You are on page 1of 20

MAKALAH PERSEPSI SENSORI

OTITIS MEDIA

Disusun oleh

Kelompok 7

1. David Dwi Sukma Putra


2. Tika Puji rahayu
3. Yohan Tri Prasetyo

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S-1 KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disahkan Makalah OTITIS MEDIA sebagai salah satu tugas
dalam Mata kuliah Persepsi Sensori , disusun oleh :

1. David Dwi Sukma Putra


2. Tika Puji rahayu
3. Yohan Tri Prasetyo

Mahasiswa Stikes Karya Husada Kediri Program Studi Alih Jenjang S1 Ilmu
Keperawatan.

Dosen pembimbing

Pria Wahyu RG, M.Kep


LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT

A. DEFINISI

Otitis media adalah infeksi telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksternal), saluran telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga
bagian dalam (labyrinthitis). Otitis media, suatu inflamasi telinga tengah berhubungan
dengan efusi telinga tengah. (Rahajoe, 2012)

Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002).

Otitis media akut ialah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi
atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz
2004, h.141).

B. ETIOLOGI

Penyebab otitis media akut menurut Wong et al 2008, h.943 ialah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab dari noninfeksius
tidak diketahui, meskipun sering terjadi karena tersumbatnya tuba eustasius akibat
edema yang terjadi pada ISPA, rinitis alergik, atau hipertrofi adenoid. Merokok pasif
juga menjadi faktor penyebab otitis media. Selain itu menurut Muscari 2005, h.220
otitis media terjadi karena mekanisme pertahanan humoral yang belum matang
sehingga meningkatkan terjadinya infeksi, pemberian susu bayi dengan botol pada
posisi terlentang akan memudahkan terkumpulnya susu formula di rongga faring,
pembesaran jaringan limfoid yang menghambat pembukaan tuba eustachii. Posisi
tuba eustachii yang pendek dan horisontal, perkembangan saluran kartilago yang
buruk sehingga tuba eustachii terbuka lebih awal.

C. EPIDEMIOLOGI

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. pada penelitian Zackzouk dan kawan-kawan di Arab Saudi tahun
2001 terhadap 112 pasien infeksi saluran pernapasan atas (6-35 bulan), didapatkan
30% mengalami otitis media akit dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia
terjadinya otitis berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun
sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu
episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalami tiga kali atau lebih. Insiden Otitis Media Akut (OMA) tertinggi terjadi
pada usia 2 tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun
bersamaan dengan anak masuk sekolah.

Puncak usia anak mengalami otitis Media Akut (OMA) di dapatkan pertengahan
tahun pertama sekolah, di Swedia mendapatkan 16.611 anak penderita Otitis Media
Akut (OMA) dan didapatkan usia 7 tahun dengan prevalensi terbanyak. resiko
kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain usia < 5 tahun,
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia < 6 bulan, 3 kali
dalam 6 bulan terakhir), infeksi pernapasan, perokok dan laki-laki.

Indonesia sebagai negara berkembang perlu memperhatikan masalah kesehatan ini,


namun hal ini tidak didukung dengan pendataan yang jelas tentang insidensi otitis
Media Akut (OMA) itu sendiri. data yang didapat dari Profil Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota bekasi, Otitis Media Akut (OMA) selalu ada pada 20 besar penyakit
dengan insidensi tersering.

D. PATOFISIOLOGI

Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba eustasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan datar yang
mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah. Lubang tersebut
memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan oleh mukosa telinga tengah
dan memungkinkan terjadinya keseimbangan antara telinga tengah dan lingkungan
luar. Drainase yang terganggu menyebabkan retensi sekret di dalam telinga tengah.
Udara, tidak dapat ke luar melalui tuba yang tersumbat, sehingga diserap ke dalam
sirkulasi yang menyebabkan tekanan negatif di dalam telinga tengah. Jika tuba
tersebut terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan bakteri masuk ke ruang telinga
tengah, tempat organisme cepat berproliferasi dan menembus mukosa (Wong et al
2008, h.944)

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, h.944 :

1. Terjadi setelah infeksi pernafasan atas

2. Otalgia (sakit telinga)

3. Demam

4. Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.

Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :

1. Menangis

2. Rewel, gelisah, sensitif

3. Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit

4. Menggeleng-gelengkan kepala
5. Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak

6. Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :

1. Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman

2. Iritabilitas

3. Letargi

4. Kehilangan nafsu makan

5. Limfadenopati servikal anterior

6. Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan membran utuh yang tampak merah


terang dan menonjol, tanpa terlihat tonjolan tulang dan refleks ringan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Muscari 2005, h.220 ialah :

1. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.

2. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas
dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret
telinga.

3. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap


kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan medis menurut Dowshen et al 2002, h.149.

Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya :

a. Stadium oklusi tuba

1) Berikan antibiotik selama 7 hari :

- Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau

- Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau

- Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari


2) Obat tetes hidung nasal dekongestan

3) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi

4) Antipiretik

b. Stadium hiperemis

1) Berikan antibiotik selama 10 14 hari :

- Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau

- Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau

- Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari

2) Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari

3) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi

4) Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya

c. Stadium supurasi

1) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.

2) Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3


hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral
selama 14 hari.

3) Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT untuk
dilakukan miringotomi.

2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Muscari 2005, h.221 ialah :

a. Kaji anak terhadap demam dan tingkat nyeri, dan kaji adanya komplikasi yang
mungkin terjadi.

b. Turunkan demam dengan memberikan antipiretik sesuai indikasi dan lepas


pakainan anak yang berlebihan.

c. Redakan nyeri dengan memberikan analgesik sesuai indikasi, tawarkan


makanan lunak pada anak untuk membantu mengurangi mengunyah makanan,
dan berikan kompres panas atau kompres hangat lokal pada telinga yang sakit.

d. Fasilitas drainase dengan membaringkan anak pada posisi telinga yang sakit
tergantung.

e. Cegah kerusakan kulit dengan menjaga telinga eksternal kering dan bersih.

f. Berikan penyuluhan pada pasien dan keluarga :

1) Jelaskan dosis, teknik pemberian, dan kemungkinan efek samping obat.

2) Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh bagian pengobatan antibiotik


3) Identifikasi tanda-tanda kehilangan pendengaran dan menekankan
pentingnya uji audiologik, jika diperlukan.

4) Diskusikan tindakan-tindakan pencegahan, seperti memberi anak posisi


tegak pada waktu makan, menghembus udara hidung dengan perlahan,
permainan meniup.

5) Tekankan perlunya untuk perawatan tindak lanjut setelah menyelesaikan


terapi antibiotik untuk memeriksa adanya infeksi persisten.

H. Komplikasi

Komplikasi yang serius adalah :

Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis).


Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
Kumpulan pada wajah.
Tuli*

Tanda-tanda terjadi komplikasi :

Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

A. PENGUMPULAN DATA

1. Riwayat
a) Identitas Pasien
b) Riwayat adanya kelainan nyeri
c) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d) Riwayat alergi.
e) OMA berkurang.

2. Pengkajian Fisik
a) Nyeri telinga
b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c) Suhu Meningkat
d) Malaise
e) Nausea Vomiting
f) Vertigo
g) Ortore
h) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

3. Pengkajian Psikososial
a) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b) Aktifitas terbatas
c) Takut menghadapi tindakan pembedahan.

4. Pemeriksaan Laboratorium.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Audiometri : AC menurun
b) X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
6. Pemeriksaan pendengaran
a) Tes suara bisikan
b) Tes garputala

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan


2. Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada
telinga tengah
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
4.Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai
pengobatan dan pencegahan kekambuhan
5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore menurun ingaran
6. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan presepsi
pendengaran
7.Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan
kekambuhan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Memberikan rasa nyaman


Mengurangi rasa nyreri
Beri aspirin/analgesik sesuai instruki
Kompres dingin di sekitar area telinga
Atur posisi
Beri sedatif sesuai indikasi
Mencegah penyebaran infeksi
Ganti balutan tiap hari sesuai keadaan
Observasi tanda tanda infeksi lokal
Ajarkan klien tentang pengobatan
Amati penyebaran infeksi pada otak :
To, menggigil, kaku kuduk.
Monitor gangguan sesori
Catat status pendengaran
Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal
mastoidectomi karena gangguan telinga dalam. Berikan tindakan
pengamanan.
Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa karena perlukaan
(injuri) saraf wajah.
H.E
Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara
kontinu sesuai aturan
Beritahu komplikasi yang mungkin terjadi dan bagaimana
melaporkannya
Tekankan hal hal yang penting yang perlu di follow up,evaluasi
pendengaran
Terapi medik
Antibiotik dan tetes telinga : Steroid
Pengeluaran debris dan drainase pus untuk melindungi jaringan dari
kerusakan : miringotomy
Interfensi bedah
Indikasi jika terdapat chaolesteatoma
Indikasi jika terjadi nyeri, vertigo,paralise wajah, kaku kuduk, (gejala
awal meningitis atau obses otak)
Tipe prosedur
Simpel mastoid decstomi
Radical mastoiddectomi
Posteronterior mastoiddectomi
CONTOH KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Novalia No. Regester : 16149691


Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Irian/Indonesia
Agama : Islam
Status Marietal : Dibawah umur
Pekerjaan :-
Pendidikan : SD
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Alamat : Jayapura Irian Jaya
Kiriman dari : Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura Irian Jaya
Tanggal MRS : 4 Pebruari 2002 Jam WIB.
Cara Masuk : Lewat Poliklinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Otitis Media Kronika Maligna Senistra + Mastoiditis
Kronika Sinistra + Post Meningitis.

2. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)

1) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada usia 2 tahun klien pernah menderita Malaria dan sering kejang-
kejang. Setelah kejang-kejang bagian ekstrimitas lemah.
Klien pernah menderita Meningitis.
Sejak usia 2 tahun pada telinga kiri klien sering mengeluarkan cairan
dan darah.

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan nyeri telinga, keluar cairan dari telinga kanan yang disertai
dengan demam. Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak,
nyeri dirasakan seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus
menerus, skala nyeri 7. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
didapatkan nyeri telinga, dan serumen kental serta terdapat perforasi
pada membrane timpani telinga kanan, tes rinne (-), tes weber :
lateralisasi kekanan, dan pada tes bisik, pasien tidak dapat
mendengarkan suara berfrekuensi rendah. Pasien tidak bisa tidur
karena terganggu rasa sakitnyya. TTV : 100/60 mmHg, N: 92x/menit,
P: 20x/menit, S: 37C.
Klien post op Radikal Maestoidektomi Sinistra hari pertama

3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang diderita klien saat ini.
4) Keadaan Kesehatan Lingkungan
Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup
bersih.

5) Riwayat Kesehatan Lainnya


Alat bantu yang dipakai : Tidak ada

3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan Umum : Lemah dan pucat.


2) Tanda-tanda vital
Suhu : 370 C
Nadi : 92 X/menit.
Tekanan darah : 100/60 mmHg.
Respirasi : 20 x/menit

3) Body Systems

(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)


Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur,
tidak terlihat gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis,
tidak terlihat keringat pada dahi, tidak terdengar suara nafas
tambahan, dentuk dada simetris.

(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)


Nadi 92 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 100/60
mmHg, Suhu 37 0C, perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler,
ekstra sistole/murmur tidak ada.

(3) Persyarafan (B 3 : Brain)


Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal : Orientasi baik (5)
Motorik : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar baik.
Persepsi Sensori :
Pendengaran : Tuli konduksi sinistra
Penciuman : Tidak ada kelainan
Pengecapan : Tidak ada kelainan
Penglihatan : Tidak ada kelainan
Perabaan : Tidak ada kelainan

(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)


Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning.

(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)


Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik
normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare,
Rectum normal, klien buang air besar 1 X/hari.

(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)


Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas
Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak,
Ekstrimitas :
Atas : Tidak ada kelainan
Bawah : Tidak ada kelainan
Tulang Belakang : Tidak ada kelainan
Warna kulit : Coklat
Akral : Dingin
Turgor : Baik
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.

(7) Sistem Endokrin


Terapi hormon : -.
Hipoglikemia : -.
Polidipsi : -.
Poliphagi : -.
Poliuri ; -.
Postural hipotensi : -.
Kelemahan : .

4) Pola tidur dan istirahat

Pasien tidak bisa tidur karena terganggu rasa sakitnya,

Dirumah : 8-10 jam per hari

Di RS : 5-6 jam per hari

DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratoriun
Hb :11,5 gr%
Otoskopi/Mikroskopik tanggal 17 April 2002
Telinga : Kapum timpani : Penebalan mukosa (-), Granulasi (+).
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tidak ada kelainan.
A. ANALISA DATA

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Proses peradangan pada Nyeri akut
Pasien mengatakan telinga
nyeri telinga
P: nyeri bertambah
saat bergerak

Q: nyeri dirasakan
seperti diremas-
remas

R: nyeri pada telinga


kanan

S: Skala nyeri 7

T: nyeri terus menerus

Pasien mengatakan
demam dan keluar
cairan
Pasien tampak
menyeringai

DO :
serumen kental
terdapat perforasi
pada membrane
timpani telinga
kanan,
tes rinne (-),
tes weber :
lateralisasi kekanan,
dan pada tes bisik,
pasien tidak dapat
mendengarkan suara
berfrekuensi rendah.
TTV :
TD :100/60mmHg,
N: 92x/menit,

RR: 20x/menit,

S: 37C. Nyeri akut


Proses peradangan
pada telinga

2. DS : Klien menyatakan tidak Nyeri akut Gangguan pola


bisa tidur. istirahat tidur.
DO :
- Keadaan umum klien
cukup.
- Tidur 5-6 jam perhari
- Mata sayu.

3. DS : Klien mengatakan gangguan presepsi Resiko tinggi


telinga kiri kurang pendengaran trauma
pendengaran
DO :
- Telinga sebelah kiri tuli
kondoksi
- Telah dilakukan radikal
mastoidektomi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri akut
3. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan presepsi pendengaran
B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal : 25 April 2002


1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan proses
peradangan pada telinga
Tujuan : Klien dapat mengekspresikan penurunan nyeri/tidaknyamanan dalam
waktu 2 X 24 jam.
Kriteria hasil : Klien tampak rileks
Mampu tidur atau istirahat dengan tepat

RENCANA TINDAKAN RASIONAL


1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan 1. Membantu dalam mengidentifikasi
lokasi, lamanya dan intensitas (skala derajat ketidaknyamanan dan
0 10). Perhatikan reaksi verbal dan kebutuhan untuk keefektifan
non verbal. analgesik.
2. Bantu klien dengan posisi nyaman. 2. Mempengaruhi kemampuan klien
untuk rileks dan tidur/istirahat secara
efektif.
3. Berikan tindakan kenyamanan dasar. 3. Meningkatkan relaksasi, membantu
Dorong ambulasi dini dan untuk mengalihkan perhatian dan
menggunakan teknik relaksasi, dapat mengalihkan koping.
bimbing imajinasi, sentuhan
terapeutik.
4. Kompres dingin di sekitar area 4. Untuk menghilangkan nyeri
telinga. akut/hebat.
5. Kolaborasi pemberian analgesik.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pola istirahat tidur berhubungan
dengan nyeri akut
Tujuan : Klien dapat istirahat atau tidur secara adekuat
Kriteria hasil : Klien tidur6 8 jam sehari.
Beristirahat minimal sesuai kenituhan.
Mengutarakan perasaan segar pada waktu bangun.

RENCANA TINDAKAN RASIONAL


1. Berikan kesempatan untuk 1. Karena aktifitas fisik dan mental
beristirahat/tidur sejenak dapat mengakibatkan kelelahan.
2. Evaluasi tingkat nyeri. 2. Karena nyeri dapat mengganggu
istirahat/tidur.
3. Lengkapi jadwal tidur dan ritual 3. Penundaan waktu tidur
secara teratur. memungkinkan pembuangan energi.
4. Berikan makanan kecil dan susu 4. Meningkatkan relaksasi dengan
hangatpada waktu sore hari. perasaan mengantuk.
5. Turunkan jumlah minum pada sore 5. Menurunkan kebutuhan akan bangun
hari. Lakukan berkemih sebelum untuk pergi ke kamar
tidur. mandi/berkemih selama malam hari.
6. Putarkan musik yang lembut. 6. Menurunkan stimulasi sensori
dengan menghambat suara-suara lain
disekitar yang akan membuat tidur
nyeyak.
7. Kolaborasi pemberian sedatif 7. Sedatif dosis rendah mungkin efektif
dalam mengatasi insomnia.
3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi trauma berhubungan dengan
gangguan presepsi pendengaran
Tujuan : Setelah diberikan intervensi keperawatan klien
menurunkan faktor resiko cedera dan melindungi diri
dari cedera.
Kriteria hasil : Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan
tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.
Mengungkapkan suatu maksud untuk melakukan
pencegahan.

RENCANA TINDAKAN RASIONAL


1. Orientasikan klien pada sekeliling, 1. Klien mampu mengidentifikasi
jelaskan penggunaan alarm/bel lingkungan untuk mencegah
bantuan. kecelakaan.
2. Awasi individu secara ketat selama 2. Untuk mengkaji keananan dan
beberapa malam pertama. adaptasi klien
3. Gunakan penerangan/lampuyang 3. Untuk meningkatkan keamanan
cukup. ruangan dan rangsangan penglihatan.
4. Anjurkan untuk meminta bantuan 4. Mengurangi resiko cedera.
jika diperlukan.
5. Jelaskan tentang kondisi klien 5. Keterbukaan dan penjelasan yang
berkaitan dengan penurunan sesungguhnya tentang kondisi klien
pendengaran. akan membantu proses penerimaan
klien pada kondisinya.
4. TINDAKAN KEPERAWATAN

TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN


25 April 2002 Mengkaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan
intensitas (skala 0 10).
Memperhatikan reaksi verbal dan non verbal.
Membantu klien dengan posisi nyaman.
Memberikan tindakan kenyamanan dasar.
Mendorong ambulasi dini dan menggunakan teknik
relaksasi, bimbing imajinasi, sentuhan terapeutik.
mengompres dingin di sekitar area telinga.
Mengkolaborasikan pemberian analgesik.

25 April 2002 Memberikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak.


Mengevaluasi tingkat nyeri.
melengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur.
Memberikan makanan kecil dan susu hangat pada waktu
sore hari.
Menurunkan jumlah minum pada sore hari.
menganjurkan berkemih sebelum tidur.
Memutarkan musik yang lembut.
Mengkolaborasikan pemberian sedatif.

25 April 2002 Mengorientasikan klien pada sekeliling, jelaskan


penggunaan alarm/bel bantuan.
Mengawasi individu secara ketat selama beberapa malam
pertama.
Menggunakan penerangan/lampuyang cukup.
Menganjurkan untuk meminta bantuan jika diperlukan.
Menjelaskan tentang kondisi klien berkaitan dengan
penurunan pendengaran.
5. EVALUASI
TANGGAL. DIAGNOSA EVALUASI
26 April 2002 Nyeri akut berhubungan dengan S : klien mengatakan
proses peradangan pada telinga masih terasa sakit(nyeri) di
bagian telinga
O : Klien tampak rileks.
Mampu tidur atau
istirahat dengan tepat
A : Tujuan berhasil.
P : Intervensi dihentikan.

26 April 2002 Gangguan pola istirahat tidur S : Mengutarakan perasaan


berhubungan dengan nyeri akut segar pada waktu
bangun.
O : Klien tidur 6 8 jam
sehari. Beristirahat
sesuai kebutuhan.
A : Tujuan berhasil.
P : Intervensi dihentikan.

26 April 2002 Resiko tinggi trauma berhubungan S :


dengan gangguan presepsi O : Klien mengungkapkan
pendengaran suatu keinginan untuk
melakukan tindakan
pengamanan untuk
mencegah cedera.
Klien mengungkapkan
suatu maksud untuk
melakukan tindakan
pencegahan.
A : Tujuan berhasil.
P : Intervensi dihentikan.

You might also like