You are on page 1of 51

KEGIATAN FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (FOME) DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGANYAR, KABUPATEN


KARANGANYAR

Kelompok 543C
Anggota Kelompok:
Andika Pratama G99162088
Anindita Hasna Intan G99162093
Azalia Virsalina G99161024
Muhammad Natsir G99161064
Yuscha Anindya G99161109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

KEGIATAN FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (FOME) DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGANYAR, KABUPATEN
KARANGANYAR

Kelompok 543C
Anggota Kelompok:
Andika Pratama G99162088
Anindita Hasna Intan G99162093
Azalia Virsalina G99161024
Muhammad Natsir G99161064
Yuscha Anindya G99161109

Telah disetujui dan sudah disahkan pada:


Hari :
Tanggal :
Pembimbing FOME Pembimbing FOME
IKM/FK UNS Puskesmas Karanganyar

Arsita Eka Prasetyawati, dr., M.Kes Katarina Iswati, dr.


NIP.19830621 200912 2 003 NIP. 19670428 200003 2 004

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang selalu diberikan kepada
penulis sehingga dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di Puskesmas
Karanganyar, serta dapat menyelesaikan laporan kelompok kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM)-Kedokteran Pencegahan dengan judul
Kegiatan Family Oriented Medical Education (FOME) di Wilayah Kerja
Puskesmas Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh


kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran UNS.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapat banyak sekali bantuan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd, selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. dr.Arsita Eka Praseyawati, M.Kes, selaku pembimbing FOME IKM/FK UNS.
4. dr. Katarina Iswati, selaku Kepala Puskesmas Karanganyar dan pembimbing
FOME di Puskesmas Karanganyar, Karanganyar.
5. Seluruh staf di Puskesmas Karanganyar dan seluruh staf bagian IKM-
Kedokteran Pencegahan FK UNS.
6. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Surakarta, Juni 2017

Kelompok 543C IKM/FK UNS

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ... 2
KATA PENGANTAR ... 3
DAFTAR ISI ..... 4
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR . 6

TAHAP I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA 7


A. ANGGOTA KELUARGA ..................................... 7
B. KESIMPULAN ...................................... 7
C IDENTIFIKASI ASPEK PERSONAL ......................... 8

TAHAP II. STATUS PASIEN ......... 9


A. IDENTITAS PASIEN ... 9
B. ANAMNESIS 9
C. PEMERIKSAAN FISIK ... 14
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............. 16
E. ASSESMENT............... 16
F. PENATALAKSANAAN.........................................16
TAHAP III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA . 18
A. FUNGSI HOLISTIK . 18
B. FUNGSI FISIOLOGIS . 19
C. FUNGSI PATOLOGIS . 21
D. GENOGRAM .................... 24
E. POLA INTERAKSI KELUARGA .. 26
F. FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN .. 26
G. FAKTOR NON PERILAKU YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN 27

4
H. IDENTIFIKASI INDOOR DAN OUTDOOR .. 29
TAHAP IV. DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN... 31
A. DIAGNOSIS HOLISTIK .. 31
B. PEMBAHASAN ... 33
TAHAP V. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF . 46
A. SARAN KOMPREHENSIF . 45
B. FLOW SHEET . 47
SIMPULAN DAN SARAN . 49
A. SIMPULAN .. 49
B. SARAN . 49
DAFTAR PUSTAKA ........ 51
LAMPIRAN ..... 52

5
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1.1. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah ..... 7

Tabel 3.1. APGAR Keluarga Ny.P ......... 21

Tabel 3.2. SCREEM Keluarga Ny. P . 22

Tabel 3.3. Keadaan Rumah Ny. P.................. 27

Tabel 4.1Situasi Kusta di wilayah WHO-SEARO....................................34

Tabel 4.2Klasifikasi Kusta Oleh WHO..................................................... 37

Tabel 4.3Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi


menurut WHO (1982) pada penderita kusta..................................................38

Tabel 4.4Gambaran Klinis, Bakteriologik dan Imunologik Kusta Multibasilar


(MB)...............................................................................................................39

Tabel 4.5Gambaran Klinis, Bakteriologik dan Imunologik Kusta


Pausibasilar(PB)........................................................................................ 40

Gambar 3.1.Genogram Keluarga Ny. P..... 24

Gambar 3.2. Keterangan Genogram Keluarga Ny. P ..... 25

Gambar 3.3. Pola interaksi keluarga Ny. P . 26

Gambar 3.4. Denah rumah Ny. P 29

LAMPIRAN FOTO ... 53

6
TAHAP I

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. W

Alamat lengkap : Kerten RT 002/009

Bentuk Keluarga : extended family

Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

N L/ Ket
Nama Kedudukan Umur Pendidikan Pekerjaan
o P .

Kepala 35
1. Tn. W L SLTA Pedagang -
keluarga tahun

28 Buruh
2. Ny. P Istri P SD -
tahun pabrik

5 Blm Belum
3. An. A Anak P -
tahun sekolah bekerja

68 Tidak Tidak
4. Tn. Y Mertua L -
tahun sekolah bekerja

(Sumber : Data primer, Juni 2017)

Kesimpulan :

Keluarga Ny. P adalah extended family yang terdiri atas 4 orang. Pasien
tinggal satu rumah bersama suami yaitu Tn. W (35 tahun), anak yaitu An. A(5
tahun), dan Ayah yaitu Tn. Y(68 tahun). Dalam keluarga tersebut, terdapat satu
orang sakit yaitu Ny. P, umur 28 tahun dengan diagnosis TB paru.

7
A. Identifikasi Aspek Personal
1. Alasan kedatangan berobat
Pasien datang ke Puskesmas Karang Anyar karena khawatir dengan
sakitnya yang tidak kunjung sembuh setelah diperiksakan ke dokter praktek
swasta dan minum obat.
2. Persepsi pasien tentang penyakit
Pasien mengerti dengan keadaan yang dialaminya. Pasien mengetahui
bahwa sakit yang diderita menular. Pasien sadar akan perlunya pengobatan
terhadap penyakitnya dan membutuhkan waktu yang lama dan kedisiplinan
dalam pengobatan penyakitnya.
3. Kekhawatiran pasien
Pasien memiliki kekhawatiran bila penyakitnya tersebut akan menular dan
mengancam kesehatan anggota keluarga lainnya dan apabila diketahui
menular akan dijauhi keluarga dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Pasien khawatir tidak dapat sembuh dari penyakitnya
4. Harapan pasien
Pasien berharap penyakit TB Paru yang dideritanya dapat sembuh dengan
baik total.

TAHAP II
PENDAHULUAN

8
A. STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 28 tahun
Alamat : Kerten, Karang Anyar
Jenis kelamin : Wanita
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 31 Mei 2017

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama : Batuk berdahak sejak 1 bulan sebelum memeriksakan
diri

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien tengah menjalani pengobatan Obat Anti Tuberkulosis(OAT)
terhadap TB paru yang sedang dideritanya.
Pasien mengeluhkan perihal batuk yang dialami sejak 1 bulan
sebelum pasien memeriksakan diri ke puskesmas. Batuk mengeluarkan
dahak kental berwarna kuning. Batuk dirasakan terus menerus. dan tidak
membaik dengan pemberian obat oleh dokter umum.
Pasien juga mengeluhkan demam pada minggu pertama batuk,
kemudian demam turun dengan sendirinya. Sesak (-), keringat malam (-),
Pasien mengatakan BB nya turun 8 kg dalam 1 bulan tersebut. Pasien
mengatakan nafsu makannya menurun saat mulai batuk, dikarenakan
nyeri telan.BAK dan BAB normal.
Saat ini pasien telah mendapat pengobatan TB selama 8 hari. Batuk
dirasakan sudah membaik dan sudah tidak mengeluarkan dahak.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit gula : diakui

9
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit asma : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : (+), kakak pasien menderita
TB 2 tahun yang lalu, pengobatan lengkap 9 bulan, sembuh.
(+) ibu pasien, 10 tahun yang
lalu meninggal karena menderita TB paru
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit gula : disangkal
d. Riwayat sakit asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang wanita berusia 28 tahun. Pasien tinggal
bersama suami, anak, dan ayahnya. Saat ini pasien keluar dari
pekerjaannya setelah terdiagnosa TB paru. Sebelumnya pasien bekerja
sebagai buruh di parik sepatu. Sedangkan suami pasien adalah seorang
pedagang keliling.
Saat ini, Ny. P mengandalkan penghasilan yang didapatkan dari
suaminya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Pasien berobat dengan
menggunakan fasilitas KIS.
Setelah menderita TB, pasien masih bergaul dengan warga
ligkungan sekitar dan teman temannya, dengan menggunakan masker.
5. Riwayat Nutrisi
Pasien makan 2-3 kali sehari dengan menu nasi, lauk, sayur. Lauk
yang dimakan biasanya tempe, tahu atau telur. Pasien jarang mengonsumsi
buah-buahan.
Kesan: Kuantitas dan kualitas nutrisi cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status
gizi kesan baik.

10
2. Tanda Vital
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,6oC per axiler
3. Status Gizi
BB : 50 kg
TB : 160 cm
BMI : BB/TB2 = 50/(1,60)2 = 19,53kg/m2
Status gizi : normoweight
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36,60C per axiler
4. Kulit
Warna sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), petechie (-),
spider nevi (-).
5. Kepala
Bentuk mesochepal, distribusi merata.
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek kornea (+/+)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-).
8. Mulut
Mukosa basah (+), bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-),
gusi berdarah (-), gigi tanggal (-)
9. Telinga
Membran timpani intak (+), sekret (-)
10. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), faring hiperemis (-), dahak (-)
11. Leher

11
Trakea di tengah, JVP tidak meningkat, Kelenjar Getah Bening tidak
membesar.
12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrastenalis (-), sela iga melebar (-)
a. Cor
1) Inspeksi
Ictus cordis tak tampak
2) Palpasi
Ictus cordis tak kuat angkat
3) Perkusi
Batas jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi
BJ I dan BJ II intensitas normal, regular, bising (-),
b. Pulmo
1) Inspeksi : pengembangan dada kanan=dada kiri
2) Palpasi : fremitus raba kanan=kiri
3) Perkusi : sonor/sonor
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
13. Abdomen
I: dinding perut sama tinggi dengan dinding dada, supel, NT (-)

A: bising usus (+) normal

P: timpani seluruh lapang perut

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

14. Ekstremitas
i. Atas : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
ii. Bawah : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

12
1. Pada Saat Kunjungan
Pada saat kunjungan tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

2. Tergantung Kasus
Pasien diperiksa sputum di puskesmas Karanganyar dengan hasil +3

G. ASSESSMENT
TB Paru, kasus baru

H. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa :
Obat Anti Tuberkulosis(OAT) Kategori 1
2. Non medikamentosa
Edukasi:
Mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat tinggi protein setiap hari
Meminum obat secara teratur dan tertib
Menggunakan masker
Menutup mulut ketika batuk
Tidak membuang sputum sembarangan
Promotif: Menjelaskan dampak yang dapat terjadi jika obat tidak
diminum secara teratur serta menjelaskan bahwa penyakit yang diderita
menular
Preventif: Rutin memantau kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan
Rehabilitatif: Melakukan pemeriksaan kembali setelah 2 bulan minum
obat.

13
TAHAP III

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis dan Klinis

Pasien Ny. P tinggal bersama dengan keluarga besar( extended family) yang terdiri dari Ny. P, suami (Tn.W ), Anak (An.
A), dan ayahnya (Tn.Y).Tidak ada riwayat penyakit menurun (herediter) dari keluarga Ny. P.

2. Fungsi Psikologis

Hubungan yang terjadi dalam keluarga ini cukup baik. Jarang timbul masalah diantara tiap anggota keluarga. Apabila ada
masalah, mereka akan berdiskusi bersama, keputusan yang diambil juga diputuskan bersama agar tidak ada yang merasa
diperberat. Fungsi psikologis pasien diukur menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety and Stress Scale). Pada
penilaian menggunakan kuesioner DASS, pasien maupun keluarga tidak mengalami depresi, tidak ansietas, dan tidak stres.

3. Fungsi Sosial

Pasien tidak memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Keluarga ini masih
aktif dalam mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang dilaksanakan di lingkungannya seperti arisan RT, kegiatan PKK pada

14
tanggal 10 di tiap bulannya, pengajian di masjid , acara jalan-jalan bersama masyarakat dalam RW, dan lain-lain. Pasien tidak
merasakan adanya keterbatasan dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya.

4. Fungsi Ekonomi

Sebelum sakit, Ny. P bekerja sebagai buruh pabrik sepatu, namun saat ini Ny. P sudah tidak bekerja karena dari keluarga
menyarankan untuk fokus dalam pengobatan dan istirahat dengan cukup. Suami Ny. P bekerja sebagai pedagang. Biaya
pengobatan Ny. P menggunakan fasilitas KIS.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi

Ny. P dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya dan berdiskusi dengan suaminya. Hubungan dalam
keluarga harmonis. Saat ini Ny. P mendapatkan perhatian lebih dan dorongan dari keluarga dalam menyelesaikan
pengobatannya. Ny. P juga cukup baik dalam hal beradaptasi dengan masyarakat dan budaya di sekitar tempat tinggalnya.

B. Fungsi Fisiologis

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi
keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain.

1. Adaption

15
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan,
dukungan, dan saran dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana keluarga menjadi tempat utama anggota
keluarga kembali jika dia menghadapi masalah. Fungsi ini dalam keluarga Ny. P sudah berjalan cukup baik karena sampai saat ini tidak
ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.

2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang
dialami oleh keluarga tersebut, bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya bersama-sama. Ny. P,suami dan
ayahnyasudah merasa puas dengan cara keluarga membagi masalah.

3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut. Dalam keluarga tidak
pernah ada bagian keluarga yang mengatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas dan tanpa solusi dalam menyelesaikan
masalahnya.Suami sangat mendukung ketika Ny. P harus melakukan pengobatan kontrol rutin ke puskesmas terdekat.

4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling
menyayangi satu sama lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikankasih sayangnya. Menurut pasien, secara keseluruhan
hubungan kasih sayang antara Ny. P dengan suami, anak, serta ayahnya cukup baik.Dalam mengekspresikan kasih sayang serta
merespon emosi sudah baik. Tidak pernah terjadi kekerasan dalam menyelesaikan masalah dalam keluarga Ny. P.

16
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga
yang lain. Dalam keluarga Ny. P sudah cukup baik, keluarga masih sering berkumpul bersama.

Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :

1. Selalu/sering : 2 poin

2. Kadang-kadang : 1 poin

3. Jarang/tidak pernah : 0 poin

Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :

1. 8-10 : baik

2. 6-7 : cukup

3. 1-5 : buruk

Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Ny. P dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 APGAR Anggota Keluarga Ny. P

17
Kode APGAR keluarga Ny. P Ny. P

Saya merasa nyaman meminta bantuan anggota


A 2
keluarga saya ketika ada masalah menerpa saya.

Saya merasa puas saat anggota keluarga saya bercerita


P 2
mengenai masalahnya dan menjelaskan kepada saya.

Saya merasa keluarga saya menerima dan mendukung


keinginan saya tiap saya hendak melakukan aktivitas
G 2
baru.

Saya merasa keluarga saya dapat menunjukkan serta


menerima perasaan dari saya, baik itu berupa amarah,
A kesedihan, ataupun kasih sayang. 2

Saya merasa puas ketika keluarga saya menghabiskan


R 2
waktu bersama-sama.

Total Nilai APGAR 10

Sumber : Data primer, Mei 2017

Kesimpulan:

18
Fungsi fisiologis keluarga Ny. P tergolong baik. Hal ini terlihat dari total skor APGAR 10.

C. Fungsi Patologis

Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh keluarga ketika keluarga Ny. P menghadapi
permasalahan. Fungsi patologis keluarga Ny. P dapat diamati pada Tabel 3.2

Tabel 3.2. SCREEM Keluarga Ny. P


Sumber Patologi Ket.

Interaksi sosial antar anggota keluarga maupun


dengan tetangga sekitar tergolong baik. Anggota
SOCIAL -
keluarga aktif dalam kegiatan rutin kemasyarakatan
di wilayahnya.

Keluarga Ny. P menerapkan adat-istiadat Jawa


dalam kehidupannya, mereka menjaga nilai-nilai
CULTURAL kesopanan dalam interaksinya. Bahasa yang -
digunakan untuk komunikasi sehari-hari adalah
Bahasa Jawa.
RELIGION Ny. P dan keluarga menerapkan dan menjaga -
nilai-nilai kerohanian Islam dalam hidupnya.

19
Mereka rutin beribadah dan mengaji di rumah.
Mereka merasa bahwa kegiatan spiritual mampu
membantu mereka mengatasi permasalahan-
permasalahan dalam hidup.
Tabungan Ny. P dan penghasilan suami diakui
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
ECONOMY Pasien juga terkadang masih mendapatkan -
bantuan dari anak-anaknya yang tinggal
bersebelahan.
Pendidikan terakhir Ny. P pada tingkat SD
namun belum sampai lulus memutuskan untuk
EDUCATION +
berhenti sekolah dan mencoba bekerja menjadi
buruh.
Apabila ada masalah kesehatan, keluarga Ny. P
MEDICAL selalu berobat ke Puskesmas maupun pelayanan -
kesehatan lainnya.
Sumber : Data primer, Mei 2017

Kesimpulan:

Fungsi patologis keluarga Ny. P mengalami gangguan pada area pendidikan

20
D. GENOGRAM
Ny. M Tn. Y Ny. S
Tn. P
TB Paru
68 th

Tn. Y Ny.S
40th 32 th
An. A
30 th Tn. T Tn. Y Tn. Y
Tn. W 36 th 33 th 30 th Ny. P 28
35 th th

Gambar 1.Genogram Keluarga Ny. P

Sumber : Data primer, Mei 2017

21
E. Pola Interaksi Keluarga

Tn. W Ny. P

An. A Tn. Y

Gambar 3.3 Pola Interaksi Keluarga Ny. P

Sumber : Data primer, Mei 2017

Keterangan :

: Hubungan harmonis

: Hubungan tidak harmonis

Kesimpulan :

Hubungan antar anggota keluarga Ny. P harmonis dan dekat.

F. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Pengetahuan

22
Pendidikan terakhir Ny. P adalah SD, sehingga kemampuan dan
kesadaran untuk mencari atau mengetahui informasi tentang penyakit yang
dialami cukup, bahkan Ny. P sudah banyak mengetahui informasi
mengenani ketertiban untuk meminum obat setiap hari. Untuk kesadaran
pasien memeriksakan diri ke dokter apabila merasa sakit sudah cukup
baik. Pengetahuan pasien akan pentingnya pengendalian dan komplikasi
dari penyakitnya cukup baik. Hal itu membuat pasien rutin minum obat.

2. Sikap

Ny. P dan keluarga mempunyai sikap terhadap kesehatan yang cukup


baik. Sehat menurut Ny. P adalah dimana beliau bisa melakukan segala
aktivitas tanpa adanya keterbatasan yang dapat diperoleh dari pola makan
yang sehat dan olahraga yang teratur. Apabila, terdapat keterbatasan atau
kelainan yang benar-benar mengganggu aktivitasnya barulah pasien
periksa ke dokter.

3. Tindakan

Ny. P memiliki tindakan terhadap kesehatan yang cukup baik. Hal


ini dibuktikan dengan rutin mandi setiap hari, menutup mulut ketika
sedang batuk, dan sebisa mungkin menggunakan masker saat bekerja agar
tidak menularkan penyakit ke rekan kerja yang lain. Pasien rutin minum
obat setiap hari.

G. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Lingkungan

Berikut ini adalah keadaan rumah pasien:

Tabel 3.3 Keadaan Rumah Ny. P

No Lingkungan Ny. P Keterangan

1 Status kepemilikan rumah: milik sendiri Kesimpulan:

23
Keadaan rumah
Ny. Pmasih
2 Daerah perumahan: jauh dengan jalan besar kurang dalam
Luas tanah: terdapat halaman, luas bangunan: kerapian dan
3 2 kebersihan.
7x4m
4 Jumlah penghuni dalam satu rumah: 4 orang
5 Jarak antar rumah: 7m (depan), 1m (samping)
6 Rumah 1 lantai
Lantai rumah: sebagian dikeramik dan sebagian
7
tidak
Dinding rumah: tembok bata, tinggi, sebagian
8
sudah dicat
9 Jamban keluarga: ada
10 Kamar mandi: ada
11 Dapur: ada (1)
12 Tempat tidur : ada (2)
Penerangan listrik @20watt x 6 buah lampu= 120
13
watt
14 Pencahayaan: cukup
15 Ketersediaan air bersih bersumber dari sumur
Kondisi umum rumah: kondisi rumah kurang
16
rapi, kurang bersih, dan kurang terawat
Tempat pembuangan sampah: di dalam rumah
17 terdapat tempat sampah dan sedikit ke luar rumah
terdapat tempat pembakaran sampah.

Sumber : Data primer, Mei 2017

2. Keturunan

Tidak ada riwayat penyakit keturunan (herediter) dari keluarga Ny. P

3. Pelayanan Kesehatan

24
Ny. P memiliki kemauan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
seperti kontrol untuk penyakitnya dan memeriksakan diri jika sakit.
Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sudah cukup baik.
Ny. P mempunyai KIS, sehingga untuk biaya berobat di Puskesmas sudah
ditanggung oleh jaminan kesehatan.

25
H. Identifikasi Outdoor dan Indoor

1. Lingkungan Indoor

Halaman belakang rumah


U

Kamar
mandi
Dapur

7m

Kamar
utama

Ruang
keluarga Kamar
orang
tua

Ruang tamu

Teras rumah

Halaman rumah

4m

Keterangan Gambar :

: Jendela

: Pintu

Gambar 3.4 Denah Rumah Ny. P

26
Keterangan:
a. Luas rumah 28m2, lantai sebagian keramik dan sebagian tidak,
pencahayaan cukup.
b. Penggunaan air sumur untuk mandi, mencuci, dan memasak.
c. Keadaan dalam rumah kurang rapi, kurang bersih, dan kurang terawat

2. Lingkungan Outdoor
a. Terdapat pagar pada bagian depan rumah, namun belakang tidak
b. Tidak terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup, namun tidak
memiliki batas seperti bak maupun penutup. Sampah biasanya dibakar

TAHAP IV

DIAGNOSTIK HOLISTIK

A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien berusia 32 tahun dalam extended family dengan diagnosa TB
paru kasus baru. Dari penilaian aspek personal, didapatkan pasien tidak
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari setelah
mengetahui penyakitnya. Dari segi fungsi psikologis, pasien tidak mengalami
depresi, ansietas, maupun stres.
Aspek II: Klinis
Pasien didiagnosis menderita TB paru kasus baru.
Aspek III: Faktor Internal
Tingkat pendidikan pasien kurang memadai untuk diberikan pengertian
mengenai kondisinya saat ini. Namun pasien masih bisa memahami cara
pengobatan, kepatuhan pengobatan, nutrisi untuk pasien, dan hal-hal yang
harus dihindari agar penyakitnya tidak menular pada orang-orang di
sekitarnya. Pasien bersedia menjalani pengobatan rutin, minum obat dan
kontrol hingga selesai pengobatan, dan bertekad ingin sembuh.
Aspek IV: Faktor Eksternal

27
Pasien masih dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik, tampak
ceria, ramah terhadap orang baru. Fungsi sosial pasien baik terlihat dari
sehari-hari pasien bersosialisasi dengan tetangga-tetangga di sekitarnya.
Hubungan yang terjadi dalam keluarga cukup harmonis.
Dari segi ekonomi,tabungan Ny. P dan penghasilan suami diakui cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Pasien juga terkadang masih
mendapatkan bantuan dari anak-anaknya yang tinggal bersebelahan.Keadaan
lingkungan indoor maupun outdoor sudah cukup baik, walaupun masih
kurang dalam hal kerapian dan kebersihan ruangan.

Aspek V: Derajat Fungsional


Kategori derajat fungsional :
1 : SEHAT tidak butuh bantuan
2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3 : sakit sedang
4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5 : 100% ADL butuh orang lain
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, Ny. P memiliki
derajat fungsional 2. Pasien mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum
sakit baik di dalam maupun di luar rumah, namun untuk melakukan aktivitas
berat agak dikurangi.

28
TAHAP V

PEMBAHASAN DAN PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

A. PEMBAHASAN
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobakterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk
lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam
derajad rendah, nyeri dada dan batuk darah (Mansjoer, 2001). Tuberculosis
adalah contoh infeksi pernafasan bawah yang biasanya ditularkan melalui
inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi
bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2000).

Pada manusia dapat dijumpai dalam dua bentuk, yaitu:

1. Tuberkulosis primer: bila penyakit terjadi pada infeksi pertama kali.

2. Tuberkulosis pascaprimer: bila penyakit timbul setelah beberapa waktu


seseorang terkena infeksi dan sembuh. TBC ini merupakan bentuk yang paling
sering ditemukan. Penderita merupakan sumber penularan dikarenakan dalam
dahaknya terdapat kuman tersebut (Notoatmodjo, 2011).

Penyebabnya adalah kuman Mycobacterium Tuberculosis yaitu kuman


batang aerobik dan tahan asam yang merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin yang
patogenik terhadap manusia (Price dan Wilson, 2006). Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2011).

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk
dan bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

29
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar
dari paru ke bagian tubuh lainnya (Depkes, 2011).

Kuman M. Tuberkulosis pada penderita TB paru dapat terlihat langsung


dengan mikroskop apabila sediaan dahaknya menghasilkan BTA positif (sangat
infeksius). Kuman tidak dapat dilihat langsung dengan mikroskop apabila
sediaan dahaknya menghasilkan BTA negatif (sangat kurang menular).
Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman-kuman di udara dalam bentuk
droplet yang sangat kecil pada waktu bersin atau batuk. Droplet yang sangat
kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung
kuman tuberkulosis dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam
(Notoatmodjo, 2011).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang umumnya menimbulkan


tandatanda dan gejala yang sangat bervariasi pada masing-masing penderita,
mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang sangat akut dan hanya beberapa
bulan setelah diketahui sehat hingga beberapa tahun sering tidak ada hubungan
antara lama sakit maupun luasnya penyakit. Tanda-tanda dan gejala penderita
TBC adalah:

a. Sistemik: malaise, anoreksia, berat badan menurun, keringat malam. Akut:


demam tinggi, seperti flu, menggigil milier, demam akut, sesak nafas, dan
sianosis.
b. Respiratorik: batuk-batuk lama lebih dari 2 minggu, riak yang mukoid,
nyeri dada, batuk darah, dan gejala-gejala lain, yaitu bila ada tanda-tanda
penyebaran ke organ-organ lain seperti pleura: nyeri pleuritik, sesak nafas,
ataupun gejala meningeal, yaitu nyeri kepala, kaku kuduk, dan lain-lain
(Notoatmodjo, 2011).

30
Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah
sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
dormant atau tidur. Jika daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan
akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC) Tuberkulosis pasca
primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura (Depkes, 2011).
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);

2. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis


(BTA positif atau BTA negatif);

3. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat);

31
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati).

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe pasien adalah

1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai

2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

4. Analisis kohort hasil pengobatan

5. Memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektifitas program secara


akurat, baik pada tingkat kabupaten, provinsi, nasional, regional maupun
dunia.

A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

1. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru. Tidak termasuk


pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lainlain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

1. TB paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran TB.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB


positif.

32
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. TB paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

C. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi


beberapa tipe pasien, yaitu:

1. Kasus Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus yang sebelumnya diobati

a) Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat


pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

b) Pengobatan setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah


berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

c) Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap


positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.

33
3. Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari sarana
pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.

4. Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.


Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. TB
paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik (Kemenkes, 2011).

Gambar 5.1 Alur Diagnosis Tuberculosis

34
Penderita TBC dapat diobati dengan pemberian antibiotik oleh dokter.
Pengobatan secara teratur selama 6-12 bulan dapat mencegah TBC kambuh
lagi. Penyakit TBC merupakan penyakit menular. Oleh karena itu, pencegahan
dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan penderita TBC. TBC
dapat menular misalnya melalui dahak penderita TBC yang secara tidak
langsung terhirup manusia yang sehat.

Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan-tindakan


pencegahan selayaknya untuk menghindarkan infeksi tetes dari penderita ke
orang lain. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup
mulut/hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue untuk kemudian
didesinfeksi dengan lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara, jangan
terlampau dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga
memperkecil bahaya penularan.

Selain itu pengobatan TB paru lebih di utamakan dalam pengobatan


medikamentosa diantaranya adalah dasar terapi medikamentosa TB :

1) Kombinasi: minimal dua macam tuberculosis.

2) Kontinue: makan obat setiap hari.

3) Lama : berbulan-bulan/ tahun.

4) Bila obat pertama sudah diganti, dianggap telah resisten terhadap obat
tersebut.

5) Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal (kecuali


pirazidinamid)

6) obat pertama: tuberkulostatika yang dipakai adalah:

Obat-obat primer (first line drugs) :

1) INH (isoniazid)

2) Rifampisin

35
3) Etambutol

4) Streptomisin

5) Pirazidinamid

Obat Alternatif (second line drugs) :

1) Keptromisin

2) Sikloserin

3) Etionamid

4) Viomisin

5) kanamisin

Alternatif Drugs

1) PAS (para amino salcylic acid)

2) Tioasetazon.

Sekarang banyak yang dianut terapi jangka pendek, yaitu:

1) INH + rifampisin plus salah satu dari:

2) Streptomisin

3) Etambutol

4) Pirazinamid

Diberikan setiap hari selama 1-2 bulan,dilanjutkan dengan: INH plus salah
satu dari: 1) Rifampisin

36
2) Etambutol

3) Streptomisin

Diberikan 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan dengan demikian, lamanya
pengobatan 6-9 bulan.

Upaya pencegahan TB paru, yaitu:

1. Makan cukup Gizi setiap hari.

2. Bekerja tidak terlalu berat.

3. Istirahat cukup dan teratur.

4. Vaksinasi / Imunisasi BCG kepada bayi 0- 3 bulan.

5. Usahakan agar sinar matahari dapat masuk setiap ruangan dalam rumah
melalui jendela atau genting kaca, karena kuman TBC mati dengan sinar
matahari.

6. Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur.

7. Setiap ruangan dalam rumah dilengkapi jendela yang cukup untuk


pencahayaan alami dan ventilasi unutk pertukaran udara.

37
8. Menjemur kasur, bantal secara teratur.

9. Luas rumah mencukupi sebanding dengan jumlah penghuni.

10. Rumah sehat dapat mencegah penularan penyakit TBC.

Prevalensi kasus TB paru di Indonesia sebesar 244 per 100.000 dan


insidensi untuk semua tipe TB paru adalah 228 per 100.000. Insidensi kasus
TB paru-BTA positif sebesar 102 per 100.000 dan angka kematian mencapai
39 kasus per 100.000 atau sekitar 250 orang per hari. Tuberkulosis paru (TB
paru) adalah penyebab kematian ke-2 di Indonesia setelah penyakit jantung
dan pembuluh darah lainnya. Setiap tahun terdapat 583.000 kasus baru TB
paru di Indonesia. Prevalensi tuberkulosis paru BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu Sumatera, Jawa, dan Bali.
Prevalensi tuberkulosis di wilayah Sumatera sebesar 160 per 100.000
penduduk. Prevalensi tuberkulosis di wilayah Jawa dan Bali sebesar 110 per
100.000 penduduk. Prevalensi tuberkulosis di wilayah Indonesia bagian timur
sebesar 210 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia jumlah kasus yang melakukan pengobatan ulang sebanyak
5.687 kasus dan 65,2% diantaranya adalah kasus kambuh. Hasil Survei
Prevalensi TB bahwa wilayah Jawa memiliki angka insidensi TB BTA positif
adalah 107 per 100.000 penduduk. Banyaknya kasus TB yang belum terobati
tentunya akan terus menjadi sumber penularan sehingga penting untuk
dilakukan upaya pencegahan serta penanggulangan yang berkesinambungan.

Dalam mempelajari patogenesitas penyakit baik dalam upaya pencegahan


atau pengobatan suatu penyakit, penting untuk mengetahui sifat biokimiawi dari
agen penyebab penyakit. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan cara penularan dan
pengendalian perkembangan agen dalam lingkungan.

Pasien tinggal serumah dengan suami. Pencahayaan rumah pasien


ventilasi rumah tampak cukup, namun lingkungan dalam rumah pasien masih
tampak kurang bersih, kurang rapi, dan kurang terawat. Keadaan tersebut

38
merupakan faktor risiko terjadinya kusta pada pasien serta dapat meningkatkan
risiko terjadinya penularan kusta pada orang di sekelilingnya.

Faktor kedua yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit kusta


adalah faktor host. Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman
seperti Mycobacterium tuberculosis dan morbus hansen, kuman tersebut dapat
menularkan pada 10-15 orang. Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan
(1991), tingkat penularan kustadi lingkungan keluarga penderita cukup tinggi,
dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di
dalam rumahnya. Hal yang perlu diperhatikan mengenai host atau penjamu
meliputi karakteristik: gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, higiene
pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Berdasarkan studi
epidemiologi, karakteristik host dapat dibedakan antara lain: umur, jenis
kelamin, pekerjaan, keturunan, pekerjaan, ras, pendidikan dan gaya hidup
(Djuanda et al., 2011).

Keluarga Ny. P termasuk ke dalam nuclear family yang terdiri atas 2


orang. Keluarga tersebut terdiri dari Ny. P (60 tahun), dan Tn. D. (63 tahun).
Pendidikan dalam keluarga ini secara umum masih kurang. Saat ini Ny. P sudah
tidak bekerja, sedangkan suaminyasaat ini bekerja sebagai buruh. Dalam
pemenuhan gizi sehari hari, Ny. P makan dua sampai tiga kali sehari dengan
sayur dan lauk bervariasi, serta jarang makan buah-buahan. Pasien mengaku tidak
memiliki alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan lain-lain. Pasien sebelumnya
mengaku jarang menderita gangguan pada kesehatannya.Dari keadaan tersebut
ada berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan pasien yaitu, pendidikan
masih rendah dan kebutuhan gizi yang kurang terpenuhi.

Faktor terakhir dalam upaya pengendalian kusta yang perlu diperhatikan


adalah faktor lingkungan.Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar
diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang
terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik terdiri

39
dari keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan, dan lain-lain),
kelembaban udara, suhu, lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non
fisik meliputi sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun
temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan lokal), dan politik (suksesi
kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan
penanggulangan suatu penyakit).

Dari aspek lingkungan fisik, pasien memiliki masalah karena tinggal di


dalam rumah yang kurang bersih dan kurang terawat. Sedangkan dari lingkungan
non fisik pasien memiliki masalah dengan pendidikan yang masih rendah.

Dalam pendekatan secara holistik pada aspek biologis dan klinis


didapatkan bahwa Ny. P berusia 60 tahun berada dalam nuclear family yang
terdiri dari Tn. D (63 tahun).Di keluarga Ny. P tidak ditemukan adanya penyakit
menurun (herediter).

Fungsi sosialisasi keluarga Ny. P dinilai cukup.Pada awal didiagnosis


menderita penyakit Kusta, Ny. Ptetap bersosialisasi dan mengikuti kegiatan di
masyarakat. Pihak keluarga tidak merahasiakan penyakit Ny. P Masyarakat di
lingkungan tempat tinggal Ny. P tidak mengucilkan beliau maupun mencibir
keluarga beliau. Mereka mendukung kesembuhan Ny. P

Sebelum sakit, Ny. P bekerja sebagai buruh cuci 7 namun saat ini Ny.
Psudah tidak bekerja karena dari keluarga menyarankan untuk fokus dalam
pengobatan dan istirahat dengan cukup. SuamiNy. P bekerja sebagai buruh. Biaya
pengobatanNy. P menggunakan fasilitas KIS.

Fungsi fisiologis keluarga Ny. P tergolong baik.Hal ini terlihat dari total
skor APGAR 8.Secara umum, tidak ada hambatan komunikasi pada keluarga ini.
Dilihat dari pola interaksi antar keluarga, hubungan antar anggota keluarga dalam
satu rumah secara keseluruhan harmonis.

40
Fungsi Patologis keluarga Ny. P terganggu pada bagian pendidikannya.
Fungsi pendidikan yaitu berupa pasien yang merupakan lulusan SD dan saat ini
sudah tidak bekerja.

Kesadaran memeriksakan diri keluarga Ny. P ke dokter sudah cukup baik.


Hal tersebut terlihat dengan kesadaran keluarga besarnya untuk membawa Ny. P
berobat ke pelayanan kesehatan apabila mengeluhkan penyakit tertentu. Pasien
rajin untuk kontrol ke pelayanan kesehatan dan sesuai jadwal.Pengetahuan pasien
akan pentingnya pengendalian dan komplikasi dari penyakitnya baik.

Ny. P memiliki tindakan terhadap kesehatan yang cukup baik, ia rutin


memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan untuk kontrol dan rutin minum obat.
Kebersihan pribadi juga dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan. Lingkungan
tempat tinggal kurang bersih dan kurang terawat. Beberapa ruang dalam rumah
tampak kurang tertata rapi. Tidak terdapat pagar pada bagian belakang rumah,
selain itu terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup, namun tidak memiliki
batas seperti bak maupun penutup, karena Sampah biasanya dibakar. Perlu
dibangun kesadaran untuk memperbaiki kebersihan pada lingkungannya serta
kesadaran untuk menjaga daya tahan tubuhnya dengan makan teratur dan bergizi.

B. SARAN KOMPREHENSIF

1. Promotif

a. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat


mengenai penyakit menular khususnya penyakit tuberculosis, sehingga
masyarakat paham mengenai tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan
dan cara pencegahan.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara langsung dalam
acara khusus maupun disisipkan dalam acara lain seperti rapat
koordinasi, posyandu, program prolanis, hingga pengajian mengenai
edukasi tentang pola hidup bersih dan sehat melalui kader, bidan atau
petugas terkait secara berkala

41
c. Memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah mengenai kondisi penderita untuk mencegah penularan kepada
anggota keluarga lain
d. Keluarga penderita harus lebih meningkatkan perilaku hidup sehat,
dengan meningkatkan asupan gizi, sadar akan kebersihan dan
karakteristik lingkungan yang sehat untuk menjaga kesehatan

2. Preventif

a. Menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan rumah dan


sekitarnya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit.
b. Makan teratur dengan makanan bergizi dan menu seimbang, mengurangi
merokok dan teratur melakukan aktivitas fisik dan gaya hidup sehat.

3. Kuratif

a. Melanjutkan pengobatan tuberculosis sesuai anjuran


b. Mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
4. Rehabilitatif

a. Kontrol rutin ke puskesmas setiap minggu.

42
43
FLOW SHEET

Nama : Ny. P

Diagnosis : Kusta tipe MB dalam pengobatan bulan ke 3

Keluhan/
No Tgl Pemeriksaan Fisik Terapi Planning Target
Kondisi Pasien
1. 12 Tampak sakit Tanda Vital: Medikamentosa : 1. Berobat jalan ke 1. Berkurangnya
2017 ringan pada - Tensi: 110/60 mmHg MDT MB untuk dewasa Puskesmas bercak-bercak di
- Nadi: 76 x/menit (reguler, isi cukup, 2. Kontrol rutin ke kulit pasien
bercak ditangan simetris) Non Medikamentosa : puskesmas tiap 2. Konversi hasil
kiri, kesadaran - Pernafasan: 18x/menit, Suhu: 36,30C 1. Menjaga asupan nutrisi bulan kerokan kulit
composmentis per axiler 2. Istirahat yang cukup
Status Gizi : 3. Minum obat secara teratur
- BB: 55 kg 4. Mengurangi paparan sinar matahari
- TB: 162 cm dan keringat berlebih
- IMT: BB/TB2 = 55/(1,62)2 =
2
20,99 kg/m
- Status gizi: BB normoweight.

1. Kepala : dbn
1. 2. Thoraks : dbn
2. 3. Cor : dbn
3. 4. Pulmo : dbn
4. 5. Ekstremitas : tampak lesi macula
eritem pada tangan kiri. Ukuran
bervariasi dengan diameter mulai 1cm
sampai 6cm. batas tegas. Suhu teraba
sama dengan kulit sekitar. Hipoestesi
(+).

44
5.
2. 82 Tampak sakit Tanda Vital: Medikamentosa : 1. Berobat jalan ke 1. Berkurangnya
2017 ringan pada - Tensi: 120/70 mmHg MDT MB untuk dewasa Puskesmas bercak-bercak di
- Nadi: 88 x/menit (reguler, isi cukup, 2. Kontrol rutin ke kulit pasien
bercak ditangan simetris) Non Medikamentosa : puskesmas tiap 2. Konversi hasil
kiri, kesadaran - Pernafasan: 20x/menit, Suhu: 36,70C 1. Menjaga asupan nutrisi bulan kerokan kulit
composmentis per axiler 2. Istirahat yang cukup
Status Gizi : 3. Minum obat secara teratur
- BB: 55 kg 4. Mengurangi paparan sinar matahari
- TB: 162 cm dan keringat berlebih
- IMT: BB/TB2 = 55/(1,62)2 =
2
20,99 kg/m
- Status gizi: BB normoweight.

1. Kepala : dbn
6. 2. Thoraks : dbn
7. 3. Cor : dbn
8. 4. Pulmo : dbn
9. 5. Ekstremitas : tampak lesi macula
eritem pada tangan kiri. Ukuran
bervariasi dengan diameter mulai 1cm
sampai 6cm. batas tegas. Suhu teraba
sama dengan kulit sekitar. Hipoestesi
(+).
3. 15 2 Tampak sakit Tanda Vital: Medikamentosa : 1. Berobat jalan ke 1. Berkurangnya
2017 ringan pada - Tensi: 115/60 mmHg MDT MB untuk dewasa Puskesmas bercak-bercak di
- Nadi: 84 x/menit (reguler, isi cukup, 2. Kontrol rutin ke kulit pasien
bercak ditangan simetris) Non Medikamentosa : puskesmas tiap 2. Konversi hasil
kiri, kesadaran - Pernafasan: 19x/menit, Suhu: 36,50C 1. Menjaga asupan nutrisi bulan kerokan kulit
composmentis per axiler 2. Istirahat yang cukup
Status Gizi : 3. Minum obat secara teratur
- BB: 55 kg 4. Mengurangi paparan sinar matahari
- TB: 162 cm dan keringat berlebih

45
- IMT: BB/TB2 = 55/(1,62)2 =
20,99 kg/m2
- Status gizi: BB normoweight. 1.

1. Kepala : dbn
10. 2. Thoraks : dbn
11. 3. Cor : dbn
12. 4. Pulmo : dbn
5. Ekstremitas : tampak lesi macula
eritem pada tangan kiri. Ukuran
bervariasi dengan diameter mulai
1cm sampai 6cm. batas tegas. Suhu
teraba sama dengan kulit sekitar.
Hipoestesi (+).

46
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Keluarga Ny. P merupakan extended family dengan fungsi fisiologis baik


dan fungsi patologis di bidang pendidikan.
2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga Ny. P terjalin dengan baik
yang dibuktikan dengan komunikasi yang baik antar anggota keluarga
3. Penyakit pada pasien Ny. P merupakan penyakit yang penyembuhannya
memakan waktu. Perlu adanya dukungan dari keluarga agar proses
pengobatannya bisa diawasi dengan baik dan rutin kontrol sehingga
dapat menunjang kesembuhan.
4. Ny. P dan keluarganya perlu diberikan edukasi lebih lanjut mengenai
Penyakit tuberkulosis (TB) sehingga dapat menghilangkan kekhawatiran
pasien mengenai penyakit tuberkulosis dan menghilangkan stigma
negatif masyarakat menganai penyakit tuberkulosis.

B. SARAN

1. Ny. P dan keluarga hendaknya lebih memperhatikan kebersihan


lingkungan tempat tinggal.
2. Dilaksanakan screening oleh pihak Puskesmas kepada anggota keluarga
penderita tuberkulosis yang tinggal dalam satu rumah khususnya pada
keluarga Ny. P sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini apabila terjadi
penularan
3. Puskesmas dan keluarga harus selalu mengingatkan dan mendukung
pasien tuberkulosis khususnya Ny. P karena pengobatan penyakit
membutuhkan waktu lama dan konsistensi. Dukungan secara moril juga
patut diupayakan agar pasien tidak khawatir akan dikucilkan oleh
masyarakat karena penyakitnya.

47
4. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif dengan memaksimalkan kerjasama lintas sektor pada
pasien dengan penyakit infeksi khususnya tuberkulosis di daerah kerja
puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit menular khususnya tuberkulosis, mencegah timbulnya kasus
baru, meningkatkan deteksi kasus, memaksimalkan terapi pada pasien
dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
5. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan
untuk dapat melihat permasalahan kesehatan pasien secara lebih
komprehensif

48
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2012. Pedoman


Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (Dinkes Jateng). 2013. Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013.
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibangkes/profil20
12/BAB_I-VI_2012_fix.pdf (diakses pada 21 april 2016).

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi
keenam. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

Wisnu IM, Hadilukito G. 2000. Pencegahan cacat kusta. Dalam: Daili ESS,
Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editors. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta:
FKUI

Brandsma JW, Brakel WHV. 2003. WHO disability grading: operational


definitions. Lepr Rev 74: 366-73.

Walker SL, Lockwood DNJ. 2008. Leprosy type 1(reversal) reaction and their
management. Lep Rev 79: 372-86.

49
Lampiran 1. Foto-Foto Kegiataan

50
51

You might also like