You are on page 1of 3

BAB 14.

PERADABAN ISLAM MODERN DI AFRIKA UTARA

Menurut Ira M. Lapidus, yang termasuk dalam wilayah Afrika Utara adalah
negara Aljazair, Tunisia, Maroko dan Libya. Mesir tidak dimasukkan dalam wilayah
ini walaupun secara geografis terletak di wilayah tersebut. Ini disebabkan karena
Mesir mempunyai sejarah yang sangat berbeda dengan keempat negara tersebut di
atas. Oleh karena itu, Mesir akan didiskusikan dalam bab tersendiri.
Proses pertumbuhan dan perkembangan peradaban-peradaban baru di Afrika
Utara mempunyai keunikan tersediri. Di sebagian negara, proses itu berlangsung
secara reformis, namun terutama di Libya, proses itu cukup revolusioner. Untuk
membahas proses itu, aspek-aspek tertentu yang dianggap banyak memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban baru lainnya akan
dijelaskan.
Situasi sosial-politik awal periode kolonisasi pada tahun 1830, pemerintahan
Charles X (Perancis), didorong oleh kepentingan militer untuk merestorasi prestige
politiknua setelah kekalahannya dalam perang Yunani dan didorong oleh kepentingan
perdagangan Marseille, menginvasi Aljazair. Pemerintahan Charles dapat menduduki
Aljazair dan kota-kota pantai lainnya. Perancis semula enggan melakukan penaklukan
atas daerah-daerah lainnya karena biaya yang akan dikeluarkan cukup besar. Akan
tetapi, dalam masa-masa berikutnya Penguasa Perancis tidak hanya menduduki
tempat-tempat penting, tetapi juga menguasai seluruh wilayah Aljazair.
Gerakan reformasi awal abad ke-20 Abd al-Hamid ibn Badis. Setelah
pemberontakan massal yang dipimpin al-Muqrani dapat dilumpuhkan oleh penguasa
Perancis, semangat penduduk Aljazair untuk menentang sistem kolonial semakin
jelas. Namun demikian, para elite mereka terbagi ke dalam tiga komponen. Mereka
adalah para alumni sekolah-sekolah Perancis-Arab yang berharap penuh terhadap
adanya integrasi dengan masyarakat Perancis dengan tetap menjaga identitas sosial
dan legal mereka sebagai muslim. Komponen yang lain adalah elite yang lebih radikal
dan lebih nasionalis orientasinya. Bila kelompok pertama tidak menuntut
kemerdekaan dari penguasa Perancis, kelompok terakhir ini menuntut sebaliknya.
Komponen terakhir adalah para pemimpin gerakan refomasi islam. Komponen
terakhir memberikan kontribusi tidak sedikit bentuk pertumbuhan dan perkembangan
peradaban di Aljazair. Pemimpin dari kelompok terakhir ini adalah Abd al-Hamid ibn
Badis.

BAB 15. PERADABAN ISLAM DI AFRIKA SUB-SAHARA


Afrika sub-sahara adalah wilayah yang sangat luas, yaitu mencakup seluruh
wilayah Afrika minus Afrika Utara, Maroko, Algeria, Tunisia, Libya dan Mesir.
Wilayah Afrika sub-Sahara yang terdiri dari 44 negara mencakup lebih dari tiga
perempat Afrika, yaitu Afrika yang secara geografis dibagi menjadi 4, Afrika bagian
Barat (19), Afrika bagian Timur (7 negara), Afrika bagian Tengah (7 negara) dan
Afrika bagian Selatan (11 negara).
Sejarah islamisasi Afrika sub-Sahara. Berbeda dengan proses islamisasi di
berbagai wilayah di Timur Tengah, anak benua India maupun Eropa, masuknya islam
di Afrika sub-Sahara hampir sama dengan masuknya Islam di Asia Tenggara, yaitu
dengan proses damai (perdagangan) dan tanpa pertumpahan darah. Islam masuk ke
Afrika sub-Sahara melalui tiga wilayah. Pertama, dari bagian utara Islam menyebar
mulai sekitar tahun 1000-an M di beberapa wilayah Sudan yaitu Niger dan Chad.
Islam tersebar di wilayah utara Afrika sub-Sahara melalui migrasi pedagang-pedagang
muslim, sejumlah guru, murid, pengikut sufi dan juga datangnya para pedagang dari
Mediterania, sehingga terbentuklah masyarakat muslim minoritas di beberapa wilayah
Afrika sub-Sahara yang mayoritas masyarakatnya non muslim dan tak bernegara.
Kelompok minoritas inilah yang kemudian bisa mengislamkan para penguasa lokal
dan baru kemudian secara berangsur-angsur Islam menyebar ke masyarakat luas,
khususnya petani. Terlacak dalam sejarah bahwa sudah ada kerajaan Islam di Gao
(Niger) pada 400 H/1009-1010 M. Selain itu ada beberapa pemerintahan Islam di
Kanem (Chad) sekitar 473 H/1083 M. Lambat laun kerajaan-kerajaan Islam
bermunculan di Afrika sub-Sahara, khususnya Mali pada abad ke-14. Walaupun
demikian Islam belum menjadi agama yang mempunyai basis yang kuat di Mali,
sampai abad ke-13 Islam masih merupakan agama yang dianut oleh orang-orang
kerajaan dan bangsawan yang melek huruf. Bahkan sampai abad ke-16 masih ada
beberapa kerajaan Kristen di lembah sungai Nil di Nubia. Pada abad-abad berikutnya
Islam baru bisa menyebar hampir ke seluruh wilayah Afrika sub-Sahara kecuali
wilayah Ethiopia lewat berbagai kegiatan militer kerajaan, khususnya pada ke-18 dan
19.
Secara umum, Islam di Afrika sub-Sahara memang belum cukup signifikan
jika dilihat peran mereka dalam konstelasi dunia islam, kecuali hanya beberapa negara
atau beberapa orang yang cukup menonjol dalam bidang tertentu. Akan tetapi, Afrika
sub-Sahara terlalu signifikan untuk ditinggalkan bila kita berbicara tentang Islam di
berbagai belahan dunia.

You might also like