Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh
LAURA PUSPITA SARI
NIM. 112070020
b) Penelitian dilakukan hanya sebatas kondisi mesin bor yaitu mengevaluasi kinerja
mesin bor dalam penyediaan lubang ledak untuk kemajuan tunnel dengan asumsi
data geoteknik dan data waktu pemboran guna meningkatkan efisiensi kerja dan
produksi dengan menggunakan batang bor R22 Sandvick dimana rangkaian
(drilling string) terdiri dari shank adapter, coupling slevee, extension rod, cross
bit.
Jalur batuan sedimen sebelah selatan disusun oleh batuan yang berumur Miosen
sampai Miosen atas yang menyebar di daerah Bayah-Pelabuhan Ratu-Cimandiri, sampai
ke selatan lagi ditemukan penyebaran batuan gunungapi-sedimen yang termasuk
Formasi Jampang. Sisi sebelah tenggara Fomasi Jampang ditemukan penyebaran batuan
Pra-Tersier sampai Eosen (Kompleks Ciletuh).
Peledakan
(Blasting)
Pembersihan asap
Gambar 2.1
Diagram alir siklus kegiatan penambangan
Kegiatan penggalian lubang bukaan dilakukan dengan cara pemboran dan peledakan.
Pemboran dikerjakan dengan menggunakan alat jackleg dan jumbo drill. Jumlah lubang
bor dan banyaknya bahan peledak yang digunakan tergantung pada kekerasan batuan
dan jauhnya kemajuan lubang yang diinginkan.
Gambar 2.3
Kegiatan pemboran untuk membuat lubang ledak
Jenis-jenis penyanggaan yang digunakan adalah penyanggan kayu seperti three piece set
dan cribbing, penyangga baja (steel support) serta penyangga beton berupa beton
tembak (shortcrete). Penyangga baja dan penyangga kayu umumnya digunakan pada
cross cut dan drift, sedangkan untuk lokasi lombong biasanya hanya diberikan perkuatan
seperti split set, rock bolt, dan welded mesh dengan ukuran 10cmx10cm.
Pemasangan rockbolt dan wire mesh
rockbolt
Gambar 2.4
Pemasangan rockbolt dan wire mess
Lombong yang tidak mengandung bijih akan ditimbun dengan material pengisi.
Untuk kegiatan produksi pada lombong, tepatnya pada kegiatan sebelum peledakan
untuk kemajuan pengambilan urat kuarsa, split set digunakan untuk menyangga batuan
samping yang lapuk agar tidak runtuh setelah peledakan dilakukan penyanggaan dengan
pemasangan rock bolt, wire mesh dan sebagainya tergantung keadaan batuan.
kegiatan pengumpul bijih lepas (broken ore) hasil peledakan kearah corongan (ore pass)
di tambang Kubang Cicau menggunakan cara manual dengan scrapper yang ditarik oleh
tenaga manusia. Pada daerah Ciurug yang menggunakan sistem mekanis, pemuatan bijih
lepas ke lori menggunakan Load Haul Dump (LHD) Toro tipe 301 DL dan EJC 100.
Selanjutnya, lombong yang telah ditambang diisi dengan material pengisi yang
berasal dari limbah pabrik (sand tailing) yang telah dipisahkan dari material halusnya
(kurang dari 10 mikrometer). Pengisi tersebut dimaksudkan untuk menyangga batuan
samping dan menaikkan lantai kerja lombong sehingga bijih pada slice selanjutnya dapat
terjangkau.
2.6 Operasi Pemboran dan Peledakan
2.6.1 Pemboran
Pemboran dilakukan dengan menggunakan mesin bor jenis Leg drill dan Jumbo
drill. Dua jeis mesin bor ini cara kerjanya sangatlah berbeda, mesin bor jenis Leg drill
menggunakan pusher leg sebagai kaki untuk menyangga drill dan nomy pada saat
melakukan pekerjaan pemboran sedangkan jumbo drill menggunakan mesin untuk
menentukan arah pemborannya yang dioperasikan oleh operator.
Pola pemboran yang diterapkan adalah Burn-cut merupakan suatu cara peledakan
dengan membuat lubang-lubang sejajar satu sama lain, yang salah satu lubang dalam cut
ditinggalkan kosong sebagai bidang bebas lubang lain. Lubang yang dibor ada 44 buah
dan 1 lubang lagi dibiarkan kosong karena difungsikan sebagai bidang bebas.
Pola pemboran disesuaikan dengan kelas batuannya. Semakin baik kelas batuan
tersebut maka bidang bebas akan dibuat lebih banyak agar proses peledakkan berhasil
dengan lancar.
pemboran
Gambar 2.5
Pemboran untuk membuat lubang ledak
dengan menggunakan Jumbo Drill
2.6.2 Peledakan
Peledakan di tambang bijih emas UBPE Pongkor, Antam disesuaikan dengan
kondisi kerja. Jika kondisi kering maka dipakai Anfo sebagai bahan peledaknya,
sedangkan pada kondisi lembab atau basah dipakai nonel. Jumlah nonel yang
dimasukkan sesuai dengan kedalaman lubang yang dibor. Panjang nonel 0,2 m
sedangkan target kedalaman lubang 2 m maka nonel yang akan dimasukkan kedalam
lubang sebanyak 10 biji sekaligus 1 primer yang sudah diberikan delay time atau waktu
meledaknya.
Jenis batuan tersebut akan sangat mempengaruhi hasil fragmentasi yang
dihasilkan dari peledakan itu sendiri. Namun untuk mengatasi hal ini biasanya jumlah
lubang kosong diperbanyak untuk menghasilkan banyak bidang bebas, sehingga
fragmentasi yang dihasilkan sesuai dengan keinginan dan tidak menghambat proses
loading nantinya.
Peledakan tersebut dilaksanakan sesuai jam blasting yang sudah ditentukan oleh PT.
Antam.
Nonel Primer
Gambar 2.6
Rangkaian Primer menggunakan Nonel
BAB III
DASAR TEORI
Gambar 3.2
Sistem Pemboran percussive 13)
Gambar 3.3
Sistem Pemboran Rotary-percussive 13)
3.2 Perlengkapan Metode Pemboran Rotary-Percussive 4)
Batang bor yang digunakan pada pemboran rotary-percussive ada dua macam,
yaitu integral drill steel dan extention drill Steel.
3.2.1 Integral Drill Steel
Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor dan batang
bornya menjadi satu. Batang bor ini biasanya digunakan untuk jenjang yang
relative rendah atau kedalaman pemboran relative dangkal dan diameter lubang
bor antara 22-41 mm.
Gambar 3.4
Komponen Batang Bor Jenis Integral 4)
3.2.2 Extension Drill Steel
Berbeda dengan Integral drill, extension drill memerlukan coupling untuk
menghubungkan shank rod dengan extension rods. Selain itu, batang bor jenis
extension dapat dipakai untuk mendapatkan kedalaman pemboran yang
diinginkan.
Gambar 3.5
Komponen batang extension 4)
Perlengkapan pemboran pada alat bor rotary-percussive drilling dengan
menggunakan extension drill steel adalah :
1) Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling sleeve, rods
dan bits selama operasi pemboran. Threads terdiri dari 4 macam, yaitu:
a. R Thread
R thread digunakan pada lubang berdiameter kecil (22-38 mm), R-thread
memiliki sebuah pitch berukuran 12,77 mm dan mempunyai profil sudut
yang besar.
Gambar 3.6
Jenis R, T, C, GD-Thread
b. T Thread
Dapat digunakan pada semua kondisi pemboran dengan batang bor
berukuran 38 51 mm. T-thread memiliki ukuran pitch yang lebih besar dan
sudut yang lebih kecil sehingga pelepasan koplingnya lebih mudah daripada
R thread. Umur pakai thread tipe ini lebih panjang.
c. C Threads
C thread didesain untuk batang berukuran 51 mm atau lebih. Pitch pada
thread ini berukuran besar dan slope angle mirip dengan T- thread.
d. GD or HL Thread
Thread ini mempunyai karakteristik diantara R- thread dan T thread.
Thread ini mempunyai asymmetrical sawtooth profil dan digunakan pada
batang bor berukuran 25 57 mm.
2) Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama yang
menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang bor. Shank adaptor
ini terletak didalam mesin bor dan dihubungkan dengan couplings ke batang
bor pertama.
Gambar 3.7
Jenis Shank adaptor 4)
3) Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi pukulan
dari shank adaptor ke mata bor. Pada pemboran dengan top hammer batang
bor merupakan komponen setelah drill chuck dan dapat berbentuk hexagonal
maupun round cross section.
Gambar 3.8
Tipe Batang bor 4)
4) Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang satu dengan
batang bor lainnya. Tujuan penggunaan coupling untuk memperoleh
kedalaman yang diinginkan. (Gambar 3.9)
5) Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan tumbukan dari
batang bor ke batuan. Alat bor rotary-percussive drill terdiri dari 2 jenis
mata bor, yaitu:
a. Button Bit
Button bit berbentuk silinder. Pada bagian permukaan button bit terbesar
tungstan carbide dalam berbagai bentuk dengan diameter antara 50 mm
251 mm. button bit ini lebih cocok digunakan pada rotary-percusive drilling,
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada insert bit, lebih resisten
terhadap pengerutan dan cold-pressing, dan mampu meneruskan energy dari
batang bor secara lebih efektif. (Gambar 3.10)
Gambar 3.9
Jenis Coupling 4)
b. Insert Bit
Insert bit ini terdiri dari dua bentuk yaitu cross bits dan X-bits. Cross bits
terdiri dari empat buah tungsten carbide yang saling membentuk sudut 90 o
sedangkan X-bits terdiri dari empat buah tungsten carbide yang saling
membentuk sudut 75o dan 105o. Insert bits memiliki ukuran diameter mulai
dari 35 mm sampai 57 mm untuk cross bits dan 64 mm untuk X-
bits.(Gambar 3.10)
3.3 Kegiatan Dasar pada Pemboran Rotary-Percussive 1)
3.3.1 Percussion
Energi pukulan dihasilkan dari shock wave yang menggerakkan piston secara
berulang-ulang kemudian ditransmisikan dari hammer ke mata bor melalui
batang bor.
Button Bit
Gambar 3.11
Macam-macam cut hole 11)
Cut yang biasa digunakan untuk membuat terowongan adalah large hole cut untuk
pemboran horizontal tegak lurus pada permukaan batuan semua lubang dalam cut dibor
pararel sama terhadap yang lain dan peledakan dilaksanakan kea rah lubang kosong yang
bertindak sebagai bukaan.
Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dikembangkan lagi sesuai
kondisi batuan, yaitu:
a. Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut. Empat atau enam lubang dengan
diameter yang sama dibor kea rah satu titik, sehingga berbentuk pyramid. Puncak
pyramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15 cm (6 inchi) dari kedalaman seluruh
lubang bor yang ada. Dengan meledakkan center cut ini secara serentak akan
terbentuk bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut sangat
efektif untuk batuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai efek
getaran tinggi yang disertai oleh lemparan batu-batu kecil.
b. V Cut disebut juga Wedge-cut, angled cut atau cut berbentuk baji: setiap pasang
empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik, tetapi
lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga berbentuk baji.Pola pemboran tipe ini
lebih mudah dibandingkan dengan pola pemboran tipe pyramid cut, tetapi kurang
efektif untuk meledakkan batuan keras.
c. Drag cut atau pola kipas: bentuknya mirip dengan V-cut, yaitu berbentuk baji.
Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengah bukaan. Cara
membuatnya adalah lubang dibor miring untuk membentuk rongga dilantai atau
dinding. Pemboran untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga denga fun
cut atau cut kipas.
Beberapa pertimbangan pada pola drag cut:
- Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate atau batuan sedimen
lainnya.
- Tidak efektif diterapkan pada batuan keras
- Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat instalasi yang
penting diruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga kayu.
d. Burn cut disebut juga dengan cylinder cut. Pola ini sangat cocok untuk batuan yang
keras dan regas seperti batu pasir (sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak cocok
untuk batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan dengan berbagai variasi.
Ciri-ciri pola Burn cut antara lain:
- Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat member lebih dalam disbanding jenis
cut lainnya.
- Lubang tertentu dikosongkan untuk membuat bidang bebas mini, sehingga
pelepasan gelombang kompresi menjadi tarik dapat berlangsung efektif.
Sedangkan untuk lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka tempat batuan
terlempar karena muatan bahan peledak.
Pyramid-Cut
Burn cut
Gambar 3.12
Macam Pola Pemboran 11)
Setelah bukaan atau cut terbentuk, maka stoping kearah cut dimulai. Lubang kontur
(contour hole) yang terdiri atas: lubang atap (roof hole), lubang dinding (wall hole), dan
lubang lantai (floor hole) dibuat agak diserongkan keluar dari kontur (look out), sehingga
terowongan yang dihasilkan mempunyai bentuk seperti yang direncanakan.
Cut dapat diletakkan di sembarang tempat pada muka terowongan tetapi harus
diperhatikan bahwa letak cut mempengaruhi: lemparan, konsumsi bahan peledak, dan
jumlah ledak dalam round. Apabila letak cut dekat dengan dinding mungkin dapat
mengurangi jumlah lubang tembak dalam round, tetapi ada kelemahan-kelemahan lainnya.
Gambar 3.13 7)
Penamaan Lubang ledak pada peledakan di terowongan
Lunak 23 10 30
Sangat lunak 1-2 -10
8. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau modulus
Young (E). Modulus elastisitas batuan bergantung pada komposisi mineral dan
porositasnya. Umumnya batuan dengan elastisitas yang tinggi memerlukan
energi yang besar untuk menghancurkanya.
9. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi
permanen setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan
tersebut belum hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral
penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang plastisitasnya tinggi memerlukan
energi yang besar untuk menghancurkannya.
10. Struktur Geologi
Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan bidang perlapisan akan berpengaruh
terhadap peledakan batuan. Adanya rekaha-rekahan dan rongga-rongga di dalam
massa batuan akan menyebabkan terganggunya perambatan gelombang energi
akibat peledakan. Namun adanya rekahan-rekahan tersebut juga sangat
menguntungkan untuk mengetahui bidang lemahnya, sehingga pemboran akan
dilakukan berlawanan arah dengan bidang lemahnya.
Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator
untuk melakukan kegiatan pemboran.
R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk perbaikan
dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu
penyediaan suku cadang serta waktu perawatan.
b. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi didalam
seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari ketersediaan fisik adalah :
PA = ( x 100% (3.2)
)
Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan padahal
alat tersebut siap beroperasi
(W+R+S) = jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalanmatau jumlah
jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
c. Penggunaan Efektif
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan
oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan.
Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan pengertian efisiensi kerja.
Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:
EU = x 100% .(3.3)
Keterangan :
Dr1 : Kecepatan pemboran bersih (meter/menit)
H : Kedalaman lubang tembak (meter)
Ct Dt : Waktu edar pemboran tanpa hambatan (menit)
2) Gross Driling Rate
Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor yang
dicapai terhadap waktu yang tersedia.
GDR = (3.7)
Keterangan:
GDR = Kecepatan pemboran (m/menit)
H = Kedalaman Lubang Tembak (meter)
Ct = waktu edar pemboran (menit)
3.6.3 Efisiensi Kerja Pemboran 13)
Efisiensi kerja pemboran adalah perbandingan antara waktu kerja produktif
dengan waktu kerja yang terjadwal dan dinyatakan dalam persen. Waktu
produktif adalah waktu yang digunakan untuk kerja pemboran. Jadi efisiensi
kerja dapat dinyatakan:
EK = 100%......................................................................................... (3.8)
Keterangan:
EK = Efisiensi kerja pemboran (%)
WP = waktu kerja produktif (jam)
WT = waktu kerja yang tersedia (jam)
3.6.4 Volume Setara 13)
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume batuan yang
diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang
dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat dihitung denga persamaan:
Veq = (3.9)
( )
Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
n = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)
3.6.5 Produksi Pemboran 13)
Produksi pemboran tergantung kecepatan pemboran mesin bor, volume setara
dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi tersebut dinyatakan dalam m3/jam.
Maka persamaan produksi pemboran adalah:
P = Veq x GDR x EK x 60(3.10)
Keterangan :
P = produksi alat bor (m3/jam/alat)
60 = konversi dari menit ke jam
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Peledakan dilakukan sebanyak 1 kali pada 1 shift pada satu permukaan kerja.
Tergantung pada kegiatan yang sedang berlangsung dan jika tidak terdapat hambatan.
4.3.4 Pola pemboran dan peledakan
Pola pemboran yang diterapkan adalah Burn-cut merupakan suatu cara peledakan
dengan membuat lubang-lubang sejajar satu sama lain, yang salah satu lubang dalam cut
ditinggalkan kosong sebagai bidang bebas lubang lain. Lubang yang dibor ada 44 buah
dan 1 lubang lagi dibiarkan kosong karena difungsikan sebagai bidang bebas.
Gambar 4.19)
Geometri Pemboran pada Permukaan Kerja
Pola pemboran dan peledakan ini disesuaikan dengan kelas batuannya. Semakin baik
kelas batuan tersebut maka bidang bebas akan dibuat lebih banyak agar proses
peledakkan berhasil dengan lancar dan dapat mencapai target.
Tabel 4.1
Waktu Edar Pemboran
Waktu rata-rata
Operasi
No (dt)
1 Waktu Pindah posisi (Pt) 9,02
2 Waktu pemboran 1m (Bt1) 91,67
3 Waktu hambatan1 (Dt1) 48,12
4 Waktu melepas batang bor 1m (At1) 10,21
Waktu pemasangan batang bor
5 1(St1) 5,40
Waktu pemasangan batang bor 2
6 (St2) 10,67
7 Waktu pemboran 2m (Bt2) 352,57
8 Waktu hambatan 2 (Dt2) 13,79
9 Waktu melepas batang bor 2m (At2) 10,75
Waktu Edar pemboran (detik) 552,2
Kedalama pemboran (m) 1,94
Waktu Edar pemboran terdiri dari beberapa jenis operasi, antara lain :
1. Waktu Pindah Posisi (Pt)
Waktu Pindah Posisi adalah waktu yang dibutuhkan alat bor untuk menempatkan
posisi alat sebelum member batuan, yaitu dimulai sejak alat bor pindah dari titik
pemboran sebelum sampai dengan alat bor siap untuk mengebor batuan. Waktu
pindah posisi untuk pemboran dengan kedalaman 1,94 m adalah 9,02 detik.
2. Waktu Pemboran (Bt)
Waktu pemboran adalah waktu yang dibutuhkan untuk menembus batuan sampai
dengan kedalaman lubang bor yang diinginkan, jika batangnya 2 maka ada Bt1 dan
Bt2. Waktu pemboran pada saat menggunakan batang bor 1 m adalah 91,67 detik
dan waktu pemboran setelah batang bor disusun menjadi 2 m adalah 352,57 detik.
3. Waktu Melepas Batang Bor (At)
Wktu melepas batang bor adalah waktu yang digunakan untuk mengangkat
kepermukaan dan melepas setiap batang bor yang digunakan pada proses pemboran
setelah keseluruhan tahap pemboran selesai kecuali batang bor yang terakhir yang
merupakan batang bor pertama, hanya diangkat ke permukaan dan dilepas. Waktu
melepas batang bor pada saat menggunakan batang bor 1 m (At1) adalah 10,21
detik dan waktu melepas batang bor yang berukuran 2 m (At2) adalah 10,75 detik.
4. Waktu Memasang Batang Bor (St)
Waktu memasang Batang bor adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyambung
sebuah batang bor dengan satu batang bor lainnya dari suatu proses pemboran yang
telah menyelesaikan 1 buah batang bor. Waktu memasang batang bor 1m (St1)
adalah 5,40 detik dan waktu memasang bagian batang bor yang berukuran 2 meter
(St2) adalah 10,67 detik.
5. Waktu Hambatan (Dt)
Waktu hambatan adalah waktu hambatan dimana terjadi sesuatu hal yang
mengakibatkan terganggunya proses pemboran. Waktu hambatan saat pemboran
menggunakan batang 1m (Dt1) adalah 48,12 detik dan waktu hambatan saat
pemboran menggunakan batang 2 m (Dt2) adalah 13,79 detik.
Tabel 4.2
Pengamatan waktu kerja (Lampiran J)
Waktu
No Pengamatan Waktu Kerja
(menit)
1 Jam kerja 660 menit
2 Waktu persiapan, perbaikan dan gangguan terdiri atas:
1. Waktu memasuki terowongan 31,42 menit
2. Waktu menuju Front Kerja 18,27 menit
3. Waktu Persiapan Membor 26,34 menit
4. Waktu Pemasangan Mesh dan Rockbolt (mesh front) 146,60 menit
5. Waktu charging dan Blasting 31,35 menit
6. Waktu Mucking 63,82 menit
7. Waktu Persiapan Pulang 23,05 menit
8. Waktu Perbaikan alat 34,50 menit
9. Waktu Perawatan 20,00 menit
10. Waktu terlalu awal dan terlalu lama istirahat 60,00 menit
Berdasarkan hasil pengamatan jam kerja yang tersedia untuk setiap 1 shift adalah
11 jam atau 660 menit dengan waktu persiapan, perbaikan dang gangguan kerja yang
bisa juga dikatakan dengan waktu hambatan adalah sebesar 308,75 menit/shift, maka
diperoleh waktu kerja efektif sebesar 351,25 menit/shift. Dengan perhitungan adalah
sebagai berikut:
Waktu kerja efektif per shift = J T
= 660 menit 308,75 menit
= 351,25 menit/ shift
Keterangan :
J = Jam kerja yang tersedia dalam 1 shift yaitu 11 jam (long shift)
T = Waktu persiapan, perbaikan, dan gangguan (menit)
Maka waktu kerja atau waktu alat beroperasi yang diperoleh adalah 351,25 menit
setiap shift kerja. Penentuan kondisi alat bor dipengaruhi oleh faktor yang saling
berkaitan yaitu kerja alat (W) dan waktu tunggu.
4.5.2. Waktu Perbaikan (R)
Waktu perbaikan terdiri atas perbaikan pada gangguan kompresor dan
perawatan. Berdasarkan pengamatan diperoleh besamya waktu perbaikan yaitu sebesar
34,50 menit/shift dan waktu perawatan sebesar 20,00 menit/shift.
Tabel 4.3
Tingkat Kesediaan rata-rata mesin bor Leg Drill
Shenyang-YT29A (Lampiran J)
Untuk mengetahui scecara jelas kinerja dari mesin bor leg drill Shenyang-YT29A
dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pemboran, maka akan dibahas
mengenai mekanisme pemboran, tingkat kesediaan alat, umur pakai batang bor dan
produksi pemboran yang didalamnya mencakup seluruh variabel yang
mempengaruhi kegiatan pemboran. Disamping itu akan dibahas pula solusi untuk
memenuhi target produksi yang telah ditetapkan.
5.1 Tingkat Ketersediaan Mesin Bor
5.1.1 Ketersediaan Fisik
Nilai ketersediaan fisik mesin bor adalah 98,18% (Lampiran J). Nilai
ketersediaan fisik alat menurut Drevdahl (1968:1-7) termasuk baik karena lebih dari
90%.
Faktor yang mempengaruhi ketersediaan fisik adalah jumlah jam kerja, waktu
menunggu alat dan jumlah waktu yang digunakan untuk perbaikan alat. Nilai ketersediaan
fisik mesin bor menunjukkan perbandingan antara jumlah jam dimana alat seharusnya dapat
dipergunakan dengan waktu perbaikan dan perawatan cukup kecil yaitu 54,50 menit . Hal ini
menunjukkan bahwa waktu perbaikan tidak terlalu mengganggu kesiapan alat untuk bekerja.
5.1.2 Ketersediaan mekanik
Nilai ketersediaan mekanik mesin bor Leg Drill Shenyang-YT29A adalah 86,56%
(Lampiran J). Nilai ketersediaan mekanik alat menurut Drevdahl (1968:1-7)
termasuk sedang karena kurang dari 90%. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan
mekanik adalah jumlah jam kerja alat dan waktu yang digunakan untuk perbaikan alat. Nilai
ketersediaan mekanik menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah kerja dan waktu
perbaikan alat sudah efisien. Walaupun alat bor yang digunakan sudah berumur cukup tua,
tetapi nilai waktu perbaikan alat cukup kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak terjadi
kerusakan, sehingga komponen bor secara umum dalam keadaan baik karena nilai
ketersediaan mekanik lebih dari 80%.
5.1.3 Persen Pemakaian Ketersediaan
Nilai pemakaian ketersediaan mesin bor Leg Drill Shenyang-YT29A adalah 54,20%
(Lampiran J) dan menurut Drevdahl (1968:1-7) termasuk kurang baik karena dibawah
70%, artinya pengoperasian alat tidak efisien.
Faktor yang mempengaruhi pemakaian ketersediaan alat adalah jam kerja alat dan
waktu menunggu alat. Nilai pemakaian ketersediaan mesin bor menunjukkan bahwa
perbandingan antara jumlah jam kerja alat yaitu 351,15 menit dengan jumlah jam menunggu
alat yaitu 254,25 menit menunjukkan jam kerja alat lebih kecil daripada jam kerja menunggu
alat. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan alat tidak efisien karena lebih sedikit waktu
yang dipergunakan untuk beroperasi.
5.1.4 Ketersediaan Efektif
Nilai ketersediaan efektif mesin bor adalah 53,21% (Lampiran J). Ketersediaan
efektif alat menurut Drevdahl (1968:1-7) termasuk kurang baik karena di bawah 70% ,
artinya pengoperasian alat tidak efisien.
Hal ini berarti bahwa penggunaan alat belum efisien karena sedikit waktu yang
digunakan untuk berproduksi yaitu 351,25 menit dari waktu yang sudah terjadwal yaitu
660 menit. Waktu yang digunakan untuk perbaikan tidak terlalu berpengaruh karena
nilainya jauh lebih kecil dibanding jumlah jam kerja alat dan waktu menunggu alat.
5.2 Kinerja Mesin Bor
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mesin bor adalah,
1. Umur pakai mesin bor
2. Umur Batang Bor
3. Efisiensi mesin bor
4. Efisiensi kerja pemboran
5.2.1 Umur Pakai Mesin Bor
Umur pakai mesin bor leg drill berdasarkan spesifikasinya adalah 5
tahun. Mesin bor leg drill untuk penyediaan lubang ledak pada tambang bawah
tanah di PT.KSP yang berlokasi di tambang bawah tanah UBPE Pongkor, Antam
digunakan sejak tahun 2009. Walaupun umur pakai alat belum berumur 5 tahun
selalu dilakukan perbaikan serta perawatan secara berkala dan menyeluruh yang
dilakukan oleh PT.KSP, mesin bor tersebut dapat digunakan secara optimum
untuk penyediaan lubang ledak guna memperlancar dalam kemajuan tunnel. Hal
ini ditunjukkan dengann cukup tingginya nilai kesediaan fisik dan nilai kesediaan
mekanik yang dimiliki mesin bor tersebut.
5.2.2 Umur Pakai Batang Bor
Umur dari batang bor merupakan jumlah kedalaman total yang diperoleh
dalam kegiatan pemboran sampai batang bor tersebut ditetapkan tidak layak lagi
digunakan dan satuan umur pakainya adalah meter pemboran (drm).
Faktor yang mempengaruhi umur dari rangkaian batang bor tersebut selama
pengamatan adalah kurangannya ketersediaan angin dan air untuk pemboran
sehingga menyulitkan proses flushing dan pemboran. Tekanan air harus lebih dari 3,5
Bar dan tekanan angin harus lebih dari 6,5 Bar. Karena jika tekanan air dan angin tidak
terpenuhi maka kerja mesin akan maksimal dan hal itu akan merusak komponen dari
batang bor. Air pada pemboran difungsikan untuk melunakkan dinding batuan yang
dibor sehingga mempermudah kerja pemboran sedangkan angin digunakan untuk
membersihkan lubang bor. Selain kurangnya ketersediaan angin dan air, kondisi
batuan yang dibor juga mempengaruhi umur dari mata bor. Dari analisis pengujian
kuat tekan didapatkan 72 MPa dimana batuan tersebut memiliki kekerasan yang
sedang. Hal tersebut akan mempengaruhi abrasivitas batuan yang nantinya juga
berpengaruh pada umur mata bor. Rangkaian bagian batang bor tersebut memiliki
umurnya masing-masing, umur pakai mata bor (cross bit) adalah 119,59 drm, umur
extension rod adalah 202,40 drm, umur coupling slevee adalah 263,11 drm, dan umur
shank adapter adalah 328,89 drm. (Lampiran Q).
Umur mata bor dapat diperpanjang jika dilakukan penajaman kembali mata
bor (Bit Grinding). Sedangkann untuk memperpanjang umur batang bor dapat
dilakukan berdasarkan ketentuan WI (Work Instruction) dan SOP (Standard
Operasional Prosedure). Upaya-upaya tersebut dapat memperpanjang umur dari
komponen batang bor.
5.2.3 Efisiensi Mesin Bor
Efisiensi mesin bor dinilai berdasarkan tingkat penggunaan alat dari waktu
yang tersedia untuk melakukan pemboran sehingga dalam hal ini efisiensi kerja
mesin bor tergantung pada penggunaan efektif mesin bor (UA). Efisiensi kerja
mesin bor Leg Drill Shenyang-YT29A adalah 54,20 % (Lampiran J). Efisiensi kerja mesin
bor tersebut kurang baik karena dibawah 70%, ini dikarenakan banyak waktu operasi
dibandingkan waktu alat tersebut digunakan secara efektif .Efisiensi kerja mesin bor akan
mempengaruhi produksi pemboran, semakin besar efisiensi kerja mesin bor makan semakin
besar pula produksi yang dihasilkan.
5.2.4 Efisiensi Kerja Pemboran
Efisiensi pemboran sangat mempengaruhi produksi pemboran dimana
peningkatan efisiensi kerja pemboran akan menambah jumlah waktu yang tersedia untuk
melakukan kegiatan pemboran sehingga produksi pemboran secara otomatis akan
meningkat.
Waktu kerja efektif selama pengamatan adalah 5,54 jam per hari yang diperoleh
dari pengurangan jam kerja teoritis per hari yaitu 11 jam dengan jumlah waktu tidak
efektif yaitu 5,46 jam (Tabel 5.).
1. Hambatan yang tidak dapat ditekan:
- Waktu Memasuki Terowongan = 31,42 menit
- Waktu menuju Front Kerja = 18,27 menit
- Waktu Charging dan Blasting = 31,35 menit
- Waktu mucking = 63,82 menit
------------------- +
=144,86 menit
2. Hambatan yang dapat ditekan sebelum perbaikan:
- Waktu Perbaikan = 34.50 menit
- Waktu Perawatan = 20,00 menit
- Waktu Persiapan menbor = 26,34 menit
- Waktu persiapan pulang = 23,05 menit
- Waktu Istirahat lebih awal dan terlalu lama = 60,00 menit
---------------------- +
163,89 menit
Jumlah Waktu hambatan saat bekerja = 144,86 menit + 163,89 menit
= 308,75 menit
Jam kerja efektif selama pengamatan = 11 jam (308,75 menit/60)jam
= 11 jam 5,46 jam
= 5,44 jam atau 351,25 menit
= 53,21 %
Persen efisiensi yang didapat adalah 53,21%. Hal ini menunjukkan bahwa waktu
yang efektif yang digunakan untuk beroperasi lebih kecil dibanding waktu hambatannya.
5.3 Produksi Pemboran
5.3.1 Kecepatan Pemboran
Pemakaian gross drilling rate dikarenakan gross drilling rate memperhitungkan
waktu untuk mengatasi hambatan yang dimana pada kegiatan pemboran tidak pernah
dilepas dari hambatan.
Kecepatan pemboran diperoleh 0,21 m/menit dengan membandingkan
kedalaman rata-rata yang dapat dicapai yaitu 1,94 m dengan waktu edar yaitu 9,20
menit untuk membuat satu lubang ledak. Kecepatan pemboran dapat ditingkatkan
dengan memperkecil waktu mengatasi hambatan. Hal tersebut dapat diupayakan dengan
pemilihan komponen pemboran yang sesuai, meningkatkan keahlian operator, dan
perawatan terhadap komponen mesin bor.
5.3.2 Volume Kesetaraan
Volume setara sangat dipengaruhi dengan pola pemboran, geometri pemboran
dan jumlah lubang ledak. Volume setara yang diterapkan menggunakan pola pemboran
burn-cut dengan kemajuan lubang bukaan sekali peledakan 1,7 m dengan jumlah
lubang ledak yaitu 44 lubang isi dang 1 lubang kosong dengan kedalaman 1,94 m yang
dapat diperoleh per hari adalah 0,311 m3/menit. (Lampiran P)
5.3.3 Produktivitas Pemboran
Poduktivitas pemboran sangat dipengaruhi oleh kecepatan pemboran, volume
setara dan efesiensi kerja pemboran. Kecepatan pemboran sangat dipengaruhi oleh
waktu hambatan, jika waktu hambatan pada waktu edarnya kecil maka kecepatan
pemborannya akan lebih besar dan produktivitas pemboran meningkat. Volume setara
sangat dipengaruhi oleh kemajuan peledakannya, semakin baik hasil dari sekali
peledakan maka akan mempengaruhi produktivitas pemborannya. Efisiensi kerja
pemboran sangat dipengaruhi oleh waktu kerja efektif yang digunakan dibanding dengan
waktu kerja teoritisnya.
Produktivitas Pemboran = kecepatan pemboran x volume setara x eff.kerja x 60 x 11
= 0,21 m/menit x 0,311 m3/menit x 0,5321 x 60 x 11
= 22,93 m3/shift/alat bor atau 2,08 m3/jam/alat bor
Dengan kecepatan pemboran 0,23 m/menit, volume setara 0,311 m3/menit, dan
efisiensi kerja 53,21% maka produktivitas pemborannya 22,93 m3/shift/alat bor atau
2,08 m3/jam/alat bor (Lampiran P). Setelah dikonversikan dengan densitas batuannya
yaitu 2,2 ton/m3, hasil produktivitas pemboran tersebut belum dapat dikatakan
mencapai target kemajuan sekali peledakan sepanjang 1,7 m yaitu 59,84 ton/shift/alat
bor (Lampiran N). Alasan tidak tercapainya target kemajuan 1,7 m dikarenakan kondisi
batuan tidak merata dan jumlah lubang bor sebanyak 45 tidak tercapai, kedalaman
lubang bor tidak sama antara satu dengan lainnya.
5.4 Kemungkinan Peningkatan Kerja Pemboran
Upaya peningkatan efisiensi kerja dilakukan dengan cara mereduksi waktu
hambatan yang dapat dihindari sehingga memperkecil waktu kerja tidak efektif. Upaya
itu dilakukan dengan cara menurunkan waktu kegiatan yang dapat ditekan.
Dari waktu perbaikan 34,5 menit dapat ditekan menjadi 25 menit . Pada waktu
perawatan mesin bor 20 menit dapat ditekan menjadi 10 menit . Upaya penekanan
waktu untuk perbaikan dan perawatan itu dilakukan dengan cara penggunaan mesin
bor yang baik dan benar sehingga meminimalisir kerusakan yang terjadi sehingga
waktu untuk perbaikan dan perawatan berkurang.
Waktu persiapan membor 26,34 menit dapat ditekan menjadi 15 menit dengan cara
melakukan scalling dan washing secara bersamaan, selain itu pengecekan terhadap
adanya ketersediaan angin dan air juga perlu dilakukan sehingga akan lebih
mempersingkat waktu .
Waktu persiapan pulang 23,05 menit dapat ditekan menjadi 10 menit dengan cara
segera melakukan housekeeping setelah kegiatan operasi pemboran selesai
sehingga dapat mempersingkat waktu. Kemudian jalur untuk pulang dari dalam
bukan dari luar. Jika lewat jalur luar maka dibutuhkan sekitar 20 menit untuk
sampai ke site. Jika melewati jalur dalam atau dari level 600 Ciurug ke level 500
Ciguha maka dibutuhkan waktu sekitar 10 menit.
Sehingga uraian perhitungan efisiensi adalah sebagai berikut:
1. Hambatan yang tidak dapat ditekan:
- Waktu Memasuki Terowongan = 31,42 menit
- Waktu menuju Front Kerja = 18,27 menit
- Waktu Charging dan Blasting = 31,35 menit
- Waktu mucking = 63,82 menit
------------------- +
=144,86 menit
2. Hambatan yang dapat ditekan diusulkan:
- Waktu Perbaikan = 25,00 menit
- Waktu Perawatan = 10,00 menit
- Waktu Persiapan menbor = 15,00 menit
- Waktu persiapan pulang = 10,00 menit
- Waktu Istirahat lebih awal dan terlalu lama = 30,00 menit
---------------------- +
90,00 menit
Jumlah Waktu kerja efektif sesudah perbaikan = 144,86 menit + 90,00 menit
= 234,86 menit
Jam kerja efektif sesudah perbaikan = 11 jam (234,86 menit/60)jam
= 11 jam 3,91 jam
= 7,09 jam = 425,14
Tabel 5.1
Hambatan Kerja alat bor (Lampiran K)
Hasil Upaya
Jenis Hambatan Pengamatan Peningkatan
(menit) (menit)
A. Tidak dapat ditekan
waktu memasuki terowongan 31,42 31,42
waktu menuju front kerja 18,27 18,27
waktu pemasangan mesh dan rockbolt/mesh
146,60 146,60
front
waktu charging & Blasting 31,35 31,35
waktu mucking 63,82 63,82
B. Dapat Dihindari
Waktu perbaikan 34.5 25
waktu perawatan 20 10
waktu persiapan menbor 26,34 15
Waktu persiapan pulang 23,05 10
waktu istirahat lebih awal dan terlalu lama 60 30
Berdasarkan uraian dari bab- bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan
dan saran sebagai berikut:
6.1 Kesimpulan
1. Efisiensi kerja pemboran selama pengamatan di lapangan didapatkan 54,20%.
Efisiensi pemboran tersebut termasuk kurang baik karena dibawah 70%. Hal itu
dikarenakan waktu siap atau waktu dimana alat tidak dipergunakan padahal alat
tersebut siap beroperasi terlalu besar yaitu sebesar 254,25 menit ditambah
dengan waktu perbaikan serta perawat sebesar 54,50 menit.
2. Produktifitas mesin bor Shenyang-YT29A adalah 22,93 m3/shift/alat bor atau
2,22 m3/jam/alat bor. Dengan efisiensi pemboran sebesar 53,21% dan densitas
batuan yang digali sebesar 2,20 ton/m3, hasil produksi tersebut belum dapat
mencapai target kemajuan penggalian lubang bukaan karena produksi yang
dihasilkan dengan produktifitas dan densitas diatas adalah 50,45 ton/shift,
sedangkan untuk mencapai target dengan kemajuan penggalian lubang bukaan
sepanjang 1,7 m per peledakan adalah 59,84 ton/shift.
3. Umur mata bor dan batang bor dipengaruhi oleh medan kerja seperti kondisi
batuan dimana batuan tersebut memiliki kekerasan yang sedang. Hal tersebut
akan mempengaruhi abrasivitas batuan yang nantinya juga berpengaruh pada
umur mata bor. Kemudian selain dipengaruhi medan kerja, operator, dan
ketersediaan air dan angin juga berpengaruh pada umur dari batang bor dan
mata bor karena air dan angin akan membantu proses pembilasan juga
membantu proses pemboran dalam menggali batuan karena jika tekanan air
>3,5 Bar dan tekanan angin >6,5 Bar maka kerja mesin bor tanpa adanya
dukungan air dan angin akan merusak komponen batang bor sehingga komponen
batang bor tersebut cepat aus. Hal itu akan mengurangi umur dari komponen
batang bor itu sendiri.
6.2 Saran
1. Setelah adanya upaya peningkatan efisiensinya dengan cara memperkecil waktu
hambatan yang berupa waktu perbaikan menjadi 25 menit dan waktu perawatan
menjadi 10 menit dengan cara menggunakan alat dengan baik dan benar
sehingga meminimalisir waktu perbaikan dan perawatan, waktu persiapan
pemboran menjadi 15 menit dengan cara melakukan scalling dan washing secara
bersamaan, waktu persiapan pulang menjadi 10 menit dengan cara mempercepat
housekeeping sehingga waktu persiapan pulang dapat ditekan, maka efisiensi
kerja pemboran dapat mengalami peningkatan menjadi 64,41%. Dengan adanya
perbaikan jam kerja yang tersedia maka produksi pemboran meningkat menjadi
27,76 m3/shift atau 2,52 m3/jam dan produksi sudah dapat mencapai target
dengan kemajuan lubang penggalian 1,7 m adalah 59,84 ton/shift .
2. Untuk mempertahankan kecepatan pemboran maka perlu adanya penajaman
kembali mata bor (Bit Grinding) dengan alat yang dinamakan grinder sehingga
kedalaman yang dihasilkan memuaskan dan mencapai target. Hal ini dilakukan
juga untuk memperpanjang umur mata bor.
3. Untuk memperpanjang umur batang bor, diupayakan agar operator menggunakan
WI (Work Instruction) dan SOP (Standar Operational Prosedure) pemboran
yang telah ditetapkan dan tetap menjaga kestabilan penyediaan air dan angin
untuk pemboran.
DAFTAR PUSTAKA
3. http://wapedia.mobi/id/Emas:
7. Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam (2010), Pongkor, Bogor, Jawa Barat.
8. Laporan Struktur Geologi daerah PT.UBPE Antam (2010), Pongkor, Bogor, Jawa
Barat
10. Peta wilayah Eksplorasi dan Eksploitasi PT. UBPE Antam (2010), Pongkor, Bogor,
Jawa Barat
11. S. Koehler., (1967), Mining Methods And Equipment, Montana College of Mineral
science And Technology, Chicago.IL.
13. Koesnaryo S., (2001), Pemboran untuk Penyediaan Lubang Ledak, Jurusan Teknik
Pertambangan UPN VETERAN Yogyakarta