Professional Documents
Culture Documents
OLEH KELOMPOK II
KELAS B SEMESTER V
SEPRIANTO LIROGA
TEZAR NUSI
IIN LABINJANG
HERWINDA ISMAIL
FITRIA BITO
TA. 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Asuhan keperawatan klien
dengan fraktur tibia tertutup distal dengan memakai gips.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalahini adalah tidak lain untuk memenuhi
salah satu tugas dan merupakan bentuk langsung tanggung jawab dari tugas yang diberikan
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai calon perawat, yang
nantinya akan menjadi serang perawat propesional yang bertugas melayani masyarakt
dimanapun kita di tempatkan.
Penulis
KELOMPOK I
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah,
(Sjamsuhidayat & Wim De Jong, l 998)
Fraktur tibia (Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah
kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi
pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak
mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)
B. Etiologi
a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya
bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring
b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan,
(Oswari, 1995)
C. Gejala klinis
Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:
b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
D. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak
disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ
penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan
pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang
besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi
terjadinya frakturdapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka,
fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur
terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani,
1995).
Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus
kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah
periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah
periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah
terjadinya fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama,
menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih
mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau
immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus,
(Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998)
E. Penatalaksanaan
a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.
a) Pemeriksaan Radiologi
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
G. Medical Pathway
BAB III
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur
(batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan
masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.
Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan
diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien.
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan
post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi,
(Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998).
e. Pola Kebiasan
1. Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak
hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit,
(Doenges, 2000).
2. Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan
gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur,
(Doenges, 2000)
3. Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang
berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali, (Doenges, 2000)
4. Pola Aktivitas
5. Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari
orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. (Doenges, 2000)
f. Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga
terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan
besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan
dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses
penyembuhan yang cukup lama, (Doenges, 2000)
g. Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan
yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa
mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya, (Doenges, 2000)
h. Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien
dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama
kalau ada program amputasi), (Doenges, 2000)
i. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah
nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan
pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
3. Perkusi
4. Auskultasi
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
b. Darah
Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau menurun karena pendarahan
bermakna pada sisi fraktur.
2. Rontgent
Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis
kerusakan sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti,
(Doenges, 2000)
a. Analisa Data
b. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera
pada jaringan lunak
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan
4. . Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
D. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah
kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi
pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak
mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)Fraktur dapat terjadi diakibat oleh
beberapa hal:
a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya
bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring
b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan,
(Oswari, 1995) Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai
berikut:
b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai calon perawat, yang
nantinya akan menjadi serang perawat propesional yang bertugas melayani masyarakt
dimanapun kita di tempatkan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Dep.Kres.RI 1995. Penerapan proses keperawatan pada klien dengan ganggua sistem muskuloskletal.
Pusat pendidikan tenaga kesehatan Dep.Kes.RI. Jakarta
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis
Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan
Padjajaran. Bandung.
Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit , edisi 4, buku 2.
EGC. Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering di ikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot, dan
persarafan.
Fraktur dapat di klasifikasikan sebagai berikut: Fraktur tertutup (simple fracture)
adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.Fraktur terbuka
(compound fracture) adalah fraktur yang mempunyaihubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pusat
Nasional Kesehatan di luar negeri melaporkan bahwa fraktur ini berjumlah 77.000 orang,
dan ada di 569.000 rumah sakit tiap hari /tahunnya. Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur
pada bagian diafisis,kondiler, dan pergelangan kaki
B. Tujuan
Adapun tujuan penuliasan Makalah ini adalah untuk memenuhi tuntutan tugas perkuliahan
mata kuliah system muskulus skeletal, dan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
- Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang fraktur tibia tertutup,
- Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana porses keperawata pada klien dengan
fraktur tibia tertutup.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...
Daftar isi .
BAB I PENDAHULUAN...
A. Pengkajian..
B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi dan Implementasi.
D. Evaluasi.......
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA.