Professional Documents
Culture Documents
Malaria serebral merupakan salah satu komplikasi terberat dari infeksi plasmodium dan mempunyai tingkat mortalitas
yang mencapai 5-12% (di daerah afrika mencapai 15-25%). Malaria serebral juga merupakan penyebab kematian utama
pada kasus malaria berat
Malaria serebral diartikan sebagai keadaan koma berlangsung lebih dari 6 jam setelah episode kejang. Tidak ada
kecurigaan encephalopathy dan dikonfrimasi dengan identifikasi bentuk aseksual Plasmodium falciparum pada hapusan
darah / sumsum tulang / otak (pada saat otopsi)
Etiologi
Plasmodium falciparum (Malaria tropika, Malaria tertiana maligna). Tidak dapat disebabkan oleh spesies plasmodium
yang lainnya
Transmisi
Siklus hidup plasmodium : Siklus seksual berlangsung pada nyamuk anopheles dan siklus aseksual berlangsung pada
manusia, host definit adalah nyamuk dan host perantaranya adalah manusia
Beberapa kondisi seperti penyakit sel darah merah bulan sabit, thalassemia, defisiensi enzim Glucose-6-phosphate
dehydrogenase akan menyebabkan kondisi resisten terhadap infeksi malaria
Plasmodium falciparum dapat menyumbat pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak inilah yang merupakan
kondisi patologis utama malaria cerebral. Obstruksi pada otak menciptakan respon inflamasi dan iskemik -> Kematian
sel dan kerusakan otak
3 Hal utama yang membuat Plasmodium falciparum dapat menyebabkan kondisi malaria serebral
a. Sequesteration : Sekuesterasi sel darah merah di berbagai organ dapat terjadi pada infeksi Plasmodium falciparum ,
jika terjadi di otak akan menyebabkan malaria serebral
*pada infeksi plasmodium spesies lain, tidak terjadi sekuesterasi, sel darah merah terinfeksi parasit beredar terus di
dalam sirkulasi dan tidak mengalami sekuesterasi pada organ tertentu
b. Rosetting : Kemampuan sel darah merah yang terinfeksi parasit untuk berikatan dengan sel darah merah yang sehat
c. Cytoadherence : Kemampuan sel darah merah yang terinfeksi parasit untuk berikatan dengan dinding endotel
pembuluh darah
a. Coma yang tidak bisa dibangungkan setelah episode kejang dan demam beberapa hari
b. Gejala2 penyerta pada saat pasien dalam keadaan koma (Salivasi berlebihan, nafas irregular, relflex oculocephalic,
reflex pupil, reflex kornea terkadang dapat terganggu)
Diagnosis
a. Hapusan darah (Tipis dan tebal) tepi menunjukan parasit -> Gold standard
b. Terapi supportif (Ventilasi mekanik, kejang atasi dengan iv lorazepam atau rectal diazepam)
c. Manajemen cairan
Pencegahan
Cth :
a. Chloroquine : 1-2 minggu Sebelum berangkat dan 4 minggu sesudah pulang (pemberian mingguan)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I. Definisi
Malaria serebral adalah suatu penyakit yang melibatkan manifestasi klinis dari Plasmodium falciparum yang
mempengaruhi perubahan pada status mental dan bisa mengakibatkan koma. Malaria serebral juga merupakan suatu
penyakit otak akut yang tersebar luas yang ditandai oleh demam.
II. Mortalitas
Angka mortalitas akibat malaria serebral antara 25 sampai 50%. Jika seseorang terkena malaria serebral, tetapi tidak
segera dilakukan pengobatan maka dalam 24 sampai 72 jam penderita bisa meninggal.
III. Histopatologi
Ditandai dengan adanya sequester pada kapiler dan vena otak yang didalamnya terdapat parasitized red blood cells
(PRBCs) dan non-PRBCs (NPRBCs). Lesi berbentuk seperti cincin pada otak yang merupakan karakteristik utama dari
penyakit ini. Faktor resiko utama pada penyakit malaria serebral meliputi anak-anak dibawah usia 10 tahun dan tinggal
di area endemik malaria.
Terdapat suatu batasan yang jelas untuk mendiagnosa malaria serebral. Batasan pragmatis bisa dinilai dengan Glasgow
Coma Scale (GCS). Biasanya dilihat :
(1) Coma yang bersifat unrousable yang tidak terlokalisir dan rasa sakitnya menetap selama lebih dari enam jam jika
pasien telah mengalami suatu gangguan hebat yang merata.
(2) Bentuk aseksual dari P. falciparum ditemukan dalam darah.
(3) Secara lebih spesifik yang dapat menyebabkan ensefalopati, yaitu bakteri atau virus. (Newton Dan Warrell)
Blantyre Coma Scale, yang berhubungan dengan diagnosa, telah dipikirkan untuk menegakan diagnosis malaria serebral
pada anak-anak muda.
V. Etiologi
Penyebab malaria cerebral tidak dipahami dengan jelas. Sekarang ini, ada dua hipotesis utama yang menjelaskan
tentang etiologi dari malaria serebral ini. yaitu hipotesis mekanik dan hipotesis humoral. Hipotesis secara mekanis
menyatakan bahwa terdapat suatu interaksi spesifik antara suatu P. falciparum erythrocyte membran protein (Pfemp-1)
dan struktur-struktur yang terdapat pada sel endothel, seperti ICAM-1 atau E-Selectin, mengurangi aliran darah kaviler
yang dapat menyebabkan hipoksia. Secara selektif mengikat sel PRBCs dan non-PRBCs, yang dapat dikenal juga sebagai
sel roset (bentuk bunga ros), dapat dikenali dengan baik melalui tanda malaria serebral histopatologi dan kondisi
penderita yang koma. Bagaimanapun, hipotesis ini adalah tidak cukup menjelaskan mengenai defisit neurologis yang
terjadi sehingga dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Humoral hipotesis menyatakan bahwa suatu toksin yang dihasilkan oleh parasit malaria yang akan merangsang
makrofag untuk melepaskan TNF-A dan sitokin seperti IL-1. Sel sitokin tidaklah berbahaya, mereka dapat mempengaruhi
dan mengontrol produksi oksigen nitrat (NO) yang tak terkendalikan. Oksida nitrat ini dapat melintasi blood brain barier
(sawar darah otak) yang akan menyebabkan perubahan pada fungsi sinaptik seperti halnya anestesi umum dan
meningkatkan konsentrasi etanol, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Interaksi biokimia yang terjadi
secara alami tersebut dapat menjelaskan bagaimana terjadinya koma.
VII. Kemoterapi
Pengobatan malaria serebral sekarang terutama melibatkan penggunaan kina, untuk penderita dengan malaria serebral
yang resisten dengan obat chloroquine. Obat ini merupakan salah satu dari empat alkaloida utama yang dapat
ditemukan pada pohon kina dan obat ini merupakan satu-satunya obat yang sudah digunakan sejak dulu dan masih
terbukti efektip sebagai obat antimalaria. Kina mempunyai aktivitas yang serupa dengan chloroquine yang aktivitasnya
terhadap enzim pencernaan parasit.
VIII. Artemisinin
Dalam beberapa percobaan secara klinis, obat ini mampu untuk menghancurkan parasitemia dan menurunkan demam
lebih cepat dari kina atau chloroquine, tetapi mereka tidak dapat membunuh parasitnya. Artemisinin telah digunakan
Cina sebagai obat tradisional untuk menurunkan demam dan malaria. Obat merupakan suatu sesquiterpene lactone
yang merupakan derivat dari Artemisia annua. Dua jenis obat yang secara luas digunakan adalah artesunate dan
artemether. Karena kedua obat ini sangat efektif dan murah, oleh karena itu kedua obat tersebut mulai dipromosikan
sebagai obat antimalaria.
Bagaimanapun, di Australia, Eropa atau Amerika Utara obat ini belum digunakan. Obat ini terutama digunakan untuk
menggantikan obat-obat yang sangat resisten terhadap Plasmodium falsifarum, seperti yang resisten terhadap kina,
artemisinin dan derivatnya dapat digunakan sebagai obat pilihan untuk malaria serebral (SM).
Mikrosirkulasi
Contohnya pentoxifylline. Obat ini mempu mengurangi butir-butir sel darah merah yang deformitas (kerusakan) dan
viskositas darah, menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik dan menghancurkan penggumpalan (pengumpulan)
platelet, dengan demikian dapat meningkatkan sirkulasi darah kapiler (microcirculatory).