You are on page 1of 24

REFRESHING

Anatomi, Pemeriksaan Fisis dan Kelainan Hidung

Oleh:

Andi Annisa Dwi Wahyuni Adam

2013730005

Pembimbing: dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Hidung
Hidung meliputi hidung luar dan cavitas nasi, yang dibagi menjadi cavitas kanan
dan kiri oleh septum nasi. Fungsi hidung adalah olfaktori (penghidu), respirasi
(pernapasan), filtrasi debu, kelembapan udara yang dihirup, dan resepsi dan elimasi
seresi dari sinus paranasalis dan ductus nasolacrimalis (Probst, et al., 2006).
Tiga fungsi utama hidung adalah penciuman, respirasi, dan perlindungan. Fungsi
ini dibantu oleh anatomi rongga mulut. Mukosa ini berjajar, lembab. Permukaan
siliaris rongga hidung meningkatkan kontak dengan udara terinspirasi, sehingga
memaksimalkan penciuman, dan menghasilkan pemanasan yang efisien, pelembab,
dan penyaringan udara terinspirasi sebelum mencapai saluran napas bagian bawah
(Jhonson & Rosen, 2014).
BAB II
PEMBAHASAN

1. ANATOMI
A. Hidung Luar
Hidung luar adalah bagian yang dapat dilihat yang menonjol dari wajah;
skeletonnya terutama kartilaginosa. Ukuran dan bentuk hidung bervariasi, terutama
karena perbedaan kartilagonya. Dorsum nasi memanjang dari atap hidung ke apex
nasi. Permukaan inferior hidung di tembus oleh dua lubang piriforme, nares ( lubang
hidung, apertura naalis anterior), yang dibatasi di lateral oleh ala nasi. Bagian
bertulang superior hidung, yang termasuk radixnya, dilapisis oleh kulit tipis. Kulit
pada pars cartilaginea nasi dilapisis kulit yang tebal, yang mengandung banyak

glandula sbacea. Kulit membentang ke dalam vestibulum nasi, di mana hidung


memiliki banyak rambut kaku (vibrisae). Karena hidung biasanya basah, rambut-
rambut menyaring partikel debu dari udara yang masuk cavitas nasi. Tautan kulit dan
membran mukus berada di luar area yang memiliki rambut1.

- Skeleton Hidung Luar


Skeleton penunjang hidung terdiri dari tulang dan kartilago hialin. Pars ossea hidung
terdiri dari os nasale, processus frontalis maxillae, pars nasalis ossis frontalis dan
spina nasalisnya, serta pars ossea septi nasi. Pars cartilagenia nasi terdiri dari lima
kartilago utama: dua cartilago nasi literalis, dua cartilago alaris dan satu cartilago

septi nasi. Cartilago alaris berbentuk huruf U bebas dan dapat digerakkan; cartilago
tersebut melebarkan atau menyempitkan hidung ketika otot-otot yang bekerja pada
hidung berkontraksi2.

- Setum Nasi
Septum nasi membagi ruang hidung menjadi dua cavitas nasi dan memilik pars ossea
dan pars cartilaginea lunak yang mobil. Komponene utama septum nasi adalah lamina
perpendicularis ossis ethmoidalis, os vomer dan cartilago septi nasi. Lamina
perpendicularis ethmoidalis tipis, yang membentuk pars superior septum nasi, turun
dari lamina cribrosa dan terus ke superior lamina tersebut sebagai crista galli. Os
vomer, tulang pipih tipis, membentuk pars posteroinferior septum nasi, dengan
beberapa kontribusi dari crisa nasalis maxillae dan os palatinum. Cartilago septi nasi
memiliki artikulasi sulcus dan lidah dengan ujung-ujung septum bertulang3.

B. Cavitas Nasi
Istilah cavitas nasi, dibagi menjadi separuh kanan dan kiri oleh septum nasi,
menunjukkan satu dari seluruh cavutas atau satu dari separuhnya, tergantung pada
konteksnya. Cavitas nasi dimasuki di anterior melalui nares. Cavitas nasi bermuara di

2
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 129
3
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 129
posterior ke dalam nasopharynx melalui choanae. Mukosa melapisi cavitas nasi,
kecuali untuk vestibulum nasi, yang ditutupi kulit. Musokal nasal sangat kuat terikat

denagn priosteum dan perichondrium tulang penunjang dan cartilago nasi. Mukosa
berlanjut dengan lapisan semua ruang yang berhubungan dengan cavitas nasi:
nasopharynx di posterior, sinus paranalisis di superior dan lateral, dan saccus
lacrimalis dan conjunctiva di superior. Dua pertiga inferior mukosa nasal adalah area
respirasi dan sepertiga superior adalah area olfaktori. Udara yang berjalan pada area
respirasi hangat dan basah sebelum berjalan melalui bagian lain saluran pernapasan
atas ke paru. Area olfaktori berisi organ pariferal penghidu; menghirup menarik
udara ke area tersebut4.
- Batas-batas Cavitas Nasi
Cavitas nasi memiliki bagian atas, dasar dan dinding medial dan lateral.
Bagian atas cavitas nasi melengkung dan sempit, kecuali pada ujung
posteriornya; bagian tersebut terbagi menjadi tiga bagian (frontonasalis,
ethmoidalis dan sphenoidalis) yang diberi nama dari tulang-tulang yang
membentuk setiap bagian.
Bagian dasar cavitas nasi lebih lebar daripada bagian atasnya dan terbentuk
oleh processus palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis palatinus.
Dinding medial cavitas nasi terbentuk oleh septum nasi.
Dinding lateral cavitas nasi iregular karena tiga lempeng bertulangnya,
choncae nasi, yang berproyeksi ke inferior, menyerupai hiasanpada jendela
(louver).

4
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 131
- Fitur Cavitas Nasi
Chonca nasi (superior, media dan inferior) melengkung ke informedial,
menggangtung menyerupai hiasan jendela (louver) atau tirai pendek. Chonca (L.
kerangka) atau konkaate banyak mamalia (terutama mamalia yang berlari dan
mamalia yang hidup dalam lingkungan ekstrem) berbentuk konvolusi, struktur
mirip gulungan yang memberikan area permukaan yang luas untuk pertukaran
panas. Pada manusia dengan chonca nasi sederhana maupun hewan dengan
chonca kompleks, suatu ressus atau meatus (tunggal dan jamak; pasase dalam
cavitas nasi) mendasari seetiap pembentukan tulang. Oleh karena itu, cavitas nasi
dibagi menjadi lima pasase: recessus sphenoethmoidalis yang terletak
posterosuperior, tiga meatus nasi (superior, medius dan inferior) yang terletak di
lateral, dan meatus nasi communis yang terletak di medial yang ke dalamnya
empat pasase lateral terbuka. Chonca nasi inferior berukuran paling panjang dan
paling lebar dan terbentuk oleh tulang independen (dengan nama yang sama,
chonca inferior) yang dilapisi oleh selaput lendir yang berisi ruang vaskular besar
yang dapat membesar untuk mengontrol diameter cavitas nasi. Apabila terinfeksi
atau mengalami iritasi, mukosa dapat membengkak secara cepat, menyumbat
pasase hidung pada sisi tersebut.
Recessus sphenoethmoidalis, yang terletak di superoposterior chonca
superior, menerima muara sinus sphenoidalis, suatu ruang berisi udara dalam
corpus ossis sphenoidalis. Meatus nasi superior adalah pasase sempit di antara
chonca nasi superior dan media yang ke dalamnya sinus ethmoidalis bermuara
melalui satu atau lebih orificium. Metaus nasi medius lebih panjang dan lebih
dalam daripada yang superior. Pars anterosuperior pasase tersebut mengarah ke
dalam apertura berbentuk corong, infundibulum ethmoidale; melalui apertura
tersebut pasase berhubungan dengan sinus frontalis. Pasase yang mengarah ke
inferior dari setiap sinus frontalis ke infundibulum adalah ductus frontonasalis.
Hiatus semilunaris adalah suatu sulcus semisirkular yang ke dalamnya bermuara
sinus frontalis. Bulla ethmoidalis (L. gelembung), suatu elevasi bundar yang
terletak di superior hiatus, dapat dilihat ketika chonca media diangkat. Bula
terbentuk oleh sel-sel ethmoidal media yang membentuk sinus ethmoidalis.
Meatus nasi inferior adalah pasase horizintal di inferolateral chonca nasi
inferior. Ductus nasolacrimalis, yang mendrainase air mata dari saccus lacrimalis,
bermuara ke dalam pars anterior meatus tersebut. Meatus nasi communis adalah
pars medial cavitas nasi di antara chonca dan septum nasi, ke dalamnya bermuara
meatus dan reseccus lateralis5.

5
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 131
C. Vaskularisasi dan Invervasi Hidung

Suplai arterial dinding media dan lateral cavitas nasi berasal dari lima sumber:
1. Arteria ethmoidalis anterior (dari A. ophthalmica).
2. Arteria ethmoidalis posterior (dair A. ophthalmica).
3. Arteria sphenopalatina (dari A. maxillaris).
4. Arteria palatina major (dari A. maxillaris).
5. R. septalis A. labialis superior (dari A. facialis).
Tiga arteri pertama terbagi menjadi ramus literalis dan medialis (septalis). Arteria
palatina major mencapai sepum melalui canalis incisiva melalui palatum durum
anterior. Pars antirior septum nasi adalah tempat kerja (area Kiesselbach) plexus
arterial anastomotik yang mengenai kelima arteri yang memperdarahi septum.
Hidung luar juga menerima darah dari arteri pertama dan kelima yang telah
diterangkan sebelumnya ditambah ramus nasalis A. infraorbitalis dan ramus literalis
nasi arteriae facialis.
Plexus venosus submukosa kaya yang terletak di mukosa nasal bermuara ke dalam
vena sphenopalatina, facialis dan ophthalmica. Plexus venosus tersebut merupakan
bagian penting pada sistem termoregulasi tubuh, yang mengganti panas dan
menghangatkan udara sebelum masuk paru. Darah vena dari hidung luar sebagian
besar bermuara ke dalam vena facialis melalui vena nasalis literalis dan angularis.
Namun, ingat bahwa plexus terletak dalam area berbahaya pada wajah karena

komunikasi dengan sinus cavernosus (sinus durae matris)6.

Terkait dengan suplai sarafnya, mukosa nasal dapat dibagi menjadi bagian
posteoinferior dan anterosuperior oleh garis oblik yang berjalan kira-kira melalui
apex nasi dan recessus sphenoethmoidalis. Supali saraf bagian posteroinferior
mukosa nasal terutama dari nervus maxillaris, melalui nervus nasopalatinus ke
septum nasi, dan ramus literalis nasi inferior dan literalis nasi superior posterior N.
palatinus major ke dinding lateral. Suplai saraf bagian anterosuperior berasal dai N.
ophthalmicus ( N V1) melalui nervus ethmoidalis anterior dan posterior, cabang-
cabang nervus nasociliaris. Sebagian besar hidung luar (dorsum dan apex) juga
disuplai oleh N V1 (melalui nervus infratrochlearis dan R. nasalis externus N.
ethmoidalis anterior), tetapi ala disuplai oelh ramus nasalis N. infraorbitalis (N V2).

6
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 131
Nervus olfactorius, dihubungkan dengan penghidu, berasal dari sel-sel dalam epitel
olfaktori pada bagian superior dinding lateral dan septal

cavitas nasi. Processus centralis sel-sel tersebut (yang membentuk nervus olfactorius)
berjalan melalui lamina cribrosa dan berakhir pada bulbus olfactorius, ekspansi
rostral tractus olfactorius7.

- Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis adalah ekstensi yang terisi udara pada bagian pernapasan cavitas
nasi ke dalam os cranialis berikut: os frontale, os ethmoidale, os sphenoidale, dan
maxilla. Sinus paranasalis tersebut diberi naman berdasarkan tulang-tulang dimana
sinus berada. Sinus berlanjut menginvasi tulang di sekitarnya, dan ekstensi yang
nyata sering terjadi pada cranium orang-orang lanjut usia8.

7
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 133
- Sinus Frontalis
Sinus frontalis terletak di antara tabula externa dan interna os frontale, di posterior
arcus superciliaris dan radix nasi. Sinus frontalis biasanya dapat dideteksi pada anak
usia 7 tahun. Setiap sinus mendrainase melalui ductus frontonasalis ke dalam
infundibilum ethmoidale, yang bermuara ke dalam hiatus seminularis meatus nasi
medius. Sinus frontalis diinervasi oleh cabang-cabang nervus supraorbitalis (N V1)9.

- Sel-sel Ethmoidal
Sel-sel ethmoidal (sinus) adalah invaginasi kecil selaput lendir pada meatus nasi
medius dan superior ke dalam os ethmoidale di antara cavitas nasi dan orbita. Sel-sel
ethmoidal biasanya tidak dapat dilihat pada foto polos sebelum usia 2 tahun, tetapi
dapat dikenali pada CT scan. Sel-sel ethmoidal anterior secara langsung atau tidak
langsung bermuara ke dalam meatus nasi medius melalu infundibulum ethmoidale.
Sel-sel ethmoidal media bermuara secara langsung ke dalam metaus medius dan
kadang-kadang disebut sel-sel bular, karena membentuk bulla ethmoidalis, suatu
pembengkakan pada batas superior hiatus semilunaris. Sel-sel ethmoidal posterior
bermuara secara langsung ke dalam metaus superior. Sel-sel ethmoidal dipersarafi
oleh ramus anterior dan posterior N. nasociliaris (N V1)10.

- Sinus Sphenoidalis

Sinus-sinus sphenoidalis terletak pada corpus ossis sphenoidalis dan dapat meluas
ke dalam ala tulang tersebut. Sinus tersebut terbagi secara tidak sama dan dipisahkan
oleh septum bertulang. Akibat pneumatisasi yang luas ini (pembentukan sel-sel udara
atau sinus-sinus), corpus ossis sphenoidalis menjadi rapuh. Hanya lempeng tulang
tipis yang memisahkan sinus-sinus tersebut dari beberapa struktur penting: nervus
opticus dan chiasma opticum, glandula pitutaria, arteria carotis interna, dan sinus

8
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 135
9
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 135
10
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 135
cavernosus. Sinus-sinus sphenoidalis berasal dari sel ethmoidal posterior yang
mulain menginvasi os sphenoidale pada sekitar usia 2 tahun. Pada beberapa orang,
beberapa sel ethmoidal posterior menginvasi os sphenoidale, sehingga memunculkan
banyak sinus sphenoidalis yang membuka secara terpisah ke dalam recessus
sphenoethmoidalis. Arteria-arteria ethmoidalis posterior dan nervus ethmoidalis
posterior menyuplai sinus-sinus sphenoidalis11.

- Sinus Maxillaris

Sinus maxillaris adalah sinus paranalisasi yang paling besar. Sinus maxillaris
mengisi corpus maxillae dan berhubungan dengan meatus nasi medius12.

Apex sinus maxillaris memanjang ke arah dan sering ke dalam os


zygomaticum.
Basis sinus maxillaris membentuk pars inferior dinding lateral cavitas nasi.
Bagian atas sinus maxillaris terbentuk oleh dasar orbita.
Bagian bawah sinus maxxilaris terbentuk oleh pars alveolaris maxillae.
Bagian atas gigi maxilla, terumatama dua molar pertama, sering
menimbulkan elevasi konikal pada bagian bawah sinus.

Setiap sinus maxillaris didrainase oleh satu atau lebih ostium, ostium maxillaris, ke
dalam meatus nasi medius cavitas nasi melalui hiatus semilunaris.

Suplai arterial sinus maxxilaris terutama ramus alveolaris superior A. maxillaris;


namun, cabang arteria palatinus major dan descendens menyuplai bagian bawah
sinus. Persarafan sinus maxillaris berasal dari N. alveolaris superior anterior,
media, dan posterior, yang merupakan cabang N. maxillaris. (L.Moore, et al., 2013)

11
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 135
12
L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth ed. Tennesse: Lippicott
Williams & Wilkins.page 136
C. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Klinis
a. Inspeksi
Pemeriksaan klinis dimulai dengan pemeriksaan visual. Temuan seperti
pernapasan mulut dapat mengarahkan pemeriksa untuk menduga sumbatan saluran
napas hidung. Bentuk hidung eksternal mungkin menunjukkan kelainan intranasal
(mis., Penyumbatan nasal kartilaginosa dengan septum ketegangan). Sangat penting
untuk mengevaluasi dasar hidung. Perubahan warna seperti eritema atau
pembengkakan dapat terjadi dengan komplikasi orbital radang sinus paranasal
(eritema dan pembengkakan kelopak atas dan bawah), eritema, eritema eritipelas,
atau dengan furuncles hidung, yang terlihat kemerahan dan pembengkakan yang
terbatas di ruang depan hidung13.

13
Probst, R., Grevers, G. & Iro, H., 2006. Basic Otorhinolaryngology.A step by step learning guide. German:
Thieme.(page 16)
b. Palpasi
Palpasi sangat berguna untuk mendeteksi diskontinuitas tulang. Pada pasien dengan
dugaan neuralgia, juga dilakukan untuk memeriksa nyeri tekan pada supraorbital,
infraorbital, atau mental foramina. Pada pasien dengan riwayat trauma dapat
dilakukan palpasi hidung eksternal akan mengungkapkan adanya mobilitas atau
krepitus yang menunjukkan adanya patah tulang piramida hidung. Tulang-tulang
midfacial juga teraba untuk memeriksa yang menunjukkan garis patah.
Pembengkakan jaringan lunak bisa membatasi keakuratan pemeriksaan ini14.

c. Rhinoskopi anterior
Pemeriksaan rhinologi itu sendiri dimulai dengan rhinoscopy anterior untuk
mengevaluasi ruang belakang hidung dan bagian anterior rongga hidung.

- Teknik: Pemeriksa memegang spekulum hidung di tangan kiri dan menyangga


jari telunjuk di lubang hidung sebelah kanan pasien. Spekulum dimasukkan ke
dalam hidung dengan bilah tertutup. Selama pemeriksaan, dokter menggunakan
tangan kanan untuk memposisikan lubang hidung agar memungkinkan
pemeriksaan rongga hidung. Spekulum tidak boleh dibuka terlalu jauh, karena ini
akan menyebabkan ketidaknyamanan. Kepala harus dimiringkan sedikit ke depan
untuk mengevaluasi dasar hidung, konka inferior, dan bagian anterior dari septum.
Kepala miring ke belakang untuk mendapatkan pandangan terbatas meatus tengah
dan konka tengah. Seringkali daerah ini tidak dapat dinilai secara memadai oleh
anterior rhinoscopy saja karena kendala anatomis. Akibatnya, endoskopi biasanya
digunakan untuk memeriksa daerah ini dan juga bagian posterior rongga hidung
dan nasofaring (lihat di bawah). Ketika rhinoscopy anterior telah selesai,
spekulum ditarik dengan hati-hati dengan pisau sedikit terbuka untuk menghindari
bulu avulsing dari ruang depan hidung. Dalam banyak kasus, mukosa hidung
harus dideklarasikan dengan vasokonstriktor sebelum pemeriksaan, karena ini

14
Probst, R., Grevers, G. & Iro, H., 2006. Basic Otorhinolaryngology.A step by step learning guide. German:
Thieme.(page 16)
mempermudah pemeriksaan bagian dalam hidung. Pada saat yang sama, penting
juga untuk menilai kondisi mukosa nasal "asli", sehingga hidung harus diperiksa
sebelum dan sesudah decongestion mukosa.

- Indikasi: Anterior rhinoscopy digunakan tidak hanya untuk pemeriksaan hidung


tetapi juga untuk prosedur terapeutik ringan seperti untuk epistaksis,
mengeluarkan benda asing, dan polipektomi. Anak-anak: Instrumen yang lebih
kecil (spekulan anak) tersedia untuk rhinoscopy anterior pada anak-anak. Aural
specula juga bisa digunakan untuk memeriksa hidung pada bayi atau anak kecil.
Dekongestan harus selalu diencerkan dengan benar saat digunakan pada anak-
anak15.

d. Rhinoskopi posterior
Posterior rhinoscopy sebelumnya dilakukan untuk mengevaluasi nasofaring dan
rongga hidung posterior (choanae, ujung posterior konka, margin posterior vomer),
torus tubarius, tuba eustachius dan fossa rossenmuler16.

D. KELAINAN PADA HIDUNG

A. Septum Deviasi

Pasien dengan septum deviasi mengeluhkan gejala simtomatik obstruksi kronis


yang seringkali unilateral, dan kemungkinana tidak jauh dari adanya trauma hidung.
Mereka sering menyadari dari siklus pernafasan hidung yang tidak normal. Anterior
rhinoscopy dan endoskopi nasal memperlihatkan adanya derajat kemiringan pada
septum. Selain itu, penilaian kolumella dari bawah membantu mengevaluasi defleksi

15
Probst, R., Grevers, G. & Iro, H., 2006. Basic Otorhinolaryngology.A step by step learning guide. German:
Thieme.(page 17)
septum kaudal, yang dapat menyingkirkan pemeriksaan rhinoscopy standar. Palpasi
hidung eksternal dan tes septum mendukung pmeriksaan dorsum dan tip. Pengobatan

untuk penyumbatan hidung dari septum deviasi adalah septoplasty. Pasien dengan
kelainan septum yang menjalani septoplasty secara umum melaporkan peningkatan
yang signifikan pada sumbatan hidung pada 3 dan 6 bulan dan menggunakan lebih
sedikit obat.

B. Nasal Valve Collapse

Pada kelainan Nasal Valve ini mudah menyebabkan penyumbatan hidung. Dua jenis
disfungsi katup hidung bisa terjadi: satu melibatkan disfungsi di wilayah katup hidung
dan yang lainnya melibatkan kolapsnya struktur itu sendiri. Obstruksi di daerah katup
hidung paling sering terjadi dari konka hypertrophy atau septal deviation. Tipe kedua
disfungsi katup hidung akibat runtuhnya struktur itu sendiri. Sebagian besar kasus
keruntuhan katup iatrogenik dan nasal harus dipertimbangkan pada pasien yang
melaporkan obstruksi postrhinoplasty jangka panjang. Namun, sebagian kecil
kasusnya bawaan. Temuan fisik biasanya mencakup tampilan jam pasir atau terjepit
dari segmen tengah hidung, keruntuhan medial kartilago alar pada inspirasi
mendalam, atau alur alar dalam. Dalam kinerja Rhinoplasty. Disfungsi katup hidung
terjadi akibat penyempitan agresif ujung hidung.

C. Konka Hipertrofi
Konka inferior juga mempengaruhi aliran udara pada katup hidung tergantung
pada tingkat pembengkakan konka anterior. Selama inspirasi, ujung anterior konka
dan inferior di wilayah katup hidung menghasilkan hingga dua pertiga resistansi
saluran napas bagian atas. Pembesaran konka inferior menyebabkan gejala sumbatan
hidung dengan meningkatkan resistensi. Rhinitis nonallergic, dan rhinitis
medicamentosa menyebabkan peradangan konka. Jika peradangan berlanjut, kelenjar
mukosa tumbuh dalam ukuran dan kolagen terakumulasi di bawah membran basal
mukosa hidung sehingga terjadi hipertrofi ireversibel.

Pengobatan untuk hipertrofi konka inferior meliputi semprotan antihistamin nasal,


dekongestan, kortikosteroid intranasal, stabilisator sel mast, dan imunoterapi.
Berbagai teknik bedah juga mengobati sumbatan hidung yang timbul dari hipertrofi
konka dan setiap metodologi mencoba untuk meminimalkan komplikasi seperti
perdarahan, ketidaknyamanan, dan rinitis atrofi sambil mengembalikan ukuran dan
fungsi konka normal.

D. Concha Bullosa
konka media pneumatik, yang dikenal sebagai concha bullosa. Bagian dalam
concha bullosa mengandung lapisan epitel pernafasan dan mengalir melalui ostium ke
dalam celah frantal, sinus lateral, atau hiatus semilunaris. Konka media dapat
membesar sedemikian rupa sehingga mengisi ruang antara dinding hidung lateral dan
septum yang mengakibatkan penyumbatan hidung dan predisposisi infeksi sinus
dengan menghalangi OMC. Concha bullosa dicurigai saat konka media membesar
diamati selama endoskopi hidung. Scan computed tomography (Cf) yang
menunjukkan pneumatisasi konka tersebut mengkonfirmasikan diagnosisnya. Eksisi
endoskopi dinding lateral konka pneumatik dapat mengatasi jenis penyumbatan ini.

E. Choanal Atresia

Choanal Atresia adalah penyebab sumbatan hidung yang jarang terjadi akibat
kegagalan choanae posterior untuk berkembang dengan baik.. Tingkat atresia
menentukan tingkat keparahan obstruksi. Diagnosis ditengarai oleh ketidakmampuan
kateter atau tabung nasogastrik untuk melewati di kedua sisinya. Choas unilateral
Atresia dapat mengancam kehidupan anak dan biasanya hadir pada masa kanak-kanak
atau dewasa muda dengan obstruksi nasal unilateral, rhinorrhea, atau apnea tidur
obstruktif. Penilaian endoskopi dan pemindaian atresia choanal dapat menetapkan
diagnosis, mencirikan komponen dinding lateral atresia, mengevaluasi komposisi
tulang atau membran, dan memantau tingkat koreksi bedah.

- Diagnosisnya

Atresia choanal menunjukkan adanya kondisi medis lainnya dan harus segera
melakukan evaluasi otitis media dengan efusi, penyakit saluran pernapasan bagian
atas dan bawah, anomali jantung, dan gangguan saluran pencernaan (GI). Atresia
choanal bilateral dapat hidup berdampingan dengan gangguan jantung, sindrom
CHARGE (coloboma, defek jantung, atresia choanal, pertumbuhan terbelakang,
hipoplasia genitourinaria, dan anomali telinga), apnea tidur obstruktif, masalah
hematologi, dan kegagalan untuk berkembang.

Pada sebagian besar anak-anak yang dirawat karena atresia choanal, sebagian
besar anak menjalani perbaikan transnasal dengan atau tanpa stenting.

F. Polip hidung

Polipo nasal (NP) diyakini merupakan gangguan multifaktorial yang ditandai


dengan adanya massa edematous di rongga hidung dan sinus yang memicu drainase.
Mayoritas polip hidung (80% sampai 90%) menunjukkan eosinofilia jaringan dan
faktor yang berpotensi memicu eosinofilia mukosa telah disarankan sebagai agen
etiologi. Peradangan sinonasal dari etiologi diyakini menyebabkan polip meningkat
dalam ukuran dan jumlah, dengan obstruksi nasal yang dihasilkan dan penyumbatan
ostial sinus yang sering memicu sinusitis infeksiosa Steroid intranasal dan sistemik
adalah pengobatan yang paling umum untuk pengelolaan polip hidung. Jika bukti
purulensi terlihat pada endoskopi, antibiotik ditambahkan ke rejimen pengobatan.
Operasi endoskopi dicadangkan untuk penyumbatan hidung parah yang tahan
terhadap terapi medis maksimal. Polip hidung cenderung lebih parah dan tidak tahan
terhadap perawatan medis dan bedah, terutama pada bagian asma penderita asma
yang aspirin.

Polip hidung dapat terlihat pucat, edematous, massa tertutup mukosa yang
pada pasien dengan rhinitis alergi, namun bukti yang meyakinkan menentang
patogenesis alergi murni. Mereka dapat menyebabkan penyumbatan hidung kronis

dan indra penciuman yang berkurang. Pada pasien dengan polip hidung dan riwayat
asma, aspirin harus dihindari karena dapat memicu episode bronkospasme parah,
yang dikenal sebagai asma triad (triad Samter). Pasien tersebut mungkin memiliki
sensitivitas salisilat imunologi. Kehadiran polip pada anak sebaiknya menunjukkan
kemungkinan adanya fibrosis kistik.

G. Anosmia
Tiga faktor penyebab yang paling umum adalah bau hilang yang berkaitan dengan
trauma kepala. Infeksi saluran pernapasan bagian atas (URI), dan rhinosinusitis kronis
(CRS). Kategori besar lainnya adalah hilangnya bau adalah bau idiopatik yang tidak
dapat diidentifikasi penyebab disfungsi penciuman. Ada juga hilangnya indera
penciuman yang diketahui di seluruh populasi terkait penuaan dengan penurunan
kemampuan yang signifikan setelah usia 65 tahun dan terjadi pada lebih dari satu
setengah orang berusia antara 65 sampai 80 tahun (20). Penyebab kehilangan terkait
usia ini tidak jelas namun tidak tergantung pada penyakit neurodegeneratif.
Kemungkinan teori untuk kehilangan ini termasuk akhirnya memakai dan merusak
neuron penciuman dari efek kumulatif dari paparan racun lingkungan dan / atau
penipisan progresif kapasitas regeneratif sel basal / batang epitelial dan kematian sel
terprogram secara genetis.
Kehilangan bau yang berhubungan dengan trauma kepala biasanya mudah
diidentifikasi oleh sejarah; Namun, bahkan luka ringan di kepala bisa menyebabkan
kecacatan penciuman yang signifikan.

H. Rhinitis Alergi
Rinitis alergi disebabkan oleh paparan alergen udara pada individu yang memiliki
kecenderungan. Aktivasi tanggapan kekebalan humoral (sel B) dan sitotoksik (T-sel)
dengan respons IgE alergen berikutnya menyebabkan pelepasan mediator inflamasi.
Respon meningkat karena antigen dilewatkan ke kelenjar getah bening regional untuk
aktivasi sel T yang lebih besar. Pelepasan interleukin dan sitokin menyebabkan
aktivasi spesifik sel mast, eosinofil, sel plasma, basofil dan sel T lainnya. Banyak sel
yang bersirkulasi ini kemudian bermigrasi ke epitel hidung dan okular di mana

mereka berkontribusi secara langsung terhadap gejala melalui mediator proinflamasi,


termasuk histamin, prostaglandin, dan kinin.

Tanda dan gejala Rhinitis Alergi:


Hidung bersin, gatal, hidung tersumbat, rhinore (keluar cairan dari hidung)
Gatal mata, maya berair, kemerahan, bengkak
Mengi, urtikaria, eksim, tekanan telinga, batuk
Onset dan durasi gejala
Episodik vs gejala abadi
Perubahan kondisi kehidupan
Lama tinggal di daerah
Gejala berubah dengan perjalanan atau liburan
Gejala berubah seiring musim
Paparan hewan di rumah, tempat kerja, atau sekolah
Obat mencoba meringankan gejala
Alergi makanan anak, asma, dermatitis atopik
Anggota keluarga dengan alergi

Biasanya bersifat persisten dan mungkin menunjukkan variasi musiman. Dokter


harus berhati-hati membedakan rhinitis alergi dari rhinitis nonallergic atau vasomotor.
Vasomotor rhinitis disebabkan oleh peningkatan sensitivitas saraf vidian dan
merupakan penyebab umum rhinorrhea yang jelas pada orang tua. Seringkali pasien
akan melaporkan bahwa mereka memiliki rhinorrhea yang mengganggu dalam
menanggapi banyak rangsangan hidung, termasuk udara hangat atau dingin, bau atau
aroma, cahaya, atau partikel. Pada pemeriksaan fisik, mukosa konkaat biasanya pucat
atau berlekuk karena pembengkakan vena. Hal ini berbeda dengan eritema rhinitis
virus. Polip hidung, yang merupakan massa boggy kekuningan mukosa hipertrofik,
dikaitkan dengan rinitis alergi yang sudah berlangsung lama.

I. Rhinitis Vasomotor
Disfungsi sistem saraf otonom telah lama dianggap berperan dalam peradangan
hidung kronis dan rhinitis.Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa kemungkinan
sistem saraf simpatik yang hypoactive daripada sistem parasimpatis hiperaktif yang
mendorong gejala rhinitis vasomotor. Gejala rhinitis vasomotor dapat terjadi sebagai
respons terhadap rangsangan fisik, emosional, atau gustatory. Beberapa rangsangan
provokatif yang umum termasuk udara dingin, perubahan kelembaban, olahraga,
gairah seksual, alkohol, stres emosional, makanan pedas, dan manipulasi langsung
mukosa hidung. Pasien biasanya mengeluhkan rhinorria encer yang disebabkan oleh
salah satu faktor ini. Hidung tersubat mungkin juga ada tapi sering sampai tingkat
yang lebih rendah.

J. Rhinosinusitis
Rhinosinusitis diperkirakan timbul dari peradangan terus menerus pada mukosa
sinus paranasal, karena sejumlah faktor. Mungkin klasifikasi yang paling tepat untuk
faktor predisposisi Rhinosinusitisadalah mengelompokkan faktor lingkungan
(misalnya polusi, alergen, virus, bakteri, dan jamur), faktor host umum (genetik,
kelainan granulomatosa, defisiensi imun, fibrosis kistik, dan cacat silang) , Dan faktor
host lokal (peradangan lokal kronis, Obstruksi anatomis, polip, dan tumor). Jelas
bahwa Rhinosinusitis bukan satu penyakit, melainkan spektrum gejala dan tanda yang
bisa timbul dari berbagai etiologi. Meski multifaktorial berasal. Rhinosinusitis
ditandai oleh serangkaian gejala dan tanda klinis yang konsisten. Peradangan mukosa
persisten dan lendir yang kental sering menyebabkan gejala drainase postnasal,
hidung tersumbat, penurunan indera penciuman, dan / atau tekanan wajah. Dengan
konsistensi gejala ini, manajemen medis awal Rhinosinusitis difokuskan untuk
mengobati peradangan mukosa dan lendir purulen. Mereka yang gagal dalam terapi
medis ini sering dianjurkan untuk mempertimbangkan operasi sinus.
- Sinusistis Fugal
Sinusitis jamur mencakup berbagai manifestasi, dari infeksi jamur Infeksi invasif
yang relatif tidak berbahaya hingga fatal harus dipertimbangkan pada pasien
dengan rinosinusitis kronis, pasien dengan immunocompromisde atau memiliki
gejala yang tidak terlihat. Sinusitis jamur invasif, bisa akut atau kronis. Paling
sering terjadi pada pasien immunocompromised.

K. Epistaksis
Epistaksis adalah masalah yang sangat umum terjadi. Faktor predisposisi meliputi
trauma hidung (mengorek lubang hidung, benda asing, hembusan hidung kuat),
rinitis, pengeringan mukosa hidung dari kelembaban rendah atau oksigen nasal
tambahan, penyimpangan septum hidung, hipertensi, penyakit aterosklerotik,
telangiektasia hemoragik herediter (Osler-Weber -Rendu syndrome) Gangguan
apapun yang mengganggu epitel mukosa atau merusak fungsi pembekuan dan platelet
dapat menyebabkan mimisan. Pengelolaan epistaksis sekunder memerlukan
penanganan etiologi yang mendasarinya dan oleh karena itu bermanfaat untuk
subkategori ke dalam penyebab lokal atau sistemik. Ada banyak penyebab lokal
epistaksis termasuk tumor sinonasal, penyakit granulomatosa. Dan perforasi septum;
Namun, sebagian besar adalah iatrogenik atau posttraumatic.
DAFTAR PUSTAKA

Jhonson, J. T. & Rosen, C. A., 2014. Bailey's head and neck surgery-otolaryngology.
Philadelphia: Lippincott Williams&. WJ.lkins.

L.Moore, K., Dalley, A. F. & R., A. M. A., 2013. Clinically Oriented Anatomy.Volume 3. Fifth
ed. Tennesse: Lippicott Williams & Wilkins.

Papadakis, M. A. & Mcphee, S. J., 2013. Current. Medical Diagnosis and tretment. Fifth-second
ed. United State: McGraw Hill.

Probst, R., Grevers, G. & Iro, H., 2006. Basic Otorhinolaryngology.A step by step learning
guide. German: Thieme.

You might also like