-), kelemahan(-),
nyeri dada(-). Pasien rutin ke puskesmas bila obat tekanan darah telah habis.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal

25
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Pasien mengaku sering merasa nyeri pada leher sejak beberapa tahun sebelum
mengkonsumsi obat rutin tekanan darah dan sebelumnya pasien tidak rutin ke puskessmas
ataupun pelayanan kesehatan lain untuk memeriksakan dirinya.
4. Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi : Ibu kandung dan suami pasien
Riwayat penyakit diabetes : disangkal
Riwayat jantung : Suami pasien
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat stroke : Ibu dan Ayah Kandung
5. Riwayat Personal Sosial :
a. Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah hingga tamat SMA, tetapi tidak melanjutkan sekolahnya lagi.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien adalah seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien
menerima uang pensiun bulanan suaminya sebagai seorang Jaksa. Uang pension ini yang
dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari pasien.
c. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah tahun 1960 saat pasien berusia 25 tahun. Dari pernikahannya pasien
telah dikaruniai 4 anak, Anak pertama berusia 54 tahun, Anak kedua berusia 50 tahun,
Anak Ketiga berusia 45 tahun dan Anak Ketiga berusia 40 Tahun. Anak pertama pasien
telah menikah dan dikaruniai 3 anak dan 2 cucu. Anak kedua juga telah menikah dan
memiliki 2 anak yang telah dewasa, begitu pula anak keempat yang telah memiliki 1 orang
anak yang berusia 10 tahun, sedangkan anak ketiga pasien belum menikah hingga saat ini.
Hubungan pasien dengan keempat anaknya baik, walaupun pasien sudah jarang bertemu
anak-anaknya.
d. Riwayat Sosial
Pasien menjalin hubungan yang baik dengan anak ketiga yang tinggal serumah dengan
pasien. Hubungan pasien dengan anak pertama baik dan terkadang anak pertama

26
mengantarkan pasien untuk bepergian. Hubungan pasien dengan anak kedua baik tetapi
mereka jarang bertemu kecuali ada acara besar (ulang tahun atau arisan keluarga).
Hubungan pasien dengan anak keempat baik tetapi mereka jarang bertemu dan anaknya
hanya sesekali berkunjung jika ada acara besar saja. Pasien mengaku hubungannya dengan
keempat anaknya baik tetapi pasien jarnag sekali dikunjungi oleh anak-anaknya
dikarenakan kesibukan mereka akan pekerjaannya masing-masing sedangkan pasien tidak
bisa berkendaraan sendiri untuk mengunjungi anak-anaknya yang tidak tinggal
bersamanya. Anak ketiga yang tinggal bersamanya pun hanya bertemu saat sarapan dan
makan malam bersama setelah anaknya pulang kerja. Hubungan pasien dengan tetangga-
tetangga sekitar rumah baik. Pasien sering mengikuti perkumpulan ibu-ibu lansia dan
perkumpulan ibu-ibu pensiunan jaksa, mereka rutin melakukan senam dan pengajian
bersama.
e. Riwayat Gaya Hidup
Pasien makan 2-3x sehari dan rajin mengkonsumsi buah dan sayur, tetapi pasien tidak
menghindari makanan asin, berminyak, dan pasien mengaku tidak memiliki pantangan
dalam makan. Pasien memasak sendiri makanannya. Pasien rutin mengikuti senam
sebanyak 3x dalam seminggu dan pasien juga sering berkebun didepan rumahnya serta
pasien lebih sering berjalan kaki saat berpergian (puskesmas, berbelanja, tempat senam).
Pasien tidur sekitar 7-8 jam sehari dan pasien tidak memiliki kesulitan tidur. Jika pasien
memiliki masalah, dia selalu berusaha bercerita kepada anaknya jika memiliki waktu,
terutama anak ketiganya yang tinggal serumah dengan pasien atau terkadang pasien lebih
banyak melakukan kesibukan lain untuk membantunya menenagkan diri.
f. Review Anamnesis Sistem
Sistem Pernafasan : tak ada keluhan
Sistem Peredaran Darah dan Jantung : tak ada keluhan
Sistem Pencernaan : tak ada keluhan
Sistem Saluran Kencing dan Kelamin : tak ada keluhan
Sistem Tulang dan Otot : tak ada keluhan
Sistem Persarafan : tak ada keluhan
C. Pemeriksaan Fisik
1. Kesan dan Keadaan Umum : Compos Mentis, baik.

27
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nasi : 78 x/menit, regular, isi, dan tegangan cukup
Suhu : 36,6oC
Pernafasan : 20 x/menit
3. Antropometri
Tinggi Badan : 146 cm
Berat Badan : 48 kg
IMT : 22,5
4. Status Gizi : Normal
5. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Simetri, mesosefal
6. Pemeriksaan Mata
Bulu Mata : rontok (-), persebaran merata
Konjungtiva
Bulbi : Injeksi (-/-)
Palpebra : Hiperemis (-/-)
Kornea : Arcus senelis (+/+)
Bilik mata depan : Dalam, jernih/dalam, jernih
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Lensa : Keruh/jernih
Visus : 6/15
Pemeriksaan Oftalmoskopi: Tidak dilakukan
7. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
8. Pemeriksaan Hidung : Secret (-/-), epitaksis (-/-)
9. Pemeriksaan Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
Kelenjar Inn : Tidak membesar, nyeri (-)
JVP : Tidak meningkat
10. Pemeriksaan Dada

28
Pulmo
Depan : Kanan Kiri

Inspeksi Tampak simetris, retraksi Tampak simetris, retraksi suprasternal


suprasternal (-), retraksi intercosta (- (-), retraksi intercosta (-), tidak ada
), tidak ada ketinggalan gerak, ketinggalan gerak, hematom (-)
hematom (-)
Vokal fremitus ka=ki, ketinggalan
Vokal fremitus ka=ki, ketinggalan gerak (-)
Palpasi
gerak (-)
Sonor pada seluruh lapang paru
Sonor pada seluruh lapang paru
Suara dasar vesikular, Ronkhi kering
Perkusi
Suara dasar vesikular, Ronkhi kering (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-)
Auskultasi (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-) wheezing (-)
wheezing (-)

Belakang Kanan Kiri


Inspeksi Simetris, Ketinggalan gerak (-) Simetris, Ketinggalan gerak (-)
Palpasi vokal fremitus ka=ki vokal fremitus ka=ki
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikular, Ronkhi kering Suara dasar vesikular, Ronkhi kering
(-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-) (-), Ronkhi basah (-), krepitasi (-)
wheezing (-) wheezing (-)

Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea midclavicula
kiri, teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
Kanan bawah : SIC II linea para sternalis kiri
Kiri Atas : SIC IV linea para sternalis kanan
Kiri Bawah : SIC V linea midklavikula kiri
Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)
11. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : flat, jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan hepar lien tak teraba, massa (-), ascites

29
(-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
12. Pemeriksaan Ekstermitas

Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Edema - - - -
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Nyeri - - - -
Pale - - - -
Pulsatil Normal Normal Normal Normal
Pembengkakan - - - -
sendi - - - -
Tofu - - - -
Kekuatan +5 +5 +5 +5

D. Data Penunjang
Tanggal Tekanan Darah Cholestrol Total
03-10-2015 130/80 mmHg 203 mg/dL
28-10-2015 130/90 mmHg -
23-12-2015 140/80 mmHg 178 mg/dL
18-01-2016 140/90 mmHg 168 mg/dL
04-02-2016 120/70 mmHg -

E. Diagnosis Kerja
Hipertensi Terkontrol Dengan Obat
F. Diagnosis Banding
Hiperkolestrolemia
G. Penatalaksanaan
R/ Amlodipin mgg 10 No. XV
S 1 dd tab 1 (pagi)

30
R/ vitamin b-complex tab No. X
S 1 dd tab 1 (malam)

31
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus
Diagnosis klinis pada pasien ini adalah Hipertensi Terkontrol Dengan Obat. Diagnosis
tersebut didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang mengarah ke Hipertensi terkontrol dengan obat. Berdasarkan anamnesis
pasien mengatakan konsumsi rutin obat tekanan darah tinggi dan ingin memeriksakan
tekanan darah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kolestrol dalam batas normal..
Illness merupakan keadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat dari
penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari beberapa komponen, yaitu
pemahaman terhadap penyakit, efek penyakit yang dirasakan pasien terhadap fungsi
hidupnya (pergaulan, pekerjaan), perasaan dan harapan.
Berikut adalah komponen illness dan hasil yang didapat dari pemeriksaan pasien
terhadap penyakitnya:
1. Perasaan
Pasien merasa sedih saat mengetahui dirinya menderita penyakit yang sama seperti
kedua orang tuanya dan juga suami yang kemudian meninggal oleh karena penyakit
ini. Pasien sempat berpikir apakah dia akan meninggal seperti orang tua dan suaminya.
2. Ide pemikiran
Pasien tidak mengetahui mengapa dirinya bisa menderita penyakit hipertensi. Pasien
tidak pernah memiliki pantangan atau aturan dalam pola makan, walaupun pasien telah
diberitahu oleh dokter untuk mengurangi garam serta mengurangi makanan
berminyak.
3. Harapan
Pasien berharap dapat berhenti mengkonsumsi obat rutin tekanan darah karena pasien
sudah tua dan sering lupa untuk meminum obat sesuai jadwal.
4. Efek terhadap fugsi
Pasien merasa terganggu dengan sakitnya karena harus mengkonsumsi obat secara
rutin, tetapi aktivitas pasien tidak berubah walaupun sakit.

32
B. Analisis Kunjungan Rumah
1. Kondisi Pasien
Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 7 Februari 2016 pukul 12.00-14.30 WIB.
Pada saat kunjungan , keadaan pasien tampak baik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 78x/menit regular kuat angkat, frekuensi pernafasan
20x/menit, dan suhu 36,6oC. Pada saat kunjungan, pasien berada dirumahnya sendirian.

2. Keadaan Rumah
a. Lokasi Rumah
Rumah terletak lingkungan perumahan berada dalam gang, jarak antar rumah
1-2 meter. Ruamah pasien beralamat di Jln. Rejowinangun KG I/387 RT 27/09.
b. Kondisi Rumah
Kondisi rumah kokoh, tidak lembab, bangunan bertingkat, dinding beton, lantai
ruang tamu dan seluruh rumah telah dikeramik, lantai kamar mandi terbuat dari
keramik, atap genting. Kondisi rumah bersih dengan terdapat beberapa tempat yang
tidak tertata rapi, dengan luas tanah 120m2. Rumah adalah milik sendiri. Di depan
rumah terdapat kebun bunga, dengan tanaman yang berbunga dan terawatt.
c. Luas Rumah
Luas bangunan : luas rumah 100 m2.

d. Pembagian Ruangan
Rumah terdiri dari dua halaman yang terletak di depan dan di samping rumah
yang berisikan tanaman (bunga-bunga yang terawat) dan beberapa pohon, satu
ruang tamu yang cukup luas, satu ruang keluarga, enam kamar tidur utama, satu
garasi, satu dapur, dan satu kamar mandi.

33
Gambar 1 . Denah rumah pasien

e. Pencahayaan
Terdapat dua buah jendela di rumah pasien, dua di ruang tamu. Terdapat
ventilasi satu di ruang tamu dan di masing-masing kamar terdapat satu ventilasi.
Kamar pasien tidak mempunyai jendela karena berbatasan dengan rumah tetangga.

f. Kepadatan
Pasien hanya tinggal dengan anak ketiga pasien sehingga barang-barang rumah
tangga tidak terlalu penuh, sehingga kepadatanya cukup.
g. Sanitasi
Sumber air bersih
Sumber air yang digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal dari
PDAM. Secara fisik air tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
Kesimpulanya adalah sumber air bersih cukup baik.
Jamban keluarga

34
Kamar mandi terdapat jamban keluarga dirumahnya (wc jongkok). Kondisi
jamban mudah dibersihkan, mudah diglontor, lokasi menjadi satu dengan rumah.
Saluran pembuangan air limbah (SPAL)
Pasien tidak memiliki bak kontrol. Saluran pembuangan lancar. Septic tank ada
di belakang rumah.
Tempat sampah
Tempat sampah terletak di luar rumah, terbuat dari keranjang bambu, tidak
tertutup, dengan diameter 30 cm dan tinggi 60 cm, dan pembuangan sampah
dilakukan oleh pasien.
Halaman
Rumah pasien memiliki halaman didepan yang digunakan untuk memelihara
bunga dan halaman samping dipergunakan untuk menjemur pakaian.

Indikator Rumah Sehat


Tabel 5. Indikator rumah sehat

KOMPONEN
No RUMAH YANG KRITERIA NILAI BOBOT
DINILAI
JUMLAH JIWA 2
JUMLAH KK 1
KOMPONEN
I 31
RUMAH
Tidak ada 0
Ada, kotor , sulit dibersihkan dan
1
1 Langit-langit rawan kecelakaan 31
Ada, bersih, dan tidak rawan
2
kecelakaan
Bukan tembok (terbuat dari
1
ayaman bambu/ilalang)
Semi pemanen/setengah
tembok/pasangan batu/bata yang
2
2 Dinding tidak diplester / papan yang tidak 31
kedap air
Permanen (tembok/pasangan batu
bata yang di plester) papan kedap 3
air

35
Tanah 0
Papan/ayaman bambu dekat
dengan tanah / plesteran yang 1
3 Lantai 0
retak dan berdebu
Diplester/ubin/keramik/papan (
2
rumah panggung)
Jendela kamar Tidak ada 0
4 0
tidur Ada 1
Jendela ruang Tidak ada 0
5 31
keluarga Ada 1
Tidak Ada 0
Ada, luas ventilasi permanen
1
6 Ventilasi <10% dari luas lantai 0
Ada, luas lantai ventilasi
2
permanen >10% dari luas lantai
Tidak ada 0
Ada, lubang ventilasi dapur <10%
1
dari luas lantai
7 Lubang asap dapur 0
Ada, lubang ventilasi >10% dari
luas lantai dapur (asap keluar 2
sempurna)
Tidak terang, sehingga tidak dapat
8 Pencahayaan 0
dipergunakan untuk membaca
Kurang terang sehingga kurang
jelas untuk membaca dengan 1
62
normal
Terang dan tidak silau sehingga
dapat dipergunakan untuk 2
membaca dengan normal
SARANA
II 25
SANITASI
1 Jenis sarana
Tidak ada 0
Sarana air bersih Ada, bukan milik sendiri dan tidak
1
(SGL/SPT/PP/KU/ memenuhi syarat kesehatan
PAH Ada, milik sendiri dan tidak
2
1=SGL memenuhi syarat kesehatan 75
2=PAM Ada, bukan milik sendiri dan
3
3=SPT memenuhi syarat kesehatan
Ada, milik sendiri dan memenuhi
4
syarat kesehatan
2 Jenis Sarana
Tidak ada 0 75

36
Ada, buka leher angsa, tidak ada
tutup disalurkan ke sungai atau 1
Jamban (Sarana kolam
Pembuangan Ada, bukan leher angsa dan di
Kotoran) tutup (leher angsa) disalurkan ke 2
1= Leher angsa sungai atau kolam
2= cemplung Ada, bukan leher angsa ada tutup,
3
3=cubluk septic tank
Ada, leher angsa ada tutup, septic
4
tank
3 Sarana Tidak ada, sehingga tergenang
0
Pembuangan Air tidak teratur dihalaman rumah
Limbah (SPAL) Ada, diresapkan tetapi mencemari
sumber air (jarak dengan sumur 1
kurang dari 10 meter) 75
Ada, dialirkan keselokan terbuka 2
Ada, dialirkan keselokan tertutup
(saluran kota)untuk diolah lebih 3
lanjut
4 Sarana Tidak ada 0
Pembuangan Ada, tetapi tidak kedap air dan
1
Sampah (Tempat tidak ada tutup 50
Sampah) Ada, kedap air dan tidak tertutup 2
Ada, kedap air dan tetutup 3
III PERILAKU
44
PENGHUNI
1 Membuka Jendela Tidak pernah dibuka 0
kamar Kadang-kadang 1 0
Setiap hari dibuka 2
2 Membuka Jendela Tidak pernah dibuka 0
ruang keluarga Kadang-kadang 1 0
Setiap hari dibuka 2
3 Membersihkan Tidak pernah dibuka 0
rumah dan Kadang-kadang 1 88
halaman Setiap hari 2
4 Membuang tinja Dibuang sembarangan(Sungai,
0
bayi dan balita ke kolam, kebun, dll)
88
jamban Kadang-kadang ke jamban 1
Setiap hari dibuang ke jamban 2
5 Membuang Dibuang sembarangan (sungai,
0
sampah pada kolam, kebun,dll)
88
tempat sampah Kadang-kadang ke tempat sampat 1
Setiap hari ke tempat sampah 2

37
TOTAL HASIL PENILAIAN 694
Rumah
STATUS RUMAH SEHAT Tidak
Sehat

Penetapan skor kategori rumah sehat sebagi berikut :


Cara menghitung hasil penilaian = nilai xbobot
a. Rumah sehat : 1.068 s.d 1.200
b. Rumah tidak sehat : <1.068

Pedoman Umum Gizi Sehari-hari (PUGS)


Tabel 6. Pedoman Umum Gizi Sehari-hari (PUGS)

No PUGS Jawaban Skor


1. Syukuri dan nikmati anekaragaman makann Ya 1
2. Banyak makan sayur dan cukup buah-buahan Tidak 0
Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang
3. Tidak 0
mengandung protein tinggi
Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan
4. Ya 1
pokok
5. Batasi pangan manis, asin, dan berlemak Ya 1
6. Biasakan sarapan Ya 1
7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman Ya 1
8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan Ya 1
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih Tidak 0
Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan
10. Tidak 0
berat badan yang normal
TOTAL 6
Interpretasi
Nilai PUGS >60%
Keluarga menerapkan pedoman umum gizi seimbang

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


38
Tabel 7. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

No Kriteria yang dinilai Ya Tidak


1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. - -
2. Memberi ASI ekslusif. - -
3. Menimbang balita setiap bulan. - -
4. Menggunakan air bersih. Ya
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Tidak
6. Menggunakan jamban sehat. ya
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu. Ya
8. Makan buah dan sayur setiap hari. Tidak
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari. Tidak
10. Tidak merokok di dalam rumah. Ya

Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, keluarga pasien tergolong keluarga tidak
berperilaku hidup sehat dan bersih.

39
C. Perangkat Penilaian Keluarga
1. Genogram
Keluarga
Tanggal pembuatan : 15 September 2015.

DM

DM, B,
D
47 th 45 th 46 th 44 th 35 th 35 th 44 th 30 th
42 th 40 th

5 bln

Gambar . Genogram Keluarga Bp. T


Keteragan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal dunia
: Tinggal dalam 1 rumah
B : Breadwinner
D : Decision Maker
DM : Diabetes mellitus

40
2. Family MAP

Keterangan
60 th 35 th : functional
: dysfunctional
: Clear but
44 th negotiable boundaries

Bp. T

Gambar 3. Family MAP

3. Family Structure
Bentuk keluarga pasien adalah extended family karena terdiri dari istri, suami serta
ibu kandung yang tinggal dalam satu rumah.

4. Family Life Cycle


Keluarga pasien memasuki tahap 6 yaitu family in later life (Carter and McGoldrick,
1989).

5. Nilai APGAR Keluarga


Nilai APGAR adalah salah satu cara untuk mengidentifikasi sehat atau tidaknya fungsi
suatu keluarga. APGAR itu sendiri terbagi dalam:
1. Adaptasi (adaptation)
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukan.
2. Kemitraan (partnership)
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga berkomunikasi, bermusyawarah dalam
mengambil keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah.
3. Pertumbuhan (growth)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam
mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan dari setiap anggota keluarga

41
4. Kasih sayang (affection)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional
yang berlangsung dalam keluarga.
5. Kebersamaan (resolve)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan membagi waktu antar
anggota keluarga.

Tabel 8. Kuisioner APGAR Keluarga


Respons
KRITERIA PERTANYAAN Hampir
Hampir
Kadang tidak
selalu
pernah
Adaptasi Saya puas dengan keluarga karena
masing-masing anggota keluarga

sudah menjalankan kewajiban
sesuai dengan seharusnya
Kemitraan Saya puas dengan keluarga karena
dapat membantu memberikan

solusi terhadap permasalahan
yang dihadapi
Pertumbuhan Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga untuk

mengembangkan kemampuan
yang pasien miliki
Kasih Sayang Saya puas dengan kehangatan /
kasih sayang yang diberikan
keluarga
Kebersamaan Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk
menjalin kebersamaan
TOTAL 8
Skoring : Hampir selalu=2 , kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0
Total skor
8-10 = fungsi keluarga sehat
4-7 = fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = fungsi keluarga sakit
Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 8, ini menunjukan fungsi
keluarga sehat.

42
6. Analisis SCREEM
Tabel 9. Analisis SCREEM
ASPEK SUMBER DAYA PATOLOGI
Sosial Hubungan pasien dengan istri dan
ibu kandungnya baik.
Hubungannya dengan tetangga
juga baik dengan biasanya pasien
jika pulang kerja sore sering
berkumpul dengan tentangga.
Kultural Pasien dan istri berobat ke layanan
kesehatan atau puskesmas untuk
berobat dan pasien tidak percaya
dngan pengobatan alternatif.
Religi Pasien beragama Islam dan
percaya kesembuhan datang dari
Allah SWT. Pasien juga selalu
beribadah shalat lima waktu.
Ekonomi Pasien bekerja sebagai buruh
serabutan dengan penghasilan yang
cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Pendidikan Pendidikan terakhir Bp. T adalah
tamatan kelas 2 STM.
Kesadaran dan penetahuan pasien
terhadap penyakitnya kurang
karena sebelumnya ibu pasien
yang mempunyai penyakit yang
sama dengan pasien tidak diobati
serara rutin.
Kesehatan Pasien mempunyai jaminan .
kesehatan masyarakat (jamkesmas)
yang dapat digunakan untuk
berobat.

7. Family Life Line


Tabel 10. Family Life Line
Year Age Life Event/Crisis Severy of illness

2012 41 Menikah
2013 42 Istri mengalami keguguran Stress pdikologis
2015 44 Didiagnosis Diabetes mellitus.

43
D. Diagnosis Kedokteran Keluarga (Holistik) :
Diabetes Mellitus tipe 2 tidak terkontrol, Obesitas grade 2 dan Dislipidemia pada laki-
laki dewasa dengan status ekonomi rendah disertai kekhawatiarn dan pengetahuan yang
kurang tentang penyakitnya dalam Rumah Tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan
sehat.

E. Manajemen Komprehensif
1. Promotif
Edukasi pasien dan keluarga (minimal melibatkan 1 orang anggota keluarga) tentang:
a. Gambaran bahwa Diabetes Mellitus type 2, Obesitas dan Dislipidemia merupakan
penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan , dan hal ini
tergantung dari perilaku pasien sendiri.
b. Penyakit DM, obesitas dan dislipidemia: penyebab faktor resiko, komplikasi, dan
pengelolaan.
c. Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan diabetes mellitus, obesitas, dan
dislipidemia.
d. Pentingnya minum secara teratur sesuai anjuran dokter
e. Pentingnya kontrol penyakitnya ke dokter tiap 10 dari atau minimal 2 minggu sekali.
f. Pentingnya monitoring kadar gula darah minimal 1 bulan sekali; serta profil lemak
dan HbA1c 3 bulan sekali
g. Pentingnya menjalankan perilaku hudup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-
hari
h. Pentingnya dukungan keluarga pada pasien dalam pengeloaan penyakitnya
2. Preventif
a. Menerapkan pola makan dengan prinsip 3J (jadwal, jenis, jumlah) untuk DM,
obesitas , dan dislipidemia. Dengan menghitung kebutuhan kalori Rumus Harris-
Benedict.

BMR = 66 + (13.7 x BB dalam kg) + (5 x TB dalam cm) (6.8 x umur dalam Tahun)

44
= 66 + (13.7x82) + (5x157) (6.8x44)
= 66 + 1123.4 + 785 281,6
= 1693.1
Maka :
Kalori Keb. Perhari = 1693.1 x 1.76
=
Kebutuhan Karbohidrat = 60% x 2979
= 1787.4
1787.4
= = .
4
Kebutuhan Protein = 20% x 2979
= 595.8
595.8
= = .
4
Kebutuhan lemak = 20% x 2979
= 595.8
595.8
= = .
9

b. Melakukan aktifitas fisik secara teratur 3-4x/minggu selama 30-45 menit secara rutin.
c. Istirahat cukup minimal 6-8 jam/hari
d. Melakukan manajemen stress yang baik
e. Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter
f. Melakukan kontrol rutin ke dokter untuk penyakitnya tiap 10 hari atau 2 minggu
sekali
g. Monitoring kadar gula darah minimal 1 bulan sekali, serta profil lemak da HbA1c 3
bulan sekali
h. Skrining anggota keluarga untuk penyakit DM, obesitas , dan dislipidemia.
i. Mendapatka konseling CEA untuk mengatasi CEA untuk mengatasi ke khawatiran
dan pengetahuan yang kurang tentang penyakit DM, obesitas , dan dislipidemia.
j. Melakuka perilaku hidup bersih dan sehat

3. Kuratif

45
a. Berdasarkan PERKENI 2011, Pengendalian kadar gula darah dapat memakai
kombinasi 2 obat, antara lain: obat hiperglikemi oral yaitu metformin 500 mg
diberikan 3x1 dan glimepirid 1 mg diberikan 1x2.
b. Berdasarkan Permenkes no.5 tahun 2014, pemberian golongan Asam Fibrat untuk
menurunkan kadar Trigliserid yaitu Gemfibrozil 600 mg 1x1
4. Rehabilitatif : Pasien belum memerlukan terapi rehabilitatif.
5. Paliatif : Pasien belum memerlukan terapi paliatif.

BAB V

46
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil laporan kasus, analisis catatan medis dan kunjungan rumah dapat ditarik
kesimpulan bahwa diagnosis pasien yaitu Diabetes Mellitus tipe 2 tidak terkontrol, Obesitas
grade 2 dan Dislipidemia pada laki-laki dewasa dengan status ekonomi rendah disertai
kekhawatiarn dan pengetahuan yang kurang tentang penyakitnya dalam Rumah Tangga yang
tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.
2. Penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 tidak terkontrol, Obesitas grade 2 dan Dislipidemia yang
dialami oleh pasien dapat mengganggu fungsi pasien dalam keluarga.
3. Dokter keluarga melalui institusi puskesmas dapat menjadi salah satu sektor yang berperan
dalam penangan kasus Diabetes Mellitus tipe 2 tidak terkontrol, Obesitas grade 2 dan
Dislipidemia secara holistik mulai dari promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif.
4. Kerjasama antara petugas kesehatan, pasien dan keluarga menentukan keberhasilan terapi.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisa
permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya.
Meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai pengalaman
sebelum terjun secara langsung ke dalam masyarakat.
2. Bagi Puskesmas
Terus melakukan pendekatan kepada masyarakat secara menyeluruh dengan usaha
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Terus melakukan kerja sama dalam bidang pendidikan ilmu kesehatan dengan instansi-
instansi pendidikan agar dapat kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah
pihak.

DAFTAR PUSTAKA

47
Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2
Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.

Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud
Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan Dengan Kadar Glukosa
Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi , Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Isniati, 2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Militus Dengan Keterkendalian
Gula Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M. Djamil Padang Tahun. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, September 2007, I (2).

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 .2006.
http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-pengelolaaln-dan-pencegahan-
diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf

Mohjuarno.2009. Makalah Kontenporer Konsentrasi Epidemiologi Pasca Sarjana:


Penanggulangan Diabetes Melitus. Makassar :Universitas Hasanuddin.

Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan
Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Ilmu
Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.

Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-keluhan Orang
Mapan. Kompas.

Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online]. (diupdate 11 November 2011).


http://www.smallcrab.com/ .[diakses 20 November 2011].

Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta : Universitas Islam Negeri

Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari Konsensus


Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006).Subbagian Endokrinologi
Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.

Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan Peminum Kopi
Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Department Of Public Health And Community

48
Medicine, Medical Faculty, Sriwijaya University, Palembang 30126, Indonesia. Makara,
Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60 Hal 54.

Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.

WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its Complication

49

You might also like