Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2015). Yang dimaksud dengan
telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran
timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba
Eustachius (Tortora and Derrickson, 2012).
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan
dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-
anak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor
anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak,
tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase
yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat
kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim
dibandingkan usia dewasa (Tortora and Derrickson, 2012).
Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak
berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan
berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan.
Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan
persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat
tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA
menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki
kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode
eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa
yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun
mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya
infeksi virus juga mengalami OMA (Donaldson, 2015).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah
berbentuk kubus dengan perbatasan (Soepardi et al, 2010):
Luar : membran timpani
Depan : tuba eustachius
Bawah : vena jugularis
Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid (Soepardi et
al, 2010):
Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa (Dhingra et al, 2014)
2.3 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid (Soepardi et al,
2010). Otitis media akut merupakan inflamasi pada telinga tengah dalam waktu 3
minggu pertama (Donaldson, 2015).
2.4 Epidemiologi
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba
eustachius yang lebar dan pendek (Bull, 2003). Di Amerika Serikat, 70% anak
telah mengalami OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak
kejadian otitis media akut adalah pada anak berusia 3-18 bulan (Donaldson,
2015).
Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media atau lebih
disebut dengan istilah "cenderung otitis". Suatu penelitian oleh Howie
menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama
kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media
akut berulang. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak wanita. Delapan serotipe S.pneumoniae bertanggung jawab
atas lebih dari 75% episode otitis media akut (Adams et al, 2013).
2.5 Etiologi
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus.Selain itu,
kadang-kadang ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan
Pseudomonas aurugenosa (Soepardi et al, 2010). Sejauh ini Streptococcus
pneumoniae merupakan organisme penyebab tersering pada semua kelompok
umur (Adams et al, 2013). Hemophylus influenza sering ditemukan pada anak
yang berusia di bawah 5 tahun, meskipun juga merupakan patogen pada orang
dewasa (Soepardi et al, 2010). Apapun yang mengganggu fungsi normal
dari tuba eustachius merupakan predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-
hal tersebut seperti (Dhingra et al, 2014):
Serangan ISPA berulang
Infeksi tonsil dan adenoid
Rinitis dan sinusitis kronik
Alergi
Tumor nasofaring, mengorek hidung
Palatoschisis
2.6 Patofisiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu (Soepardi
et al, 2010). Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan di permukaan, suatu
anyaman kapiler subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral,
leukosit PMN dan sel fagosit lainnya (Adams et al, 2013).
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga
tengah dan terjadi peradangan (Soepardi et al, 2010).
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran
napas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin
besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah
oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal
(Soepardi et al, 2010).
Gambar 2.5. Perbedaan tuba eustachius anak-anak dan dewasa (Soepardi et al, 2010).
Terdapat beberapa rute infeksi sehingga terjadi otitis media akut, antara
lain (Dhingra et al, 2014):
1. Melalui tuba eustachius. Merupakan rute paling sering. Infeksi berpindah
melalui lumen.
2. Melalui telinga luar. Trauma perforasi pada membran timpani akan
membuka jalan terjadinya infeksi telinga tengah
3. Peredaran darah. Merupakan rute yang sangat jarang
Seringkali infeksi awalnya disebabkan oleh virus, namun reaksi alergi dan
kondisi inflamasi lain yang melibatkan tuba eustachius turut berperan. Inflamasi
pada nasofaring meluas ke tepi medial dari tuba eustachius, menyebabkan stasis
dan inflamasi. Hal tersebut mengakibatkan penurunan tekanan di dalam telinga
tengah. Keadaan stasis mendukung terjadinya kolonisasi bakteri patogen di dalam
ruang telinga tengah. Respon yang terjadi berupa reaksi inflamasi akut seperti
vasodilatasi, eksudat, invasi leukosit, fagositosis, dan reaksi imunologis lokal di
dalam telinga tengah (Donaldson, 2015).
Untuk menjadi patogen di daerah seperti telinga atau sinus, bakteri harus
melekat pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan merusak
permukaan mukosa traktus respiratorius mengakibatkan bakteri dapat tumbuh
patogen di daerah nasofaring, tuba eustachius, dan ruang telinga tengah
(Donaldson, 2015).
Setelah nanah keluar, anak menjadi tenang, suhu tubuh menurun, dan
dapat tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut
otitis media supuratif subakut. Jika berlangsung melebihi satu setengah bulan
sampai dua bulan disebut otitis media supuratif kronik (Soepardi et al, 2010).
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium
oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl
efedrin 1% dalam alrutan fisiologis untuk yang berumur di atas 12 tahun dan
orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan
apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi (Soepardi
et al, 2010).
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin.Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan.Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau
amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari (Soepardi et al, 2010).
2.9 Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang
juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini
runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena
(Soepardi et al, 2010).
Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui
osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada
awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua sampai hari kesepuluh, (2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan
pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga
tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah
berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika (Soepardi et al, 2010).
1. Mastoiditis Akut
Terjadi empiema di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah
epitimpanum. Sering diikuti dengan abses di belakang daun telinga (abses
subperiostel mastoid). Perlu segera di lakukan evakuasi empiema lewat
pendekatan mastoidektomi simpel (Schwartze) (Harmadji et al, 2005).
2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke dalam
intrakranial (meningitis dan abses otak) (Harmadji et al, 2005).
Adams, G.L., Boies, L.R., dan Hilger P.A., 2013. Boies: Buku Ajar Penyakit
THT Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bull T.R. 2003. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme.
Dhingra P.L, Dhingra S., and Dhingra D., 2014.Disease of Ear Nose and Throat &
Head and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier.
Donaldson, J.D. 2015. Acute Otitis Media. Medscape reference.
Harmadji, S., Soepriyadi, dan Wisnubroto. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/. In. dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi ke-3 (pp. 10-13).
Surabaya: FK UNAIR.
Probst R, Grevers G, Iro H. 2006. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step
Learning Guide. Stuttgart: Thieme.
Soepardi, E.A., Iskandar N., Bashiruddin J., dan Restuti R.D., 2010. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tortora, G.J. and Derrickson, B., 2012 Principles of Anatomy and Physiology
13th ed. USA: Biological Science Textbook.