You are on page 1of 48

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 3 TAHUN 2


BULAN DENGAN DISENTRI, KEJANG DEMAM
SEDERHANA, GIZI BAIK, NORMOWEIGHT,
NORMOHEIGHT

Oleh :
Raden Roro Anindya P G99152074/I5
Ni Nyoman Widyastuti L G99152071/I6
Yolanda Ravenia Saraswati G991611105/K13
Naila Majedha D G99162118/K12

Pembimbing :
dr. Argadia Yuniriadi, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. HHA
Umur : 3 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 21 Juni 2014
Agama : Islam
Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Alamat : Tulung, Klaten
Tanggal masuk : 3 September 2017
No. RM : 17549516

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

BAB cair

B. Riwayat Penyakit Sekarang


1 hari SMRS pasien mengalami demam tinggi, terus menerus, menurun
dengan obat penurun panas namun setelah itu kembali tinggi. Pasien juga
mengalami muntah. Muntah 1 kali, berisi makanan gelas blimbing.
Keesokkan harinya pasien BAB cair > 6x, konsistensi cair disertai ampas
berwarna kecoklatan, volume gelas blimbing tiap kali BAB, lendir (-),
darah (-). Demam tetap dirasakan tinggi. Muntah (-), batuk (-), pilek (-).
BAK tak ada keluhan. Keluarga mengatakan pasien sempat mengalami
kejang 1x. Kejang pada seluruh tubuh, durasi < 1 menit. Saat kejang mata
pasien terbuka melirik ke atas. Setelah kejang pasien sadar dan tampak
lemas. Oleh pihak keluarga pasien kemudian dibawa ke IGD RSPA.
Saat tiba di IGD, pasien dalam keadaan sadar, sudah tidak kejang.
Pasien tampak rewel. Demam masih tinggi. Minum (+), Makan (+)
menurun. Muntah (-), BAB cair (+) berwarna kecoklatan disertai ampas,
lendir (-), darah (-). Batuk (-), pilek (-), BAK terakhir 2 jam SMRS
berwarna kuning jernih. Nyeri saat BAK (-). Ibu pasien mengatakan bahwa
1 hari sebelum keluhan muncul, pasien jajan syomay goreng dipinggir jalan
bersama kakaknya, namun hanya pasien yang mengalami keluhan
sedangkan kakak pasien tidak.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat sakit saluran pencernaan : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat sakit saluran pencernaan : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu pasien merupakan
ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan dana pribadi.. Kondisi ekonomi
pasien baik.

3
F. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Selama hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilan
di bidan. Pada trimester I ibu pasien melakukan kontrol sebanyak 1x dalam
2 bulan. Pada trimester II ibu pasien melakukan kontrol sebanyak 1x/bulan
dan pada trimester ke III juga melakukan kontrol 1x/minggu. Tidak ada
keluhan selama kehamilan berupa mual, muntah pada awal usia kehamilan.
Obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan meliputi vitamin dan
tablet penambah darah.
Pasien lahir saat ibu berusia 28 tahun dengan umur kehamilan 38
minggu secara normal di RS PKU Jatinom dengan berat badan lahir 3000
gram dan panjang 48 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir dan
tidak ada kebiruan. Kesan kehamilan dan kelahiran dalam batas normal.

G. Imunisasi
Hep B : 0 bulan

BCG : 1 bulan

Polio : 1,2,3,4 bulan

DPT- HB- Hib : 2,3,4,18 bulan

Campak : 9 bulan

Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai Kemenkes 2013.

H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


1) Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan lahir 3000 gram, panjang badan
49 cm, dan lingkar kepala 33 cm. Pasien rutin diantar ke posyandu. Saat
ini, pasien berusia 1 tahun 1 bulan dengan berat badan 12 kg, panjang
badan 75 cm, dan lingkar kepala 47 cm.
Kesan : Pertumbuhan sesuai usia.
4
2) Perkembangan
3 bulan : mengamati tangannya sendiri, mengikuti objek 180o,
berteriak, kepala terangkat 90o.
4 bulan : melihat barang yang ditunjukkan, tengkurap sendiri.
6 bulan : duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh.
12 bulan : berdiri sendiri, berjalan, menyebutkan 1 kata
Saat ini pasien berusia 3 tahun 2 bulan, pasien sudah bisa berjalan
mundur, bicara 4 kata, mengambil manik-manik, dan minum dengan
cangkir.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.

I. Riwayat Nutrisi
Pasien tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) sejak lahir. Saat ini pasien
sehari-hari mengonsumsi susu sapi murni yang direbus dahulu sebelum
diminum. Sejak usia 1 tahun pasien sudah dikenalkan makanan keluarga
dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam atau tempe, porsi menysuaikan
3x sehari. Kesan kualitas dan kuantitas cukup.

5
J. Pohon Keluarga

II

III

An.HHA, perempuan
3 tahun 2 bulan, 11 kg

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

III. PEMERIKSAAN FISIK (11/06/2017, Pukul 19.15)


1. Status Generalis
a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, apatis (GCS:E4V3M6), gizi kesan lebih
b. Tanda vital
Laju nadi : 120/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju napas : 28x/menit, reguler, kedalaman cukup
Suhu : 37, 3 C (per axiller)
SiO2 : 98%
c. Status Gizi
i. Secara klinis: gizi baik
ii. Secara Antropometri
1) BB / U : 12/9.8 X 100% = 122,44%
0SD < z-score < 2 SD overweight
2) TB / U : 75/77 x 100 % = 97,40%
6
-2SD < z-score < 0SD normoheight
3) BB/TB : 12/75 X 100% = 16,00%
2SD < z-score < 3SD = Gizi lebih (Kurva WHO, 2006)
Interpretasi: gizi lebih, overweight, normoheight
d. Kepala: lingkar kepala = 47 cm; normocephal. Ubun-ubun sudah menutup.
(0 SD<LK<1SD, Nellhaus)
e. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor diameter 2mm/2mm.
f. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
g. Mulut : mukosa bibir basah (+), sianosis (-)
h. Telinga : sekret (-/-)
i. Leher : kelenjar getah bening membesar (-)
j. Toraks : simetris, retraksi (-)
k. Cor
I : iktus cordis tidak tampak
P : iktus cordis teraba di spatium intercosta 4 linea midklavikularis sinistra
P : batas jantung kesan tidak melebar
A : bunyi jantung I-II interval normal, reguler, bising (-)
l. Pulmo
I : pengembangan dinding dada simetris
P: fremitus raba simetris
P: sonor / sonor di seluruh lapang pulmo
A: suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan (-/-)
m. Abdomen
I : dinding perut sejajar dinding dada
A : bising usus (+) meningkat
P : timpani
P : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat
n. Ekstremitas :
7
Edema Akral dingin
- - - -
- - - -
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capillary Refill Time kurang dari 2 detik
o. Status Neurologis
Reflek fisiologis:
i. Achiles : +2/+2
ii. Patella : +2/+2
iii. Biceps : +2/+2
iv. Triceps : +2/+2
Refleks patologis:
i. Babinsky : -/-
ii. Chaddock : -/-
iii. Openheim : -/-
iv. Gordon : -/-
v. Shcuffner : -/-
Meningeal sign:
i. Kaku kuduk : -
ii. Kernig :-
iii. Brudzinski I : -
iv. Brudzinski II : -

IV. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Pandan Arang Boyolali dengan keluhan utama
BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB cair sebanyak 8-12
kali sehari. BAB berwarna kuning dan lebih banyak mengandung air dari pada
ampas. Adanya lendir dan darah disangkal oleh keluarga pasien. Keluarga

8
pasien belum memberikan tindakan atau obat apapun untuk mengurangi
keluhan pasien.
Keluarga pasien juga mengeluhkan pasien hari ini muntah 2 kali. Sekali
muntah -+5 cc berisi susu. Pasien mengalami demam, batuk, dan pilek. Nafsu
makan pasien masih baik. BAK tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sakit sedang, pasien apatis
dan gizi kesan lebih. Pemeriksaan tanda vital: N: 120 x/menit, RR: 28 x/menit,
t: 37,3 C (per axiler), SiO2: 98%. Pemeriksaan regio abdomen didapatkan
bising usus meningkat, supel, dan turgor kulit kembali lambat. Pemeriksaan
neurologi dalam batas normal. Status gizi secara antropometris: gizi lebih.

V. DAFTAR MASALAH
1. BAB cair dengan frekuensi 8-12 kali perhari
2. Demam
3. Batuk
4. Pilek
5. Kesadaran apatis
6. Bising usus meningkat
7. Turgor kulit kembali lambat
8. Gizi lebih

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Gastroenteritis Akut ec. Rotavirus dd Bakteri
2. Dehidrasi ringan-sedang
3. Gizi lebih, overweight, normoheight.

VII. DIAGNOSIS KERJA


1. Gastroenteritis Akut ec. Rotavirus
2. Dehidrasi ringan-sedang
9
3. ISPA
4. Gizi lebih, overweight, normoheight.

VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. Mondok bangsal Anak
2. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam
3. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam
4. Zinc 20 mg tiap 24 jam
5. L. Bro 1 sachet tiap 12 jam
Planning
1. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Edukasi
Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
1. 12 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari I)
Subjektif:
BAB cair 4 kali, demam (+), batuk (+) pilek (+). Muntah berisi lendir 2 kali.
Pasien tidak mau makan. Minum 2 botol susu. BAK tidak ada keluhan.
Objektif:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran apatis, E4V3M6
b. Tanda Vital:
10
Suhu : 38 C per axilla
Laju nadi : 102 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas : 24 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
SiO2 : 98%
c. Kepala:
Normocephal
d. Mata:
Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik, tidak
didapatkan mata cekung, didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak
langsung mata kanan dan kiri, pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.
e. Telinga:
Tidak didapatkan sekret
f. Hidung:
Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut:
Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis.
h. Leher:
Kelenjar getah bening tidak membesar
i. Thorax:
Tidak didapatkan retraksi
j. Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak
didapatkan bising
k. Pulmo:
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
11
Perkusi : sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan
l. Abdomen:
Inspeksi : dinding abdomen sejajar dengan dinding dada
Auskultasi: didapatkan bising usus meningkat
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : supel, tidak didapatkan nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba,
turgor kulit kembali agak lama
m. Extremitas:
Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah,
arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik
n. Status Neurologis
Reflek fisiologis:
i. Biceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii. Triceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii. Patella : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv. Achiles : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
Refleks patologis:
i. Babinsky : tidak ditemukan
ii. Chaddock : tidak ditemukan
iii. Openheim : tidak ditemukan
iv. Gordon : tidak ditemukan
v. Schafer : tidak ditemukan
Meningeal sign:
i. Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii. Kernig : tidak ditemukan
iii. Brudzinski I : tidak ditemukan
iv. Brudzinski II: tidak ditemukan

12
Assessment:
1. Gastroenteritis akut ec. Rotavirus
2. Dehidrasi ringan-sedang
3. ISPA
4. Gizi lebih, overweight, normoheight.

Penatalaksanaan
Terapi
1. Mondok bangsal Anak
2. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam
3. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam
4. Zinc 20 mg tiap 24 jam
5. L. Bio 1 sachet tiap 12 jam
Planning
1. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Edukasi
a. Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat

2. 13 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari II)


Subjektif:
Pasien BAB cair 1 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien muntah satu
kali 3 cc berisi makanan. Keluhan batuk berdahak dan pilek masih dirasakan
sama dengan kemarin. Pasien bebas demam 1 hari.
Objektif:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, E4V4M6
b. Tanda Vital:
13
Suhu : 36,9 C per axilla
Laju nadi : 136 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas : 48 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
c. Kepala:
Lingkar kepala 47 cm
d. Mata:
Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik,
didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri,
pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.
e. Telinga:
Tidak didapatkan sekret
f. Hidung:
Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut:
Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis.
h. Leher:
Kelenjar getah bening tidak membesar
i. Thorax:
Tidak didapatkan retraksi
j. Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak
didapatkan bising
k. Pulmo:
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang pulmo
14
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan
l. Abdomen:
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskltasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat
m. Extremitas:
Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah,
arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik
n. Status Neurologis
Reflek fisiologis:
i. Biceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii. Triceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii. Patella : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv. Achiles : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
Refleks patologis:
i. Babinsky : tidak ditemukan
ii. Chaddock : tidak ditemukan
iii. Openheim : tidak ditemukan
iv. Gordon : tidak ditemukan
v. Schafer : tidak ditemukan
Meningeal sign:
i. Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii. Kernig : tidak ditemukan
iii. Brudzinski I : tidak ditemukan
iv. Brudzinski II: tidak ditemukan

Assessment:
1. Gastroenteritis Akut ec. rotavirus
15
2. Dehidrasi ringan-sedang
3. Gizi lebih, overweight, normoheight

Tatalaksana
Terapi
a. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam
b. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam
c. Zinc 20 mg tiap 24 jam
d. L. Bio 1 sachet tiap 12 jam
Edukasi
Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat

3. 14 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari III)


Subjektif:
Pasien BAB cair 8 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien muntah dua
kali 3 cc berisi makanan. Keluhan batuk berdahak dan pilek dirasakan lebih
baik dari kemarin.
Objektif:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, E4V4M6
b. Tanda Vital:
Suhu : 36,7 C per axilla
Laju nadi : 123 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas : 40 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
c. Kepala:
Lingkar kepala 47 cm
d. Mata:

16
Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik,
didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri,
pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.
e. Telinga:
Tidak didapatkan sekret
f. Hidung:
Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut:
Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis.
h. Leher:
Kelenjar getah bening tidak membesar
i. Thorax:
Tidak didapatkan retraksi
j. Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak
didapatkan bising
k. Pulmo:
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan
l. Abdomen:
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskltasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat
17
m. Extremitas:
Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah,
arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik
n. Status Neurologis
Reflek fisiologis:
i. Biceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii. Triceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii. Patella : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv. Achiles : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
Refleks patologis:
i. Babinsky : tidak ditemukan
ii. Chaddock : tidak ditemukan
iii. Openheim : tidak ditemukan
iv. Gordon : tidak ditemukan
v. Schafer : tidak ditemukan
Meningeal sign:
i. Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii. Kernig : tidak ditemukan
iii. Brudzinski I : tidak ditemukan
iv. Brudzinski II: tidak ditemukan

18
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Urinalisa tanggal 12/06/2017
Parameter Hasil
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Bau Khas
Blood Negatif
Bilirubin Negatif
Urobilinogen Normal
Benda keton Negatif
Reduksi Negatif
Protein Negatif
Nitrit Negatif
Leukosit Negatif
Reaksi/pH 7,0
Berat Jenis 1.015
Epitel 1(+)
Leukosit sedimen 1(+)
Eritrosit 1(+)
Silinder Negatif
Kristal Negatif
Lain-lain Negatif

19
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Faeces Rutin tanggal 12/06/2017
Parameter Hasil
Warna Kuning muda
Konsistensi Lembek
Eritrosit Negatif
Leukosit Negatif
Telur cacing Ascaris L Negatif
Telur cacing tambang Negatif
Telur cacing Oyuris vermicularis Negatif
Telur cacing Tricuris trichura Negatif
Amoeba Vegetatif Negatif
Amoeba Kista Negatif
Bakteri Positif
Lemak
Sisa-sisa makanan Positif

Assessment:
1. Gastroenteritis Akut ec. bakteri
2. Dehidrasi ringan-sedang
3. ISPA
4. Gizi lebih, overweight, normoheight

Tatalaksana
Terapi
a. IVFD D5 1/4NS 12 tpm makro
b. Cotrimoazol 1 sendok teh tiap 12 jam
c. Anadeks sirup 1 sendok teh tiap 8 jam
d. Zinc 20 mg tiap 24 jam

20
e. L. Bio 1 sachet tiap 12 jam
Edukasi
Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat

4. 15 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari IV)

Subjektif:
Pasien BAB cair 1 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien muntah
satu kali 3 cc berisi makanan. Keluhan batuk berdahak dan pilek masih dirasakan
sama dengan kemarin. Pasien bebas demam 1 hari.
Objektif:
a. Keadaan Umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, E4V4M6
b. Tanda Vital:
Suhu : 36,9 C per axilla
Laju nadi : 136 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas : 48 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
c. Kepala:
Lingkar kepala 47 cm
d. Mata:
Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik,
didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri,
pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm.
e. Telinga:
Tidak didapatkan sekret
f. Hidung:
Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut:
Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis.

21
h. Leher:
Kelenjar getah bening tidak membesar
i. Thorax:
Tidak didapatkan retraksi
j. Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak
didapatkan bising
k. Pulmo:
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan
l. Abdomen:
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskltasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat
m. Extremitas:
Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah,
arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik
n. Status Neurologis
Reflek fisiologis:
i. Biceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii. Triceps : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii. Patella : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv. Achiles : didapatkan +2 pada kanan dan kiri
22
Refleks patologis:
i. Babinsky : tidak ditemukan
ii. Chaddock : tidak ditemukan
iii. Openheim : tidak ditemukan
iv. Gordon : tidak ditemukan
v. Schafer : tidak ditemukan
Meningeal sign:
i. Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii. Kernig : tidak ditemukan
iii. Brudzinski I : tidak ditemukan
iv. Brudzinski II: tidak ditemukan

Assessment:
1. Gastroenteritis Akut ec. rotavirus
2. Dehidrasi ringan-sedang
3. Gizi lebih, overweight, normoheight

Tatalaksana
Terapi
f. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam
g. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam
h. Zinc 20 mg tiap 24 jam
i. L. Bro 1 sachet tiap 12 jam

Edukasi
Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat

23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DIARE AKUT
A. DEFINISI
Definisi diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan
konsistensi lembek atau cair. WHO/UNICEF (1987) mendefinisikan diare akut
sebagai kejadian akut dari diare yang biasanya berlangsung selama 3 7 hari
tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari (IDAI, 2010).

B. EPIDEMIOLOGI
Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu
mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun. Terdapat 60 juta
episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5% diantaranya akan
menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak segera
ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia.
Berbagai factor yang mempengaruhi kejadian diare menurut Irwanto,
dkk (2002) antara lain:
1. Factor lingkungan
2. Gizi
3. Kependudukan
4. Pendidikan
5. Keadaan social ekonomi
6. Perilaku masyarakat

C. ETIOLOGI
Penyebab diare akut antara lain yaitu virus, bakteri, parasit, alergi susu
sapi, laktose defisiensi primer, dan obat-obatan tertentu. Penyebab utama oleh
24
virus adalah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya yaitu virus Norwalk,
Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus, dan virus bulat kecil.
Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan diareadalah Aeromonas
hydrophyla, Escherichia coli coli enteroaggregatife, Vibrio cholera non-01, V.
Parahaemoliyticus, Yersina enterocolatica.
Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Giardia lamblia,
Entamoeba hystolitica, Isopropa belli, Balantidium coli, Cryptosporodium,
Capillaria philipinensis, Fasiolopsis buski, Sarcocystis sunhonimis,
Strongiloides strecoralis, dan Trichuris trichiura (Irwanto, dkk, 2002).

D. PATOGENESIS
1. Virus
Beberapa jenis virus seperti rotacirus, berkembang biak dalam epitel vili
usu halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili.
Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi ansorbsi dan
penggantian sementara oleh epitel vili berbentuk kripta yang belum matang,
menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga
dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase.
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya
menjadi matang.
2. Bakteri
a. Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak di mukosa usus
halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri
dari penyapuan. Penempelan terjadi melaui antigen yang menyerupai
rambut getar, disebut pili ayau fimbria yang melekat pada reseptor di
permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E. Coli enterotoksigenik
dan V. Cholera. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa
dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan
pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan ekskresi cairan.
25
b. Toksin yang menyebabkan sekresi E. Coli enterotoksigenik, V.
Cholerae dan bebrapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang
menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium
melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta,
yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila
sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.
c. Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. Coli enteroinvasife, Salmoella
dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel
epitelmukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan dibagian distal
ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan
ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel
darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang
dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan
mungkin juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.
2. Parasit
a. Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada
epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan
menyebabkan diare.
b. Invasi mukosa. E. Hystolitica menyebabkan diare dengan cara
menginvasi epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan
mikroabses dan ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangan
ganas.
3. Obat-obatan
Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menyebabkna diare.
Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehingga organisme
yang tidak biasa atau kebal terhadap antibiotik itu sendiri akan berkembang
bebas. Disamping itu sifat farmakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga
memegang peranan penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin
adalah antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora
26
tinja secara intensifwalaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa
menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, polimiksin, dan
neomisin (Irwanto, dkk, 2002).

E. PATOFISIOLOGI
1. Diare sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi
chlorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasilnya adalah
sekresi cairan yang menyebabkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh
sebagai tinja cair yang dapat menyebabkan dehidrasi. Pada diare infeksi
perubahan ini terjadi karena adanya rangasangan pada mukosa usus oleh
toksin bakteri seperti toksin E. Coli atau virus (Rotavirus).
2. Diare osmotik
Diare osmotik terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan
sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan
yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare.
Bila substansi berupa larutan hipotonik, air dan beberapa larutan elektrolit
akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai
osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Hal
ini meningkatkan volume tinja dan menyebabkan dehidrasi karena
kehilangan cairan tubuh (Ditjen PPM & PLP, 1999).
Pada diare kan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa
pernapasan kusmaull, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi
(Aswitha, dkk, 2000).

F. MANIFESTASI KLINIS

27
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan
elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar
cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput bibir dan lendir kering
(Aswitha, dkk, 2000).
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu
sendiri. Terdapat 4 mcam ipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan
kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologis yang berbeda-beda.
1. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai
dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya
dehidrasi, juga dapat terjadi penurnan berat badan apabila intake makanan
kurang.
2. Diare akut dengan perdarahan (disentri), dimana pada diare ini bahaya
utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
3. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya
utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya
utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan
defisiensi mineral dan vitamin (WHO, 2004).

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Riwayat diare sekarang
i. Sudah berapa lama diare berlangsung
ii. Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan
jumlah tinja
iii. Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak)
iv. Muntah (frekuensi dan jumlah)
28
v. Demam
vi. Buang air kecil terakhir
vii. Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
viii. Jumlah cairan yang masuk selama diare
ix. Tindakan yang telah diberikan (diberi cairan, ASI, makanan, obat,
oralit)
x. Apakah ada yang menderita diare disekitarnya
xi. Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare
xii. Penggunaan antibiotic
b. Riwayat diare sebelumnya
c. Riwayat penyakit penyerta saat ini
d. Riwayat imunisasi
e. Riwayat makanan sebelum diare: ASI, susu formula, makan makanan
yang tidak biasa (Subagyo, 2004)
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu
kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan
yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah.
Jangan lupa menimbang berat badan. Perhatikan pula ada tidaknya napas
cuping hidung, retraksi dinding dada, akral dingin, perfusi jaringan serta
derajat dehidrasinya.
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut:
a. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
i. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
ii. Keadaan umum baik dan sadar
iii. Tanda vital dalam batas normal
iv. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
29
v. Turgor abdomen baik, bising usus normal
vi. Akral hangat
Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat komplikasi
lain (tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare yang frekuen).
b. Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
i. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
ii. Keadaan umum gelisah dan cengeng
iii. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
iv. Turgor kurang
v. Akral hangat
vi. Pasien harus rawat inap
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)
i. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
ii. Keadaan utama lemah, letargi, atau koma
iii. Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak
ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
iv. Turgor buruk
v. Akral dingin
vi. Pasien harus rawat inap (IDAI, 2010)

Penilaian dehidrasi menurut MTBS


Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut ini: Dehidrasi berat
a. Letrargis atau tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum

30
d. Cubitan di perut kembalinya sangan lambat
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut ini: Dehidrasi ringan-sedang
a. Gelisah, rewel
b. Mata cekung
c. Haus, minum dengan lahap
d. Cubitan di perut kembalinya lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan Tanpa dehidrasi
dehidrasi berat atau dehidrasi ringan-sedang

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan tinja
i. Makroskopis: bau, warna, lendir, darah, konsistensi
ii. Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasite
iii. Kimia: pH, elektrolit (Na, K, HCO3)
iv. Biakan dan uji sensitivitas
b. Pemeriksaan darah
Darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca,
dan P serum pada diare yang disertai kejang), kadar ureum, dan kretinin
darah.
c. Pemeriksaan urin
Urin rutin (Aswitha, dkk, 2001)

H. PENATALAKSANAAN
1. Atasi dehidrasi
a. Tanpa dehidrasi
Cairan rumah tangga atau ASI diberikan semaunya, oralit diberikan
sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:
i. <1 tahun : 50-100 cc

31
ii. 1-5 tahun : 100-200 cc
iii. 5 tahun : semaunya
b. Dehidrasi ringan-sedang
Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsing sesuai umur
seperti di atas setiap kali buang air besar,
c. Dehidrasi berat
Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100
cc/kgBB. Cara pemberian:
i. <1 tahun : 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70
cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya
ii. 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam jam pertama dilanjutkan
70 cc/kgBB dalam 2 jam berikutnya
Minum diberikan jika pasien mau minum 5 cc/kgBB selama proses
rehidrasi.
2. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai
dengan hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksazol, amoksisilin, atau sesuai hasil uji sensitivitas.
3. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering,
rendah serat, buah-buahan.
4. Jangan menggunakan spasmolitika
5. Koreksi elektrolit
Koreksi bila tejadi hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia, dan
hipokalemia.
6. Vitamin A
i. 6 bulan-1 tahun : 100.000 IU
ii. >1 tahun : 200.000 IU
32
7. Pendidikan orang tua
Penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara pencegahan diare
(IDAI, 2004)

Indikasi rawat inap:


1. Diare akut dengan dehidrasi berat
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dan komplikasi
3. Usia <6 buan (usia yang mempunyai risiko tinggi mengalami dehidrasi),
buang air besar cair >8 kali dalam 24 jam dan muntah >4 kali dalam sehari
(Armon, 2001)

I. PENCEGAHAN
Diare dapat dicegah dengan memperbaiki usaha multisektoral antara lain
sebagai berikut:
1. Meningkatkan sarana air bersih dan sanitasi umum
2. Promosi pendidikan hygiene
3. Pemberian ASI eksklusif
4. Meningkatkan keterampilan mengasuh anak
5. Imunisasi pada anak
6. Menggunakan jamban/ wc
7. Menjaga kebersihan makanan dan minuman
8. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan
9. Mencuci peralatan makan (WHO, 2004)

II. ISPA
A. DEFINISI
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan
gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang
berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000). ISPA adalah penyakit
33
infeksi yang menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari saluran napas,
mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) hingga alveoli (saluran pernapasan
bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri, virus atau riketsia) ke
dalam organ saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit, meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat.
Pembagian menurut deajat keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala
dan tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau
ISPA berat jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang mendapat
perawatan atau saat penderita dalam keadaan lemah hingga daya tahan
tubuhnya rendah. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang
awam, sedangkan gejala ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa
pengamatan sederhana.4

B. KLASIFIKASI
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut
derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis
yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :5
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
a. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut :
i. Batuk
ii. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
34
iii. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
iv. Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan penggung tangan terasa panas.
b. ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :
i. Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun
atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
ii. Suhu tubuh lebih dari 390C.
iii. Tenggorokan berwarna merah.
iv. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
v. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
vi. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari
gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita
ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 390C atau gizinya
kurang baik,atau umurnya 4 bulan, maka anak tersebut menderita
ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan dari petugas
kesehatan.
c. ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-gejala
ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :
i. Bibir atau kulit membiru.
ii. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas.
iii. Kesadaran menurun.
iv. Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
v. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
vi. Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
vii. Tenggorokan berwarna merah.
35
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena perlu
mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan atau
cairan infus.

Menurut Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas


umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :4
1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
a. Pneumonia berat
Tanda utama :
i. Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
ii. Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila
paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga
untuk menarik nafas.
iii. Tanda lain yang mungkin ada :
1) Nafas cuping hidung.
2) Suara rintihan.
3) Sianosis (pucat).
b. Pneumonia tidak berat
Tanda Utama :
i. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
ii. Di sertai nafas cepat :
1) Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan 1 tahun.
2) Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tanda utama :
i. Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
36
ii. Tidak ada nafas cepat :
1) Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan 1
tahun.
2) Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun 5
tahun.
2. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2 yaitu
:
a. Pneumonia berat
Tanda utama :
i. Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
ii. Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
iii. Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b. Bukan pneumonia
Tanda utama :
i. Tidak ada nafas cepat.
ii. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.

C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk
pilek pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per
tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek
sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui
bahwa angka kesakitan dikota cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran
lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.1
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10
penyakit utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit
37
pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada
bayi berusia kurang dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia
sebesar 42,2% dan pada balita 40,6%, sedangkan angka mortalitas 36%.
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per anak,
sekitar 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan
berobat jalan dan rawat inap di rumah sakit juga disebabkan oleh ISPA. Hasil
SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat
penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada
balita menduduki urutan kedua (13%). Di jawa Tengah pada tahun 1999
penyakit ISPA selalu menduduki rangking 1 pada 10 besar penyakit pasien
rawat jalan di puskesmas

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologi ISPA terdiri dari:
1. Bakteri
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-lain.
2. Virus
Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus utama),
Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.
3. Jamur
Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.
4. Aspirasi
Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak) biasanya
minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian,
mainan plastic kecil, dan lain-lain). 6

38
Faktor resiko juga perlu diperhatikan, yaitu faktor yang mempengaruhi atau
mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor yaitu:
1. Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
2. Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
3. Kebiasaan merokok dan pencemaran udara

Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi


kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI)
tidak memadai, polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap
dan menyelimuti anak berlebihan.
Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2 bulan,
tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak
lengkap dan menderita penyakit kronis.

E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
39
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran
nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.
Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan
dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya
suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,
dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi
sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
40
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.

F. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS


Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
1. Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi
pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi
karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum).
2. Kesulitan bernafas
Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat
sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
3. Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung
dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu
bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada
tenggorokan.
4. Demam
41
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai
mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Diagnosis ISPA
oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap
jasadrenik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus,
serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh
karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan
cairan pleura.5
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah
dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar
yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong
dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

42
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
a. hypoxemia,
b. hypercapnia dan
c. asidosis (metabolik dan atau respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun


adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,
sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin.4

G. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis
banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang
semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan
terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan
kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang
disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri
abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 454).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

43
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan
kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju
endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika
diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan antara lain :
1. Simptomatik
a. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti
parasetamol dan aspirin.
b. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh
:dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil propanolamin. Contoh
antialergiadalah dipenhidramin.
c. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida.
d. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
e. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh :
dekstrometorfan.
2. Suportif
Meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
3. Antibiotik
a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
b. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
c. Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang
disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh

44
virus. Antibiotik diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi
atau radang yang disebabkan oleh bakteri.
d. Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat :
Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
e. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat
pada lampiran.

Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam
harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu
2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan
kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
45
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung
yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak
dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.4,5

J. KOMPLIKASI
1. Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan oleh
suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala : sesak nafas, nafas berbunyi
wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari atau dini
hari.
2. Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rentan lebih dari 38oC) dengan geiala berupa serangan kejang
klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata terbalik keatas
dengan disertai kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan kekauan fokal.
46
3. Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal nyeri
pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada rongga
telinga.
4. Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan f'ungsi
dari system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: faktor
obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan yang
mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut
kekurang suplay oksigen ke otak dan mengakibatkan syok.
5. Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis, yang
disebabkan oleh radang tenggorokan karena infeksi Streptococcus beta
hemolitikus grup A.
6. Sinusitis
7. Meningitis
8. Abses Peritonsiler
9. Abses Retrofaring

K. PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi
komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri,
yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan
yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian
terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari
4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder.

L. PENCEGAHAN

47
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain :
1. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI
eksklusif pada bayi anda.
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur yang cukup dan olah
raga teratur.
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau hand
sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA. Ajarkan pada
anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit infeksi
lainnya.
4. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat mencegah
ISPA diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib/DaPT-Hib, dan
imunisasi PCV.
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan flu.
Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah kontak
dengan penderita ISPA.
7. Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak
menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota
keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin
dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan anggota
keluarga lain yang sedang sakit ISPA.
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan/ rumah.

48

You might also like