You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Mengingat peranan obat yang sangat penting ini, maka sejak permulaan
abad ke20 timbul disiplin baru dalam ilmu kedokteran yang
dinamakan farmakologi (farmakon = obat, logos = ilmu). Semula
farmakologi mencakup semua ilmu yang berhubungan dengan obat dengan
definisi sebagai berikut : ilmu yang mempelajari sejarah, asal-usul obat,
sifat fisik dan kimiawi, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap
fungsi bokimiawi dan faal, cara kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi
dan ekresi, pengunaan dalam klinik dan efek toksiknya. Obat dalam arti
luas adalah zat kimia yang mempengaruhi proses hidup, sehingga
farmakologi mencakup ilmu pengetahuan ( explosion of knowledge ) dan
keterbatasan kemampuan otak manusia maka farmakologi dipecah
menjadi berbagai disiplin yang mempunyai ruang lingkup yang lebih
terbatas.
Di Negara-negara industri penyakit jantung dan pembuluh (PJP) seperti
gagal jantung, aritmia jantung, angina pectoris dan hipertensi, merupakan
penyebab kematian terbesar, disusul kanker dan CARA. Kematian selama
masa 25 tahun terakhir akibat PJP di AS dan Eropa Utara adalah 2-3 kali
lebih tinggi ketimbang di Jepang dan negara-negara sekitar lautan tengah
(antara lain Portugal, Spanyol, Italia dan Yunani). Keadaan ini terutama
ada hubungannya dengan kebiasaan dan susunan makanannya.
Mediterranian diet sehari-hari di negara-negara terakhir mengandung
lebih sedikit daging dan lemak hewan serta lebih banyak ikan, lemak
nabati tak jenuh, buah-buahan, sayur-mayur dengan antioksidansia dan
flavonoida. Sebaliknya, di negara-negara maju makanannya terutama kaya
kalori, protein dan lemak (jenuh), serta miskin akan serat-serat nabati.

1
Keadaan di Indonesia dapat disamakan dengan di negara-negara Laut
Tengah dan Jepang. Karena PJP terutama menghinggapi Negara kaya,
maka ganggguan ini sering kali dinamakan penyakit kemakmuran. Sistem
sirkulasi terdiri atas jantung dan pembuluh darah sehingga disebut juga
sistem kardiovaskuler. Banyak obat yang memengaruhi fungsi fisiologis
dan biokimia kardiovaskular seperti stimulansia SSP, depresansia SSP,
dan obat otonom. Yang dimaksudkan dengan obat kardiovaskular ialah
obat yang mempunyai efek utama pada jantung dan pembuluh darah.
Sebagai salah satu dari tim medis perawat seyogyanya telah paham betul
akan pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal
dengan tujuan minimal. Dan berikut ini adalah peran perawat dalam
pengobatan :
Mengkaji kondisi pasien
Sebagai pemberi layanan askep, dalam pemberian obat.
Mengobservasi kerja obat dan efek samping obat.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang indikasi obat dan cara
penggunaannya.
Sebagai advokat atau melindungi klien dari pengobatan yang tidak
tepat.

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang


harus mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan
terkanan darah, kerja dan frekuensi jantung serta komponen
kardiovaskuler lain merupakan resultante dari berbagai faktor pengatur
yang bekerja secara serentak.

Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya


interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai
penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap
timbulnya hipertensi.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata
prevalensi (angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya
usia. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia

2
menunjukan 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah
penderita hipertensi.

1.2.Rumusan masalah

1. Pengertian Obat Kardiovascular

2. Hipertensi

3. Deuretika

4. Vasolidator

1.3.Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Obat Kardiovascular

2. Untuk Mengetahui Hipertensi

3. Untuk Mengetahui Deuretika

4. Untuk Mengatahui Vasolidator

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Obat Kardiovascular

Obat Sistem kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang


mempengaruhi & memperbaiki sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak langsung. Jantung dan
pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah
sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat
terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan

3
pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan. Pembuluh darah
dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis.

2.2.Hipertensi

Hipertensi didefenisikan suatu keadaan di mana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka
systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi
darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air
raksa (sphygmomanometer).
Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat
badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80
mmHG. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah
dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan
tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau
berolahraga.
Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan
pengobatan dan pengontrolan secara teratur, maka hal ini dapat membawa
si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan
kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung
seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya
kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit
hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan
jantung.

4
1. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial
dan hipertensi sekunder:
a. Hipertensi esensial
Hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi esensial, penyebabnya multifaktorial meliputi factor
genetic dan lingkungan.
Faktor genetic mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk factor lingkungan adalah antara lain diet, kebiasaan
merokok, obesitas dan lain-lain.
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini
antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal),
hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan lain.
2. Obat Anti Hipertensi
a. Deuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretic juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini

5
diduga akbat penurunan natrium diruang interstinal dan di dalam
sel otot polos pembuluh darahyang selanjutnya menghambat
influx kalsium.

Obat diuretic terbagi menjadi beberapa golongan:

Golongan Tiazid, terdapat beberapa obat yang termasuk


golongan tiazid antara lain hidroklorotiazid, klorotiazid dan
diuretic lian yang memiliki gugus aryl-sulfonamida
(indapamid dan klortalidon). Obat golongan ini bekerja
dengan menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di
tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl-
meningkat
Diuretik kuat, diuretic kuat bekerja pada ansa henle
Asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat
kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan
elektrolit, Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya
lebih kuat dari pada golongan tiazid. Yang termasuk
golongan diuretic kuat antara lain furosemid, torasemid,
bumetanid.
Diuretik hemat kalium, Amilorid, triamteren dan
spironolakton merupakan diuretic lemah
b. Penghambat Adrenergik
Beta Bloker, Berbagai mekanisme penurunan tekanan
darah akibat pemberian -blocker dapat dikaitkan dengan
hambatan reseptor 1, antara lain : (1) penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di
sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan
Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi
aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan
peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi
dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol,
Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol,
Labetalol.
Alfa Bloker, Mekanisme kerjanya memblok reseptor alfa
adrenergik yang menghabisi katekolamin ada pada otot
polosvaskuler perifer yang memberikan efek vasodilatasi.
c. Vasodilator, Hidralazin dan minoksidil menyebabkan relaksasi
langsung otot polos arteriol.

6
d. Inhibitor Angiotensin Converting Enzym (ACE-Inhibitor), ACE
membantu produksi angiotensin II (berperan dalam regulasi
tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan
dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada
prinsipnya merupakan sel endothelia.
e. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Angiotensin II digenerasi oleh jalur rennin-angiotensin ( termasuk
ACE) dan jalur alternative yang digunakan untuk enzim lain
seperti khimase. Inhibitor ACE hanya menutup jalur rennin
angiotensin, ARB menahan langsung reseptor angiotensin tipe I
(AT1), reseptor yang memperantarai efek angiotensn II
(vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,
pelepasan hormone anti diuretic, dan konstriksi arteriol eferen
glomerulus)
f. Antagonis kalsium, obat ini menghambat influks kalsium pada sel
otot polos pembuluh darah dan miokard. Menimbulkan relaksasi
arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.

2.3.Deuretika

1. Defiiisi Deuretika

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan


urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstra sel kembali menjadi normal (Ian tanu,2007)
Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran
kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lain
yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak
langsung tidak termasuk dalam definisi ini seperti zat-zat yang
memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar
volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik
ADH (air, alkohol) (Tjay&Rahardja,2007).
2. Mekanisme Kerja Deuretika
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak.Obat-obat ini
bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:

7
a. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini
direabsorpsi secera aktif untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air,
begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung
secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap
isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus
proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium.
b. Lengkungan Henle
Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah
difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif
dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis.
Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi
transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan
K+ diperbanyak.
c. Tubuli distal
Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga
filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan
klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak eksresi
Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion
Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan
oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-
zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi
Na+ dan retensi K+.
d. Saluran Pengumpul
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran
ini (Tjay&Rahardja, 2007).
3. Penggolongan Deuretika
a. Diuretika Lengkungan
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6).
Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak
dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis
dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya
adalah furosemidayang merupakan turunan sulfonamid dan dapat
digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan
menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop
Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi
sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi
air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix,
impugan (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

8
b. Derivat Thiazida
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan
jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal
dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak
bertambah. Contoh obatnya adalahhidroklorthiazida adalah
senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan
dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih
ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12
jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi
ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada
jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh
6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat
patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Tjay & Rahardja,
2007).
c. Diuretika Penghemat Kalium
Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi
dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium. Aldosteron
enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara
kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya
adalah spironolaktonyang merupakan pengambat aldosteron
mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya
mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah
pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah sehingga
dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini
adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat
mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus
tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini
diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan
melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya
menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada
penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan
potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita.
Contoh obat paten: Aldacton, Letonal (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FK UI, 2007).
d. Diuretika Osomosis
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi
air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air
tinggi dan eksresi Na sedikit. Conto obatnya adalah Mannitol dan
Sorbitol.Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam

9
tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi
singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa
reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat
dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk
menurunkan tekanan intraokuler pada glaukoma. Contoh obat
patennya adalah Manitol (Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FK UI, 2007).
e. Perintang Karbonanhidrase
Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal,
sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih
banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah
beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara
berselang-seling. Asetozolamid diturunkan darisulfanilamid. Efek
diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang
mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup
ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi
peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat
digunakan sebagai obat antiepilepsi, bat penyakit ketinggian.
Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan
selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan
diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah
Miamox (Tjay & Rahardja, 2007).
4. Efek Samping Deuretika
a. Hipokalemia
Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretic dengan ttitik
kerja dibagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K dan
H karena ditukarkan dengan ion Na. akibatnya adalah kandungan
kalium plasma darah menurun dibawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini
terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis
tinggi furosemida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan
kalium ini bergejala kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi,
anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung tetapi gejala ini
tidak selalu menjadi nyata. Thiazida yang digunakan pada
hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5 mg
perhari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu
tidak perlu disuplesi kalium (Slow-K 600 mg), yang dahulu agak
sering dilakukan kombinasinya dengan suatu zat yang hemat
kalium suadah mencukupi. Pasien jantung dengan gangguan ritme

10
atau yang di obati dengan digitalis harus dimonitor dengan
seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan
dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga di
khawatirkan terjadi peningkatan resiko kematian mendadak.
b. Hiperurikemia
Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua
diuretika, kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini diebabkan
oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat
mengenai transpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan
resiko lebih tibggi untuk retensi asam urat dan serangan encok.
c. Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi,
akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi
insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal menyebabkan efek ini.
d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar
koleterol total (juga LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar
kolesterol HDL yang dianggap sebagai factor pelindung untuk PJP
justru diturunkan terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah
indaparmida yang praktis tidak meningkatkan kadar lipid tersebut.
Arti klinis dari efek samping ini pada penggunaan jangka panjang.
e. Akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretikaa
lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun drastic dengan akibat
hiponatriemia. Geejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi
(selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk
dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang
berangsur-angsur dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala,
misalnya 3-4 kaliseminggu. Terutama pada furosemida dan
etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f. Lain-lain
Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri
kepala, pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat
terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis
tinggi.
g. Lain-lain
Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri
kepala, pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat
terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis
tinggi.

11
2.4.Vasolidator

1. Definisi Vasolidator

Vasodilator berasal dari bahasa latin yaitu vas = pembuluh,dillatatio =


memperlebar atau vasodilatansia didefenisikan sebagai zat-zat yang
berkhasiat memperlebar pembuluh secara langsung. Zat-zat dengan
khasiat vasodilatasi tak langsung tidak termasuk defenisi ini, misalnya
obat-obat hipertensi yang menimbulka vasodilatasi melalui blockade
saraf-saraf perifer, aktivasi sarafsaraf otak atau mekanisme lainya
seperti alfa-dan beta-blockers, penghambat ACE dan antagonis-
kalsium (Tjay & Rahardja, 2007).

Berdasarkan penggunaanya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok


vasodilator, yaitu:

Obat-obat hipertensi : dihidralazin dan minoksidil.


Vasodilator Koroner (obat angina pectoris) : nitrat dan
nitrit
Vasodilator Perifer (Obat gangguan sirkulasi): buflomedil,
pentixifilin, turunan nikotinat dan lain-lain.
2. Gangguan Sirkulasi
Atherosclerosis (Pengapuran pembuluh nadi) merupakan gangguan
arteri yang paling sering terjadi, dimana arteriole sedang dan besar
menyempit (stenose) dan hilang kelenturannya. Penyebabnya ialah
terjadinya endapan dari antara lain lipida/kolesterol, kalsium,
polisakarida dan komponen darah (fibrin) pada dinding pembuluh,
serta terganggunya sirkulasi pada jantung, otak dan otot.
a. Jantung
Akibat ischema otot jantung menerima kurang oksigen dan dapat
terjadi penyakit angina pectoris. Penyaluran darah yang terhalang
itu dapat diperbaiki oleh vasi dilator koroner dengan khasiat
memperlebar arteri jantung.
b. Otak
Dementia, disebut juga kepikunan, adalah gangguan sel-sel otak
akibat proses menua dangan gejala seperti kelemahan konsentrasi,
perlambatan fungsi intelek, gangguan-gangguan daya ingat (sering
lupa) dan kognitif, depresi dan sukar tidur. Gejala ini tak jarang
menyertai proses menua dan insedensinya meningkat antara usia
65 dan 80 tahun, dari kurang lebih 2% sampai 25%. Lebih dari

12
50% dari kasus ini disebabkan leh penyakit Alzheimer. Bentuk
prah dari demensia ini diakibatkan oleh degenerasi sel-sel kulit
otak besar dan bercirikn antara lain kekacauan ingatan dan pikiran
dengan perubahan kepribadian yang berdampak terhadap
kehidupan sosial.
c. Otot
Terhalangnya sirkulasi dan hypoxia otot tungkai akibat stenose
arteriole setempat dapat mengakibatkan antara lain jalan pincang
(claudicatio Intermittens). Fakor risiko bagi gangguan pembuluh
perifer ini adalah merokok, disbetes, kadar kolesterol tinggi dan
hipertensi, yang juga memperburuk keluhan yang sudah ada.

3. Penggolongan Vasolidator
Vasodilator dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik-
kerjanya, yaitu:
a. Alfa-blockers
Prazosin, buflomedil dan kodergokrin.
Zat-zat ini merintangi reseptor alfa adrenegik dengan efek
memperlemah daya vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole.
b. Beta-adrenergika: isoxuprin
Zat ini menstimulasi reseptor beta adrenergic di arteriole denga
efek faso dilatasi di bronchia dan otot, tetapi terutama dibagian
yang tidak sakit.
c. Antagonis-canifedipin dan ninodipin, flunarizin dan sinarizin
Obat-obat ini memblok saluran-Ca (calcium channels) di sel otot
jantung dan otot polos pembuluh, sehingga menghindarkan
konstraksi dengan efek vasodilatasi di arteriole.
d. Derivat nikotinat: nikotinilalkohol, xantinol- dan metilnikotinat
Asm nikotinat dan derivatnya terutama mendilatasi pembuluh kulit
dimuka, leher dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke
bagian bwah tubuh justru berkurang. Maka itu, zat ini kurang
berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis atau kaki lebih efektif
pada vasospasme di kulit.
e. Obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak Gingko biloba dan
siklandelat.
4. Efek Samping Vasolidator
Semua vasodilator menimbulkan beberapa efek samping yang
bertalian dengan vasdilatasi, yakni:
a. Turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan ousing dan nyeri
kepala berdenyut-denyut.

13
b. Tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik akibat aksi balasan)
dengan gejala debar jantung (palpitasi), perasaan panas di muka
(flushing) dan gatal-gatal.
c. Gangguan lambung-usus, seperti mual dan muntah-muntah. Guna
mengurangi efek yang tak diinginkan ini vasodilator sebaiknya
diminum pada waktu atau sesudah makan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang


harus mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan
terkanan darah, kerja dan frekuensi jantung serta komponen
kardiovaskuler lain merupakan resultante dari berbagai faktor pengatur
yang bekerja secara serentak.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya
interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai
penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap
timbulnya hipertensi.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata
prevalensi (angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya
usia. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia
menunjukan 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah
penderita hipertensi.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://indahhusada.blogspot.co.id/p/obat-diuretika.html diakses pada tanggal 15

agustus 2017

Gan, Sulistia. 1987. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI III . Jakarta: FKUI.

Katzung, Bertram G. 1998. FARMAKOLOGI DASAR DAN KLINIK EDISI VI-BOOK


I..Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

16

You might also like