You are on page 1of 2

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KETUBAN PECAH DINI


172/B6/PPK/PKM-
No. Dokumen :
TRR/II/2016
No. Revisi :
PPK Tgl. Terbit : 9 Februari 2016
Tgl. Mulai
: 9 Februari 2016
Berlaku
Halaman : 1/2

PUSKESMAS
TERARA dr.H.Anjasmoro.
NIP. 19810218 201001 1 007
1. Pengertian Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan atau dimulainya tanda inpartu. Bila ketuban pecah dini terjadi
sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan.
2. Anamnesis 1. Terasa keluar air dari jalan lahir
2. Biasanya tanpa disertai dengan kontraksi atau tanda inpartu
Adanya riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina
yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Pada anamnesis, hal-hal yang perlu digali adalah menentukan usia
kehamilan, adanya cairan yang keluar dari vagina, warna cairan yang keluar
dari vagina, dan adanya demam.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Tercium bau khas ketuban
2. Apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian
yang sudah pecah, lihat dan perhatikan atau terdapat cairan ketuban pada
forniks posterior.
3. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Pastikan bahwa cairan tersebut adalah cairan amnion dengan
memperhatikan bau cairan ketuban yang khas.
4. Jika tidak ada cairan amnion, dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit
bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengejan
5. Tidak ada tanda inpartu
6. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai adanya tanda-tanda infeksi
pada ibu dengan mengukur suhu tubuh (suhu 380C).
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja Ketuban Pecah Dini
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan pH vagina (cairan ketuban) dengan kertas lakmus (Nitrazin
Penunjang test) dari merah menjadi biru , sesuai dengan sifat air ketuban yang
alkalis
2. Pemeriksaan mikroskopis tampak gambaran pakis yang mengering pada
sekret serviko vaginal.
3. Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
mengering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
8. Tata Laksana 1. Pembatasan aktivitas pasien.
2. Apabila belum inpartu berikan Eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
3. Segera rujuk pasien ke fasilitas pelayanan sekunder
4. Di RS rujukan :
a. 34 minggu : lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada
kontraindikasi
b. 24-33 minggu:
Bila terdapat amnionitis, abruptio plasenta, dan kematian janin, lakukan
persalinan segera.
Berikan Deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
Bayi dilahirkan di usia 34 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dan hasil menunjukan bahwa paru sudah matang.
c. < 24 minggu:
Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi
pilihan.
Jika terjadi infeksi (koroiamnionitis), lakukan tatalaksana
koriamnionitis.
9. Edukasi 1. Memberikan informasi kepada ibu, adanya air ketuban yang keluar
sebelum tanda inpartu
2. Menenangkan ibu dan memberitahu kepada suami dan keluarga agar ibu
dapat diberi kesempatan untuk tirah baring.
3. Memberi penjelasan mengenai persalinan yang lebih cepat dan rujukan
yang akan dilakukan ke pusat pelayanan sekunder.
10. Prognosis Prognosis Ibu
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Prognosis Janin
1. Ad vitam : Dubia ad bonam
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Indikator Adanya cairan yang keluar dari vagina, warna cairan yang keluar dari
vagina, dan adanya demam.
14. Kepustakaan 1. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi
H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi keempat cetakan
ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010: Hal 677-
680.(Prawirohardjo, et al., 2010)
2. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2013 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

You might also like