You are on page 1of 33

ASAM MEFENAMATMefenamic acid binds the prostaglandin synthetase receptors COX-1 and COX-2, inhibiting

the action of prostaglandin synthetase


analgesic, anti-inflammatory, and antipyretic properties rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dysmenorrhea, and mild to moderate
pain, inflammation, and fever
perimenstrual migraine headache prophylaxis, with treatment starting 2 days prior to the onset of flow or 1 day prior to the
expected onset of the headache and continuing for the duration of menstruation.

Side effects may include headache, diarrhea, hematemesis (vomiting blood), hematuria (blood in urine),
blurred vision, skin rash, itching and swelling, sore throat and fever.It has been associated with acute liver
damage.In 2008 the US label was updated with a warning concerning a risk of premature closure of the
ductus arteriosus in pregnancy

Primary Dysmenorrhea
Structured Indications

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik sebagai anti-inflamasi,


asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Asam
mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian
interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping
terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai
diare berdarah dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada
orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek
samping lain yang berdasarkan hipersensitivita ialah eritema kulit dan
bronkokonstriksi. Anemia hemolitik pernah dilaporkan. Dosis asam
mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Karena efek toksiknya
maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan
kepada anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil, dan pemberian tidak
melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa penggunaan
selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna. Take with
food.
N-(2,3-Xylyl)-2-aminobenzoic acid
2-[(2,3-dimethylphenyl)amino]benzoic acid
yes inhibitor Human P35354

Prostaglandin G/H synthase 2, Prostaglandin G/H synthase 1


.
Volume of 1.06 L/kg [Normal Healthy Adults (18-45 yr)]
distribution
Protein Mefenamic acid is rapidly absorbed after oral administration ,90%, also glucuronidated
binding directly
Metabolism .
Route of The fecal route of elimination accounts for up to 20% of the dose, mainly in the form of
elimination unconjugated 3-carboxymefenamic acid.3 its metabolites and conjugates are primarily

Scanned by CamScanner
excreted by the kidneys. Both renal and hepatic excretion are significant pathways of
elimination.
Half life 2 hours

Scanned by CamScanner
DIKLOFENAK
inhibition of both leukocyte migration and the enzyme cylooxygenase (COX-1 and COX-2)
Dalam klasifikasi selektivitas penghambatan COX, termasuk kelompok
preferential COX-2 inhibitor. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung
cepat dan lengkapObat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek
metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh
singkat yakni 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan
efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama
seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak
lambung. Peningkatan enzim transaminase dapat terjadi pada 15% pasien dan
umumnya kembali ke normal. Gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi
dibanding dengan AINS lain.
Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg
sehari terbagi dua atau 3 dosis. Completely absorbed from the gastrointestinal tract
analgesic and antipyretic. pain, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, acute gout arthritis, acute migraine, actinic keratosis,
dysmenorrhea, ocular inflammation
Prostaglandin G/H synthase 2 Inhibitor Human P35354
Prostaglandin G/H synthase 1 Protein inhibitor Human P23219
Arachidonate 5-lipoxygenase Protein yes potentiator Human P09917
Sodium channel protein type 4 subunit alpha Protein yes inhibitor Human P35499
Acid-sensing ion channel 1 Protein yes inhibitor Human P78348
Potassium voltage-gated channel subfamily KQT member 2 Protein yes other Human O43526
Potassium voltage-gated channel subfamily KQT member 3 Protein yes other Human O43525
Phospholipase
P
H
P un in 1
u
ro kn hi 4
A2, membrane associated m
te ow bit 5
a
in n or 5
n
5

Cytochrome P-450 CYP1A2 Substrates


Cytochrome P-450 CYP2B6 Substrates
Cytochrome P-450 CYP2C19 Substrates
Cytochrome P-450 CYP2C8 Substrates
Cytochrome P-450 CYP2C9 Substrates
Cytochrome P-450 CYP3A4 Substrates
Dermatologicals
Enzyme Inhibitors
P-glycoprotein/ABCB1 Inhibitors
Completely absorbed from the gastrointestinal tract.
Scanned by CamScanner

1.3 L/kg
CYP1A2 , CYP2B6 , CYP2C19 , CYP2C8 , CYP2C9 , CYP3A4
Volume of distribution
Protein binding More than 99%
Hepatic

Substrate Enzymes Product


Metabolism
Cytochrome
4'-
Diclofenac P450 2C9
Hydroxydiclofenac

UDP-glucuronosyltransferase 2B7
Diclofenac acyl
Diclofenac UDP-glucuronosyltransferase 1-1
glucuronide
Prostaglandin G/H synthase 1
Diclofenac 3'-Hydroxydiclofenac
Cytochrome P450 3A4
Diclofenac 5-Hydroxydiclofenac
4'-
Not Available 4',5-Dihydroxydiclofenac
Hydroxydiclofenac
5-
Not Available 4',5-Dihydroxydiclofenac
Hydroxydiclofenac

Diclofenac is eliminated through metabolism and


subsequent urinary and biliary excretion of the
glucuronide and the sulfate conjugates of the
Route of metabolites. Little or no free unchanged diclofenac is
elimination excreted in the urine. Approximately 65% of the dose
is excreted in the urine and approximately 35% in the
bile as conjugates of unchanged diclofenac plus
metabolites.
Half life 2 hours
oral cl=622 mL/min [healthy]
Clearance renal cl <1 mL/min [healthy]

Symptoms of overdose include loss of consciousness,


increased intracranial pressure, and aspiration
pneumonitis. LD50=390mg/kg (orally in mice)
arthritis.
Actinic Keratosis (AK)
Acute Gouty Arthritis
Ankylosing Spondylitis
(AS)
Juvenile Idiopathic
Toxicity
Arthritis (JIA)
Structured Migraine, Acute
Indications Pain
Pain, Acute
Pericarditis
Photophobia
Postoperative
Inflammation
Primary Dysmenorrhea

Scanned by CamScanner
Rheumatoid Arthritis
Acute Musculoskeletal
injury
Ocular inflammatory
conditions

Synovitis of osteoarthritis
History of allergic
reactions
following NSAID
Active stomach
and/or duodenal
ulceration or
gastrointestinal
bleeding
Inflammatory
bowel disease
(NYHA III/IV)
Affected Pain management
Humans and other mammal
organisms in the setting of
coronary artery
bypass graft
(CABG) surgery
Severe liver
insufficiency
(Child-Pugh Class
C)
(creatinine
clearance <30
ml/min)

2-((2,6-dichlorophenyl)amino)benzeneacetic acid

IBUPROFEN
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama
kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi
Scanned by CamScanner
yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-
inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorbsi ibuprofen
cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2
jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen
terikat dalam protein plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.
Kirakira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai
metabolit atau konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan
karboksilase.
Obat AINS derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat pada protein
plasma, efek interaksi misalnya penggeseran obat warfarin dan oral
hipoglikemik hampir iidak ada. Tetapi pada pemberian bersama dengan
warfarin, tetap harus waspada karena adanya gangguan fungsi trombosit yang
memperpanjang masa perdarahan. Derivat asam propionat dapat mengurangi
efek diuresis dan natriuresis furosemid dan tiazid, juga mengurangi efek
antihipertensi obat -bloker, prazosin dan kaptopril. Efek ini mungkin akibat
hambatan biosintesis PG ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih
ringan dibandingkan dengan aspirin, indometasin atau naproksen. Efek
samping lainnya yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala trombosipenia,
ambliopia toksik yang reversibel. Dosis sebagai analgesik 4x400 mg sehari
tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individual.
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Dengan
alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek
samping serius pada dosis analgesik, maka ibuprofen dosis 200 mg dijual
sebagai obat-generik bebas di beberapa negara termasuk di Indonesia.
Pemberian ibuprofen bersama aspirin mengantagonis efek aspirin terhadap
trombosit sehingga meniadakan sifat kardioprotektif aspirin.

Scanned by CamScanner
KETOPROFEN

Derivat asam propionat ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat anti-
inflamasi sedang. Absorpsi berlangsung baik dari lambung dan waktu paruh plasma
sekitar 2 jam. Efek samping sama dengan AINS lain terutama menyebabkan
gangguan saluran cerna, dan reaksi hipersensitivltasDosis kali 100 mg
sehari, tetapi sebaiknya ditentukan secara individual.

NAPROKSEN
Merupakan salah satu derivat asam propionat yang efektif dan insiden efek
samping obat ini lebih rendah dibandingkan derivat asam propionat lain.
Absorpsi obat ini berlangsung baik melalui lambung dan kadar puncak
plasma dicapai dalam 2-4 jam. Bila diberikan dalam bentuk garam natrium
naproksen, kadar puncak plasma dicapai lebih cepat. Waktu paruh obat ini
14 jam, sehingga cukup diberikan dua kali sehari. Tidak terdapat korelasi
antara efektivitas dan kadar plasma. lkatan obat ini dengan protein plasma
mencapai 98-99%. Ekskresi terutama dalam urin, baik dalam bentuk utuh
maupun sebagai konjugat glukuronida dan demetilat. Interaksi obat sama
seperti ibuprofen. Naproksen bersama ibuprofen dianggap yang paling
tidak toksik di antara derivat asam propionate. Efek samping yang dapat
timbul ialah dispepsia ringan sampai perdarahan lambung. Efek samping
terhadap SSP berupa sakit kepala, pusing, rasa lelah dan
ototoksisitasGangguan terhadap hepar dan ginjal pernah dilaporkan.
Dosis untuk terapi penyakit reumatik sendi adalah 2 kali 250-375 mg
sehariBila perlu dapat diberikan 2 kali 500 mg sehari.

Scanned by CamScanner
INDOMETASIN

Scanned by CamScanner
COX-1 is a constitutively expressed enzyme that is involved in gastric mucosal protection, platelet and kidney function. It catalyzes the conversion
of arachidonic acid to prostaglandin (PG) G2 and PGG2 to PGH2. COX-1 is involved in the synthesis pathways of PGE2, PGD2, PDF2a, PGI2
(also known as prostacyclin) and thromboxane A2 (TXA2). COX-2 is constitutively expressed and highly inducible by inflammatory stimuli. It is
found in the central nervous system, kidneys, uterus and other organs. It also catalyzes the conversion of arachidonic acid to PGG2 and PGG2 to
PGH2. In the COX-2-mediated pathway, PGH2 is subsequently converted to PGE2 and PGI2 (also known as prostacyclin). PGE2 is involved in
Merupakan derivat indol-
mediating inflammation, pain and fever. Decreasing levels of PGE2 leads to decreased inflammation.

asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis reumatoid
dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksis maka penggunaan
obat ini dibatasi. lndometasin memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik
yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Telah terbukti, bahwa indometasin
memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. Seperti kolkisin, indometasin
menghambat motilitas leukosit pollmorfonuklear.
1-[(4-chlorophenyl)carbonyl]-5-methoxy-2-methyl-1H-indol-3-yl}acetic acid 2-[1-(4-chlorobenzoyl)-5-methoxy-2-methyl-1H-indol-3-yl]acetic
acid
moderate to severe rheumatoid
arthritis including acute flares
of chronic disease, ankylosing
spondylitis, osteoarthritis,
acute painful shoulder (bursitis
and/or tendinitis) and acute
gouty arthritis.
Acute Gouty Arthritis
Ankylosing Spondylitis (AS)
Bursitis
Pain, Acute
Structured Indications
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Rheumatoid Arthritis
Synovitis of osteoarthritis

Indomethacin, a NSAIA, with analgesic and antipyretic properties exerts its


pharmacological effects by inhibiting the synthesis of prostaglandins involved in pain,
fever, and inflammation. Indomethacin inhibits the catalytic activity of the COX
enzymes, the enzymes responsible for catalyzing the rate-limiting step in prostaglandin
synthesis via the arachidonic acid pathway. Indomethacin is known to inhibit two well-
characterized isoforms of COX, COX-1 and COX-2, with greater selectivity for COX-
1. COX-1 is a constitutively expressed enzyme that is involved in gastric mucosal
protection, platelet and kidney function. It catalyzes the conversion of arachidonic acid
Pharmacodynamics
to prostaglandin (PG) G2 and PGG2 to PGH2. COX-1 is involved in the synthesis
pathways of PGE2, PGD2, PDF2a, PGI2 (also known as prostacyclin) and
thromboxane A2 (TXA2). COX-2 is constitutively expressed and highly inducible by
inflammatory stimuli. It is found in the central nervous system, kidneys, uterus and
other organs. It also catalyzes the conversion of arachidonic acid to PGG2 and PGG2
to PGH2. In the COX-2-mediated pathway, PGH2 is subsequently converted to PGE2
and PGI2 (also known as prostacyclin). PGE2 is involved in mediating inflammation,
pain and fever. Decreasing levels of PGE2 leads to decreased inflammation.
Indomethacin is a prostaglandin G/H synthase (also known as cyclooxygenase or
COX) inhibitor that acts on both prostaglandin G/H synthase 1 and 2 (COX-1 and -2).
Prostaglandin G/H synthase catalyzes the conversion of arachidonic acid to a number
Mechanism of action
of prostaglandins involved in fever, pain, swelling, inflammation, and platelet
aggregation. Indomethacin antagonizes COX by binding to the upper portion of the
active site, preventing its substrate, arachidonic acid, from entering the active site.

Scanned by CamScanner
Indomethacin, unlike other NSAIDs, also inhibits phospholipase A2, the enzyme
responsible for releasing arachidonic acid from phospholipids. Indomethacin is more
selective for COX-1 than COX-2, which accounts for its increased adverse gastric
effects relative to other NSAIDs. COX-1 is required for maintaining the protective
gastric mucosal layer. The analgesic, antipyretic and anti-inflammatory effects of
indomethacin occur as a result of decreased prostaglandin synthesis. Its antipyretic
effects may be due to action on the hypothalamus, resulting in an increased peripheral
blood flow, vasodilation, and subsequent heat dissipation.
Pharmacological UniProt
Target Kind Actions Organism
action ID
Prostaglandin G/H
Protein unknown inhibitor Human P23219
synthase 1
Prostaglandin G/H synthase 2 Protein yes inhibitor Human P35354
Phospholipase A2, membrane associated Protein yes inhibitor Human P14555
Prostaglandin reductase 2 Protein unknown inhibitor Human Q8N8N7
Peroxisome proliferator-activated receptor gamma Protein unknown activator Human P37231
Lactoylglutathione lyase Protein unknown inhibitor Human Q04760
Prostaglandin
Peroxisome proliferator-activated receptor alpha Protein unknown agonist Human Q07869

1. MEDLINE Abstracts: NSAIDs and Esophageal Cancer

Medscape, 2003

2. Use of Misoprostol for Labor Induction in Patients With


Asthma

Peter S. Bernstein, MD, MPH, FACOG, et al., Medscape, 2004

3. NSAIDs and Cardiovascular Outcomes in Women


Related Articles
PracticeUpdate, 2014

4. Aspirin and AMD: Confusion, and More Data Needed

Charles C. Wykoff, MD, PhD, Medscape, 2013

5. Combining COX-1 and COX-2 Inhibitors

Robert Terkeltaub, MD, Medscape, 2001

Powered by TrendMD
Bioavailability is approximately 100% following oral administration
Absorption
and 8090% following rectal administration.
Volume of
Not Available
distribution
Protein binding 97%

Scanned by CamScanner
Hepatic.

Substrate Enzymes Product


Cytochrome P450
Metabolism
2C9
O-
Indomethacin Cytochrome P450
Desmethylindomethacin
2C19

UDP-glucuronosyltransferase 1-1 Indomethacin acyl


Indomethacin
glucuronide
Liver carboxylesterase 1 N-Deschlorobenzoyl
Indomethacin
indomethacin
O-Desmethyl-N-
N-Deschlorobenzoyl
Not Available deschlorobenzoyl
indomethacin
indomethacin

Route of Indomethacin is eliminated via renal excretion, metabolism, and biliary


elimination excretion.
Half life 4.5 hours

Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Absorpsi indometasin setelah pemberian oral cukup baik: 92-99% indometasin
terikat pada protein plasma. Metabolismenya
. . hati. lndometasin diekskresi
terjadi~ di
dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urin dan empedu. Waktu paruh
plasma klra-kira 2-4 jam.
Efek samping indometasin tergantung dosis dan insidensnya cukup tinggi. Pada
dosis terapi, sepertiga pasien menghentikan pengobatan karena efek
sampingEfek samping saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan
lambung dan pankreatitis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien
dan sering disertai pusing, depresi dan rasa bingung. Halusinasi dan psikosis
pernah dilaporkan. lndometasin juga dilaporkan menyebabkan agranulositosis,
anemia aplastik dan trombositopenia. Vasokonstriksi pembuluh koroner pernah
dilaporkan. Hiperkalemia dapat terjadi akibat hambatan yang kuat terhadap
biosintesis PG di ginjal. Alergi dapat pula timbul dengan manifestasi urtikaria,
gatal dan serangan asma. Obat ini mengurangi efek natriuretik dari diuretik tiazid
dan furosemid serta memperlemah efek hipotensif obat -bloker. Avoid alcohol.
Take with food or antacids to reduce irritation
Karena toksisitasnya, indometasin tidak dianjurkan diberikan kepada anak, wanita
hamil, pasien dengan gangguan psikiatri dan pasien dengan penyakit lambung.
Penggunaannya kini dianjurkan hanya bila AINS lain kurang berhasil misalnya
pada spondilitis ankilosa, artritis pirai akut dan osteoartritis tungkailndometasin
tidak berguna pada penyakit pirai kronik karena tidak berefek urikosurikDosis
indometasin yang lazim ialah 2-4 kali 25 mg sehari. Untuk mengurangi gejala
reumatik di malam hari, indometasin diberikan 50-100 mg sebelum tidur.

CYP2C19 , CYP2C9 , P-glycoprotein/ABCB1

Scanned by CamScanner
PIROKSIKAM DANELOKSIKAM

Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam,
i
derivat asam enolatWaktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat
diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung terikat
99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf
mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar dalam plasma kira-kira sama
dengan kadar di cairan sinovia.
Frekuensi kejadian efek samping dengen piroksikam mencapai 11-46 %, dan
4-12% dari jumlah pasien terpaksa rnenghentikan obat ini. Efek samping
tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak
lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema
kulit. Piroksikam tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil, pasien tukak
lambung dan pasien yang sedang minum antikoagulan. Indikasi piroksikam
hanya untuk penyakit inflamasi sendi misalnya artritis reumatoid, osteoartritis,
spondilitis ankilosa. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak
memberi respons cukup dengan AINS yang lebih aman. Sejak Juni 2007
karena efek samping serius di saluran cerna lambung dan reaksi kulit yang
hebat, oleh EMEA (European Medicines Agency)

Scanned by CamScanner
(badan POM se Eropa) dan pabrik penemunya, piroksikam hanya
dianjurkan penggunaannya oleh spesialis rematologi, inipun sebagai
terapi lini ke dua bila obat lain tidak berhasil.
Meloksikam tergolong preferential COX-2 inhibitor cenderung
menghambat COX-2 lebih dari COX-1 tetapi penghambatan COX-1
pada dosis terapi tetap nyata. Penelitian terbatas menyimpulkan efek
samping meloksikam (7,5 mg per hari) terhadap saluran cerna kurang
dari piroksikam 20 mg sehari,.
Meloksikam diberikan dengan dosis 7,5-15 mg sekali sehari.
Efektivitas dan keamanan derivat oksikam lainnya: lornoksikam,
sinoksikam, sudoksikam dan tenoksikam dianggap sama dengan
piroksikam.

NABUMETON
Nabumeton, rnerupakan pro-drug. Data pada hewan coba menunjukkan
bahwa nabumeton memperlihatkan sifat selektif menghambat iso-enzirn
prostaglandin untuk peradangan tetapi kurang menghambat prostasiklin
yang bersifat sitoprotektif.
Dikatakan bahwa efek samping yang timbul selama pengobatan relatif
. I .

lebih sedikit terutama efek samping terhadap saluran cerna.


Penjelasannya ialah karena nabumeton merupakan yang baru aktif
setelah absorpsi dan mengalami konversi, juga karena nabumeton tidak
bersifat asam.
Dengan dosis 1 gram/hari didapatkan waktu paruh (t 1/2) sekitar 24
jam (22,5 3,7 jam). Pada kelompok usia lanjut t 1/2 ini bertambah
panjang dengan 3-7 jam.

Scanned by CamScanner
NIMESULIDE
Nimesulid, suatu preferential COX-2 inhibitor beredar di banyak negara
termasuk di Indonesia. lndikasi dan efek sampingnya serupa AINS lainnya.
Tahun 1999 WHO pernah menganjurkan penarikan obat ini tetapi tahun 2003
diperbolehkan beredar kembali dengan pembatasan pemakaian serta dosis.
Dasar penarikan obat ini adalah karena laporan hepatotoksisitas. Suatu studi
kohort di Italia, di mana ninesulid paling banyak digunakan menyimpulkan
bahwa risiko hepatotoksisitas akibat nimesulid dan AINS lainnya kecil, yaitu 1
per 100.000) tahun pemakai (person year).
Bulan Mei 2007 lrlandia melarang obat ini lagi, disusul Singapore. September
2007, EMEA (European Medicines Agency) merekomendasi

Scanned by CamScanner
agar nimesulid dibatasi penggunaannya tidak lebih
dari 1 x 200 mg, selama 15 hari.
Sejak tahun 2007, karena sudah dilarang beredar di banyak
negara, obat ini sudah tidak ada di Indonesia.

COX-2 SELEKTIF
Obat kelompok penghambat COX-2 dikembangkan dengan
harapan bisa menghindari efek samping saluran cerna.
Rofekoksib terbukti kurang menyebabkan gangguan
gastrointestinal dibanding naproksen, efek samping lain tidak
berbeda dengan AINS lain. Selekoksib tidak terbukti lebih aman
dari AINSt. Tidak ada koksib yang klinis terbukti lebih efektif dari
AlNSt Obat ini memperllhatkan t 1/2 yang panjang sehingga
cukup diberikan sekall sehari 60 mg.
Sehubungan dengan diketahuinya COX-2 juga bersifat fisiologis
di beberapa jaringan seperti sel endotel, ginjal dan lainnya, maka
tidak heran pada Coxibs yang memiliki t 1/2 panjang lebih
mudah meningkatkan terjadi risiko kardiovaskular seperti
trombosis dan serangan jantung. Tahun 2004 rofekoksib ditarik
dari peredaran karena peningkatan risiko kardiovaskular. Juga
valdekosib ditarik dari peredaran.
Sementara yang masih beredar adalah selekoksib, parekoksib,
etorikoksib, lumirakoksib. Yang terakhir ini merupakan generasi
ke-2 karena struktumya berbeda dengan para pendahulunya
yakni tidak memiliki gugus S serta memiliki gugus asam
karboksilik serta t 1/2 yang pendek hanya 4-6 jam. Lumirakoksib
ditarik dari peredaran di USA karena kasus kerusakan hati.

Scanned by CamScanner
3.5 OBAT PIRAI
Ada 2 kelompok obat penyakit pirai, yaitu obat yang menghentikan proses
inflamasi akut misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifentabutazon, dan indometasin
dan obat yang mempengaruhi kadar asarn urat misalnya probenesid, alopurinol
dan sulfinpirazon. Untuk keadaan akut digunakan obat AINS.
Obat yang mempengaruhi kadar asam urat tidak berguna mengatasi serangan
klinis malah kadang-kadang meningkatkan frekuensi serangan pada awal terapi.
Kolkisin dalam dosis profilaktik, dianjurkan diberikan pada awal terapi alopurinol,
sulfinpirazon dan probenesid.
KOLKISIN
Kolkisin adalah suatu anti-inflamasi yang unik terutama diindikasikan pada
penyakit pirai. Obat ini merupakan alkaloid Colchicum autumnale
sejenis buga leli.
FARMAKODINAMIK. Sifat antiradang kolkisin spesifik terhadap
penyakit pirai dan beberapa artritis lainnya sedang sebagai
antiradang umum kolkisin tidak efektif. Kolkisin tidak
memiliki efek analgesik.
Pada penyakit pirai, kolkisin tidak meningkatkan ekskresi, sintesis
atau kadar asam urat dalam darah. Obat ini berikatan
dengan protein mikrotubular dan menyebabkan
depolimerisasi dan menghilangnya mikrotubul fibrilar
granulosit dan sel bergerak lainnya. Hal ini menyebabkan
penghambatan migrasi granulosit ke tempat radang
sehingga penglepasan mediator inflamasi juga dihambat
dan respons inflamasi ditekan. Peneliti lain juga
memperlihatkan bahwa kolkisin mencegah penglepasan
glikoprotein dari leukosit yang pada pasien gout
menyebabkan nyeri dan radang sendi.

FARMAKOKINETIK Absorpsi melalui saluran cerna baik.


Obat ini didistribusi secara luas dalam jaringan tubuh;
volume distribusinya 49,5 + 9,5 L. Kadar tinggi didapat di
ginjal, hati, limpa dan saluran cerna tetapi tidak terdapat di
otot rangka, jantung dan otak. Sebagian besar obat ini
Scanned by CamScanner
diekskresi dalam bentuk utuh melalui tinia, 10-20 %
diekskresi melalui urin. Pada pasien dengan penyakit hati
eliminasinya berkurang dan lebih banyak yang diekskresi
lewat urin. Kolkisin dapat ditemukan dalam leukosit dan urin
sedikitnya untuk 9 hari setelah suatu suntikan IV.

Scanned by CamScanner
INDIKASI. Kolkisin adalah obat terpilih untuk penyakit pirai. Pemberian harus
dimulai secepatnya pada awal serangan dan diteruskan sampai gejala hilang atau
timbul efek samping yang mengganggu. Gejala penyakit umumnya menghilang 24-
48 jam setelah pemberian obat. Bila terapi terlambat efektivitas obat kurang. Kolklsin
juga berguna untuk profilaktik serangan penyakit pirai atau mengurangi beratnya
serangan. Obat ini juga dapat mencegah serangan yang dicetuskan oleh obat
urikosurik dan allopurinol. Untuk profilaksis, cukup diberikan dosis kecil. Pasien
yang mendapat dosis profilaksis memberikan respons terhadap dosis kecil sewaktu
serangan, sehingga efek samping tidak mengganggu.

Scanned by CamScanner
.
Dosis kolkisin 0,5-0,6 mg tiap jam atau 1,2 sebagai dosis awal diikuti
0,5-0,6 mg tiap 2 jam
sampai penyakit hilang atau gejala saluran
cerna timbul. Mungkin perlu diberikan sampai dosis maksimum 7-8
mg tetapi umumnya pasien tidak dapat menerima dosis ini. Untuk
profilaksis diberikan 0,5-1 mg sehari.
Pemberian IV: 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12-24
jam. Dosis jangan melebihi 4 mg dengan satu regimen
pengobatan. Untuk mencegah iritasi akibat ekstravasasi
sebaiknya larutan 2 ml diencerkan menjadi 10 ml dengan
larutan garam faal.

EFEK SAMPING. Efek samping kolkisin yang paling sering


adalah muntah, mual dan diare, dapat sangat mengganggu
terutama dengan dosis maksimal. Bila efek ini terjadi,
pengobatan harus dihentikan walaupun efek terapi belum
tercapai. Gejala saluran cema ini tidak terjadi pada pemberian
IV dengan dosis terapi, tetapi bila terjadi ekstravasasi dapat
menimbulkan peradangan dan nekrosis kulit serta jaringan
lemak.
Depresi sumsum tulang, purpura, neuritis perifer, miopati,
anuria, alopesia, gangguan hati, reaksi alergi dan kolitis
hemoragik jarang terjadi. Reaksi ini umumnya terjadi pada
dosis berlebihan dan pada pembenan IV, gangguan ekskresi
akibat kerusakan ginjal dan kombinasi keadaan tersebut.
Koagulasi intravaskular diseminata merupakan manifestasi
keracunan kolkisin yang berat timbul dalam 48 jam dan sering
bersifat fatal. Kolkisin harus diberikan dengan hati-hati pada
pasien usia lanjut, lemah atau pasien dengan gangguan
ginjal, kardiovaskular dan saluran cerna.
ALOPURINOL

Alopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan


kadar asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi
serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan
mengurangi besamya tofi. Mobilisasi asam urat ini dapat ditingkatkan
dengan memberikan urikosurik. Obat ini terutama berguna untuk
mengobati penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal dan batu urat
Scanned by CamScanner
dalam ginjal, tetapi dosis awal harus dikurangi. Berbeda dengan
probenesid, efek alopurinol tidak dilawan oleh salisilat, tidak berkurang
pada insufisiensi ginjal dan tidak menyebabkan batu urat. Alopurinol
berguna untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera,
metaplasia mieloid, leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat
obat, dan radiasi. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase,
enzirn yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya
rnenjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik alopurinol
menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin. Alopurinol
sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi
aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol, itu
sebabnya alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali
sehari. Efek samping yang sering terjadi ialah reaksi kulit. Bila kemerahan
kulit timbul, obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih
berat. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, leukopenia atau
leukositosis, eosinofilia, artralgia dan pruritus juga pernah dilaporkan.
Gangguan saluran cerna kadang-kadang juga dapat terjadi. Alopurinol
dapat meningkatkan frekuensi serangan sehingga sebaiknya pada awal
terapi diberikan juga kolkisin. Serangan biasanya menghilang setelah
beberapa bulan pengobatan. Karena alopurinol menghambat oksidasi
merkaptopurin, dosis merkaptopurin harus dikurangi sarnpai 25-35%
bila diberikan bersamaan. Dosis untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg
sehari, 400-600 mg untuk penyakit yang lebih berat. Untuk pasien
gangguan fungsi ginjal dosis cukup 100-200 mg sehari. Dosis untuk
hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Untuk anak 6-10 tahun: 300
mg sehari dan anak di bawah 6 tahun: 150 mg sehari

Scanned by CamScanner
PROBENESID

Probenesid berefek rnencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta


pembentukan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut.
Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Probenesid
tidak berguna bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 30 ml per menit.
Efek samping probenesid yang paling sering ialah, gangguan saluran cerna, nyeri
kepala dan reaksi alergi. Gangguan saluran cerna lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh sulfinpirazon tetapi tetap harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan riwayat ulkus peptik. Salisilat mengurangi efek probenesid.
Probenesid menghambat ekskresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin,
PAS, sulfonamid dan juga berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut
harus disesuaikan bila diberikan bersamaan. Dosis probenesid 2 kali 250 mg/hari
selama seminggu diikuti dengan 2 kali 500 mg/hari.

Scanned by CamScanner
SULFINPIRAZON

Sulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit
pirai kronik berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif
menurunkan kadar asam urat dibandingkan dengan alopurinol dan tidak berguna
mengatasi serangan pirai akut, malah dapat meningkatkan frekuensi serangan
pada awal terapi. Sepuluh sampai 15 % pasien yang mendapat sulfinpirazon
mengalami gangguan saluran cerna, kadang-kadang perlu dihentikan
pengobatannya; sulfinpirazon tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat
ulkus peptik. Anemia, leukopenia, agranulositosis dapat terjadi. Seperti
fenilbutazon dan oksifenbutazon, sulfinpirazon dapat meningkatkan efek insulin
dan obat hipoglikemik oral sehingga harus diberikan dengan pengawasan ketat bila
diberikan bersama dengan obat-obat tersebut. Dosis sulfinpirazon 2 kali 100-200
mg sehari, ditingkatkan sampai 400-800 mg kemudian dikurangi sampai dosis
efektif minimal.

Scanned by CamScanner
KETOROLAK
Ketorolak merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi
sedang. Ketorolak merupakan satu dari sedikit AlNS yang tersedia
untuk pemberian parenteral. Absorpsi oral dan intramuskular
berlangsung cepat mencapai puncak dalam 30-50 menit.
Bioavailabilitas oral 80% dan hampir seluruhnya terikat protein
plasma.
Ketorolak IM sebagai analgesik pascabedah memperlihatkan efektivitas
sebanding morfin/meperidin dosis umum; masa kerjanya lebih panjang
dan efek sampingnya lebih ringan. Obat ini dapat diberikan per oral.
Dosis Intramuskular 30-60 mgIV 15-30 mg dan oral 5-30 mg. Efek
sarnpingnya berupa nyeri di tempat suntikan, gangguan saiuran cerna,
kantuk, pusing dan sakit kepala yang dilaporkan terjadi kira-kira 2 kali
placebo. Karena ketorotak sangat selektif menghambat COX-1, maka
obat ini hanya dianjurkan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena
kemungkinan tukak lambung dan iritasi lambung besar sekali.

ETODOLAK
Etodolak merupakan AINS kelompok asam piranokarboksilat. Obat ini
merupakan AINS yang lebih selektif terhadap COX-2 dibanding AINS
umumnya. Juga dikatakan etodolak menghambat bradikinin yang juga
diketahui merupakan salah satu
mediator perangsang nyeri. Tidak jelas perbedaan efektivitas dibanding AINS
lainnya. Masa kerjanya pendek sehingga harus diberikan 3-4 kali sehari, berguna
untuk analgesik pascabedah misalnya bedah coroner. Dosis 200-400 mg, 3-4 kali
sehari.

Scanned by CamScanner
3.6 ANTIREUMATIK PEMODIFIKASI PENYAKIT (APP) .
Artritis reumatoid, ternyata merupakan gangguan sistemik selain gangguan sendi.
Pemberian AINS mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi sendi tetapi tidak
mencegah kerusakan tulang rawan sendi tulang. Saat ini dikenal obat antireumatik
yang tidak hanya bersifat simtomatik tetapi menghambat proses memburuknya
penyakit. Berbeda dengan AINS obat ini bekerja lambat, efek baru dirasakan 6
minggu sampal 6 bulan setelah pengobatan. Obat yang tergolong kelompok ini 4

ialah: metotreksat, azatioprin, penisilamin, hidroksiklorokuin, klorokuin, senyawa


emas dan sultasalezin. Mekanisme kerja obat ini telah dibahas di tempat lain.
Berikut akan dibahas deskripsi singkat mengen i penggunaannya sebagai APP.

Scanned by CamScanner
METROTREKSAT. Metrotreksat dianggap APP terpilih saat ini. Obat ini efektif
pada dosis yang jauh lebih kecil dari sebagai obat kanker sehingg efek samping
berat jarang merupakan masalah.
Dosis sebaqai APP, 15-25 mg per minggu dan ditingkatkan sampai 30-35 mg per
minggu bila perlu. Dengan dosis tersebut, terjadi hambatan terjadinya lesi erosi.
Terdapat bukti manfatnya pada artritis juvenil kronik, artritis psoriasis, lupus
eritematosus sistemik, dan gangguan lain yang, berdasarkan gangguan autoimun.
Efek samping umum ialah mual dan ulkus mukosa saluran cema. Hepatotoksisitas
terkait dosis berupa peningkatan aminase serum terjadi tetapi jarang sampai
rnenyebabkan sirosis. Biopsi hati dianjurkan dilakukan setiap 5 tahun. Suatu reaksi
paru dengan sesak napas akut dan reaksi pseudolimfomatosa dilaporkan terjadi.

AZATIOPRIN. Zat aktifnya 6-tioguanin menghambat sintesis asarn inosinat,


fungsf sel dan sel T, produksl imunoglobulin dan sekresi interteukin-2. Pada
reumatoid artritis diberikan dalam dosis 2 mg/kgBB/hari. Efek samping serupa
imunosupresif lainnya yaitu supresi sumsum tulang, saluran cema dan
penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Scanned by CamScanner
KLORKUINIDIN DAN HIDROKSIKLOROKUIN. Mekanismenya pada
gangguan autoimun belum jelas. Ada yang mengatakan obat ini
menstabilkan membran lisosom dan menghambat metabolisme
deoksiribonukleotida. Bukti kegunaan pada artritis belum cukup
mapan. Obat malaria ini memperbaiki gejala tetapi belum cukup bukti
sebagai APP. Dosis hidroksiklorokuin 6,4 mg/kgBB/hari. Karena
dapat bersifat toksik terhadap retina, dianjurkan pemeriksaan mata
setiap 6-12 bulan. Obat ini dianggap relatif aman pada kehamilan.

GARAM EMAS. Suntikan IM aurotiomalat dan aurotioglukosa telah


terbukti efektif sebagai APP di tahun 1960. Tetapi kaena toksisitasnya
obat ini sudah sangat jarang digunakan.
LEFLUNOMID. Merupakan derivat isosaksol dan mulai dipakai sejak
tahun 1999. Bekerja menghambat enzim dihidroorotat dehidrogenase
untuk sintesis pyramidin yang menghamba proliferasi sel T yang butuh
kadar besar dari pyramidin. Monoterapi sama efektif seperti
metotreksat. Perlu loading dose 3 hari dengan 100 mg dianjutkan
dengan 20 mg per hari sampai terjadi remisi penyakit. Sangat
teratogenik, oleh karena itu tidak boleh diberikan pada wanita yang
ingin punya anak. Efek samping lain berupa hepatotoksik, alopesia dan
leukopenia yang reversibel.
SULFASALAZIN. Suatu derivat sulfonamida efektif sebagai APP.
Juga berguna pada artritis juvenil kronik dan spondilitis ankilosa dan
uveitis yang menyertainya. Kira-kira 30% pasien menghentikan
obat akibat efek samping. Efek samping yang umum berupa mual,
muntah, nyeri kepala dan rash. Sesekali anemia hemolltik dan
methemoglobinemia terjadi. Toksisitas terhadap paru dilaporkan.
Obat ini menyebabkan infertilitas pada laki-laki yang tidak menetap,
tetapi tidak pada perempuan. Obat ini agaknya tidak bersifat
teratogenik.

PENGHAMBAT SITOKIN. Pada penyakit rheumatoid arthritis ada


ketidakseimbangan antara sitokin yang pro dan anti-inflamasi.
Dengan kemajuan bioteknologi sekarang telah berhasil dibuat obat-
obat antibodi monoklonal atau reseptor yang mentarget sitokin ini.
Beberapa obat jenis ini yang sudah ada di pasaran adalah anti-
TNF: etanercept, infliximab, adalimumab; Penghambat interleukin-
1: Anakira
Scanned by CamScanner
Efek samping terapi dengan anti-sitokin: peningkatan kemungkinan
infeksi, hematologi yaitu pansitopenia, anemia aplastik dan
disfungsi neurologis.

4PEMILIHAN OBAT
.:

Untuk memilih antipiretik-analgesik tidak banyak masalah


karena obat yang tersedia tidak banyak jenisnyaSebagai
antipiretik-analgesik untuk anak, prHhan sebaiknya antara
aspirin atau parasetamolKedua obat im praktis sama
efektivitasnya dan yang perlu dipertimbangkan adalah
kemungkinan efek samping terhadap kondisi tubuh si anak.
Untuk mengatasi nyeri inflamasi seperti pada
penyakit reumatik tersedia banyak pilihan obat anti-infiamasi
nonsteroidSecara klinis, sebenarnya tidak banyak
perbedaan di antara obat AINS sehubungan dengan
efektivitasnyaPertimbangan
Iamanya waktu paruh, bentuk lepas lambat dan
I
perbedaan jenis efek samping menentukan pilihan
AINS untuk pasien tertentu.
Ternyata variasi respons antar pasien terhadap AINS tidak
begitu saja dapat dikaitkan berdasarkan klasifikasi kirniaw.,
dosis, atau beratnya penyakit reumatikUntuk mengatasi ini
dianjurkan agar seorang dokter paling tidak mengenal secara
baik 4 obat AINS yang berbeda sehingga dapat melakukan
pemilihan sesuai dengan kondisi pasie Galam empat obat
AINS tersebut harus termasuk satu obat AiNS dengan waktu
paruh panjang satu dengan waktu paruh singkat dan minimal
ditambah dua jenis obat lt S dari kelas kimiawi yang lain.

Scanned by CamScanner
by CamScanner
ns n mua k n baru ganti tel ah d ngan salah
u ari Af NS yang dikenal.
Petunjuk untuk memilih obat penyakit pirai:
1. Untuk mengatasi nyeri akut termasuk proses sebaiknya
inflamasi yang akut, diberikan

kolkisin atau obat AINSyang memiliki daya


anti-inflamasi yang kuat dan bekerja cepat.
2Untuk mengontrol kadar asam urat pilihan ada antara obat urikosurik atau obat y-
ang menghambat produksi asam urat (urikostatik).
3& Pada pasien tipe over-producer yakni dimana ekskresi asam urat mencapai
>600 mg/hari, sebaiknya diberikan obat tipe urikostatik (contoh: alopurinol)Pada
pasien tipe dimana ekskresi asam urat <600 mg/hari, pilihan jatuh
-pada kelompok obat urikosurik (contoh:
probenesid dan sulfinpirazon).
by CamScanner

You might also like