Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : Nn. N
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Peta Selatan, Kalideres
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Nomor CM : 79.62.53
MRS : 22 July 2017
B. Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama :
Lemas sejak pagi hari SMRS
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah berobat ke rumah sakit karena muncul ruam pada wajah sekitar 2
bulan yang lalu, dan diberikan salep untuk mengatasi ruam merah pada wajah
pasien.
Riwayat Keluarga :
Keluarga tidak memiliki riwayat darah tinggi, penyakit gula, serta asma.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Pernafasan : 24 x/menit
Nadi : 100 x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 37,0 C
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Malar rash (+)
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, diameter 3 mm, Refleks cahaya (+/+)
Mulut : edema dan ulkus pada bibir
Lidah : nyeri (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : simetris , retraksi sela iga (-)
2
Cor : Bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Ruam makulopapular hiperpigmentasi, multipel, diskret
pada regio cruris distal dextra et sinistra, regio antebrachii distal dextra et
sinistra.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 10,9 gr/dl
Leukosit : 5.700 mm3
Eritrosit : 3,5 juta
LED : 8 mm/jam
Hitung Jenis : 0/0/2/45/43/10
Ht : 33 vol%
Trombosit : 158.000 mm3
3
Urinalisa:
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
Protein :-
Reduksi :-
Urobilin :-
Bilirubin :-
Leukosit : 1-2/LPB
Eritrosit : 0-1/LPB
Sel epitel : 0-1/LPB
E. Pemeriksaan Anjuran
Antibodi antinuklear
C3 dan C4
Pemeriksaan IgG dan IgM
F. Diagnosis Kerja
Lupus Eritematosus Sistemik
G. Penatalaksanaan
MRS
IVFD RL gtt XX/menit
Prednison 1 mg/kgBB 4-4-2
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Cetirizin 1x1 tab
Vit. B complex 2x1 tab
Konsul bagian mata
H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
4
Quo ad functionam : dubia
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Tabel 1. Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis
Lupus Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley's
Textbook of Rheumatology, 6th ed 2001)
Ultraviolet B light
Hormon sex
rasio penderita wanita : pria = 9:1 ; menarche : menopause = 3:1
Faktor diet
Alfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L-canavanine; Pristane
atau bahan yang sama; Diet tinggi saturated fats.
Faktor Infeksi
DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri
Faktor paparan dengan obat tertentu :
Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin; Methyldopa; D-
Penicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF-a; Interferon-a.
7
Gambar 2. Perjalanan penyakit SLE
8
Klirens kompleks imun menurun, meningkatnya kelarutan kompleks imun,
gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks
imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga kompleks imun tersebut deposit ke
luar sistem fagosit mononuklear. Endapannya di berbagai organ mengakibatkan
aktivasi komplemen sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut bisa berupa ginjal,
sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dan lain-lain.
9
perifer berupa polineuropati perifer akut, gejala autonom, mononeuropati,
miastenia gravis, neuropati kranial, pleksopati.
d. Manifestasi muskuloskeletal
Manifestasi muskuloskeletal merupakan manifestasi yang paling sering
dijumpai pada pasien SLE. Atralgia dan mialgia merupakan gejala tersering
atau dapat pula suatu artritis dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi.
Keluhan ini sering kali dianggap mirip dengan artritis reumatoid dan bisa
disertai dengan faktor reumatoid positif. Perbedaannya SLE biasanya tidak
menyebabkan deformitas, durasi kejadian hanya beberapa menit.
e. Manifestasi kulit
Gejala yang terjadi berikut berupa rash malar dan discoid yang sering
dicetuskan oleh fotosensitivitas. Dapat pula terjadi alopesia. Ruam kulit yang
paling dianggap khas adalah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash)
berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung dan kedua pipi. Karakteristik
malar atau ruam kupu-kupu termasuk jembatan hidung dan bervariasi dari
merah pada erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches. Ruam
mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua daerah terkena sinar
matahari. Lesi-lesi tersebut penyebarannya bersifat sentrifugal dan dapat bersatu
sehingga berbentuk ruam yang tidak beraturan
f. Manifestasi hematologi
Berupa anemia normokrom normositer, trombositopenia, leukopenia.
Anemia yang terjadi bisa terjadi akibat SLE maupun akibat manifestasi
renal pada SLE.
g. Manifestasi paru
Berbagai manifestasi klinik pada paru-paru yang terjadi dapat berupa
pneumositis (radang interstisial parenkim paru), emboli paru, hipertensi
pulmonal, perdarahan paru, pleuritis. Pleuritis memiliki gejala nyeri dada,
batuk, sesak napas. Efusi pleura juga bisa terjadi dengan hasil cairan berupa
eksudat. Shrinking lung syndrome merupakan sistemik yang terjadi akibat
atelektasis paru basal yang terjadi akibat disfungsi diafragma.
h. Manifestasi gastrointestinal
10
Manifestasi gastrointestinal sering tidak spesifik pada pasien SLE. Yang
tersering berupa dispepsia. Disfagia merupakan keluhan yang biasanya
menonjol pada saat pasien dalam keadaan tertekan dan sifatnya episodik.
Selain itu dapat pula terjadi IBS, vaskulitis daerah mesentrik, pankreatitis,
dan hepatomegali.
i. Manifestasi kardiovaskuler
Perikardium merupakan bagian yang paling banyak terkena sebagai
manifestasi dari SLE. Perikarditis dapat dicurigai bila terdapat keluhan
nyeri substernal, friction rub, dan gambaran silhouette sign pada foto dada.
SLE dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan terjadi infark miokard. Gagal jantung dan angina pektoris,
valvulitis, vegetasi pada katup jantung merupakan beberapa manifestasi
lainnya.
1.4. Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American College of
Rheumatology pada tahun 1982 yang telah direvisi pada tahun 1997, terdiri dari 11
kriteria. Diagnosis SLE ditegakan jika ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada.
Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.
No Kriteria Batasan
1 Ruam malar Eritema menetap, datar atau menonjol pada malar
eminence dan bisa meluas ke lipatan nasolabial
2 Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran
keratotik dan sumbatan folikel. Pada SLE lanjut
ditemukan parut atrofi
3 Fotosensitivitas Ruam kulit akibat reaksi abnormal terhadap sinar
matahari, baik dari anamnesis pasien atau dilihat
oleh pemeriksa
11
4 Ulkus mulut Ulserasi mulut atau nasofaring, biasanya tidak
nyeri
5 Artritis non-erosif Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer dengan
karakteristik efusi, nyeri, dan bengkak
6 Pleuritis atau a. Pleuritis: nyeri pleuritik, ditemukannya
perikarditis pleuritik rub atau efusi pleura
b. Perikarditis: EKG dan pericardial friction rub
atau adanya bukti efusi perikardial
7 Gangguan renal a. Proteinuria persisten > 0,5 g per hari atau > +3
pada pemeriksaan kualitatif
b. Sedimen eritrosit, granular, tubular atau
campuran
8 Gangguan a. Kejang: tidak disebabkan oleh gangguan
neurologis metabolik maupun obat-obatan seperti uremia,
ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit
b. Psikosis: tanpa disebabkan obat maupun
kelainan metabolik di atas
9 Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis
hematologi b. Leukopenia < 4000/mm3
c. Limfopenia < 1500/mm3
d. Trombositopenia <100,000/mm3 tanpa
disebabkan oleh obat-obatan
10 Gangguan a. antiDNA : antibodi terhadap native DNA
imunologi dengan titer yang abnormal
b. anti Sm : terdapat antibodi terhadap antigen
nuklear Sm
c. antibodi antifosfolipid (+): (1) kadar serum
antibodi antikardiolipin anormal baik IgG atau
IgM, (2) tes lupus antikoagulan positif
menggunakan metode standar, atau (3) hasil
12
tes positif palsu paling tidak selama 6 bulan
dan dikonfirmasi dengan tes imobilisasi
Treponema pallidum atau tes fluoresensi
absorpsi antibodi treponemal
11 Antibodi antinuklear Titer abnormal ANA berdasarkan pemeriksaan
(ANA) imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
tanpa keterlibatan obat.
1.5. Penatalaksanaan
Sebelum pasien SLE diberi pengobatan, harus diputuskan terlebih dahulu
apakah pasien tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif
yang agresif. Pada umumnya pasien SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak
berhubungan dengan kerusakan organ dapat diterapi secara konservati. Bila
penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi
dan imunosupresan lainnya.
Penyuluhan dan edukasi penting diberikan pada pasien dengan SLE yang baru
terdiagnosis. Berikut adalah beberapa hal penting dalam edukasi SLE:1
Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya
Masalah terkait fisik misalnya penggunaan kortikosteroid untuk tatalaksana
SLE bisa menyebabkan osteoporosis sehingga perlu dibarengi dengan
latihan jasmani, istirahat, diet, dan mengatasi infeksi secepatnya serta
menggunakan kontrasepsi
Menggunakan payung, lengan panjang atau krem sinar matahari jika
terpapar matahari
Memberikan edukasi mengenai terapi yang akan diberikan. Pasien dengan
SLE mengancam nyawa diberikan terapi agresif yakni imunosupresan dan
kortikosteroid dosis tinggi, sedangkan yang tidak mengancam nyawa
diberikan terapi konservatif.
13
a. Terapi Konservatif
Artritis, artalgia, mialgia. Keluhan ringan diberikan analgetik atau
NSAID. Jika tidak membaik dipertimbangkan pemberian hidroksiklorokuin
400mg/hari. Jika dalam 6 bulan tidak berefek juga maka stop. Dapat
diberikan kortikosteroid dosis rendah 15mg tiap pagi. Atau metrotreksat
7,5-15 mg/minggu. Atau bisa dipertimbangkan pemberian cox-2 inhibitor.
Lupus kutaneus. Menggunakan sunscreen untuk melindungi tubuh
sehingga mengurangi gejala fotosensitivitas. Sunscreen topikal berupa
krem, minyak, lotio atau gel yang mengandung PABA, ester, benzofenon,
salisilat dan sinamat. Sunscreen dipakai ulang setelah mandi atau
berkeringat. Dermatitis lupus diberikan kortikosteroid topikal krem, salep
atau injeksi. Antimalaria juga dapat digunakan karena memiliki efek
sunblock dan sunscreen.
Fatiq dan keluhan sistemik. Tidak memerlukan terapi spesifik. Cukup
menambah waktu istirahat dan menunjukkan empati.
Serositis. Nyeri dada dan abdomen merupakan tanda serositis. Keadaan ini
diatasi dengan NSAID, antimalaria atau glukokortikoid dosis 15 mg/hari.
Pada keadaan berat memerlukan kostikosteroid sistemik.
b. Terapi agresif
Glukokortikoid. Prednison oral 1-1,5 mg/kg/hari atau metilprednisolon
bolus 1gram selama 3-5 hari yang dilanjutkan dengan prednison oral.
Respon terapi dilihat selama 6 minggu pertama, jika respon baik maka dosis
steroid diturunkan 5-10% tiap minggu. Setelah sampai dosis 30 mg/hari
diberikan penurunan 2,5 mg/minggu, jika sudah sampai dosis 10-15
mg/hari, turunkan dosis 1mg/minggu. Jika terjadi eksaserbasi berikan dosis
efektif, lalu turunkan lagi.
c. Imunosupresan. Imunosupresan ini diberikan jika hanya tidak respon
dengan terapi steroid, setelah 4 minggu pemberian. Contoh imunosupresan
yang bisa diberikan berupa siklofosfamid, azatioprin, metotreksat,
klorambusil, siklosporin. Pilihan obat tergantung keadaan. Untuk artritis
14
berat pilihannya adalah metotreksat. Nefritis lupus diberikan siklofosfamid
atau azatioprin. Siklofosfamid bolus 0,5-1 gr/m2 dalam 250 cc NS selama
1 jam diikuti pemberian cairan 2-3 L/24 jam. Jika ada nefritis, dosis
siklofosfamid hanya 500-750 mg/m2. Pemberiannya selama 6 bulan,
kemudian dalam 3 bulan selama 2 tahun. Azatioprin oral 1-3 mg/kg/hari
selama 6-12 bulan. Siklosporin 3-6 mg/kg/hari untuk nefritis SLE.
Metotreksat 7,5-20 mg/minggu terbagi 3 dosis oral atau injeksi.
Indikasi pemberian siklofosfamid pada pasien SLE adalah sebagai berikut:
Pasien SLE yang membutuhkan steroid dosis tinggi
Pasien SLE yang kontraindikasi pemberian steroid dosis tinggi
Pasien SLE kambuh yang telah diterapi dengan steroid jangka lama
atau berulang
Glomerulonefrtitis difus awal
SLE dengan trombositopenia yang resisten terhadap steroid
Penurunan LFG atau peningkatan kreatinin serum tanpa adanya
faktor-faktor ekstrarenal lainnya
SLE dengan manifestasi susunan saraf pusat
1.6. Komplikasi
Anemia hemolitik
Trombosis
Lupus serebral
Lupus nefritis
Infeksi sekunder
Osteonekrosis
1.7. Prognosis
15
SLE memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab
kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi
maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Data dari beberapa
penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival rates sebesar 17.5%-
69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien SLE dapat hidup selama 10
tahun, sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ
tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.
16
DAFTAR PUSTAKA
17