Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Banyak definisi yang telah digunakan selama lebih 50 tahun untuk mendefinisikan
gagal jantung. Gejala gejala yang menjadi sorotan antara lain kompleks gejala seperti
haemodynamik, konsumsi oksigen atau kapasitas melakukan kegiatan fisik. Gagal
jantung merupakan gejala gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut: gejala
gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan
aktifitas, dan atau kelelahan; tanda tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal
atau pembengkakan tungkai.1
Selain itu gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis dimana
pasien memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas gagal jantung (sesak napas
saat aktifitas fisik atau saat istirahat, kelelahan, keletihan, pembengkakan pada
tungkai) dan tanda khas gagal jantung (takikardia, takipnea, pulmonary rales, efusi
pleura, peningkatan jugular venous pressure, edema perifer, hepatomegali) dan temuan
objektif pada abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat istirahat (kardiomegali,
bunyi jantung ketiga, cardiac murmur, abnormalitas pada elektrokardiogram,
penigkatan konsentrasi natriuretic peptide).3
2.2 ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling
umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya
otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi,
atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner
yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada
70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati
sebanyak 10%.3
2.3 PATOFISIOLOGI
Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung
menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial
underfilling. Selain itu respon terhadap faktor faktor neurohormonal (seperti sistem
saraf simpatis, renin angiotensin aldosterone system, arginine vasopressin dan
endotelin 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang
menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien tanpa gagal
jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan.4
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan
mediator mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator
yang diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala
gagal jantung dan perburukan prognosis pasien (Gambar 1).4
2.5 DIAGNOSIS
Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat dengan
manifestasi klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya (tabel 4). Pasien
yang datang dengan keluhan volume overload relatif mudah untuk didiadnosis. Mereka
umunya memiliki tanda dan gejala kongesti paru ( dispneu saat melakukan kegiatan,
Orthopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan Ronchi). Sedangkan
manifestasi cepat kenyang, mual dan muntah merupakan akibat dari edema traktus
gastrointestinal (GI). Kongesti pada hepar dan spleen atau keduanya menyebabkan
Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly. Pasien juga menunjukan
adanya peningkatan tekanan vena jugular dengan atau tanpa peningkatan reflex
hepatojugular. Asites dan edema perifer juga muncul akibat akumulasi cairan pada
kavitas peritoneum dan perifer.1,5
Gagal jantung dengan hipoperfusi sulit untuk didiagonosis karena kebanyakan
gejala dan tanda tidak spesifik (tabel 4). Hipotensi dan perburukan fungsi ginjal
merupakan tolok ukur objektif terhadap hipoperfusi.1
Kesulitan mendiagnosis gagal jantung berdasarkan gejala dan tanda memicu
berkembangnya usaha untuk mengidentifikasikan biomarker terhadap penyakit ini.
Pemeriksaan dengan katerisasi jantung kanan dengan menggunakan Swan Ganz
Catheter yang merupakan gold standart untuk pengukuran tekanan intrakardiak dan
cardiac output, sayangnya katerisasi jantung merupkan prosedur invasif yang mungkin
menimbulkan komlokasi nantinya. Namun pemeriksaan biomarker terhadap gagal
jantung seperti B Type Natriuretic Peptide (BNP), yaitu suatu neurohormonal yang
dilepaskan dari ventrikel jantung (miokardium) sebagai respon terhadap overload
cairan dan peningkatan ketegangan dinding (misalnya perenggangan), merupakan
penunjang dignostik untuk ADHF dan merupakan prediksi terhadap keparahan dan
mortalitas yang dikaitkan dengan gagal jantung. Jantung selain berfungsi sebagai
pompa juga berfungsi sebagai organ endokrin yang berfunsi bersama dengan sistem
fisiologi lainnya untuk mengatur volume cairan. Miokardium dalam hal ini
menghasilkan natriuretic peptide, salah satunya B Type Natriuretic Peptide , suatu
hormone diuretik, natriuretic dan bekerja menrelaksasi otot polos vascular.1.2.5.6
Pengukuran level B Type Natriuretic Peptide (BNP) memiliki kaitan
terhadap kondisi klinis tertentu antara lain yaitu :
Tabel 4. Kegunaan klinis terhadap level BNP serum6
Serum BNP < 100
Normal atau gagal jantung terkompensasi baik
Serum BNP 100 200
Gagal jantung terkompensasi baik
Normal (Usia lanjut, Wanita, Pengunaan Beta Blocker)
Cor pulmonal (gagal jantung kanan)
Hipertensi, disfungsi diastolic
Penyakit jantung iskemik
Serum BNP 200 400
Gagal jantung dekompensasi ringan sedang
Gagal jantung kronik terkompensasi
Serum BNP > 400
Gagal jantung kongetif yang berat (hipervolemia)
2.6Penatalaksanaan
1. Non-farmakologis
-Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada
penderita dengan kegemukan
-pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu
dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung berat
-Olahraga dianjurkan untuk pasien karena mempunyai efek yang positif terhadap otot
skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal.
2. Farmakologis
- Diuretik
Digoksin
sekunderyangdapatmenyebabkangejala.
Vasodilator
Vasodilatordapatmenurunkanafterloadjantungdantegangan
dindingventrikelyangmerupakandeterminanutamakebutuhan
meningkatkancurahjantung.
BetaBlocker
Penyekat beta adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal
fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the
Management of acute decompensated heart failure. [monograph on the internet].
California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006 [cited 2011 Apr 10]. Available
from www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
2. Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated
Heart Failure. Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun [cited 2011
Apr 10]; 16 (6): [about 23 p]. Available from http://www.heartfailureguideline.org/
_assets/document/2010_heart_failure_guideline_sec_12.pdf.
3. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008.
European Journal of Heart Failure [serial on the internet]. 2008 Aug [cited 2011 Apr
11]. Available from http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page=
1&view=FitH.
4. McBride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. Journal
of Medicine [serial on the internet]. 2010 [cited 2011 Apr 10]. Available from
http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3
5. Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated Heart Failure.
[monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine
University of Pennsylvania; 2001 [cited 2011 Apr 10]. Available from
www.emcreg.org.
6. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure.
[monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2011
Apr 10]. Available from http://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF