Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan jaringan yang menutup bola mata bagian depan yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil pada
permukaan kornea, akan mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan
menyebabkan turunnya tajam pengliatan secara nyata.1
Transparansi pada kornea disebabkan oleh tidak adanya pembuluh darah
dan jaringan kornea yang strukturnya seragam; serta berfungsinya mekanisme
pompa oleh endotel. Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Infiltrasi sel radang pada
kornea akan menyebabkan keratitis, hal ini mengakibatkan kornea menjadi keruh.
Kekeruhan ini akan menimbulkan gejala mata merah dan tajam penglihatan akan
menurun. Keratitis dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti infeksi, mata
yang kering, alergi, ataupun konjungtivitis kronis.2
Kornea sendiri memiliki 5 lapisan yaitu epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descement, dan endotel. Apabila epitel mengalami trauma, maka akan
mengakibatkan stroma dan lapisan Bowman yang avaskuler rentan infeksi sehingga
menyebabkan peradangan.1
Peradangan pada kornea disebut keratitis. Keratitis atau peradangan pada
kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan
kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar
sehingga rentan terjadi trauma ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus keratitis akan
mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup seseorang.
Keratitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa
yang dapat menyerang lapisan-lapisan kornea. Insidensi keratitis di negara-negara
berkembang berkisar antara 5,9 - 20,7 per 100.000 orang setiap tahun dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian
keratitis. Sementara itu, predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena
trauma, penggunaan dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa
kontak yang berlebihan, herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang
menurun karena penyakit lain, higienitas dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-
kadang tidak diketahui penyebabnya. Penatalaksanaan keratitis berbeda tergantung
penyebabnya seperti keratitis bakteri yang akan diberi antibiotik, keratitis virus
yang akan diberikan anti virus, ataupun keratitis fungi yang akan diberikan anti
fungi.
Insidensi keratitis noninfeksi bergantung pada etiologi yang menyertainya.
Pada penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospital di India terdapat sekitar 56%
trauma mata disebabkan padi dan debu. Gambaran klinik masing-masing keratitis
berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di
kornea. Jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan
berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen
sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai
menyebabkan kebutaan, sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat
agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang.3
Keratitis perlu mendapat perhatian karena dapat menimbulkan kerusakan
permanen pada mata. Melihat tingginya angka insidensi keratitis dengan
penatalaksanaan yang berbeda tergantung penyebabnya dan standar kompetensi
keratitis yang berada pada tingkat 3A di mana dokter umum dituntut mampu
memberikan penanganan awal pada keratitis hingga merujuk menjadi alasan
penulis membahas mengenai keratitis.
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : Tn. L
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Pucang Sawit, Jebres
Tgl pemeriksaan : 11 Juli 2017
No. RM : 0138xxxx
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Mata kiri terasa mengganjal
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien memeriksakan diri ke poli mata RSDM mengeluhkan mata
kirinya terasa menganjal. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu,
setelah mata kiri tersebut terkena serangga ketika pasien menggendarai
sepeda motor. Beberapa saat kemudian mata kiri tampak merah, gatal,
nyerocos dan pandangan menjadi kabur. Pasien mengatakan kerap
mengucek ngucek mata tersebut karena gatal, hingga bertambah merah,
perih dan cekot-cekot. Pasien juga mengeluhkan sering silau ketika
melihat sesuatu. Pasien kemudian membeli obat tetes mata yakni cendo
polydex yang diteteskan 3 kali sehari 2 tetes pada mata kirinya. Pasien
mengatakan keluhannya tersebut sedikit mereda, namun beberapa jam
kemudian, keluhan serupa muncul kembali. Kotoran berlebih pada mata
disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat Ranap : disangkal
3. Riwayat hipertensi : disangkal
4. Riwayat kencing manis : Terkontrol, sejak 5 tahun
5. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
6. Riwayat trauma mata : disangkal
7. Riwayat kacamata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : Ya, ayah pasien
3. Riwayat keluhan serupa : disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses - Primer
Lokasi - Kornea Superficial
Sebab - Infeksi (serangga)
Perjalanan - Akut
D. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Tidak ada Ada
b. luka Tidak ada Tidak ada
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas Dalam batas
normal normal
3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Tidak ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Tidak ada Ada
2.) hiperemi Tidak ada Ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) blefarospasme Tidak ada Ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 10 mm 6 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) warna Sawo matang Sawo matang
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas Dalam batas
normal normal
7. sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c. tulang margo tarsalis Tidak ada Tidak ada kelainan
kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema Tidak ada Ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema Tidak ada Ada
2.) hiperemi Tidak ada Ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) benjolan Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.)injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
5.) injeksi siliar Tidak ada (+) minimal
e. caruncula dan plika semilunaris
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 11 mm 11 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Rata, mengkilap Rata, sedikit
keruh,
d. sensibilitas Normal Normal
e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan Jernih Jernih
b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Cokelat Cokelat
b. bentuk Tampak Tampak
lempengan lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
b. bentuk Bulat Bulat
c. letak Sentral Sentral
d. reaksi cahaya langsung Positif Positif
e. tepi pupil Tidak ada Tidak ada kelainan
kelainan
16. Lensa
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan jernih jernih
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS BANDING
1. OS Keratitis
2. OS Keratokonjungtivitis
VI. DIAGNOSIS
1. OS Keratitis
VII. TERAPI
1. Nonmedikamentosa
Menggunakan penutup mata untuk melindungi mata dari
cahaya dan benda asing yang dapat mengotori mata
Hindari mengucek mata
Sebelum meneteskan obat, pastikan mencuci tangan dengan
sabun terlebih dahulu
Menggunakan obat tetes sesuai prosedur ditambah dengan
saat sebelum tidur.
2. Medikamentosa
LFX eye drop minidose 6 dd gtt 1 OS
Protagenta eye drop minidose 6 dd gtt I OS
Na diklofenak 2x 25 mg
Vitamin C 3 x 50 mg
VIII. PLANNING
1. Bila keluhan tidak membaik setelah 3 hari terapi dan timbul lesi putih
di kornea, segera kembali untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
IX. PROGNOSIS
OD OS
1. Ad vitam - Dubia ad Bonam
2. Ad fungsionam - Dubia ad Bonam
3. Ad sanam - Dubia ad Bonam
4. Ad kosmetikum - Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
B. Keratitis
1. Definisi
Keratitis adalah peradangan pada kornea yang biasanya
diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau membran Bowman dan
keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma (4). Kondisi keratitis ini
sering ditandai dengan rasa sakit dan gangguan penglihatan. Keratitis
dapat terjadi pada setiap kelompok usia dan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin.
Gambar 6. Keratitis3
2. Etiologi
Keratitis dapat diakibatkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Penyebab
paling sering adalah virus herpes simpleks tipe 1. Selain itu penyebab lain
adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang,
benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu
sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain,
kekurangan vitamin A, dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.6
3. Patofisiologi
Epitel kornea adalah pelindung yang baik bagi kornea dari invasi
mikroorganisme. Trauma pada epitel akan mengakibatkan stroma dan
lapisan Bowman yang avaskuler rentan infeksi. Pada waktu peradangan
sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag,
baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di
limbus, dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah
infiltrasi dari sel-sel leukosit, sel-sel polimorfonuklear, dan sel plasma
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak
kelabu, keruh, dan permukaan kornea menjadi tidak licin. Kemudian dapat
terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke
permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat, toksin dari kornea
dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran
Descement dan endotel kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar
meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA (camera oculi anterior),
disusul dengan terbentuknya hipopion.
Bila peradangan terjadi terus ke dalam, tetapi tidak mengenai
membran Descement dapat timbul tonjolan membran Descement yang
disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan yang muncul di
permukaan penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan
parut. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan
terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau
leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang
dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan bisa berakhir
dengan ptisis bulbi.6
4. Gejala dan tanda keratitis7
Gejala keratitis
a. Mata terasa sakit
b. Gangguan penglihatan
c. Trias keratitis (lakrimasi, fotofobia, dan blefarospasme)
Tanda keratitis
a. Infiltrat (berisi infiltrat sel radang, kejernihan kornea berkurang,
terjadi supurasi dan ulkus)
b. Neovaskularisasi (superfisial bentuk bercabang-cabang, profunda
berbentuk lurus seperti sisir)
c. Injeksi perikornea
d. Kongesti jaringan yang lebih dalam (iridosiklitis yang dapat disertai
hipopion)
b. Menurut penyebabnya9
1) Keratitis Bakteri
Biasanya hanya terjadi apabila terdapat penurunan pertahanan
dari kornea. Paling sering disebabkan karena Pseudomonas
aeruginosa (terkait penggunaan lensa kontak), Staphylococcus aureus
(ditandai dengan infiltrat fokal berbatas tegas berwarna putih atau
kuning keputihan), dan Streptococcus sp. Faktor resikonya berasal
dari penggunaan lensa kontak, trauma, penyakit permukaan mata
(mata kering, trikiasis, enteropion), imunosupresi, diabetes mellitus,
defisiensi vitamin A. Gejalanya adalah nyeri, fotofobia, penurunan
tajam penglihatan, sekret purulen atau mukopurulen.
5) Keratitis Protozoa
Paling sering disebabkan oleh Acanthamoeba. Protozoa ini
hidup bebas dan dapat di tanah, air bersih dan kotor, serta saluran
nafas atas. 70% kasus ini terkait penggunaan lensa kontak. Gejalanya
yaitu penurunan tajam penglihatan dan nyeri.
c. Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk
1) Keratitis dismorfik
2) Keratitis dimmer atau numularis. Keratitis numularis merupakan
bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat yang bundar
berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan
gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan
pada petani sawah.
3) Keratitis filamentosa. Merupakan bentuk keratitis dengan
ditemukannya infiltrat yang berbentuk seperti benang.
d. Klasifikasi keratitis berdasarkan cara infeksi
1) Eksogen, akibat trauma
2) Jaringan sekitar, akibat trauma atau komplikasi konjungtivitis
3) Endogen, akibat alergi atau imunologi
e. Klasifikasi keratitis yang lain
1) Keratitis alergika keratokonjungtivitis flikten. Merupakan radang
kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin
dimediasi oleh sel pada jaringan yang sudah sensitif terhadap
antigen. Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan
degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan lapis sel tanduk epitel
kornea.
2) Keratokonjungtivitis epidemika. Keratitis ini terjadi akibat
peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi
alergi terhadap adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul sebagai
suatu epidemik.
3) Keratokonjungtivitis vernal. Merupakan penyakit rekuren dengan
peradangan tarsus dan konjungtiva bilateral. Penyebabnya belum
diketahui, tetapi terutama terjadi pada musim panas dan mengenai
anak sebelum berumur 14 tahun. Mengenai kelopak atas dan
konjungtiva pada daerah limbus berupa hipertrofi papil yang kadang-
kadang berbentuk cobble stone.
4) Keratitis lagoftalmus. Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus
dimana kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga
mata terpapar dan terjadi kekeringan pada kornea dan konjungtiva
yang memudahkan terjadinya infeksi. Keratitis ini dapat terjadi
dikarenakan parese Nervus VII.
5) Keratitis neuroparalitik. Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis
akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan saraf ke-5
ini dapat terjadi akibat Herpes zoster, tumor fosa posterior kranium
dan keadaan lainnya. Pada keadaan anestesi kornea kehilangan daya
pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini dapat menyebabkan
kornea mudah terjadi infeksi sehingga mengakibatkan terbentuknya
ulkus kornea.
6) Keratokonjungtivitis sika. Suatu keadaan keringnya permukaan
kornea dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang
mengakibatkan:
a) Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis
menahun
b) Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal
kongenital, obat diuretik, atropin, dan usia tua.
c) Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia,
dan sindrom Stevens Johnson.
d) Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis
neuroparalitik, hidup di padang gurun, dan keratitis lagoftalmus.
e) Karena parut pada kornea.
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis, gejala, dan hasil
pemeriksaan mata. Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan
iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair,
penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka
mata (blepharospasme). Diagnosa banding keratitis yaitu glaukoma akut
dan uveitis akut.
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki
banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh gerakan kornea yang bergesekan
dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi
sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata,
lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila
lesi terletak sentral pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi
iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien
biasanya juga mengeluhkan nrocos atau mata berair namun tidak disertai
dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea
yang purulen.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan
apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau
merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang
lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam
mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea,
seperti pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,
pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epitel,
lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan
keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna
dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati hati ke seluruh kornea.
Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat
terlihat.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Kerokan kornea
b. Pengecatan fluorescein
c. Pewarnaan gram
d. Kultur untuk identifikasi bakteri dan laporan sensitivitas antibiotik
e. Kultur dalam agar Saboraund dekstrosa
f. Pewarnaan dengan Periodic Acid-Schiff atau Calco-fluor putih
9. Penatalaksanaan
a. Primer
1) Jangan menggunakan antibiotik yang dikombinasi dengan steroid
2) Pasien dirujuk apabila visus menurun setelah 3 hari terapi atau tampak
lesi putih di mata
3) Pasien disarankan menggunakan penutup mata untuk melindungi mata
dari cahaya serta benda yang dapat mengotori mata
4) Pemberian siklopegik apabila ada peningkatan tekanan intra okuler
b. Keratitis bakteri
1) Terapi empiris: fluorokuinolon (ofloxacin, levofloksasin,
gantifloksacin) atau sefazolin.
2) Kokus gram positif: vankomisin, fluorokuinolon, sefuroksim.
3) Batang gram negatif: aminoglikosida (gentamisin), tetes tobramisin,
fluorokuinolon, atau cefixime.
4) Kokus gram negatif: aminoglikosida (gentamisin), tetes tobramisin,
fluorokuinolon, atau seftriakson
5) Mycobacterium: amikasin, klaritromisin, trimetropim-
sulfametoksazol
b. Keratitis fungi
1) Candida: amfoterisin B, natamisin, flukonazol
2) Kapang: natamisin, amfoterisin, miconazole
c. Keratitis herpes simpleks
1) Keratitis epitel : Salep acyclovir atau gel gansiklovir yang diberikan
5x sehari. Antivirus oral terbukti sama efektif dengan antivirus topikal
2) Keratitis disciform : steroid tipikal (prednison atau dexamethason)
bersamaan dengan antivirus selama minimal 4 minggu.
d. Keratitis varicella zoster virus : Acyclovir oral 800mg/hari selama 7-10
hari diberikan 72 jam setelah awitan. Antivirus topikal tidak efektif
e. Keratitis protozoa
Peradangan akut dapat diatas dengan steroid topikal
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan OS keratitis. Pada kasus ini diberikan penatalaksanaan medikamentosa
LFX eye drop minidose 6 dd gtt 1 OS, Protagenta eye drop minidose 6 dd gtt
I OS, Na diklofenak 2x 25 mg, Vitamin C 3 x 50 mg.
Penatalaksanaan non-medikamentosa yaitu edukasi kepada pasien
tentang penyakit dan pengobatannya serta rujuk ke dokter spesialis mata untuk
mendapatkan pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
B. Saran
- Edukasi untuk tidak mengusap mata dengan tangan pasien atau benda yang
tidak terjamin kebersihannya.
- Menjaga kebersihan mata.
- Memakai kacamata hitam sebagai pelindung.
- Rujuk pasien ke dokter spesalis mata untuk mendapatkan pemeriksaan dan
penatalaksanaan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
dr. RAHARJO KUNTOYO, Sp. M.