Professional Documents
Culture Documents
Daftar isi
1 Biografi
2 Perjuangan
3 Hubungan Diplomatik
o 3.1 Banten dan Kerajaan Nusantara lain
4 Keluarga
5 Kematian dan Penghargaan
6 Referensi
7 Pranala Luar
Biografi
Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (Sultan Banten periode
1640-1650) dan Ratu Martakusuma. Sejak kecil ia bergelar Pangeran Surya, kemudian ketika
ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Dipati. Setelah
kakeknya meninggal dunia pada tanggal 10 Maret 1651, ia diangkat sebagai Sultan Banten ke-6
dengan gelar Sultan Abu al-Fath Abdulfattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa
(terletak di Kabupaten Serang).[4]
Perjuangan
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1683. Ia
memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian
monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak
perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Saat itu, Sultan Ageng
Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar.
Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka
sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh
Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut
campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat
Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan
Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan Saint-Martin.
Hubungan Diplomatik
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten aktif membina hubungan
baik dan kerjasama dengan berbagai kesultanan di sekitarnya, bahkan dengan negara lain di luar
Nusantara. Banten menjalin hubungan dengan Turki, Inggris, Aceh, Makassar, Arab, dan
kerajaan lain.[5][6]
Sekitar tahun 1677, Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang
memberontak terhadap Mataram. Tidak hanya itu, Banten juga menjalin hubungan baik dengan
Makassar, Bangka, Cirebon dan Inderapura.[7]
Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan pedagang-
pedagang Eropa selain Belanda, seperti Inggris, Denmark, dan Perancis.
Pada tahun 1671, Raja Perancis Louis XIV mengutus Franois Caron, pimpinan Kongsi Dagang
Prancis di Asia sekaligus pemimpin armada pelayaran ke Nusantara. Setelah mendarat di
pelabuhan Banten, ia diterima oleh Syahbandar Kaytsu, seorang Tionghoa muslim. Pada 16 Juli
1671, raja didampingi oleh beberapa pembesar kerajaan mendatangi kediaman orang-orang
Perancis di kawasan Pecinan. Caron meminta izin untuk membuka kantor perwakilan di Banten.
Hal itu berangkat dari pengalaman Caron yang pernah bekerja pada VOC dan berambisi
membuat kongsi dagang Prancis sebesar VOC[8]. Raja kemudian menanyakan tujuan kongsi
dagang mereka, ke mana tujuan kapal-kapal mereka, barang dagangan yang diinginkan, dan
jumlah uang tunai yang mereka miliki. Sesudah itu pihak Perancis berusaha menjual barang
muatan mereka. Barang-barang dagangan apa saja dapat dijual, kecuali candu yang dilarang
keras beredar di Banten.
Caron kembali mengunjungi raja dan menghadiahkan getah damar, dua meja besar (yang dibawa
dari Surat, India), dua belas pucuk senapan, dua jenis mortir, beberapa granat, dan hadiah lain.
Caron dan Gubernur Banten kemudian menyetujui perjanjian yang berisi sepuluh kesepakatan
mengenai pemberian kemudahan dan hak-hak khusus kepada pihak Prancis, sama dengan yang
diberikan kepada pihak Inggris.[9]
Banten dan Inggris
Hubungan baik antara Inggris dan Banten sudah terjalin sejak lama, salah satunya adalah ketika
Sultan Abdul Mafakhir mengirimkan surat ucapan selamat pada tahun 1602 kepada Kerajaan
Inggris atas dinobatkannya Charles I sebagai Raja Inggris. Sultan Abdul Mafakhir juga
memberikan izin kepada Inggris untuk membuka kantor dagang. Bahkan, Banten menjadi pusat
kegiatan dagang Inggris sampai akhir masa penerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1682,
karena saat itu terjadi perang saudara antara Sultan dengan putranya, Sultan Haji. Sultan Haji
meminta bantuan Belanda, sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa diketahui meminta bantuan dari
Kerajaan Inggris untuk melawan kekuatan anaknya itu. [10][11]
Pada 1681, Sultan Haji mengirim surat kepada Raja Charles II. Dalam suratnya, dia berminat
membeli senapan sebanyak 4000 pucuk dan peluru sebanyak 5000 butir dari Inggris. Sebagai
tanda persahabatan, Sultan Haji menghadiahkan permata sebanyak 1757 butir. Surat ini juga
merupakan pengantar untuk dua utusan Banten bernama Kiai Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai
Ngabehi Jaya Sedana. Tidak lama kemudian, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim surat kepada
Raja Charles II meminta bantuan berupa senjata dan mesiu untuk berperang melawan putranya
yang dibantu VOC.[12][13]
Keluarga
Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang putera[14][15]:
Atas jasa-jasanya pada negara, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar pahlawan Nasional
berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970, tanggal 1 Agustus 1970.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa juga kemudian diabadikan menjadi nama salah satu perguruan
tinggi negeri di Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Referensi
1. ^ "Abulfatah Agung | sultan of Bantam". Encyclopedia Britannica. Diakses
tanggal 2017-04-15.
2. ^ Pada tahun 1636 Syarif Mekah dengan otorisasi Kesultanan Utsmaniyah
memberikan pengesahan gelar Sultan kepada Abdul Mafakhir beserta sang putra
mahkota, Abu al-Ma'ali Ahmad, penggelaran tersebut secara administratif membagi
pembagian tugas sang putra Mahkota sebagai Sultan Wakil (Sultan Muda) yang
membantu mengurus urusan dalam negeri Banten. Sedangkan Sultan Penuh lebih
mengurus urusan luar negeri Banten.
3. ^ "SEJARAH KESULTANAN BANTEN DARI MASA KE MASA". Website
Resmi Kesultanan Banten (dalam en-US). 2016-12-06. Diakses tanggal 2017-04-15.
4. ^ MAI, PUSDAINFO |. "SPIRIT KARAKTER DAN LEADERSHIP SULTAN
AGENG TIRTAYASA". untirta.ac.id. Diakses tanggal 2017-04-15.
5. ^ Titik Pudjiastuti, (2007), Perang, dagang, persahabatan: surat-surat Sultan
Banten, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-650-8.
6. ^ Anthony Reid, (1993), Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450 - 1680 jilid 2:
Jaringan Perdagangan Global, Yayasan Obor, ISBN 978-979-461-330-6
7. ^ "Sultan Ageng Tirtayasa - Profil | merdeka.com". merdeka.com. Diakses tanggal
2017-04-15.
8. ^ "Jejak Orang Prancis di Kesultanan Banten". historia.id (dalam Indonesian).
Diakses tanggal 2017-04-15.
9. ^ TokohIndonesia.com. "Biografi Sultan Ageng Tirtayasa - Foto, Video, Riwayat
Hidup - Melawan Monopoli Belanda - Pahlawan - Biografi Tokoh Indonesia".
www.tokohindonesia.com (dalam en-gb). Diakses tanggal 2017-04-15.
10. ^ "Sejarah Islam di Inggris yang Terlupakan | VivaForum". forum.viva.co.id
(dalam en-US). Diakses tanggal 2017-04-15.
11. ^ Hits, Banten Hits | Tangerang. "Sultan Ageng Tirtayasa "Curhat" ke Raja
Inggris saat "Galau" Berperang dengan Anaknya - Situs Berita Banten".
www.bantenhits.com (dalam id-id). Diakses tanggal 2017-04-15.
12. ^ "Kilas Balik Hubungan Diplomatik Kesultanan Banten dan Inggris".
MerahPutih. Diakses tanggal 2017-04-15.
13. ^ "Sejarah Islam di Inggris yang Terlupakan (halaman 2)". historia.id (dalam
Indonesian). Diakses tanggal 2017-04-15.
14. ^ "Silsilah Pangeran Jakfaruddin / Tubagus Jakfaruddin berdasarkan Ranji
Silsilah Kesultanan Banten | Ranji Sarkub". Ranji Sarkub (dalam id-ID). 2016-05-01.
Diakses tanggal 2017-04-15.
15. ^ "Sultan Agung Tirtajasa". geni_family_tree (dalam en-US). Diakses tanggal
2017-04-15.
Pranala Luar
(Indonesia) Website resmi Kesultanan Banten
(Indonesia) Website resmi Tokoh Indonesia
Didahului oleh:
Sultan Banten Diteruskan oleh:
Sultan Abu al-Ma'ali
1651 - 1683 Sultan Haji
Ahmad
[sembunyikan]
l
b
Sultan Banten
Banten Sultan Maulana Hasanuddin
sebagai
Negara Sultan Maulana Yusuf
Berdaulat
Sultan Maulana Muhammad
Sultan Abdul Mafakhir
Sultan Abu al-Ma'ali
Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Haji
Sultan Yahya
Sultan Zainulabidin
Sultan Zainularifin
Sultan Zainulalimin
Sultan Zainulasyiqin
Sultan Aliyuddin I
Sultan Muhyiddin
Sultan Ishaq
Sultan Aliyuddin II
Sultan Shafiuddin
Sultan Abu al-Ma'ali
Sultan Syarifuddin Ratu Wakil
Sultan
Wakil Sultan Wakil Pangeran Natawijaya