You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kepulauan sehingga
terdapat pula daerah pesisir pantai yang luas. Dengan semakin pesatnya
pertumbuhan populasi penduduk di Indonesia, kepadatan penduduk pada suatu
perkotaan terutama kota-kota besar semakin tinggi. Akibat hal tersebut,
masyarakat dan pemerintah membutuhkan adanya lahan baru yang dapat
berguna sebagai lahan pemukiman, industri, dan pariwisata untuk
mengantisipasi adanya peledakan kepadatan penduduk dalam suatu kota. Salah
satu opsi untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan dilakukannya upaya
reklamasi pantai pada kota-kota di daerah pesisir pantai seperti Semarang.
Pemerintah kota sering memandang reklamasi pantai sebagai satu-satunya
jalan untuk mengembangkan sumberdaya lahan bagi pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan industri khususnya dalam konteks pertumbuhan kota. Di pihak
lain muncul suatu kekhawatiran baik dari sudut pandang lingkungan misalnya
bahaya banjir, polusi, dan sampah dari sudut pandang hidrologi misalnya
penurunan kualitas air tanah dangkal, perubahan pola arus; dan dari sudut
pandang ekonomi misalnya tingginya harga lahan di sekitar pantai, perubahan
mata pencaharian (Djainal, 2012).
Meski sangat bermanfaat untuk membuka lahan baru bagi masyarakat
namun dari segi kelestarian lingkungan upaya reklamasi pantai tersebut
dianggap memiliki dampak terhadap lingkungan yang cenderung negatif.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya upaya reklamasi pantai untuk
membuka lahan baru bagi masyarakat tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk
menentukan kesesuaian upaya reklamasi pantai tersebut terhadap kelestarian
lingkungan. Oleh karena itu, suatu upaya reklamasi pantai perlu adanya
pengkajian lebih lanjut agar dapat menghilangkan atau mengurangi dampak
negatif yang mungkin ditimbulkan.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan seminar ini yaitu agar dapat mengetahui:
- Definisi reklamasi pantai.
- Metode-metode yang digunakan dalam upaya reklamasi pantai.
- Dampak positf dan negatif dilakukannya upaya reklamasi pantai terhadap
kelestarian lingkungan secara dilihat dari aspek lingkungan dan geologi.

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penulisan seminar ini adalah:
- Bagaimana dampak dari dilakukannya upaya reklamasi pantai terhadap
lingkungan?
- Bagaimana kondisi terkini upaya reklamasi pantai Marina Semarang?

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan


Dalam penulisan karya tulis dibutuhkan adanya kerangka pembahasan yang
spesifik dan terbatas. Pembatasan terhadap ruang lingkup pembahasan
bertujuan untuk mencegah berkembangnya masalah agar tidak semakin
menyimpang dari pokok permasalahan.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis menetapkan ruang lingkup
pembahasan sebagai berikut:
- Batasan materi: mencakup ruang lingkup wilayah dan gejala-gejala
yang muncul dari permasalahan. Tulisan ini memfokuskan objek materi
tentang reklamasi pantai secara umum terlebih dahulu lalu studi kasus
dari pantai Marina Semarang. Batasan materi lainnya yaitu mengenai
subyek dari penulisan karya tulis ini yang berupa lingkungan.
Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah kelestarian alam pada
daerah dilakukannya upaya reklamasi pantai tersebut dan kelestarian
makhluk hidup serta manusia yang menempati lingkungan yang
direklamasi tersebut.

2
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan seminar ini, metode penulisan yang digunakan dibagi
menjadi 2 tahap yaitu metode pengumpulan data dan metode pengolahan data.
Kedua tahap metode penulisan tersebut yaitu:
a. Metode Pengumpulan Data
Dalam metode ini dilakukan tahap pengumpulan data yang
dilakukan penulis dengan metode studi pustaka yaitu suatu metode yang
melakukan pengumpulan data dengan mempelajari buku literatur,
laporan penelitian, serta jurnal-jurnal nasional maupun internasional
yang telah dipublikasi yang berhubungan dengan materi-materi seputar
reklamasi pantai dan dampak-dampak yang ditimbulkannya yang
mendukung dalam penulisan seminar ini.
b. Metode Pengolahan Data
Dari data-data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data,
kemudian data-data tersebut diolah penulis dengan suatu teknik
pengolahan data dimana hal-hal yang dibahas berasal dari hal-hal yang
bersifat umum yang berupa materi seputar reklamasi pantai dan
dampak-dampak yang ditimbulkannya kemudian dibahas menjadi suatu
kesimpulan yang bersifat khusus.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM REKLAMASI PANTAI

2.1 Reklamasi
Istilah reklamasi adalah turunan dari istilah bahasa Inggris reclamation yang
berasal dari kata kerja reclaim yang artinya mengambil kembali. Dalam teknik
sipil atau teknik tanah, istilah reklamasi berarti usaha agar suatu lahan yang
tidak berguna atau kurang berguna menjadi berguna kembali atau lebih berguna
(Tanlain, 2006). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, reklamasi adalah usaha
memperluas tanah dengan memanfaatkan daerah-daerah yang semula tidak
berguna. Menurut Maskur (2008) reklamasi merupakan upaya untuk mencari
alternatif tempat untuk menampung kegiatan perkotaan seperti pemukiman,
industri, perkantoran untuk mendukung daya dukung dan kembang kota.
Tujuan dilakukannya suatu proyek reklamasi adalah untuk memperoleh
lahan pertanian, memperoleh lahan untuk pembangunan gedung atau untuk
memperluas kota, ataupun untuk sarana transportasi (Tanlain, 2006). Proyek
reklamasi umumnya menyangkut wilayah laut, baik laut dangkal maupun
dalam. Proyek reklamasi juga dapat dilakukan pada daerah rawa-rawa yang
dapat digunakan untuk keperluan pembangunan proyek industry.

2.2 Pantai
Wilayah pesisir dan pantai, pada hakekatnya merupakan dua bentuk
ekosistem yang berbeda, yaitu ekosistem perairan laut dan ekosistem hamparan
lahan daratan. Kriteria hamparan lahan di sepanjang batas perairan laut, kearah
daratan untuk selanjutnya disebut lansekap pantai (Waryono, 2000). Wilayah
pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Pantai merupakan sebuah bentuk
geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Kedua hal
tersebut harus dikelola dengan harmoni untuk dapat diberikan penataan ruang
dan sumberdaya yang baik (Kodoatie dkk., 2010).

4
Daerah pantai ini terdiri atas daratan dan perairan yang masing-masong
dipengaruhi oleh aktivitas darat serta aktivitas marin sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedua daerah tersebut saling memiliki ketergantungan satu
sama lain, atau juga dapat diartikan saling mempengaruhi. Definisi daerah
pantai untuk keperluan pengelolaan pantai dapat dibagi menjadi 3 yaitu derah
pesisir/pantai, perairan pantai, dan sempadan pantai (Gambar 2.1). Yang
dimaksud daerah pesisir atau pantai yaitu suatu daerah yang berada di tepi laut
sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi. Perairan pantai merupakan
daerah yang berada dibawah surut terendah yang selalu tergenang air.
Sempadan pantai merupakan daerah yang berada di sepanjang pantai dimana
pada daerah ini dimanfaatkan untuk pengamanan dan pelestarian pantai
(Yuwono, 1999; Triatmodjo; 1999 dalam Kodoatie dkk., 2010).

Gambar 2.1 Definisi Daerah Pantai Untuk Keperluan Pengelolaan Pantai (Yuwono, 1999;
Triatmodjo, 1999 dalam Kodoatie dkk., 2010)

5
Untuk keperluan teknik (Engineering) atau rekayasa pantai, definisi
pantai menurut Yuwono (1999) dalam Kodoatie dkk. (2010) yaitu (Gambar
2.2):
- Surf Zone
Adalah daerah antara gelombang (mulai) pecah sampai dengan garis
pantai. Pada perairan ini transpor sedimen menyusur pantai berada.
- Offshore
Adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah sampai ke laut lepas.
- Breaking Zone
Adalah daerah dimana gelombang pecah.
- Beach (Shore)
Adalah daratan pantai (berpasir) yang berbatasan langsung dengan air.
- Coast
Adalah daratan pantai yang masih terpengaruh laut secara langsung,
misalnya pengaruh pasang surut, angina laut, dan ekosistem pantai
- Coastal Area
Adalah daratan pantai dan perairan pantai sampai kedalaman 100 atau
150m

Gambar 2.2 Definisi Daerah Pantai Untuk Keperluan Rekayasa Pantai (Yuwono, 1999
dalam Kodoatie dkk., 2010)

6
Dalam wilayah pesisir pantai terdapat juga batasan-batasan antar wilayah
dalam wilayah pesisir tersebut, berikut merupakan anatomi batasan wilayah
pesisir pantai menurut Pernetta & Milliman, 1995 dalam Kodoatie dkk., 2010
(Gambar 2.3):

Gambar 2.3 Batasan Wilayah Pesisir Pantai (Pernetta & Milliman, 1995 dalam Kodoatie
dkk., 2010)

2.3 Reklamasi Pantai


Menurut Pawitro (2015) reklamasi pantai mempunyai arti sebagai suatu
upaya atau kegiatan memanfaatkan lahan atau kawasan dengan cara
mengeringkan sehingga lahan atau kawasan tersebut dapat lebih didaya-
gunakan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat. Kegiatan reklamasi pantai dapat
berupa mengeringkan, memadatkan dan menimbun lahan atau kawasan tertentu

7
sehingga lahan atau kawasan hasil reklamasi dapat digunakan untuk suatu
kegiatan yang lebih bermanfaat.
Reklamasi pantai pada dasarnya kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh
orang/kelompok orang atau pengembang (developer) dengan mengubah lahan
basah (berupa kawasan rawa-rawa, pesisir pantai, pinggir sungai, pinggir danau,
dan sebagainya) dengan cara dikeringkan atau cara ditimbun, sehingga
dihasilkan lahan atau tanah kering yang digunakan untuk kegiatan
pembangunan. Namun dalam melakukan kegiatan reklamasi pantai terdapat
prosedur dan tata cara serta teknik mengolahannya sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan hidup (Pawitro, 2015). Tentu saja dalam
melakukan kegiatan reklamasi perlu diperhatikan berbagai aspek pertimbangan,
sebelum dilakukannya proses perubahan lingkungan alami (natural) menjadi
bentuk lingkungan buatan.
Usaha mereklamasi pantai saat ini mulai banyak bermunculan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan lahan perkotaan dan semakin sulit mencari
lahan di daratan untuk kepentingan pembangunan (Usman, 2005 dalam
Rossanty, 2008). Tingginya harga tanah/lahan di kota merupakan salah satu
penyebab dilakukannya berbagai jenis pemanfaatan lahan termasuk membuat
lahan baru di atas air laut dengan cara reklamasi (Parwata dkk., 2012).
Pembangunan tersebut digunakan untuk pemukiman, bisnis maupun tempat
rekreasi. Namun, pilihan itu menimbulkan kekhawatiran terjadinya dampak
positif maupun negatif. Dari berbagai ahli banyak yang berpendapat mengenai
dampak-dampak yang ditimbulkan dari reklamasi pantai, baik itu positif
maupun negatif (Rossanty, 2008).
Sepanjang pantai pada suatu pulau, manusia telah melancarkan perang
terhadap lautan dengan beragam kesuksesan. Laut secara kontinyu mengurangi
atau menghilangkan daratan bagian dari pantai dan di lain pihak suplai dari
daratan mendeposisikan material dan membuat lahan kering di lautan (Du-Plat-
Taylor, 1950). Dengan melihat meningkatnya kepadatan penduduk yang pesat
membuat pemerintah dan masyarakat berfikir bagaimana langkah yang tepat
untuk mengatasinya dan salah satu solusinya yaitu reklamasi pantai. Reklamasi

8
pantai memiliki potensi untuk mengurangi tekanan dari kepadatan penduduk
yang tinggi dan memperluas ruang pembangunan industri (Bao dan Gao, 2016
dalam Zhu dkk., 2016). Pemerintah kota sering memandang reklamasi pantai
sebagai satu-satunya jalan untuk mengembangkan sumberdaya lahan bagi
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan industri khususnya dalam konteks
pertumbuhan kota. Di pihak lain muncul suatu kekhawatiran baik dari sudut
pandang lingkungan misalnya bahaya banjir, polusi, dan sampah dari sudut
pandang hidrologi misalnya penurunan kualitas air tanah dangkal, perubahan
pola arus; dan dari sudut pandang ekonomi misalnya tingginya harga lahan di
sekitar pantai, perubahan mata pencaharian (Djainal, 2012). Oleh karena itu,
upaya reklamasi pantai masih harus dikaji lebih lanjut mengenai dampak dan
manfaatnya agar dapat diketahui solusi yang tepat mengenai upaya reklamasi
pantai agar dapat memberikan hasil yang maksimal.

2.4 Metode Dalam Reklamasi Pantai


Menurut Tanlain (2006) metode reklamasi pantai digolongkan menjadi dua,
yaitu sistem polder dan sistem urugan (fill). Sistem polder merupakan usaha
mendapatkan lahan kering dengan membuang air yang menggenanginya
dengan pemompaan. Untuk keperluan pemompaan tersebut, lahan polder dibagi
dalam petak-petak dengan cara menggali parit-parit tempat air dapat
berkumpul. Mula-mula air mengalir pada parit-parit kecil, kemudian dialirkan
ke parit-parit yang lebih besar dan akhirnya ke parit induk yang mengelilingi
kawasan polder. Dari parit induk tersebut air dipompa keluar ke daerah yang
lebih tinggi, kemudian dibuang ke laut. Agar air dari wilayah sekeliling polder
tidak memasuki lahan polder, disisi luar parit induk dibangun tanggul rendah
yang mengelilingi polder. Ilustrasi dari metode reklamasi pantai dengan
menggunakan sistem polder dapat dilihat pada Gambar 2.4.

9
Gambar 2.4 Sistem Polder Reklamasi Pantai

Pada awal abad ke-20 industri otomotif berkembang pesat dan mulai
muncul alat-alat berat seperti traktor, bulldozer, pompa lumpur serta kapal
keruk. Adanya alat-alat berat ini dapat mempercepat proses reklamasi dengan

10
sistem urukan. Oleh karena itu reklamasi pada waktu sekarang banyak
dilakukan dengan sistem urukan, terutama reklamasi pada wilayah-wilayah tepi
laut (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Sistem Urukan Reklamasi Pantai

Reklamasi wilayah lautan termasuk pantai melalui sistem urugan ini dapat
dilakukan menurut dua cara, yaitu blanket fill dan hydraulic fill. Urutan
pekerjaan reklamasi dengan sistem blanket fill yaitu:
1. Membuat masterplan proyek reklamasi pada lahan yang disiapkan.
2. Lahan yang akan direklamasi diuruk dengan pasir hingga pada ketinggian
tertentu. Dalam reklamasi dengan sistem ini, urukan yang dilakukan atas

11
suatu lahan harus sedikit lebih luas daripada yang direncanakan, kurang lebih
20 meter diluar batas wilayah yang direklamasi.
3. Pemasangan vertical drain yang berfungsi sebgai penyalur air drainase
sehingga tanah lebih cepat padat dan menjadi lebih kuat.
4. Di atas urukan pasir, lahan diuruk lagi dengan tanah merah agar lahan
reklamasi lebih kuat.
5. Pembuatan konstruksi pelindung pantai di tepi lahan yang sudah diuruk
tersebut. Konstruksi pelindung dapat berupa turap atau tanggul laut yang
dipasang di dalam galian.
6. Menggali kembali kelebihan urukan yang berada di luar batas lahan yang
direklamasi, kemudian kelebihan urukan tersebut dibuang ke tempat lain.
7. Tahap terakhir adalah pemasangan konstruksi pelindung pantai yang
permanen.

Urutan pekerjaan reklamasi dengan sistem hydraulic fill yaitu:


1. Membuat masterplan proyek reklamasi suatu lahan yang telah ditentukan.
2. Pemasangan alas dasar pada lahan yang ditentukan.
3. Pembuatan konstruksi pelindung pantai, baik permanen maupun sementara.
Konstruksi pelindung pantai tersebut dibangun di dalam air, bukan di dalam
galian kering seperti yang dilakukan pada sistem blanket fill.
4. Pengurukan pasir pada lahan reklamasi.
5. Pemasangan vertical drain.
6. Di atas urukan pasir, lahan diuruk kembali dengan tanah merah.

2.5 Proses Perizinan Dalam Reklamasi Pantai


Proses perizinan dalam reklamasi pantai menurut Rellua (2013) diawali
dengan pembuatan izin lingkungan. Izin lingkungan yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, menggabungkan proses pengurusan
keputusan kelayakan lingkungan hidup. Izin pembuangan limbah cair, dan izin
limbah bahan beracun berbahaya (B3). Sebelumnya, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997, keputusan kelayakan lingkungan hidup diurus

12
di awal kegiatan usaha. Setelah konstruksi selesai, pengusaha harus mengurus
izin pembuangan limbah cair dan B3. Sekarang ketiga izin itu digabungkan,
diurus satu kali menjadi izin lingkungan. Syaratnya, yaitu analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal), atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL),
dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Tanpa ketiga dokumen
tersebut, izin lingkungan tidak akan diberikan.
Izin lingkungan diterbitkan sebagai persyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan. Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(PPLH) diterbitkan sebagai persyaratan mendapatkan izin lingkungan dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Izin PPLH diterbitkan
pada tahap operasional.
Setelah menerima permohonan izin lingkungan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 43 Menteri, gubernur atau bupati/walikota wajib
mengumumkan permohonan izin lingkungan. Pengumuman izin dilakukan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya wajib
mengumumkan kepada masyarakat terhadap permohonan dan keputusan izin
lingkungan. Pengumuman kepada masyarakat disampaikan melalui multimedia
dan papan pengumuman dilokasi usaha dan/atau kegiatan paling lama 5 (lima)
hari kerja terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL yang diajukan
dinyatakan lengkap secara administratif.
Sejak persyaratan permohonan izin dinyatakan lengkap izin lingkungan
paling lama 100 hari (penilaian 75, pengumuman 15 hari, SKKL 10 hari).
Waktu tidak termasuk waktu untuk melengkapi data atau informasi yang masih
dianggap kurang oleh pejabat berwenang.
Terhadap kegiatan reklamasi pantai terutama yang memiliki skala besar
atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan, perlu disusun
rencana detil tata ruang (RDTR). Penyusunan RDTR reklamasi pantai ini dapat
dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif seperti :
a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan perda yang mendeleniasi
kawasan reklamasi pantai.

13
(b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang
akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi.
(c) Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai
atau kajian/kelayakan properti (studi investasi).
(d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.

Selanjutnya berkaitan dengan perizinan, Pasal 35 menyatakan


pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disisentif, serta pengenaan sanksi7.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 36 dan Pasal 37 UU Penataan Ruang. Dari
perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat
perkiraan dampaknya. Hal ini berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 22 UU
No. 32 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Setiap usaha dan/ataukegiatan
yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL.
Perizinan merupakan tindakan pemerintah untuk mengendalikan
pengelolaan lingkungan hidup. Pengendalian yang dilakukan pemerintah adalah
bersifat preemitif, maksudnya adalah langkah atau tindakan yang dilakukan
pada tingkat pengendalian keputusan dan perencanaan. Pemberlakuan AMDAL
sebagai tindakan preemitif dari pemerintah yaitu agar AMDAL dilakukan oleh
pemrakarsa dengan efektif, sebagai upaya pengelolaan lingkungan yang baik.
Sebagaimana penjelasan diatas menunjukkan pedoman-pedoman penting
dalam proses perizinan dalam kegiatan reklamasi pantai, dalam hal pemberian
izin lingkungan sebelum mendapat izin usaha/kegiatan. Dalam hal ini
menunjukkan perizinan terpadu dalam bidang lingkungan hidup yang
merupakan instrument untuk mencapai ketertiban hukum bidang lingkungan
hidup. Penyelenggaraan sistem perizinan terpadu tersebut harus didasarkan
pada UU-PPLH.

14
BAB III
DAMPAK LINGKUNGAN REKLAMASI PANTAI

3.1 Lingkungan
Sebelum membahas mengenai dampak dari reklamasi pantai, terlebih
dahulu perlu diketahui definisi dari lingkungan yang menjadi tempat
dilakukannya upaya reklamasi pantai ini. Lingkungan pada bahasan ini lebih
terkait kepada lingkungan alam dan lingkungan hidup. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, lingkungan alam diartikan sebagai keadaan (kondisi,
kekuatan) sekitar yang mempengaruhi tingkah laku organisme. Lingkungan
hidup menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yg mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya; atau lingkungan di luar suatu organisme yg terdiri atas
organisme hidup, seperti tumbuhan, hewan, dan manusia.

3.2 Dampak Reklamasi Pantai


Pada masa sekarang ini, negara-negara besar banyak melakukan upaya
reklamasi pantai dalam skala yang besar. Kebutuhan reklamasi pantai dalam
skala yang besar ini dapat memberikan dampak yang besar juga terhadap
lingkungan (Yan dkk., 2013). Reklamasi pantai ini dapat mengakibatkan
degradasi habitat, mengurangi kesehatan ekosistem sekitar, dan mengurangi
potensi yang dapat diberikan lautan karena telah diubah menjadi daratan (Jin
dkk., 2016).
Shen dkk. (2016) berpendapat bahwa aktivitas manusia telah membuat
beragam dampak yang kompleks terhadap ekosistem. Hal tersebut telah
dibuktikan dengan adanya laporan dimana 41% daerah maritim telah sangat
terpengaruh oleh aktivitas manusia (Harpen dkk., 2008 dalam Shen dkk., 2016).
Selain membuka lahan baru ke arah daerah perbukitan, reklamasi pantai dan
lahan berair lainnya merupakan salah satu alternatif pemenuhan lahan tempat

15
tinggal yang cukup banyak diterapkan (Suhendra, 2014). Upaya reklamasi
pantai dapat memberikan dampak yang positif. Dampak positif tersebut dapat
tercipta bila upaya reklamasi pantai ini dapat dilakukan dengan baik. Menurut
Rellua (2013), dampak positif diadakannya upaya reklamasi pantai yaitu:
a. Pembangunan kegiatan reklamasi akan meningkatkan kualitas dan nilai
ekonomi kawasan pesisir.
b. Pembangunan kegiatan reklamasi dapat mengurangi lahan yang dianggap
kurang produktif.
c. Pembangunan kegiatan reklamasi dapat menambah wilayah atau
pertambahan lahan.
d. Pembangunan kegiatan reklamasi dapat melindungi wilayah pantai.
e. Pembangunan kegiatan reklamasi dapat menata kembali daerah pantai.
f. Adanya lahan baru untuk dibangun pusat bisnis dan hiburan seperti hotel
berbintang mall, pusat hiburan di Pantai.
g. Dapat memberikan kontribusi ekonomi untuk daerah dan masyarakat baik
APBD, dan lapangan kerja.
h. Dapat menunjang pariwisata daerah

Dengan kondisi lahan di darat yang sudah sangat padat, upaya reklamasi
pantai untuk membuka lahan baru dianggap menjadi solusi yang menjanjikan
bagi permasalahan tersebut diatas. Upaya reklamasi tak ubahnya adalah dua sisi
yang berbeda. Di satu sisi memiliki keuntungan yang sangat besar sebagai
daerah pemekaran kawasan dari lahan yang semula tidak berguna menjadi
daerah yang bernilai ekonomi tinggi, dll. Disisi lain, jika tidak diperhitungkan
dengan matang berdampak terhadap lingkungan yang mempengaruhi kondisi
alam ke arah yang semakin memburuk (Rellua, 2013).
Meskipun memiliki manfaat yang besar untuk masyarakat, dalam hal
kelestarian lingkungan upaya reklamasi ini juga dianggap memberikan dampak
negatif yang cukup besar terhadap kelestarian lingkungan dan juga manusia
sebagai makhluk yang juga hidup pada lingkungan tersebut. Menurut Rellua
(2013) dampak-dampak negatif tersebut sebagai berikut:

16
1. Dampak Fisik
Dampak fisik yang terjadi karena adanya perubahan lingkungan.
Berdirinya bangunan-bangunan konstruksi yang direklamasi, membawa
perubahan pada kawasan pantai. Perubahan fisik lingkungan alam yang
dapat kita lihat dari pembangunan reklamasi pantai yaitu seperti perubahan
hidro-oseanografi, erosi pantai, dapat mengubah bentang alam
(geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) dikawasan reklamasi tersebut.
Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari
alaminya. Berubahnya air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan
mendapat limpahan air yang banyak sehingga akan terjadi abrasi. Perubahan
lain yaitu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sendimen sungai,
pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata
air, serta potensi gangguan terhadap lingkungan.
Dampak lainnya yaitu meningkatkan potensi banjir dan
penggenangan di wilayah pesisir. Potensi banjir akibat kegiatan reklamasi
itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka
air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Disebabkan karena
perubahan lahan dan bentang alam, kerena kegiatan reklamasi pantai itu
sendiri.
2. Dampak Biologis
Dampak biologis yang sudah jelas terlihat akibat pembangunan
reklamasi itu yaitu seperti kehancuran ekosistem berupa hilangnya
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan
punah akibat pembangunan reklamasi itu antara lain berupa terganggunya
ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, eustaria, dan juga
terancamnya biota laut. Keanekaragaman biota laut akan berkurang, baik
flora maupun fauna, karena timbunan tanah urugan mempengaruhi
ekosistem yang sudah ada.
- Dampak reklamasi pantai terhadap hutan mangrove

17
Setiap kegiatan manusia yang berkaitan dengan kerusakan hutan
mangrove seperti reklamasi pantai pada akhirnya akan menimbulkan
dampak negatif terhadap sumber daya alam tersebut. Dengan adanya
kegiatan reklamasi kawasan mangrove akan punah dengan dilakukan
pengerukan dan penimbunan di daerah pantai tempat dimana
tumbuhnya mangrove.
Jika ekosistem mangrove hilang, maka berbagai macam
keanekaragaman hayati pun akan punah akibat kegiatan reklamasi
seperti punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, burung, dan berbagai
keanekaragaman hayati lainnya. Ditambah lagi dengan ancaman polutan
dan sedimentasi dari material-material yag digunakan untuk reklamasi
dan pembangunan terhadap keberadaan ekosistem mangrove
- Dampak reklamasi pantai terhadap terumbu karang
Wilayah pesisir yang tidak dikelola dengan baik dapat mengancam
keselamatan terumbu karang, akibat sedimentasi dan pencemaran
perairan laut. Salah satunya dengan adanya kegiatan reklamasi pantai
memberikan dampak penting bagi terumbu karang, akibat dari
pengerukan yang dilakukan karena reklamasi, membuat rusaknya
terumbu karang.
- Dampak reklamasi pantai terhadap padang lamun
Reklamasi pantai juga berdampak bagi ekosistem padang lamun.
Kerusakan padang lamun akibat gangguan alam dan aktivitas manusia
dengan adanya kegiatan reklamasi mengakibatkan kerusakan fisik
terhadap padang lamun banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Reklamasi dan pembangunan kawasan industri juga telah melenyapkan
sejumlah besar daerah padang lamun.
- Dampak reklamasi pantai terhadap estuaria
Reklamasi pantai juga memberikan dampak penting bagi ekosistem
eustaria. Eustaria merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang
berhubungan bebas dengan laut. Eustaria memiliki fungsi penting, bagi
ekosistem-ekosistem laut lainnya. Maka dari itu, jika rusaknya

18
ekosistem eustaria berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan
untuk sumber daya ikan dan erosi pantai.
3. Dampak Sosial Ekonomi
Masyarakat yang tinggal dekat dengan lokasi reklamasi adalah
manusia yang paling merasakan dampak dari kegiatan reklamasi pantai
tersebut. Sebab, sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai nelayan
tradisional yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan
maupun sumber daya lainnya seperti kerang dan rumput laut. Aktivitas
penangkapan ikan yang mereka lakukan masih terbatas pada kawasan
pesisir yang tidak jauh dari lokasi tempat tinggal mereka

Dampak negatif lainnya dari dilakukannya upaya reklamasi pantai dapat


dilihat sebagai berikut (Duan dkk., 2016):
1. Dampak Terhadap Ekosistem
- Berkurangnya biodiversitas
- Berkurangnya mangrove
- Berkurangnya nilai daya guna ekosistem
- Fragmentasi daratan (munculnya daratan yang terisolasi)
2. Bencana Geologi
- Penurunan muka tanah (subsidence) akibat kurangnya kekuatan fondasi
tanah reklamasi
3. Merosotnya kualitas lingkungan air (laut)
- Emisi air dan udara
- Polusi air
- Menurunnya kualitas soil dan sedimen area pesisir pantai
- Terkontaminasinya airtanah

19
BAB IV
STUDI KASUS REKLAMASI PANTAI MARINA DAN
DAMPAK LINGKUNGANNYA

4.1 Gambaran Umum Reklamasi Pantai Marina Semarang


Kota Semarang memiliki letak strategis sebagai Ibukota Provinsi Jawa
Tengah dan berkembang sebagai kota perdagangan dan industri. Kota
Semarang merupakan kota yang memiliki potensi wilayah pesisir dengan
panjang garis pantai kurang lebih 15km. Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah,
wilayah pesisir kota Semarang dimanfaatkan sebagai prasarana transportasi
atau pelabuhan skala nasional (Tanjungmas), pariwisata, pemukiman, industri
dan pertanian-perikanan. Pantai Marina merupakan salah satu pantai dari sedikit
pantai yang terdapat pada pesisir pantai Kota Semarang, Jawa Tengah. Pantai
Marina berlokasi kurang lebih 4 km dari Tugu Muda dan jaraknya hanya
beberapa ratus meter dari Bandara Ahmad Yani, Semarang. Secara fisik kota
Semarang terdiri dari 2 bagian yaitu Semarang atas di bagian selatan dengan
elevasi diatas 25 meter diatas permukaan laut dan Semarang bawah di bagian
utara dengan elevasi dibawah 25 meter diatas permukaan laut terutama daerah
pantai dengan elevasi sekitar 1 meter diatas permukaan laut (Wahyudi, 2007).
Desakan kebutuhan masyarakat akan lahan baru sebagai solusi mengatasi
permasalahan kepadatan penduduk dan peningkatan ekonomi di Kota Semarang
menghasilkan suatu pandangan untuk memperluas lahan pada daerah pantai
mengingat daya dukung daratan pada kota Semarang ini dinilai sudah tidak
mendukung. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat pesat membuat
masyarakat membutuhkan lahan baru sebagai tempat tinggal, industri, dan
tempat rekreasi sebagai akibat kepadatan penduduk tersebut. Melihat dari cukup
luasnya hamparan pesisir pantai pada kota Semarang kebutuhan masyarakat
yang cukup mendesak tersebut, suatu upaya reklamasi pantai menjadi solusi
yang menjanjikan sebagai pemenuhan kebutuhan tersebut. Salah satu upaya
reklamasi pantai pada kota Semarang ini dilakukan pada pantai Marina.

20
Kota Semarang melakukan penimbunan tanah untuk reklamasi daerah
pantai (dalam bentuk penambahan area daratan) pertama kali dilakukan sekitar
tahun 1875 pada saat pemerintahan kolonial Belanda yang dilakukan untuk
pembangunan Pelabuhan Semarang. Setelah Indonesia merdeka, minimal tiga
kali dilakukan reklamasi dengan ijin Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yaitu
tahun 1979 reklamasi yang dipergunakan untuk kawasan Perumahan Tanah
Mas, tahun 1980 reklamasi untuk perluasan Pelabuhan Tanjungmas Semarang,
tahun 1985 reklamasi untuk kawasan PRPP, Perumahan Puri Anjasmoro
(Kronik, 2006:7 dalam Rossanty, 2008), tahun 2003 reklamasi pantai
Tambaklorok yang digunakan untuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di
Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara.
Ketebalan timbunan tanah tersebut berkisar antara 1-5m (Marsudi, 2006 dalam
Rossanty, 2008). Proyek pembangunan PPI Tambaklorok dikerjakan oleh
kontraktor pemenang tender, PT. Bangun Makmur, sedangkan untuk proyek
pembangunan reklamasi Pantai Marina Semarang dilakukan oleh PT. Indo
Perkasa Usahatama (PT. IPU) (Arika, 2003 dalam Rossanty, 2008). Hingga saat
ini sekitar 80 % wilayah pantai Kota Semarang saat ini dikuasai oleh pihak
swasta, termasuk pengusaha (Dinas Perikanan dan Kelautan Semarang, 2007
dalam Rossanty, 2008). Mereka dengan leluasa mengubah pantai, termasuk
mendirikan bangunan, baik di wilayah pantai maupun di laut dengan cara
mereklamasi pantai. Gambaran sejarah dilakukannya upaya reklamasi pantai
Marina di Semarang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.

21
Tabel 4.1 Sejarah Reklamasi
Pantai di Semarang (Rossanty, 2008)

Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 2000-2010, Pantai Marina


termasuk dalam Bagian Wilayah III (BWK III) yaitu berada di bawah naungan
Kecamatan Semarang Barat. Dalam Rencana Tata Ruang tersebut disebutkan
bahwa Bagian Wilayah III berfungsi sebagai pusat transportasi, pergudangan,
kawasan rekreasi, pemukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan industri.
Sehingga peraturan tersebut menggambarkan secara eksplisit bahwa reklamasi
Pantai Marina yang ditujukan sebagai kawasan rekreasi dan pemukiman tidak
menyalahi aturan. Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2004 tentang
Tata Ruang Kota Semarang, kawasan Marina yang akan direklamasi itu
diperuntukkan bagi area bangunan yang mendukung fungsi perumahan.
Misalnya untuk pendidikan, olahraga, kesehatan dan rekreasi. Jadi,
peruntukannya sebagai kawasan yang menunjang kepentingan umum
(Iswahyuni, dkk., 2012:2). Proyek Reklamasi Pantai Marina dilakukan sejak
tahun 1990 dan pada saat itu AMDAL belum diwajibkan. Pemerintah kota
Semarang telah bersepakat untuk menghentikan kegiatan reklamasi Pantai
Marina tersebut karena PT. IPU tidak juga mengurus ijin Amdal untuk
mengurus reklamasi tersebut (Iswahyuni, dkk., 2012). Reklamasi pantai Marina
di Semarang yang dilakukan oleh PT Indo Perkasa Utama (IPU) yang
direncanakan seluas 232 Ha, sampai saat ini lokasi pantai tersebut yang sudah

22
diuruk baru seluas 20 Ha (Iswahyuni, dkk., 2012). Berikut dapat dilihat
perubahan atau perkembangan daratan dari dilakukannya upaya reklamasi
pantai Marina menggunakan citra udara (Google Earth) pada tahun 2002, 2009,
dan tahun 2016 (Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3).

Gambar 4.1 Pantai Marina Semarang Pada Tahun 2002 (Google Earth)

Gambar 4.2 Pantai Marina Semarang Pada Tahun 2009 (Google Earth)

23
Gambar 4.3 Pantai Marina Semarang Pada Tahun 2016 (Google Earth)

4.2 Dampak Lingkungan Reklamasi Pantai Marina Semarang


Menurut Rossanty (2008) dampak positif yang terdapat dari dilakukannya
upaya reklamasi pantai Marina ini yang utama tentu saja memberikan perluasan
lahan bagi kota Semarang dimana memang perluasan lahan ini dibutuhkan oleh
masyarakat maupun pemerintah kota untuk mengatasi/mengurangi kepadatan
penduduk yang semakin meningkat di kota Semarang dan dapat meningkatkan
perekonomian di kota. Dengan terdapatnya lahan baru di pesisir pantai tersebut
dapat dibuat perumahan-perumahan, lahan jasa, rekreasi, dan lainnya dimana
dapat mengurangi padatnya penduduk di kota Semarang. Selain itu, terdapatnya
lahan baru tersebut akan muncul banyak lapangan pekerjaan dan tempat
rekreasi dimana dapat membantu dalam peningkatan perekonomian masyarakat
di kota Semarang secara umum. Selanjutnya dengan dilakukannya reklamasi
pantai ini, daerah pesisir pantai Marina yang sebelumnya terbengkalai tidak
terururs dapat kembali ditata sehingga lahan yang tidak produktif tersebut
memiliki kualitas dan nilai ekonomi serta estetika yang baik.
Menurut Kusky (2008), orang-orang merubah lingkungan pantai pada skala
besar dengan pembangunan rumah baru, resor, dan bangunan yang mencoba
untuk mengurangi atau mencegah erosi di sepanjang pantai. Modifikasi itu telah

24
mengubah dinamika pantai dengan cara drastis dan justru mengakibatkan erosi
dan degradasi pantai. Seperti kalimat Kusky (2008) tersebut, meskipun
memiliki dampak positif yang cukup besar terhadap masyarakat, opsi
melanjutkan upaya reklamasi pantai ini dapat merusak kelestarian lingkungan
di sekitar pesisir pantai tersebut apabila pekerjaannya tidak sempurna. Dampak
terhadap lingkungan yang pertama ini akan dibahas dengan melihat aspek dari
bidang ilmu geologi dan cabang-cabangnya seperti geomorfologi, hidrogeologi,
dan lain-lain. Dampak yang pertama yang paling terlihat secara morfologi
adalah perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai ini dapat membuat daerah
sekitar di luar reklamasi pantai ini mengalami abrasi. Abrasi merupakan suatu
peristiwa erosi daratan oleh aktivitas air dari lautan. Abrasi tersebut terjadi
akibat daerah yang telah direklamasi dapat memecah aliran air yang seharusnya
mengarah ke daerah reklamasi tersebut akibat majunya garis pantai. Hal
tersebut dapat mengakibatkan aliran air tersebut bergerak ke sekitar atau
samping dari daerah reklamasi tersebut sehingga daerah sekitar reklamasi
tersebut terkena luapan air yang berlebih. Hal tersebut mendorong aktivitas
abrasi yang intensif terhadap daratan yang ada di sekitar daerah reklamasi pantai
Marina ini. Hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya abrasi pada pesisir pantai
Kabupaten Demak (Rindarjono, 2011). Salah satu daerah di kabupaten Demak
yang terkena abrasi yaitu daerah Pandansari. Pada Gambar 4.4 dapat terlihat
daerah Pandansari pada tahun 2000, 2005, dan 2010. Pada tahun 2000 wilayah
Pandansari sudah terpisah dari daratan induk, namun karena wilayahnya masih
relatif lebih tinggi dengan daerah sekitarnya maka, Pandansari tidak mengalami
abrasi, namun karena ketinggian air laut semakin meninggi, maka yang terjadi
adalah wilayah Pandansari mengalami penggenangan/rob/inundasi. Akibat hal
tersebut, daerah Pandansari tersebut mulai kehilangan penduduknya dimana
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4 dari tahun 2000, 2005, dan 2010
pemukiman yang ada pada daerah tersebut terus berkurang akibat terjadinya
abrasi tersebut (Rindarjono, 2011).

25
Gambar 4.4 Daerah Pandansari, Kabupaten Demak Tahun 2000, 2005, dan 2010
(Rindarjono, 2011)

Selain, itu dengan adanya reklamasi pantai ini tentu saja kebutuhan
masyarakat akan airtanah akan semakin meningkat. Kemungkinan yang dapat
terjadi dari adanya peristiwa tersebut adalah terjadinya intrusi air laut maupun
land subsidence. Akibat semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
terhadap airtanah, ekstraksi airtanah ke permukaan sebagai konsumsi
masyarakat akan semakin meningkat. Menurut Keller (2006) dengan semakin
menjoroknya muka daratan ke arah laut dan dengan upaya pengambilan air
tanah yang semakin meningkat, air di bawah permukaan akan semakin
berkurang sehingga kemungkinan untuk air laut masuk ke dalam akuifer
semakin besar. Intrusi air laut ke dalam lapisan akuifer pembawa airtanah
berdampak buruk bagi kualitas airtanah sehingga tidak layak sebagai konsumsi
untuk masyarakat.
Dampak lain dari peristiwa meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap
airtanah akibat adanya perluasan lahan dengan reklamasi pantai ini yaitu land
subsidence atau penurunan permukaan tanah. Menurut Kusky (2008) jumlah
penurunan permukaan berkaitan dengan jumlah fluida yang diambil dari tanah
dan juga kompresibilitas dari lapisan yang telah kehilangan fluida. Jika air
diambil dari retakan dalam batuan beku yang solid atau metamorf, maka
kekuatan batu di sekitar celah-celah akan cukup besar untuk mendukung
material diatasnya dan tidak penurunan permukaan mungkin tidak terjadi.
Sebaliknya, jika fluida yang dikeluarkan dari lapisan kompresibel seperti pasir,
lempung, atau lanau, kemudian penurunan permukaan mungkin terjadi dari
hasil ekstraksi fluida. Ketika terjadi peningkatan aktivitas ekstraksi airtanah ke

26
permukaan yang drastis, hal yang mungkin terjadi dari adanya peristiwa
tersebut adalah land subsidence. Peristiwa in terjadi akibat kehilangan volume
berlebih terhadap lapisan akuifer akibat pengambilan airtanah yang berlebih
sehingga dengan pembebanan berlebih diatas permukaan, lapisan akuifer
tersebut akan memampat dan menyebabkan permukaan yang diatasnya akan
mengalami penurunan. Dampak lanjutan dari adanya peristiwa penurunan
permukaan tersebut tanpa atau melihat adanya peristiwa naiknya muka air laut
adalah banjir/rob. Peristiwa seperti ini yang umum terjadi di kota Semarang ini
diinterpretasikan dapat menjadi dampak secara tidak langsung dari adanya
upaya reklamasi pantai (Gambar 4.5). Dengan turunnya permukaan khususnya
di daerah pesisir tersebut, garis pantai akan kembali menjorok ke daratan
sebagai akibat meluapnya air dari lautan (Wahyudi, 2007).

Gambar 4.5 Rob Pada Derah Semarang Utara

Dampak terhadap lingkungan lainnya diluar dari bidang geologi antara lain
yaitu rusaknya ekosistem lautan di pesisir. Ekosistem lautan seperti kehidupan
biota-biota di bawah permukaan air laut dapat rusak akibat limbah dari
dilakukannya upaya reklamasi pantai ini. Upaya reklamasi pantai ini dalam
pengembangannya akan menghasilkan limbah yang dapat mencemari air laut

27
sehingga mengganggu kehidupan organisme di bawah permukaan air laut di
sekitar daerah reklamasi. Dampak lanjutan dari peristiwa ini yaitu menurunnya
perekonomian masyarakat di sekitar daerah reklamasi pantai yang umumnya
berprofesi sebagai nelayan. Dengan rusaknya ekosistem lautan tersebut, sumber
penghasilan nelayan yang terdapat di sekitar daerah tersebut akan berkurang
sehingga nelayan harus mencari ikan-ikan lebih jauh yang berdampak pada
peningkatan biaya untuk pekerjaannya (Rellua, 2013).

28
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Reklamasi pantai merupakan suatu upaya yang bermanfaat untuk
memperluas daratan dengan cara mengeringkan atau menimbun daerah
pesisir pantai. Upaya ini harus dilakukan dengan prosedur dan teknik yang
tepat agar dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif
sehingga memberikan dampak positif yang besar dalam pengadaan
proyeknya.
- Metode reklamasi pantai digolongkan menjadi dua, yaitu sistem polder dan
sistem urugan (fill). Sistem polder merupakan usaha mendapatkan lahan
kering dengan membuang air yang menggenanginya dengan pemompaan.
Sedangkan reklamasi pantai melalui sistem urugan ini menggunakan alat-
alat berat yang dapat dilakukan menurut dua cara, yaitu blanket fill dan
hydraulic fill.
- Dampak positif dari dilakukannya upaya reklamasi pantai adalah dapat
menambah lahan baru dari suatu daerah, mengurangi kepadatan penduduk,
menambah lapangan pekerjaan baru, meningkatkan perekonomian,
menambah lahan pariwisata, dan lain-lain.
- Dampak negatif dari adanya upaya reklamasi pantai yaitu pencemaran
pantai, perubahan garis pantai, abrasi di daerah sekitar, penurunan
permukaan, dan lain-lain.

29
DAFTAR PUSTAKA

Djainal, H. (2012): Reklamasi Pantai dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan


Fisik di Wilayah Kepesisiran Kota Ternate. Indonesia: Universitas Islam
Sultan Agung. http://repository.unissula.ac.id/
Duan, H. Zhang, H. Huang, Q. Zhang, Y. Hu, M. Niu, Y. dan Zhu, J. (2016):
Characterization And Environmental Impact Analysis Of Sea Land
Reclamation Activities In China. United Kingdom: Elsevier.
Du-Plat-Taylor, M. (1950): Coast Protection and The Reclamation of Land from
The Sea. United States: Journal of the Royal Society of Arts, Vol. 98, No.
4826.
Iswahyuni, N. E. dan Santoso, R. S. (2012): Analisis Kebijakan Reklamasi Pantai
di Kawasan Pantai Marina Semarang. Indonesia: Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/
Jin, Y. Yang, W. Sun, T. Yang, Z. dan Li, M. (2016): Effects Of Seashore
Reclamation Activities On The Health Of Wetland Ecosystems: A Case
Study In The Yellow River Delta, China. United Kingdom: Elsevier.
Keller, E. A. (2006): Introduction to Environmental Geology. United States:
Pearson Prentice Hall.
Kodoatie, R. J. dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air. Indonesia: Penerbit ANDI.
Kusky, T. M. (2008): The Coast: Hazardous Interactions within the Coastal
Environment. United States: Facts On File.
Maskur, A. (2008): Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai di Kota
Semarang. Indonesia: Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/
Parwata, I W. Darmawan, I G. S. dan Nuwarsih, N. W. (2012): Perubahan Tata
Ruang Pesisir Pasca Reklamasi di Pulau Serangan. Indonesia: Prosiding
Temu Ilmiah IPLBI 2012.
Pawitro, U. (2015): Reklamasi Kawasan Pesisir Pantai: antara Pelestarian
Lingkungan dan Ekonomi Kawasan. Indonesia: Prosiding Temu Ilmiah
IPLBI 2015.

30
Rellua, O. (2013): Proses Perizinan dan Dampak Lingkungan Terhadap Kegiatan
Reklamasi Pantai. Indonesia: Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-
Jun/2013.
Rindarjono, M. G. (2011): Reklamasi Pantai Marina Semarang dan Dampaknya
Terhadap Inundasi Serta Abrasi di Kota Semarang dan Kabupaten Demak.
Indonesia: Universitas Sebelas Maret. https://eprints.uns.ac.id/
Rossanty, E. (2008): Dampak Reklamasi Pantai Marina Kota Semarang. Indonesia:
Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/
Shen, C. Shi, H. Zheng, Wei. Li, F. Peng, S. dan Ding, D. (2016): Study On The
Cumulative Impact Of Reclamation Activities On Ecosystem Health In
Coastal Waters. United Kingdom: Elsevier.
Suhendra, A. (2014): Aplikasi Produk Geosintetik Untuk Pekerjaan Reklamasi
Pantai. Indonesia: Universitas Bina Nusantara. http://eprints.binus.ac.id/
Tanlain, E. C. (2006): Dampak Reklamasi Pantai Singapura Terhadap Batas
Maritim Indonesia-Singapura. Indonesia: Universitas Jember.
http://repository.unej.ac.id/
Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1991):
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyudi S.I. (2007): Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan
Rob di Kawasan Kaligawe Semarang. Indonesia: Universitas Diponegoro.
Waryono, T. (2000): Reklamasi Pantai Ditinjau Dari Segi Ekologi Lansekap dan
Restorasi. Indonesia: Universitas Indonesia. http://eprints.ui.ac.id/
Yan, H-K. Wang, Nuo. Yu, T-L. Fu, Q. dan Liang, C. (2013): Comparing Effects
Of Land Reclamation Techniques On Water Pollution And Fishery Loss
For A Large-Scale Offshore Airport Island In Jinzhou Bay, Bohai Sea,
China. United Kingdom: Elsevier.
Zhu, G. Xie, Z. Xu, X. Ma, Z. dan Wu, Y. (2016): The Landscape Change and
Theory of Orderly Reclamation Sea Based On Coastal Management In
Rapid Industrialization Area In Bohai Bay, China. United Kingdom:
Elsevier.
www.google.com/earth (Diakses Minggu, 16 Oktober 2016 pukul 10.13 wib)

31

You might also like