You are on page 1of 3

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke

dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat


adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-
lain. Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat
yang berbeda-beda pula. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi
akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan
pengobatan.(Anonim. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6.Jakarta : UI press)
Efek Farmakologi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor,antara lain : rute pemberian obat, bentuk sediaan, faktor biologis (jenis
kelamin, usia, berat badan, dll), toleransi atau riwayat kesehatan, dan spesies.
1. Selain melalui oral, rute pemberian juga dapatdilakukan secara intravena,
intramuskular, intra peritoneal, intra dermal, dan subkutan. Rute
pemberian obat ( Routes of Administration) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis
anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda;
enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan
tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang
dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda,
tergantung dari rute pemberian obat. (Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical
Pharmacology, Tenth Edition. Salemba Medika, Jakarta.)

1.OralRute pemberian oral memberikan efek sistemik dan dilakukan


melalui mulutkemudian masuk saluran intestinal (lambung) dan penyerapan
obat melaluimembran mukosa pada lambung dan usus. Cara oral merupakan
cara pemberianobat yang paling umum dilakukan karena mudah, murah, dan
aman. Pemberian per oral akan memberikan onset paling lambat karena melalui
saluran cerna dan perlumelalui proses metabolisme sehingga lambat diabsorbsi
oleh tubuh. Selain itu, pemberian secara oral membutuhkan dosis yang paling
besar diantara rute pemberiannya. Karena obat perlu melalui metavolisme di
hati dan eliminasi.2.Intravena (IV)

Intravena (IV) dilakukan dengan penyuntikan melalui pembuluh darah


balik (vena), memberikan efek sistematik. Melalui cara intravena ini, obat tidak
mengalami absorpsi. Tetapi langsung masuk pada sirkulasi sistemik. Karena
itulahkadar obat yang dibutuhkan lebih sedikit.3.Intraperitonial (IP)Penyuntikan
dilakukan pada rongga perut sebelah kanan bawah, yaitu di antarakandung
kemih dan hati. Cara ini hanya dilakukan untuk pemberian obat untuk hewan uji,
karena memiliki resiko infeksi yang sangat besar. Intraperitonial
akanmemberikan efek yang cepat karena pada daerah tersebut banyak terdapat
pembuluhdarah. Hewan uji dipegang pada punggung supaya kulit abdomen
menjadi tegang.Pada saat penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen.
Suntikan jarummembentuk sudut 10
o
menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.4.Intramuskular
(IM)Suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya
dipengaruhioleh kelarutan obat dalam air. Preparat yang larut dalam minyak
diabsorbsi denganlambat, sedangkan yang larut dalam air diabsorbsi dengan
cepat. Penyuntikandilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep femoris.
Pemberian obat seperti inimemungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala
dalam bentuk depot obat.Intramuskular memiliki onset lambat karena
membutuhkan waktu untuk diabsorpsidalam tubuh. Dosis yang dibutuhkan
untuk rute pemberian secara intramuskuler cenderung sangat
sedikit.5.Subkutan (SK)Pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh
digunakan untuk obat yangtidak menyebabkan iritasi jaringan. Determinan dari
kecepatan absorpsi ialah totalluas permukaan dimana terjadi penyerapan,
menyebabkan konstriksi pembuluh darahlokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, Penyuntikan dilakukan di bawah kulitdan menembus
dinding kapiler untuk memasuki aliran darah, rute pemberian inimemberikan
efek sistemik. Absorbsi dapat diatur dengan formulasi obat (Siswandono dan
Soekardjo, B, 2008,
Kimia Medisinal jidil 1
, Airlangga Press, Surabaya)

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya


obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan
efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, Moh. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press)

b.Faktor Biologis
Tetapi onset dan durasi dari suatu obat tidak hanya ditentukan dari rute
pemberian. Jenis kelamin, berat badan, usia, dan spesies hewan percobaan
yangdigunakan juga berpengaruh pada kedua hal tersebut.Usia hewan memiliki
pengaruh yang nyata terhadap kerja obat. Hewan yang berusia lebih muda tentu
saja membutuhkan dosis yang lebih sedikit dibanding yanglebih tua. Berat badan
juga merupakan suatu faktor yang berhubungan terhadap kerjaobat. Hewan
yang bobotnya lebih besar memerlukan dosis yang lebih banyak daripada dosis
rata-rata untuk menghasilkan suatu efek tertentu. Begitupunsebaliknya.
Berdasarkan jenis kelamin, betina lebih peka terhadap efek obat
tertentudaripada jantan.
c.Toleransi
Toleransi adalah penurunan efek farmakologik akibat pemberian
berulang.Berdasarkan mekanisme nya ada dua jenis toleransi, yakni toleransi
farmakokinetik dan toleransi farmakodinamik. Toleransi farmakokinetik
biasanya terjadi karena obatmeningkat metabolismenya sendiri, misalnya
barbiturat dan rifampisin. Toleransifarmakodinamik atau toleransi seluler
terjadi karena proses adaptasi sel atau reseptor terhadap obat yang terus-
menerus berada di lingkungannya. Dalam hal ini jumlah obatyang mencapai
reseptor tidak berkurang, tetapi karena sensitivitas reseptornya berkurang
maka responnya berkurang.
d.Spesies
Umumnya, tikus lebih resisten dibanding mencit. (Andrajati, Retnosari.
2010.
Penuntun Praktikum Farmakologi
. Depok: LaboratoriumFarmakologi dan Farmakokinetika Departemen
Farmasi FMIPA-UI.)

You might also like