Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai
pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. Dalam hal ini mungkin
testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang
normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis
tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis
ektopik. 1,2
Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum
bayi dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun ke kantung
skrotum. Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke
skrotum, antara lain: 1) adanya tarikan dari gubernakulum testis dan refleks dari
otot kremaster, 2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan
badan, dan 3) dorongan dari tekanan intraabdominal.
Keterangan gambar:
Antara minggu ke- 815 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki,
mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL)
mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28
35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada
jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan;
sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang.
(Sumber : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of
Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75)
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal
ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral
untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari
gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan
abdominal meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen,
di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari
processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan
testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan. 1,6,7
5
2.3. Etiologi
Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor
(multifaktorial) yaitu:
1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau
gubernakulum.
2) Peningkatan tekanan abdomen.
3) Faktor hormonal: testosteron, MIS, dan extrinsic estrogen.
4) Perkembangan epididimis.
5) Perlekatan gubernakular.
6) Genito femoral nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP).
7) Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan ikat. 1,2,3
UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada gubernakulum testis
kelainan intrinsik testis, atau defisiensi hormon gonadotropin yang memacu
proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi kelompok bayi
6
baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat alami dan
faktor-faktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini
menemukan bahwa UDT secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi
prematur, kecil untuk masa kehamilan, berat bayi baru lahir yang rendah, dan
kembar.1,2
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated
anomaly) ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan
kelainan bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti
hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar
12 25 %).1,6
Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated,
di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 %
anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,29,8% mempunyai saudara
laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-
laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.
1,2,6
2.4. Klasifikasi
UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe:
1) UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba
(palpable) dan tidak teraba (impalpable).
2) Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
3) Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-kanalis inguinalis,
bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
dilepaskan. 1,2,6 Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding
testis terajadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment dan mempunyai
processus vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan
risiko terjadinya torsi. Dengan melakukan overstrecht selama 1 menit pada saat
pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil
akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-
kanalis inguinalis. 1,2,6
Gambar 2.3 Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis
lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah
terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi
maligna.1-3
2.6. Diagnosis
2.6.1. Anamnesis
Pada anamnesis, tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum, riwayat
operasi daerah inguinal, riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk
reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat keluarga: UDT, hipospadia,
infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis juga, yang harus digali
adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur mengalami UDT),
penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus
dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir
atau tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster yang
berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun). Perlu juga digali riwayat
perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan ada
tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat
keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian
neonatal. 1,2
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak
pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum,
melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi
untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan
hangat.1,2
Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan
anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji
dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin). 1,2
9
berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis
ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus
pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada
anorchia).5 Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang
lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad. 1,6,9
2.6.5. Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak
teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup
aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih
besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di
inguinal. 1,6
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi
cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat
laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas
deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna. 1,6
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
12
a) Palpable UDT
Penanganan utama pada palpable UDT adalah orchidopexy dan membuat
kantong subdartos. Tingkat kesuksesan dari tindakan tersebut mencapai 95%
dengan testis tetap berada di dalam skrotum dan tidak mengalami atrophi.
Pembedahan biasanya dilakukan dengan anastesi umum, dan pasien dalam posisi
supinasi. Insisi dilakukan sepanjang garis Langer, di atas annulus internal.
Aponeurosis oblique eksternal diinsisi ke arah lateral dari annulus eksternal sesuai
dengan arah serat-seratnya, dan dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai
14
saraf ilioinguinalis. Testis dan spermatic cord lalu dibebaskan. Vas deferens dan
pembuluh-pembuluh darahnya dipisahkan dari Tunica vaginalis. Prosesus
vaginalis dipisahkan dari struktur cord dan diligasi di annulus internal.
Pemotongan secara retroperitoneal pada annulus internal dapat memperpanjang
cord sehingga testis dapat mencapai skrotum. Sebuah tembusan dibuat dari
kanalis inguinalis ke dalam skrotum dengan menggunakan satu jari atau sebuah
clamp besar. Kantong subdartos dibuat dengan meletakkan satu jari melalui
tembusan dan meregangkan kulit skrotum. Insisi sepanjang 1-2 cm dilakukan
pada kulit skrotum yang diregangkan dengan jari tersebut. Sebuah clamp lalu
diletakkan di jari operator, dan ujungnya dipandu ke dalam kanalis inguinalis
dengan menarik jari. Clamp kemudian digunakan untuk menjepit jaringan di
antara testis. Clamp lalu ditarik untuk membawa testis ke dalam kantong.
Menjepit testis atau vas deferens secara langsung harus dihindari agar tidak
menimbulkan luka.
Jika testis sudah berada di dalam kantong, leher kantong dijahit sehingga
menjadi lebih sempit untuk mencegah testis tertarik naik kembali. Saat ini,
pengukuran dan biopsi testis bisa dilakukan. Kulit skrotum lalu ditutup.
Aponeurosis oblique eksternal disatukan kembali dengan penjahitan absorbable.
Kulit dan jaringan subkutis ditutup dengan penjahitan subkutis. Setelah beberapa
minggu, luka bekas operasi perlu diperiksa, dan 6-12 bulan kemudian
pemeriksaan testis perlu dilakukan. Posisi dan kondisi akhir dari testis perlu
diperhatikan. Walaupun jarang terjadi, atrophi dan retraksi dapat muncul sebagai
komplikasi.
b) Nonpalpable UDT
Penanganan nonpalpable UDT dapat dimulai dengan eksplorasi inguinal
ataupun laparoskopi diagnostik. Laparoskopi diagnostik dapat dilakukan melalui
umbilikus. Apabila pembuluh-pembuluh darah testis terlihat keluar dari annulus
internal, insisi pada daerah inguinal dilakukan untuk menentukan lokasi testis.
Orchidopexy dilakukan jika testis dapat ditemukan. Jika pembuluh-pembuluh
darah berakhir di dalam kanalis inguinalis, ujung dari pembuluh darah tersebut
dapat diambil untuk dilakukan pemeriksaan patologis. Adanya sisa dari jaringan
15
2.8.2. Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus
UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.
Operasi pada kriptorkismus adalah orchiopexy. Tujuan operasi pada
kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya
degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)
melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa
rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah
orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi
pada kantung sub dartos.1
17
Keterangan gambar:
Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi
dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada
skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari
insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkan
turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E).
Komplikasi Orchiopexy
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan Orchiopexy
antara lain 1,6 :
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit
(10% kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5% kasus)
3. Trauma pada vas deferens ( 12% kasus)
4. Pasca-operasi torsio
18
5. Epididimoorkhitis
6. Pembengkakan skrotum
BAB III
PENUTUP
Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai
pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. Dalam hal ini mungkin
testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang
normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis
tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis
ektopik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke skrotum, antara
lain: 1) adanya tarikan dari gubernakulum testis dan refleks dari otot kremaster, 2)
perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan 3)
dorongan dari tekanan intraabdominal.
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy)
21
DAFTAR PUSTAKA