You are on page 1of 5

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan kaki bengkak. Gejala tersebut

merupakan salah satu manifestasi pada SLE dengan komplikasi nefritis lupus. Hal

demikian dapat terjadi karena rusaknya glomerulus pada ginjal yang berhubungan

dengan lokasi terbentuknya kompleks autoimunitas dari SLE. Pasien juga

mengeluhkan kejang hingga 2 kali dan muntah. Kejang pertama terjadi dirumah dan

yang kedua di Rumah Sakit Tanjung. Kejang merupakan salah satu manifestasi SLE

pada yang menyerang sistem neurologi sedangkan muntah merupakan manifestasi

gastrointestinal dari SLE4.

Penegakan diagnosis SLE dilakukan melalui kriteria yang ditetapkan oleh

American College of Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997. Diagnosis SLE

ditegakkan bila ditemukan 4 dari 11 kriteria dibawah ini4,5:

1. Ruam malar

2. Ruam diskoid

3. Fotosensitivitas

4. Ulkus dimulut atau nasofaring

5. Artritis non erosif

6. Serositis, berupa pleuritis atau perikarditis

7. Abnormalitas ginjal

8. Abnormalitas neurologik (kejang atau psikosis tanpa etiologi yang jelas)

9. Abnormalitas hematologi (anemia hemolitik dengan retikulosis, leukopenia

<4000/mm3 pada dua kali pemeriksaan, limfopenia <1500/mm3 pada dua kali

pemeriksaan, atau trombositopenia tanpa etiologi yang jelas.

10
10. Abnormalitas imunologi (anti ds-DNA atau anti Sm yang positif atau antibodi

antifosfolipid yang positif atas dasar kadar serum antibodi antikardiolipin yang

abnormal atau tes lupus antikoagulan positif atau tes serologi sifilis positif

palsu minimal 6 bulan)

11. Antibodi antinuklear (ANA) yang positif dengan pemeriksaan

imunofluoresensi.

Pada kasus Ny. S terpenuhi 6 dari 11 kriteria diatas yaitu dari anamnesis

pasien mengungkapkan sensitif terhadap cahaya matahari (fotosensitivitas) dan ada

riwayat kejang dua kali. Dari pemeriksaan fisik ditemukan kesan ruam malar pada

wajah dan ulkus pada langit-langit mulut, selain itu ditemukan udem tungkai sebagai

salah satu manifestasi ginjal yang mengarah pada nefritis lupus. Sedangkan

pemeriksaan laboratorium ditemukan tes ANA positif dan proteinuria dari

pemeriksaan urinalisa yang juga mengarah pada nefritis lupus.

Gambar 1. Ruam malar

11
Gambar 2. Ulkus pada mulut dan udem tungkai

SLE adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya inflamasi

tersebar luas, mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini

berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga

mengakibatan kerusakan jaringan1. Prevalensi SLE diberbagai Negara sangat

bervariasi antara 2.9/100.000- 400/100.000. dalam 30 tahun terakhir, SLE telah

menjadi salah satu penyakit reumatik utama di dunia. SLE lebih sering ditemukan

pada ras tertentu seperti ras kulit hitam dan asia. Faktor ekonomi dan geografi tidak

mempengaruhi distribusi penyakit. SLE dapat ditemukan pada semua usia, namun

paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi)6.

12
Terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti

faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor

genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang

meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot7. Penelitian terakhir

menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-

unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada

kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta

dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen

(yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut

berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin8.

Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi

ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self- immunity

dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar

UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang

peranan dalam fase induksi yanng secara langsung mengubah sel DNA, serta

mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya

kelainan pada inflamasi kulit9.

Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal.

Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan

terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon estrogen dengan sistem imun.

Estrogen mengaktifasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi

autoantibodi berlebihan pada pasien LES. Autoantibodi pada lupus kemudian

dibentuk untuk menjadi antigen nuklear (ANA dan anti-DNA). Selain itu, terdapat

antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid.

13
Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktifasi

komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk

kulit dan ginjal10.

Pada kasus Ny. S, SLE telah menimbulkan komplikasi pada ginjal berupa

nefriti lupus. Hal ini didapatkan dari pemeriksaan fisik berupa udem tungkai dan

pemeriksaan uninalisa berupa proteinuria hingga +4. Sebanyak 50-70% pasien SLE

mengalami gangguan pada ginjal. Keterlibatan ginjal merupakan penyebab utama

tingginya morbiditas dan mortalitas pada SLE. Secara klinis, penyakit ginjal pada

SLE berawal dari proteinuria asimtomatik yang kemudian berkembang dengan cepat

menjadi nefritis lupus disertai dengan gagal ginjal10.

Terapi medikamentosa dari SLE dapat bertahap. Umumnya pemberian

kortikosteroid dibagi menjadi11:

1. Dosis rendah, setara <7,5 mg prednison/hari;

2. Dosis sedang setara >7,5mg/hari;

3. Dosis tinggi setara >30 mg hingga 100 mg/ hari;

4. Dosis sangat tinggi diberikan >100 mg prednison/hari (diberikan pada kasus

SLE dengan krisis akut seperti vaskulitis luas, nefritis lupus, lupus serebral);

5. Terapi pulse diberikan >250 mg prednison/hari;

6. Pada kasus SLE derajat berat, kortikosteroid diberikan 1 mg/KgBB/hari

selama 4-6 minggu, kemudian diturunkan setara bertahap.

14

You might also like