You are on page 1of 6

ISSN 2540-8313 URL:http.\\ojs.unud.co.id\index.

php\eum Volume 51 Nomor 2mei 2016

Tata laksana gigitan ular yang disertai sindrom kompartemen di ruang


terapi intensif

AA Gde Putra Semara Jaya, I Putu Agus Surya Panji


Bagian / SMF Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
e-mail:medicina_fkudayana@yahoo.co.id

Abstrak
Gigitan ular merupakan kegawatdaruratan yang telah diketahui secara global, terutama terjadi pada
petani, nelayan, pemburu, dan pawang ular. Asia Tenggara merupakan area dengan insiden tinggi.
Pada awal tahun 2009, kasus gigitan ular masuk ke dalam daftar penyakit tropis yang diterlantarkan
menurut WHO, padahal gigitan ular menyebabkan puluhan ribu kematian setiap tahun dan berbagai
kasus kecacatan fisis kronis pada korbannya. Kasus mengenai seorang petani, pria usia 53 tahun,
dikonsulkan dengan gigitan ular dan sindrom kompartemen. Pasien dirawat di ruang terapi intensif
dengan terapi antibisa ular, tata laksana suportif dan simtomatik sesuai dengan perkembangan
penyakitnya, serta monitoring sindrom kompartemen dan komplikasi yang menyertai. Evaluasi
terhadap sindrom kompartemen dan komplikasi lainnya menunjukkan hasil yang baik.
[MEDICINA.2016;50(2):188-93]
Kata kunci: gigitan ular, sindrom kompertemen, antibisa ular, ruang terapi intensif
Abstract
Snake bite is a medical emergency which has been known globally, mainly in farmers, fishermen,
hunters, and snake charmers. Southeast Asia is an area with a high incidence of snake bites. However,
snake bites included into WHOs list of neglected tropical diseases, early in 2009; whereas snake bites
cause tens of thousands of deaths each year and many cases of chronic physical disability on its
victims. This case about a farmer, a man aged 53 years, referred to our hospital with snake bites and
compartment syndrome. Patients managed in the intensive care unit with antivenom serum, supportive
and symptomatic therapy in accordance with the development of the disease, monitoring of
compartment syndrome and complications. Evaluation of compartment syndrome and other
complications showed good result.
[MEDICINA.2016;50(2):188-93]
Keywords: snake bite, compartment syndrome, snake antivenom serum, intensive care unit
Pendahuluan

G igitan ular merupakan suatu


penyakit akibat kerja yang
antibisa ular dilakukan sesegera mungkin
sesuai indikasi. Antibisa ular dapat
risiko kejadiannya berkaitan erat dengan melawan keracunan sistemik walaupun
pekerjaan petani, nelayan, pemburu, dan telah terjadi selama beberapa hari.
pawang ular. Asia Tenggara merupakan Pemberian antibisa ular diberikan selama
area dengan insiden gigitan ular yang bukti adanya koagulopati masih ada.
tinggi.1,2 Namun demikian, pada awal tahun Antibisa ular berperan dalam mengatasi
2009, kasus gigitan ular masuk ke dalam koagulopati dan menurunkan udem
daftar penyakit tropis yang diterlantarkan ekstremitas yang berat.3,6,7,9 Selain
menurut WHO, padahal gigitan ular menimbulkan gangguan hemostasis,
menyebabkan puluhan ribu kematian setiap keracunan sistemik bisa ular juga dapat
tahun dan berbagai kasus kecacatan fisis berupa gangguan neurologis,
kronis pada korbannya.2 World Health kardiovaskular, dan cedera ginjal akut.8,10,11
Organization/ South East Asian Region Sindrom kompartemen merupakan
Organisation telah mempublikasikan gejala toksisitas lokal bisa ular yang berat.
pedoman yang spesifik untuk area Asia Fasciotomi yang tidak tepat untuk
Tenggara dalam manajemen gigitan ular.3-5 mengatasi sindrom kompartemen pada
Antibisa ular adalah satu-satunya kasus gigitan ular dapat mengakibatkan
antidot efektif untuk bisa ular. Pemberian perdarahan pada pasien dengan koagulopati

188
berat hingga mengakibatkan syok antibisa ular 2 vial dalam NaCl 0,9%
3,9,12
hemoragik dan hilangnya kulit. setiap 6 jam (setiap dosis habis dalam 4
Ilustrasi kasus jam), seftriakson 1 g setiap 12 jam,
Pasien lelaki usia 53 tahun, suku Bali, metronidazol 500 mg setiap 8 jam, vitamin
petani, dikonsulkan ke Bagian/SMF Ilmu K 10 mg setiap 8 jam.
Anestesi dan Terapi Intensif dengan gigitan Pasien tersebut dirawat di ruang
ular. Pasien mengalami gigitan ular terapi intensif selama 9 hari. Selama
berwarna coklat pada tangan kanan 2 hari perawatan keluhan nyeri berkurang,
sebelum masuk RSUP Sanglah saat bertani. bengkak berangsur-angsur mereda mulai
Selama 2 hari pasien dirawat di RSUD dari bagian leher hingga lengan atas. Pada
dengan terapi antibisa ular 2 vial setiap 24 tiga hari pertama terjadi perluasan ekimosis
jam, sefotaksim 1 g setiap 8 jam, asam dari colli dan bahu posterior ke lateral
traneksamat 500 mg setiap 8 jam, toraks dan posterior brachii dekstra. Nafsu
deksametason 5 mg setiap 8 jam, makan baik, penderita dapat mengkonsumsi
difenhidramin 10 mg setiap 8 jam, diet rumah sakit sebanyak hingga porsi
ketorolak 30 mg setiap 8 jam, dan vitamin penuh. Tidak ada kelemahan pada anggota
K 10 mg setiap 8 jam. Pada perawatan hari gerak dan tubuh. Tidak ada gusi berdarah,
kedua, pasien dirujuk ke RSUP Sanglah tidak ada hematemesis, hematoschezia,
dengan gigitan ular dan sindrom melena, hematuria.
kompartemen. Pemeriksaan faal hemostasis dan
Saat awal diterima, pasien mengeluh darah lengkap dilakukan setiap 24 jam.
nyeri dan bengkak pada lengan kanan dan Perkembangan nilai faal hemostasis selama
leher. Pasien dengan tanda vital sebagai perawatan dapat dilihat pada Gambar 1.
berikut: tekanan darah 113/71 mmHg, laju Selama 5 hari pertama, hasil faal
nadi 78 kali/menit, laju napas 18-20 kali hemostasis tidak terbaca oleh alat. Pada
per menit, suhu 36,80C, dan skor nyeri hari ke-6 faal hemostasis telah terbaca dan
VAS diam 40 mm/ bergerak 70 mm. Status pada hari-hari berikutnya cenderung
lokalis berupa bula hemoragik pada lokasi kembali normal. Perkembangan nilai
gigitan, ekimosis pada bahu dan colli hemoglobin dan trombosit selama
posterior, pitting edema pada ekstremitas perawatan dapat dilihat pada Gambar 2
superior dekstra, toraks antero-superior dan 3. Nilai hemoglobin terendah (Hb 5,5
dekstra, dan colli antero-lateral dekstra, g/dL) terjadi pada hari ke-3, dan trombosit
dengan nyeri tekan, pada evaluasi sindrom terendah (Plt 11x103/L) pada hari ke-2.
kompartemen diperoleh pain dan pallor, Pemeriksaan fungsi hepar pada hari ke-3
tanpa paresthesia, paralysis, dengan hasil sebagai berikut: SGOT 57,4
poikilothermia, dan pulselessness. Pasien U/L, SGPT 47,1 U/L, albumin 2,96 g/dL,
dengan koagulopati (PT dan APTT tidak bilirubin total 0,57 mg/dL, bilirubin direk
terbaca), trombositopenia (17,6x103/L), 0,33 mg/dL, dan bilirubin indirek 0,24
anemia (10,1 g/dL), dan cedera ginjal akut mg/dL. Selama di ruang terapi intensif,
stadium III (kreatinin 4,79 mg/dL). Tata pasien mendapatkan 4 kantong packed red
laksana di ruang terapi intensif berupa diet cell, 15 kantong fresh frozen plasma, dan
enteral, fentanil 500 mcg/24 jam, 20 unit thrombocyte concentrate.
parasetamol 750 mg PO setiap 6 jam,

189
3
2,5
2
1,5
1
Nilai 0 = tidak 0,5
terbaca
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
INR 0 0 0 0 0 2,54 1,02 0 2,44 1,31
APTT/Kontrol 0 0 0 0 0 1,87 1,05 0 1,49 1,22
Hari Perawatan di RTI

Gambar 1. Perkembangan faal hemostasis.

10
8
6
g/dL
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hb 8,4 6,59 5,5 7,1 8,4 7,7 8,99 8,8 9 9,1
Gambar 2. Perkembangan hemoglobin.

100
90
80
70
60
.103/L 50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Plt 16 11,1 14 17 18 27 51 89 84 72

Gambar 3. Perkembangan trombosit.

a b

Gambar 4. a) Pasien saat masuk ke ruang terapi intensif, tampak bula hemoragik manus dekstra,
pitting edema ekstremitas superior dekstra, toraks antero-superior dekstra, dan colli antero-lateral
dekstra, b) Pasien saat hari ke 11 perawatan, tampak bengkak mereda mulai dari bagian leher
hingga lengan atas.

190
Pasien juga dengan cedera ginjal akut diberikan dengan dosis 2 vial setiap 24 jam
stadium III (kreatinin 4,79 mg/dL). selama 2 hari di RSUD. Selanjutnya selama
Produksi urin normal 0,9 sampai 1,5 perawatan di ruang terapi intensif diberikan
mL/kg/jam. Pada hari ke-2 perawatan antibisa ular 2 vial dalam NaCl 0,9% setiap
kalium meningkat dengan nilai 5,5 6 jam (setiap dosis habis dalam 4 jam).
mmol/L. Hasil elektrokardiografi ritme Antibisa ular dilanjutkan hingga pasien
sinus normal, tanpa perubahan gelombang pindah ke ruang rawat intermediat.
T. Pasien kemudian diberikan diet rendah Fasciotomi yang tidak tepat untuk
kalium. Pada hari ke-4 perawatan kalium mengatasi sindrom kompartemen pada
telah kembali normal. Pemeriksaan berkala kasus gigitan ular dapat mengakibatkan
serum kreatinin pada hari ke-3 kembali perdarahan pada pasien dengan koagulopati
normal (kreatinin 0,94 mg/dL). berat hingga mengakibatkan syok
Antibisa ular, metronidazol, vitamin hemoragik dan hilangnya kulit. Fasciotomi
K dilanjutkan dengan dosis yang sama sebaiknya ditunda pada pasien yang
hingga pasien pindah ke ruang perawatan mengalami gigitan ular hingga
intermediat. Analgetik fentanil dititrasi abnormalitas hemostasis telah terkoreksi,
turun selama perawatan. adanya tanda klinis sindrom kompartemen,
Diskusi dan tekanan intrakompartemen yang tinggi
Semua tingkat pelayanan kesehatan (melalui pengukuran langsung). Warrell,3
dapat berkontribusi dalam pengelolaan melaporkan kasus komplikasi perdarahan
kasus gigitan ular. Keracunan bisa ular hingga syok dan hilangnya kulit pada
yang berat merupakan kegawatdaruratan pasien yang dilakukan fasciotomi dengan
medis yang memerlukan tenaga kesehatan, koagulopati.3,12 Pada kasus ini, ditemukan
prasarana dan sarana medis, antibisa ular, adanya bula hemoragik pada lokasi gigitan
dan obat lainnya, sehingga diperlukan di manus dekstra, ekimosis pada bahu dan
rujukan ke pusat kesehatan dengan fasilitas colli posterior, pitting edema pada
yang lebih lengkap.2,3 Pada kasus ini, ekstremitas superior dekstra, toraks antero-
pasien telah mendapatkan perawatan di superior dekstra, dan colli antero-lateral
RSUD selama 2 hari, kemudian dirujuk ke dekstra, dengan nyeri tekan (Gambar 4a).
RSUP Sanglah untuk mendapatkan Evaluasi sindrom kompartemen diperoleh
perawatan lebih lanjut karena terjadi pain dan pallor, tanpa paresthesia,
sindrom kompartemen. paralysis, poikilothermia, dan
Antibisa ular merupakan satu-satunya pulselessness. Tindakan fasciotomi tidak
antidot spesifik untuk bisa ular. Pemberian dilakukan mengingat pasien mengalami
antibisa ular dilakukan sesegera mungkin koagulopati. Selama perawatan dilakukan
sesuai indikasi. Antibisa ular harus evaluasi sindrom kompatemen secara
diberikan hanya pada pasien dimana berkala. Pada tiga hari pertama terjadi
manfaat yang diperoleh melebihi risikonya. perluasan ekimosis dari colli dan bahu
Antibisa ular mahal dan seringkali terbatas posterior ke lateral toraks dan posterior
jumlahnya, sehingga tidak diberikan secara brachii dekstra. Setelah itu bengkak
liberal. Risiko adanya reaksi berangsur-angsur mereda mulai dari bagian
hipersensitivitas harus tetap mendapatkan leher hingga lengan atas (Gambar 4b).
perhatian. Antibisa ular dapat melawan Nyeri berkurang dengan pemberian
keracunan sistemik walaupun telah terjadi analgetik opioid yang dititrasi turun selama
selama beberapa hari. Pemberian antibisa perawatan.
ular diberikan selama bukti adanya Berbagai komplikasi yang timbul
koagulopati masih ada. Antibisa ular akibat gigitan ular memerlukan terapi
berperan dalam mengatasi koagulopati dan suportif dan simtomatik untuk mendukung
menurunkan udem ekstremitas yang fungsi organ tersebut, sementara menunggu
berat.3,6,7 Pada pasien ini, antibisa ular telah pemulihan organ tersebut akibat bisa ular.

191
Identifikasi dini komplikasi yang terjadi Daftar pustaka
dan tata laksana yang adekuat diperlukan 1. Eriksson S. Medical geography views
untuk menurunkan morbiditas dan on snakebites in Southeast Asia: a case
3,10,11
mortalitas kasus gigitan ular. Pada study from Vietnam. Asian Geographer.
pasien ini, kami peroleh koagulopati (PT, 2011;28(2):12334.
APTT tidak terbaca), trombositopenia 2. Alirol E, Sharma SK, Bawaskar HS,
(17,6x103/L), anemia (10,1 g/dL), dan Kuch U, Chappuis F. Snake bite in
cedera ginjal akut stadium III (kreatinin South Asia: a review. PLOS Neglected
4,79 mg/dL). Terapi suportif dan Tropical Disease. 2010;4(1):603.
simtomatik yang diberikan berupa diet 3. Warrel DA. Guidelines for the
rendah kalium dan menghindari obat management of snake-bites. New Delhi:
nefrotoksik (untuk mendukung fungsi World Health Organization - Regional
ginjal), transfusi produk darah dan vitamin Office for South-East Asia; 2010.
K (untuk mendukung fungsi sirkulasi dan 4. Rojnuckarin P, Suteparak S,
hemostasis), dan analgetik untuk mengatasi Sibunruang S. Diagnosis and
nyeri. management of venomous snakebites in
Penggunaan kortikosteroid, Southeast Asia. Asian Biomedicine.
antihistamin, heparin, antifibrinolitik tidak 2012;6(6):795-805.
efektif dan potensial berbahaya, sehingga 5. Ahmed SM, Ahmed M, Nadeem A,
dihindari. Kortikosteroid tidak efektif untuk Mahajan J, Choudhary A, Pal J.
mengatasi efek lokal bisa ular. Heparin Emergency treatment of snake bite:
tidak efektif untuk mengatasi trombin Pearls from literature. Journal of
akibat bisa ular, dan dapat menyebabkan Emergencies Trauma and Shock.
perdarahan.3,4,9 Pada kasus ini, selama 2008;1(2):97105.
perawatan di RSUD pasien mendapatkan 6. Williams DJ, Jensen SD, OShea M.
terapi asam traneksamat 500 mg setiap 8 Snake bite management in Cambodia:
jam, deksametason 5 mg setiap 8 jam, Towards improved prevention, clinical
dipenhidramin 10 mg setiap 8 jam, dan treatment and rehabilitation. Manila:
ketorolak 30 mg setiap 8 jam. Terapi WHO Regional Office for the Western
tersebut dihentikan mengingat tidak efektif Pacific; 2009.
dan berisiko pada kasus gigitan ular. 7. Williams D, Gutierrez JM, Harrison R,
Ringkasan Warrell DA, White J, Winkel KD, dkk.
Telah dilaporkan satu kasus gigitan The global snake bite initiative: an
ular pada seorang lelaki, usia 53 tahun yang antidote for snake bite. Lancet.
dirujuk dengan sindrom kompartemen. 2010;375:8991.
Selama perawatan di ruang terapi intensif 8. Warrell DA. Snake bite. Lancet.
RSUP Sanglah pasien mendapatkan 2010;376:77-88.
antibisa ular, tata laksana suportif dan 9. Williams DJ. Antivenom use,
simtomatik sesuai dengan perkembangan premedication and early adverse
penyakitnya, serta monitoring sindrom reactions in the management of snake
kompartemen dan komplikasi yang bites in rural Papua New Guinea.
menyertai. Pasien tidak dilakukan tindakan Toxicon. 2007;49:780-92.
fasciotomi. Evaluasi terhadap sindrom 10. Kanjanabuch T, Sitprija V. Snakebite
kompartemen dan komplikasi lainnya nephrotoxicity in Asia. Semin Nephrol.
menunjukkan perbaikan. Pascaperawatan di 2008;28(4):363-72.
ruang intermediat pasien sembuh dengan
baik.

192
11. Dharod MV, Patil TB, Deshpande AS, 12. Rojnuckarin P, Chanthawibun W,
Gulhane RV, Patil MB, Bansod YV. Noiphrom J, Pakmanee N,
Clinical predictors of acute kidney Intragumtornchai T. A Randomized,
injury following snake bite double-blind, placebo-controlled trial of
envenomation. North American Journal antivenom for local effects of green pit
of Medical Science. 2013;5:594-9. viper bites. Royal Society of Tropical
Medicine and Hygiene. 2006;100:879-
84.

193

You might also like