You are on page 1of 8

JOURNAL READING

Efficacy of Intra - Cystic Methotrexate Injection in Management of Benign


Persistent Ovarian Cysts
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RST dr. Soedjono Magelang

Disusun oleh:

Caleria Ajeng Givita

30101206599

Pembimbing :

Kolonel Ckm dr. Rahmat Saptono, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

RST DR. SOEDJONO MAGELANG

2017
Efektivitas Injeksi Methotrexate Intra-Kista untuk Terapi Kista ovarium Persistent Jinak
Abstrak

Tujuan: Untuk mengevaluasi dan membandingkan efektivitas injeksi methotrexate dalam terapi
kista ovarium simple persisten dibandingkan dengan penggunaan aspirasi dengan panduan USG
transvaginal saja. Pasien dan Metode: Penelitian ini dilakukan secara acal terkontrol di Rumah
Sakit Universitas Tanta pada periode 1 April 2016 hingga 31 Oktober 2016. Pasien secara acak
dibagi kedalam dua kelompok; masing-masing kelompok memiliki 25 pasien dengan kista
ovarium simple persisten. Kelompok I: Pasien mendapatkan terapi berupa aspirasi kista secara
transvaginal. Kelompok II: pasien mendapatkan terapi berupa injeksi methotrexate intra kista.
Pasien pada kedua kelompok difollow-up pada bulan ke-1, 3, 6 setelah prosedur dilakukan
dengan menilai kekambuhan dan terjadinya kehamilan spontan. Hasil: usia rata-rata pada
kelompok I adalah 28,8 tahun, dan usia rata-rata pada kelompok II adalah 26,52 tahun dimana
perbedaan usia antar keduanya tidak bermakna. Juga tidak ada perbedaan yang signifikan antar
kelompok mengenai ukuran kista. Tidak ada kasus kekambuhan pada Kelompok II dan terdapat
empat kasus kekambuhan pada kelompok I dalam waktu enam bulan dengan perbedaan yang
signifikan (Nilai P 0,037), dan tidak ada perbedaan bermakna mengenai presentase kehamilan
dan komplikasi. Kesimpulan: injeksi methotrexate intra-kista secara transvaginal adalah pilihan
yang aman dan efektif untuk pengelolaan pasien dengan kista ovarium simple persisten jinak.

1. Pendahuluan

Kista ovarium sering ditemukan pada wanita. Kista ovarium terdiri dari tiga jenis utama:
fungsional, jinak atau ganas. Kista jinak paling sering ditemukan pada sebagian besar kasus.
kista jinak biasanya dapat dikelola secara konservatif. Beberapa kista ovarium bersifat
simptomatik dan mungkin memerlukan pembedahan. Insiden terjadinya kista ovarium berkisar
dari 5% sampai 15% [1].

Manifestasi klinis penyakit ini bervariasi, mayoritas ditemukan secara tidak sengaja selama
pemeriksaan USG. Kebanyakan kista dapat dengan aman dibiarkan saja tanpa intervensi, dan
dimonitor dengan melakukan pemeriksaan pada pelvis dan USG. Beberapa kista fungsional
dapat mengalami regresi dengan cepat melalui penggunaan pil kontrasepsi kombinasi [2].

Insiden kista ovarium terdeteksi pada wanita tanpa gejala dengan penggunaan ultrasonografi
(USG) dan metode pencitraan lainnya. Pada perempuan yang sehat, 6% diantaranya ditemukan
memiliki massa pada adneksa, 90% diantaranya adalah lesi kistik kebanyakan berupa kista
ovarium simple dan kebanyakan kista ini dikelola dengan laparoskopi atau laparotomi dan
diketahui bahwa sebagian besar kista ini berupa kista fungsional [3].

Dinding kista adalah sumber produksi cairan[4]. Kista ovarium simple mungkin mengalami
banyak komplikasi seperti terjadinya torsi, perdarahan atau pecah jika mereka berukuran lebih
dari 5 cm. Pengambilan kista disarankan untuk menghindari komplikasi ini. Aspirasi kista
menggunakan jarum yang dipandu dengan USG menjadi pengganti pembedahan atau
laparoskopi [5].

Pembedahan mungkin menjadi terapi yang berlebihan pada pasien ini, dan biaya dan risikonya
mungkin lebih besar daripada manfaatnya [4]. Aspirasi kista yang dipandu dengan USG disertai
dengan evaluasi sitology cairan hasil aspirasi telah disarankan oleh banyak peneliti dengan hasil
terapi yang bertentangan yaitu hanya memiliki angka kesembuhan dengan kisaran 30% sampai
80% [5].

Aspirasi yang dipandu dengan USG dari kista ovarium telah terbukti menjadi alternatif yang baik
untuk pengganti operasi pada pasien dengan kriteria ultrasonografi tanpa keganasan. Juga
membantu pasien untuk menghindari risiko laparoskopi dan menghindari komplikasi laparotomi.
Aspirasi dengan USG menggunakan jarum halus adalah prosedur cepat dan aman dengan
komplikasi yang rendah [6].

Metotreksat merupakan antagonis folat dan prototipe antimetabolit. Obat ini sering digunakan
dalam banyak praktek ginekologi dan obstetri, jadi ketika aspirasi yang dipandu USG dilakukan
pada penderita kista ovarium dikombinasikan dengan injeksi methotrexate pada kista, mungkin
dapat menekan produksi cairan oleh dinding kista, mempromosikan terjadinya resolusi pada kista
dan mencegah kekambuhan [7].

2. Bahan dan Metode

2.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara acak terkontrol dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Universitas Tanta selama periode 1 April 2016 sampai 31 Oktober 2016.

2.2. Pasien

Lima puluh pasien yang memenuhi syarat dengan kista ovarium fungsional secara acak dibagi
kedalam 2 kelompok. Kelompok I: meliputi 25 pasien yang diterapi dengan aspirasi melalui
USG secara transvaginal saja (Kelompok kontrol) dan kelompok II: termasuk 25 pasien yang
menjalani aspirasi kista yang dipandu USG transvaginal dan disertai injeksi methotrexate in situ
(Kelompok Penelitian).

Pengacakan dilakukan secara sederhana dan alokasi alternatif. Pasien dipilih sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi adalah: (1) Usia pasien 20 - 40 tahun, (2) menderita Kista ovarium simple dengan
kriteria sebagai berikut: (a) gambaran kista jinak pada USG: Gambar 1.

Kista bersifat unilateral


Kista bersifat unilokuler tanpa adanya septa atau area solid pada dinding kista.
Tidak ada cairan bebas pada cavum Douglas
Isi kista jernih tanpa turbditas.

(B) Persistent selama lebih dari 3 bulan (c) diameter Kista lebih dari 5 cm (3) Gagal dengan
terapi kontrasepsi oral (4) Tidak ada riwayat dari pasien atauriwayat keluarga dengan kanker
ovarium dan (5) hasil yang normal untuk serum cancer antigen-125 (CA 125 <35 International
unit/mL) sebelum prosedur dilakukan. Kriteria eksklusi adalah: (1) Pasien dengan kista berulang
setelah operasi sebelumnya, (2) Adanya bukti penyakit ginjal atau penyakit hati atau
hipersensitivitas terhadap methotrexate, (3) Umur> 40 tahun, (4) riwayat eksisi kista sebelumnya
dan (5) Virgin dan wanita hamil.

2.3. Metode

Semua pasien dievaluasi riwayatnya rinci, pemeriksaan umum dan lokal, pemeriksaan rutin
seperti gambar darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, dan CA-125. USG trans-vagina
dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan belum termasuk kasus dengan kriteria sonografi
ganas yang mencurigakan.

2.4. Prosedur

pra operasi: Semua pasien disarankan untuk menggunakan klindamisin krim vagina selama tiga
malam sebelum operasi untuk mengurangi kontaminasi vagina sebagai profilaksis terhadap
infeksi anaerob dalam ovarium atau rongga peritoneal.

Intervensi: Semua pasien ditempatkan pada posisi litotomi, dan diberikan anastesi umum (IV
Propofol Diprivan). Pembersihan vagina dengan chlorhexidine dilakukan. Jarum yang
digunakan melekat pada transduser yang telah ditutupi dengan kondom. Transduser kemudian
dimasukkan kedalam vagina; prosedur dilakukan dibawah bimbingan USG endovaginal. Jarum
yang digunakan berukuran 16-gauge, panjang 35 cm, melekat pada Probe transvaginal (Samsung
Medison Ugeo H60;. Korea). Prosedur ini pada dasarnya sama seperti yang digunakan untuk
oosit pick-up pada IVF-ET. Dalam beberapa kasus, dilakukan kompresi manual pada kista
melalui dinding perut bagian anterior untuk membantu penetrasi jarum.

Begitu jarum masuk kedalam kista, jarum itu akan terhubung kedalam jarum suntik 50 cc.
Pemeriksaan ulang dengan USG untuk menyingkirkan adanya evakuasi kista yang tidak lengkap
atau perdarahan intraabdomen. Sebuah spekulum dimasukkan untuk memungkinkan visualisasi
forniks vagina dan situs tusukan. Hasil aspirasi kista dikirim untuk pemeriksaan bakteriologis
dan sitologi. Langkah-langkah ini dilakukan pada semua kasus.

Dalam kelompok II setelah evakuasi lengkap kista, irigasi kista dilakukan dengan injeksi
methotrexate 50 mg. Pada prosedur tersebut, 3 ml normal saline ditambahkan kedalam satu
ampul metotreksat 50 mg dan diinjeksikan dalam rongga kista dengan panduan USG.
pascaoperasi: Setelah prosedur selesai, dilakukan follow-up dalam waktu 3 jam berikutnya
untuk memeriksa tanda-tanda vital, nyeri perut, dan hipersensitivitas obat. Ultrasonografi
panggul dilakukan sebelum keluarnya pasien. Pasien dipulangkan 24 jam setelah prosedur
dilakukan dan diperintahkan untuk menghubungi rumah sakit jika demam atau mengalami nyeri
perut atau gejala lainnya. Kombinasi oral Azitromisin 500 mg setiap hari dan metronidazol 500
mg setiap 12 jam selama 3 hari diberikan untuk semua kasus. Pemeriksaan USG dilakukan pada
bulan ke-1, 3, 6 setelah prosedur. Kista dianggap sembuh jika pada saat follow-up tidak
didapatkan adanya lesi kistik atau hanya folikel kista dengan ukuran kurang dari 25 mm.

aspek etis: Risiko intervensi termasuk perdarahan vagina, infeksi, nyeri perut atau syok
neurogenik dijelaskan kepada semua peserta. Persetujuan tertulis diambil dari semua pasien
sebelum pendaftaran dalam penelitian ini. Privasi pasien dipertahankan di bawah semua kondisi
kecuali orang yang berwenang yang bekerja pada penelitian ini. Studi ini disetujui oleh komite
etika Tanta University sebelum penelitian.

metode statistik: Semua data dianalisis dengan SPSS versi 18. Uji statistic menggunakan
rentang nilai, rata-rata dan standar deviasi, dan persentase. nilai P 0,05 atau kurang dianggap
signifikan.

3. Hasil

Penelitian dilakukan pada lima puluh perempuan dengan kriteria inklusi yang disebutkan dalam
dua kelompok, pada kelompok I dilakukan aspirasi dengan panduan USG secara transvaginal
saja, dan kelompok II selain dilakukan aspirasi dengan panduan USG secara transvaginal juga
dilakukan injeksi methotrexate pada kista yang telah diaspirasi. Data demografi pasien
ditunjukkan pada Tabel 1.

Tidak ada perbedaan usia antar kedua kelompok (P value = 0,125), graviditas (P value = 0,468),
paritas (P value = 0,555), BMI (P value = 0,999), dan kadar CA-125 (nilai P = 0,975).
Ketidakteraturan menstruasi adalah gambaran yang paling umum ditemulan pada kedua
kelompok (masing-masing 12 (48%), 13 (52%)) diikuti oleh infertilitas dan nyeri perut.

Ukuran kista ovarium pada kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan (P-value = 0,569).
Lama waktu operasi hampir sama (masing-masing 16.04 2,507 vs 16,28 3,78) (P-value =
0,999). Volume cairan hasil aspirasi pada kedua kelompok adalah 32,76 9,527 ml pada
kelompok I dan 34,8 12,291 ml pada kelompok II dengan tidak ada beda yang signifikan (P-
value = 0,59). komplikasi operasi terjadi sebanyak 2 kasus pada kelompok I (Satu kasus dengan
kista pecah dan satu kasus berupa perdarahan karena tusukan jarum) dan 3 kasus pada kelompok
II (satu kasus berupa perdarahan pada tempat tusukan dan 2 kasus berupa kista yang pecah).
Semua kasus menunjukkan hasi; aspirasi yang bebas keganasan. Rincian operasi ditunjukkan
pada Tabel 2.
Kista kambuh setelah 6 bulan masa follow up terjadi pada 4 pasien dari 25 wanita dengan
persentase 16,0% pada pasien kelompok I, dan 0,0% pada pasien kelompok II dengan P-value
0.037. Ada perbedaan yang signifikan antar dua kelompok (Tabel 3).

Hanya 7 perempuan dari 25 pasien yang memiliki keinginan untuk hamil pada kelompok I,
empat dari mereka hamil 57,1% dalam waktu enam bulan, sedangkan enam perempuan dari 25
pasien pada kelompok II memiliki keinginan untuk hamil dan mereka semua hamil 100% dalam
waktu enam bulan. Analisis statistic menunjukkan perbedaan signifikan antar kedua kelompok
(Tabel 3). Komplikasi dari prosedur tersebut ditunjukkan pada Tabel 3, di mana komplikasi yang
ringan dan tidak signifikan terjadi antar kedua kelompok.

4. Diskusi

Laparoskopi kistektomi paling sering dipilih untuk pengobatan kista ovarium. Laparoskopi
operatif memiliki tarif yang mahal dengan komplikasi mencapai 13,3% dimana 0,6% menjadi
berat. Diantaranya berupa cedera pada usus halus, ureter, pembuluh epigastrika inferior dan
hernia insisional. Kistektomi ovarium dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang tinggi dan
hilangnya folikel primordial dengan risiko yang mungkin mempengaruhi fungsi ovarium [8] [9].

Penelitian ini mengevaluasi dan membandingkan penggunaan injeksi methotrexate dibandingkan


dengan penggunaan aspirasi transvaginal saja sebagai metode manajemen pada 50 pasien dengan
kista ovarium simple persisten.

Gabungan penggunaan antigen kanker serum 125 (CA-125) dan USG trans-vagina untuk
penilaian kista ovarium meningkatkan akurasi dengan sensitivitas 94,4% dan spesifisitas 100%,
sementara nilai prediktif positif adalah 100% dan nilai predikat negative sebesar 98,3% [10].

Lacey et al. (2006) melaporkan bahwa penggunaan antigen kanker 125 dalam kombinasi dengan
pemeriksaan USG pada wanita dengan massa ovarium memberi akurasi hingga 100%
(Sensitivitas 100%, spesifisitas 95,2%, nilai prediksi positif 91,3% dan nilai prediktif negative
100%) [11].

Dalam penelitian ini, data demografi, dan gambaran klinis disamakan pada kedua kelompok
(Tabel 1). Ukuran kista, waktu operasi, volume cairan hasil aspirasi, dan hasil sitologi hampir
sama pada kedua kelompok (Tabel 2).

Metotreksat adalah antimetabolit dari jenis analog asam folat. Metotreksat adalah pengobatan
pilihan untuk kehamilan ektopik karena toksisitasnya yang rendah dan dikenal dengan efek
katalitik yang tinggi. Risiko yang mempengaruhi fungsi ovarium residu dengan prosedur ini
rendah karena injeksi metotreksat dilakukan secara intra-kistik dan difusi pada seluruh ovarium
terbatas [7]. Penggunaan methotrexate in situ untuk kehamilan ektopik belum pernah
menunjukkan adanya kerusakan ovarium [12] [13].
Dalam penelitian ini dosis metotreksat dipilih tanpa panduan. Hal ini tidak diketahui apakah
dosis harus disesuaikan dengan ukuran kista. Dosis metotreksat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kurang dari dosis yang diberikan secara intramuskular (1 mg/kg) atau injeksi lokal
dalam pengobatan kehamilan ektopik. Dosis yang lebih tinggi dari metotreksat digunakan dalam
kista ovarium berulang dapat meningkatkan tingkat keberhasilan; namun mungkin dikaitkan
dengan peningkatan risiko efek samping [13].

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa injeksi methotrexate memiliki pengaruh yang signifikan
pada pengelolaan kista ovarium simple persisten, dimana tidak terjadi kekambuhan selama lebih
dari 6 bulan dibandingkan dengan aspirasi transvaginal yang dipandu dengan ultrasound saja (P
value 0,037) (Tabel 3). Injeksi methotrexate tidak berpengaruh terhadap kesuburan pasien,
dengan perbedaan yang tidak bermakna dibandingkan dengan aspirasi transvaginal saja (nilai P
0,067), tapi sayangnya hanya ada sedikit sampel pasien yang memiliki keinginan kehamilan
(Tabel 3). Juga ada perbedaan yang tidak bermakna antara injeksi methotrexate dan aspirasi
transvaginal saja dalam hal komplikasi (Tabel 3).

Setelah pemeriksaan sitologi dari cairan aspirasi, semua terbukti jinak atau acellualsr pada kedua
kelompok (Tabel 3). Dalam penelitian tersebut resolusi lengkap dari kista ovarium terjadi pada
46 pasien dari 50 wanita (92,0%). Mesogitis et al. , (2005) melaporkan hilangnya kista ovarium
simple setelah injeksi methotrexate in situ dicapai pada 124 dari 148 pasien (83,8%) [14].

Beberapa penelitian membandingkan aspirasi kista saja dan aspirasi dengan injeksi ehanol [4],
tetrasiklin [15] [16], dan injeksi SC antagonis GnRH [17] sebanding dengan hasil untuk injeksi
methotrexate in-situ [18] [19].

Penelitian ini menunjukkan kekambuhan terjadi pada 4 dari 50 (8,0%) pasien. Tingkat
kekambuhan setelah aspirasi yang dipandu dengan USG pada kista ovarium simpel berkisar dari
11% pada 18 pasien dari penelitian Duke et al. , (2006) [20] 35,2% dalam penelitian Nikolaou et
al. , (2014) [3].

Dalam penelitian ini kekambuhan paling sering terjadi pada kista dengan ukuran >8cm
dibandingkan dengan kista dengan ukuran <8 cm (72,0% vs 8,0%). Mesogitis et al. (2005) [14]
melaporkan bahwa ukuran kista merupakan faktor independen terjadinya kekambuhan. Dalam
penelitian Mesogitis, resolusi lengkap diamati pada 102 dari 122 pasien (83,6%) dengan simple
kista (kista adenoma serousa 10 pasien, kista korpus luteum pada 5 pasien, kista ovarium par
pada 2 pasien, dan kista folikular pada satu pasien). Diameter kista berkisar dari 3-10,5 cm.

Tingkat persistensi atau kekambuhan setelah aspirasi saja yang dilaporkan dalam literature
berkisar dari 28,6% hingga 72,7% (48 dari 66) Marta Castellarnauet et al. (2016) [4]. Pada
penelitian ini, (26,7%) pasien mengalami nyeri perut pada kuadran bawah sebelum
dilakukannhya prosedur. Kebanyakan dari mereka (75%) melaporkan resolusi lengkap dari
gejala, sementara sisanya (25%) melaporkan persisten (meskipun ringan). Hasil ini serupa
dengan hasil penelitian Mesogitis.
Terjadinya adhesi pada pelvis pasca aspirasi, sebagai akibat dari menyebarnya darah keluar dari
kista setelah aspirasi sangat sulit untuk diprediksi. Adhesi tidak hanya terjadi karena
dilakukannya prosedur tersebut atau de novo, sehingga pasien dalam penelitian ini dengan kista
ovarium diberitahu tentang potensi adhesi setelah aspirasi trans-vagina. Penelitian ini jelas
menunjukkan bahwa injeksi methotrexate in-situ memiliki banyak keuntungan termasuk lama
rawat inap dirumah sakit yang lebih pendek, toleransi pasien yang sangat baik, kurang invasif
dibandingkan dengan laparoskopi aspirasi, sedikitnya morbiditas. Injeksi methotrexate in-situ
adalah alternatif yang efektif dari segi biaya untuk mengelola massa ovarium kistik terutama
untuk pasien yang memiliki risiko tinggi.

5. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah penolakan banyak pasien untuk berpartisipasi, pecahnya beberapa
kista setelah tusukan jarum aspirasi dan hilangnya beberapa pasien pada massa follow-up.

6. Kesimpulan

Aspirasi kista yang dipandu USG Trans-vagina disertai injeksi methotrexate in situ, bersifat
non-invasif, aman dan efektif dalam pengobatan kasus yang dipilih dari kista ovarium yang
sederhana tanpa bukti keganasan. Terapi ini dapat memberikan pengobatan alternatif untuk
laparoskopi kistektomi dan operasi terbuka pada pasien tertentu.

You might also like