You are on page 1of 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Global Developmental Delay


A. Definisi
Seorang anak dapat mengalami keterlambatan perkembangan di hanya satu
ranah perkembangan saja, atau dapat pula di lebih dari satu ranah perkembangan.
Keterlambatan perkembangan global (KPG) atau global developmental delay
merupakan keadaan keterlambatan perkembangan yang bermakna pada dua atau
lebih ranah perkembangan. Secara garis besar, ranah perkembangan anak terdiri
atas motor kasar, motor halus, bahasa/bicara, dan personal sosial/ kemandirian
aktivitas hidup sehari-hari. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan
umum belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di
bawah usia 5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum.
Istilah KPG dipakai pada anak berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan
pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes Intelligence Quotient (IQ) sudah dapat
dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang dipergunakan adalah
retardasi mental.1,2 Anak dengan KPG tidak selalu menderita retardasi mental sebab
berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak mengalami KPG seperti
penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial meskipun aspek
kognitif berfungsi baik.2,3

B. Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak
berumur<5 tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3%. Etiologi KPG sangat bervariasi,
sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal,
disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20%nya belum diketahui.
Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta asfiksia
perinatal.3
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12
bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan
terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan
berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.
Didapatkan 20% berat badan lahir rendah dan berat badan lahir sangat rendah, ibu
berpendidikan menengah ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik klinis
didapatkan 30% gizi kurang, 29% mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom.
Evaluasi perkembangan menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor
perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab terbanyak adalah
kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis, palsi serebral.

C. Tahap Perkembangan Normal pada Anak


1. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan
dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.6
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.6
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara
simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi.
Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain perkembangan

1
menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal
menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan perkembangan
mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi dengan
pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta perkembangan
memiliki tahap yang berurutan. 6,7
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.6,7

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,
faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi,
dan obat-obatan).6,8

3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau


Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:
a. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar
seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
b. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.

2
c. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

4. Periode Tumbuh Kembang Anak


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh kembang
anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak adalah
sebagai berikut6,8:
a. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
i. Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2
minggu.
ii. Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu
organisme, terjadi diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk
sistem organ dalam tubuh.
iii. Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini,
sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan
intra uterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk
serta mulai berfungsi.
iv. Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-
fungsi. Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu
melalui plasenta. Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3

3
(Docosa Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada
otak dan retina.
b. Masa bayi (umur 0 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
i. Masa neonatal (umur 0 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi.
ii. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara terus menerus terutama
meningkatnya fungsi sistem saraf. Pada masa ini, kebutuhan akan
pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI eksklusif selama 6
bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping ASI
sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola
asuh yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara
ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam
mendidik anak sangat besar.
c. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus)
serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah
pada masa balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan,
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi
pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan
pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat
mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan,
mengenal huruf, hingga bersosialisasi.Perkembangan moral serta dasar-
dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap
kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi dan
ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia
dikemudian hari.
d. Masa anak prasekolah (umur 60 72 bulan)

4
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi
perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya
keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam
rumah maka lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini
juga anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem
reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap
sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses
belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain.

D. Etiologi
Penyebab gangguan perkembangan tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah
termasuk penyebab organik dan perkembangan. Faktor resikonya adalah
prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir rendah. Kelainan
neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan dalam defisit
koordinasi.
Gangguan koordinasi motorik dan gangguan komunikasi memiliki
hubungan yang kuat, walaupun agen penyebab spesifik tidak diketahui untuk
keduanya. Masalah koordinasi juga lebih sering dibandingkan biasanya pada anak-
anak dengan perilaku impulsif dan berbagai gangguan belajar. Gangguan
koordinasi motorik kemungkinan memiliki penyebab yang multifaktoral .
Penyebab keterlambatan perkembangan umum (KPG) antara lain gangguan
genetik atau kromosom seperti sindrom Down; gangguan atau infeksi susunan saraf
seperti palsi serebral, spina bifida, sindrom Rubella; riwayat bayi risiko tinggi
seperti bayi prematur atau kurang bulan, bayi berat lahir rendah, bayi yang
mengalami sakit berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan perawatan
intensif; dan lain - lain.

KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan


neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular.
Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :

5
Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters
AV, 2010)8
Kategori Komentar
Genetik atau Sindromik Sindrom yang mudah
Teridentifikasi dalam 20% dari diidentifikasi, misalnya Sindrom
mereka yang tanpa tanda-tanda Down
neurologis, kelainan dismorfik, Penyebab genetik yang tidak
atau riwayat keluarga terlalu jelas pada awal masa kanak-
kanak, misalnya Sindrom Fragile
X, Sindrom Velo-cardio-facial
(delesi 22q11),Sindrom Angelman,
Sindrom Soto, Sindrom Rett,
fenilketonuria maternal,
mukopolisakaridosis, distrofi
muskularis tipe Duchenne, tuberus
sklerosis, neurofibromatosis tipe 1,
dan delesi subtelomerik.
Metabolik Screening universal secara nasional
Teridentifikasi dalam 1% dari neonatus untuk fenilketonuria
mereka yang tanpa tanda-tanda (PKU) dan defisiensi acyl-Co A
neurologis, kelainan dismorfik, Dehidrogenase rantai sedang.
atau riwayat keluarga Misalnya, kelainan siklus/daur urea
Endokrin Terdapat screening universal
neonatus untuk hipotiroidisme
kongenital
Traumatik Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan, pakaian,
kehangatan, cinta, dan stimulasi
untuk dapat berkembang secara
normal

6
Anak-anak tanpa perhatian, diasuh
dengan kekerasan, penuh
ketakutan, dibawah stimulasi
lingkungan mungkin tidak
menunjukkan perkembangan yang
normal
Ini mungkin merupakan faktor
yang berkontribusi dan ada
bersamaan dengan patologi lain
dan merupakan kondisi yaitu ketika
kebutuhan anak diluar kapasitas
orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan Kelainan motorik dapat
Perkembangan Koordinasi mengganggu perkembangan secara
(Dispraksia) umum
Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV,
HIV
Meningitis neonatal
Toksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-
obatan saat masa kehamilan
Anak: Keracunan timbal

E. Deteksi Dini
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap
perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal
jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali terjadi
perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua perlu
mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui apakah

7
seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan
atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau screening perkembangan
pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui
serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat
diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan dan
perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan
penilaian perkembangan.6,9
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat
dari beberapa tanda bahaya (red flag) perkembangan anak sederhana seperti yang
tercantum di bawah 9,10:
1. Tanda bahaya perkembangan motor kasar
a. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota
tubuh bagian kiri dan kanan.
b. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih
dari usia 6 bulan.
c. Hiper atau hipotonia atau gangguan tonus otot.
d. Hiper atau hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh.
e. Adanya gerakan yang tidak terkontrol.
2. Tanda bahaya gangguan motor halus
a. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan.
b. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun.
c. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih
sangat dominan setelah usia 14 bulan.
d. Perhatian penglihatan yang inkonsisten.
3. Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
a. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan
terhadap suatu benda pada usia 20 bulan.
b. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan.

8
c. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan.
4. Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
a. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu memberi respon.
b. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan.
c. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan.
5. Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
a. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
b. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
c. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
d. 15 bulan: belum ada kata
e. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
f. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
g. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara, dan kemampuan
bersosialisasi atau interaksi
6. Tanda bahaya gangguan kognitif
a. 2 bulan: kurangnya fixation
b. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
c. 6 bulan: belum berespon atau mencari sumber suara
d. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
e. 24 bulan: belum ada kata berarti
f. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata

Berbagai metode screening yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi
dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parents
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat screening
yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan

9
CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai
kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.10,11

F. Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian
dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila
diperhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Screening
prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan berbeda
jika screening dilakukan dalam sekali kunjungan dengan screening dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari
di mana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal
spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan Milestones yang seharusnya,
yaitu10,11:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orang tua
secara seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh, dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orang tua tentunya memiliki daerah
perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi resiko
biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat

10
salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat
masih bayi.
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis
dan Judith, 199410

Contohnya dari pandangan biologi, bayi dengan berat badan lahir rendah
seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau
meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung
memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk di
dalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak sehat
secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering
menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomi 21 diketahui memiliki
hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering pula
akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik Milestones, perubahan perilaku,
aspek kognitif buruk, serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama sering
dihubungkan dengan HIV.10,11

11
2. Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara
terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat bayi, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya
lampu. Saat anak sudah memasuki usia pra sekolah, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan ada atau tidaknya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan
test dengan menggunakan brain-stem evoked potentials (BERA) pada bayi. Pada
usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan audiometer portable.
Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis media menjadi hal yang
penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan menyebabkan
gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis
atau neurofibromatosis yang dihubungkan dengan developmental delay.
Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya refleks primitif, yaitu refleks
Moro, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11

3. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes screening yang dilakukan
pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan secara periodik. Adapun
beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:
a. Screening metabolik
Screening metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Pemeriksaan
metabolik rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak

12
dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik
dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai
contohnya, bila anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan
motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik
dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot harus discreening dengan
menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya
kemungkin penyakit muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun screening untuk Fragile X lebih
sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan tingkat
keparahan yang lebih buruk, screening pada wanita juga mungkin saja
dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Syndrome Rett perlu
dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang
tidak dapat dijelaskan.
c. Screening tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, screening tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarah pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsi atau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum
terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat
digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa
riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus

13
lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara
klinis sebelumnya.

H. Diagnosis Banding
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini, terdapat
beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun memiliki
beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12
1. Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-
IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat
gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui adanya
gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5 tahun), dengan
klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
2. Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)
Pada CP ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil
usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir dengan ensefalopati sedang hingga
berat (semakin berat keluhan semakin berat risiko), dan bayi yang lahir dengan
faktor risiko paling ringan. Dua faktor risiko awal tersebut harus ditunjang dengan
MRI untuk melihat gambaran otak. Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan,
pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal tersebut adalah suatu gambaran CP.
Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat dilakukan berdasarkan kriteria Levine
(dikutip dari Soetjiningsih, 19957), yaitu pola gerak dan postur; pola gerak oral;
strabismus; tonus otot; evolusi reaksi postural dan kelainannya yang mudah
dikenal; refleks tendon, primitif dan plantar.
3. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD)

14
ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran
bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda ADHD
yaitu development delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan sosial.
Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis ADHD.
4. Autism Spectrum Disorder (ASD)
Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan KPG adalah gangguan
bersosial. Pada tahun pertama akan sulit membedakan antara ASD dengan KPG,
yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek kurang, berkurangnya
interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun kedua dan ketiga, bahasa
tubuh yang tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku lain yakni motorik, sensorik
dan beberapa domain lain normal pada ASD.

I. Penatalaksanaan
Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa
tujuan pengobatan bukan membuat anak menjadi normal seperti anak lainnya, tetapi
mengembangkan kemampuan yang ada seoptimal mungkin, sehingga diharapkan
dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan.
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan.
Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, di mana anak-anak belajar
dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan
kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu
intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko
menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.
Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut.
Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang
dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah
dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan

15
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat
anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka
antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi,
memakai pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami
kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka
meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan
motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti
berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik
halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil
barang. Dalam terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat
dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik
oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang
yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk
seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain.
Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi
masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini
dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun,
terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi
kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi
sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan
mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis

16
mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-behavioural
therapy.

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni
kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak
tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya
aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi
akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya, sehingga
anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

K. Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan
penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan
pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang
baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi
hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam menanggapi
terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif (faktor-faktor
yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan
perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran.
Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut
untuk menjalani kesehariannya.6,9

II. Down Syndrome


A. Definisi
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom.1,2 Menurut Gunarhadi, down syndrome adalah suatu kumpulan gejala
akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak dapat
memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom.

17
B. Etiologi Faktor Risiko
Penyebab dari down syndrome adalah adanya kelainan kromosom yaitu
terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis (Trisomi)
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Postzygotic non disjunction (Mosaicism)
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom (Kejadian Non
Disjunctional ) adalah :
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan
resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak
dengan do wn syndrome pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal
yang dapat menyebabkan non dijunction pada kromosom. Perubahan endokrin
seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron,
menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor
hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam
menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus,
bahan kimia dan frekuensi koitus.).12, 13,

C. Patofisiologi
Semua individu dengan sindrom down memiliki tiga salinan kromosom
21. sekitar 95% memiliki salinan kromosom 21 saja. Sekitar 1 % individu
bersifat mosaic dengan beberapa sel normal. Sekitar 4 % penderita sindrom

18
dowm mengalami translokasi pada kromosom 21. Kebanyakan translokasi
yang mengakibatkan sindrom down merupakan gabungan pada sentromer
antara kromosom 13, 14, 15. jika suatu translokasi berhasil diidentifikasi,
pemeriksaan pada orang tua harus dilakukan untuk mengidentifikasi individu
normal dengan resiko tinggi mendapatkan anak abnormal.1,3

Gammbar 1.1 Kromosom pada anak Down Syndrome

D. Karakterisitik Down Syndrome


I. Karakteristrik Fisik
Anak down syndrome memiliki ciri-ciri fisik yang khas dan menonjol sehingga
mudah bagi mereka untuk dikenali. Hal tersebut yang kemudian membedakan mereka
dengan anak-anak yang normal. Selikowitz (2001) menyebutkan ciri-ciri yang penting
dalam mengenali kelainan down syndrome, yaitu :

a. Wajah

Ketika mereka dilihat dari depan, anak penyandang down syndrome biasanya
mempunyai karakteristik wajah yang bulat. Dari samping, bentuk wajah mereka
cenderung datar.

b.Kepala
Sebagian besar penyandang down syndrome memiliki bagian belakang kepala yang
sedikit rata. Ini dikenal dengan istilah brachycephaly.

c.Mata
Hampir semua penyandang down syndrome memiliki mata yang sedikit miring ke atas.
Selain itu, seringkali ada lipatan kecil pada kulit secara vertikal antara sudut dalam mata

19
dan jembatan hidung. Lipatan tersebut dikenal dengan lipatan epicanthic atau
epicanthus. Hal tersebut memberikan kesan mata terlihat juling. Mata mempunyai bintik
putih atau kuning terang di sekitar pinggir selaput pelangi (bagian berwarna dari mata).
Bintik itu disebut dengan brushfield

d. Rambut

Penyandang down syndrome biasanya memiliki rambut yang lemas

dan lurus.

e. Leher

Bayi-bayi yang baru lahir dengan mengidap down syndrome memiliki kulit berlebih pada
bagian belakang leher namun hal ini biasanya berkurang seraya usia mereka
bertambah. Anak-anak yang lebih besar dan dewasa cenderung memiliki leher yang
pendek dan lebar.

f.Mulut
Rongga mulut sedikit lebih kecil dan lidah sedikit lebih besar dari ukuran anak pada
umumnya. Kombinasi ini membuat sebagian anak mempunyai kebiasaan menjulurkan
lidahnya.

g.Tangan
Kedua tangan cenderung lebar dengan jari-jari yang pendek. Jari kelingking kadang-
kadang hanya memiliki satu sendi, bukan dua seperti biasanya. Jari kelingking mungkin
juga sedikit melengkung ke arah jari-jari lain. Keadaan ini disebut dengan istilah
klinodaktili. Telapak tangan hanya memiliki satu alur yang melintang dan apabila ada
dua garis, keduanya memanjang melintasi tangan.

h.Kaki
Bentuk jari kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang lebar antara ibu jari
dengan telunjuk. Hal itu disertai dengan suatu alur pendek pada telapak kaki yang
berawal dari celah antar jari lalu ke belakang sepanjang beberapa sentimeter.

i. Tonus

Tungkai dan leher penyandang down syndrome yang masih kecil seringkali
terkulai. Lembeknya otot (Hipotonia) berarti mempunyai tonus rendah. Tonus adalah
tahanan yang diberikan oleh otot terhadap tekanan pada waktu otot dalam relaksasi.
Tonus ini selalu paling rendah pada tahun-tahun awal dan kembali secara spontan
sewaktu anak tersebut bertambah besar. Tonus berbeda dengan kekuatan otot yang
membutuhkan kontraksi otot yang aktif. Kekuatan otot-otot biasanya normal. Otot-otot
mereka mungkin lembek, namun mereka tidak lemah.

20
j.Ukurantubuh
Berat badan penyandang down syndrome biasanya kurang daripada berat rata-rata.
Panjang tubuhnya sewaktu lahir juga lebih pendek. Semasa kanak-kanak, mereka
tumbuh dengan lancar tetapi lambat. Sebagai orang dewasa umumnya mereka lebih
pendek dari anggota keluarga yang lainnya. Tinggi mereka berkisar sekitar dibawah
tinggi rata-rata orang normal.

II. Karakteristik Kognitif


Ciri lain dari penyandang down syndrome yang merupakan keluhan utama pada
orangtua adalah retardasi mental atau keterbelakangan mental. Mangunsong (2009)
menyebutkan bahwa kaum profesional mengklasifikasikan anak down syndrome
berdasarkan tingkat keparahan masalahnya. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat
kecerdasan atau skor IQ, yaitu :

1.Mild mental retardation (ringan) (IQ 55-70)


Pada tingkatan ini dalam segi pendidikan termasuk yang bisa dididik, mereka
masih bisa dididik di sekolah umum, meskipun hasilnya lebih rendah daripada anak-anak
normal pada umumnya karena rentang perhatian mereka pendek sehingga sulit
berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Mereka juga tidak memperlihatkan
kelainan fisik yang mencolok sekalipun perkembangan fisiknya lebih lambat dibandingkan
dengan anak-anak normal pada umumnya. Di luar pendidikan, mereka dapat melakukan
beberapa ketrampilan sendiri seperti makan, mandi, berpakaian, dan sebagainya. Pada
mereka yang IQ-nya lebih tinggi mampu menikah dan berkeluarga.

2. Moderate mental retardation (IQ 40-55)


Pada tingkatan ini dapat dilatih untuk beberapa ketrampilan tertentu. Meski sering
berespon lama terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan
yang sesuai maka mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan
kemampuankemampuan tertentu. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri dan
dilatih untuk membaca dan menulis sederhana. Mereka memiliki kekurangan dalam
kemampuan mengingat bahasa, konseptual, perseptual, dan kreativitas, sehingga perlu
diberikan tugas yang lebih simpel, singkat, relevan, berurutan.

3.Severe mental retardation (IQ 25-40)


Pada tingkatan ini memperlihatkan banyak masalah dan kesulitan meskipun
mereka sudah disekolahkan pada sekolah khusus. Oleh karena itu mereka membutuhkan
perlindungan hidup dan pengawasan yang lebih teliti, pelayanan dan pemeliharaan yang
terus menerus karena mereka tidak dapat mengurus diri mereka sendiri tanpa bantuan dari

21
orang lain meskipun menghadapi tugas- tugas yang sederhana. Mereka jarang sekali
dipekerjakan dan sedikit sekali dalam berinteraksi sosial.

4. Profound mental retardation (IQ di bawah 25).


Pada tingkatan ini mereka mempunyai problem yang serius, baik itu menyangkut
fisik, inteligensi serta program pendidikan yang tepat bagi mereka. Pada umumnya mereka
memperlihatkan kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata, seperti
hydrocephalus, mongolism, dan sebagainya. Mereka dapat makan dan berjalan sendiri
namun, kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah begitupun dengan
interaksi sosial mereka sangat terbatas.
Kelainan fisik lain yang dimiliki mereka dilihat dari kepala yang lebih besar dan
sering bergoyang-goyang. Mereka juga sangat kurang dalam hal penyesuaian diri sendiri
seperti sewaktu mereka berdiri, mereka tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang
lain dan mereka membutuhkan bantuan pelayanan medis yang baik dan intensif
(Mangunsong, 2009

E. Penatalaksanaan

I. Jenis-Jenis Terapi Pada Anak Down Syndrome

1. Terapi Fisik (Physio Theraphy)


Terapi ini biasanya diperlukan pertama kali bagi anak down syndrome.
Dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yang lemas, terapi ini diberikan agar
anak dapat berjalan dengan cara yang benar.
2. Terapi Wicara
Terapi ini perlukan untuk anak down syndrome yang mengalami keterlambatan
bicara dan pemahaman kosakata.
3. Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/
pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan
kerena pada dasarnya anak down syndrome tergantung pada orang lain atau
bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak
memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan
dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.
4. Terapi Remedial
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis

22
dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah
biasa.
5. Terapi Sensori Integrasi
Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan/sensori yang
diterima. Terapi ini diberikan bagi anak down syndrome yang mengalami
gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar,
motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan
terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
6. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak down syndrome yang sudah berusia lebih besar agar
memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat.
7. Terapi Akupuntur
Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh
tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang
anak.
8. Terapi Musik
Terapi musik adalah anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat
senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka
dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan
mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik.
9. Terapi Lumba-Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat
mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak down syndrome. Sel-sel
saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara
lumba-lumba.
10. Terapi Craniosacral
Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf pusat.
Dengan terapi ini anak down syndrome diperbaiki metabolisme tubuhnya
sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.

II.Asupan Gizi Bagi Anak Down Syndrome


Ada berbagai penelitian nutrisi yang dilakukan untuk memperbaiki kelainan pada
anak dengan down syndrome, namun hasil penelitian tidak semuanya memberikan
hasil yang sama. Nutrisi secara khusus diberikan memang tidak ada, namun pada

23
intinya setiap makanan yang diberikan sebaiknya mengandung cukup zat gizi makro
(seperti karbohidrat, protein, asam amino, lemak) dan zat gizi mikro (seperti vitamin,
mineral, dan antioksidan) untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangannya,
seperti:
a) Vitamin:
sebaiknya diberikan dengan dosis yang sesuai kebutuhan anak, jangan diberikan
dalam jumlah berlebihan terutama untuk vitamin A karena bersifat toksik bagi
tubuh.
b) Mineral:
Terutama zinc (seng) dan selenium. Pada beberapa penelitian, pemberian zinc dan
selenium pada anak dengan down syndrome dapat memperbaiki daya tahan tubuh.
c) Asam amino:
Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa anak dengan down syndrome
memiliki kadar asam amino serin dan triptofan yang agak rendah, dan asam amino
sistein serta lisin yang agak tinggi dalam darahnya. Asam amino serin merupakan
satu dari asam amino non esensial yang membentuk protein. Dikatakan kekurangan
asam amino ini akan menyebabkan terjadinya perlambatan berpikir dan
keterbelakangan keterampilan atau skill fisik. Bahan makanan yang kaya akan
asam amino serin seperti: kacang kedelai, telur, kacang-kacangan, daging sapi,
ikan, daging ayam, asparagus, dan lain sebagainya.
d) Antioksidan:
Beberapa penelitian mengatakan bahwa kelainan kromosom pada anak dengan
down syndrome dikarenakan kekurangan dari antioksidan tubuh sehingga terjadi
banyak kerusakan pada DNA. Oleh karena itu konsumsi antioksidan sangatlah
membantu mengurangi atau memperbaiki kerusakan DNA yang terjadi. Contoh
antioksidan yang bisa digunakan seperti likopen (pada tomat, semangka, jambu biji
merah, lobster, dan lain-lain), beta-karoten, vitamin A, B, C, E, zinc, dan selenium.
e) Probiotik dan prebiotik:
Bnyak anak dengan down syndrome yang mengalami konstipasi, oleh karena itu
pemberian pro dan prebiotik selain serat makanan dan cairan yang cukup, sangat
baik untuk memperbaiki kondisi ini, dan juga dapat memperbaiki sistem kekebalan
tubuh.
f) DHA omega 3:

24
Pemberian DHA pada anak dengan down syndrome dapat memperbaiki
perkembangan saraf dan mata termasuk sel membran pada otak dan retina.
Pemberian DHA tidak boleh berlebihan karena dapat menekan daya tahan tubuh.
Oleh karena itu terbaik diperoleh dari bahan makanan sumber seperti flaxseed,
salmon, sardine, kedelai, udang, scallop, dan

F. Prognosis
Empat puluh empat persen down syndrome hidup sampai 60 tahun dan
hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung
bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya
resiko terkena leukimia pada down syndrome adalah 15 kali dari populasi
normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup
setelah umur 44 tahun.
Anak down syndrome akan mengalami beberapa hal berikut :
1. Gangguan tiroid
2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan
danperubahan kepribadian).

Menurut Dr. Radianah MM (1989), prognosa anak down syndrome adalah


pertumbuhan badan tidak akan normal, tanda kedewasaan jasmani bisa tercapai
dan kehidupan seksual bisa normal tetapi tetap mandul.Menurut C.Njiokiktjen
(2005), anak downsyndrome mengalami gangguan bahasa reseptif karena
pemahaman bahasa lebih jelek daripada bahasa ekspresif. Kemampuan reseptif
dan ekspresif sangat rendah (delay atau tertinggal), seringkali diikuti dengan
gangguan nonverbal (mengalami juga keterbelakangan mental). Dalam bentuk
yang parah didapatkan asymbolic mental retardation atau "mute autistic".

25
BAB III
ANALISA KASUS

Pasien pada saat lahir mengalami hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan
asupan nutrisi ke otak berkurang. Selain itu pasien juga mengalami infeksi, dan
gangguan jantung berupa PDA, yang dapat memperberat fungsi otak. Pasien sempat
dimondokkan selama 14 hari. Faktor risiko yang didapatkan pada saat intranatal
(PDA), pascanatal (infeksi dan hipoglikemia) dapat menyebabkan terjadinya global
depelovemntal delay dengan cerebral palsy. Terapi yang diberikan adalah konsul
Rehabilitasi Medik, Konsul THT untuk screening pendengaran, dan Konsul Mata
untuk pemeriksaan strabismus. Konsul THT dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya tuli pada anak. Konsul Rehabilitasi Medik dilakukan untuk
dapat melatih anak yang mengalami keterlambatan tumbuh, kembang, dan
fungsional yang seharusnya sesuai dengan usia anak tersebut. Konsul Mata
dilakukan untuk mengatasi strabismus pada penderita dan mendeteksi
kemungkinan adanya gangguan penglihatan yang lain. Stimulasi harus
diberikan pada pasien ini baik oleh orang tua maupun tenaga profesional yang
terlatih. Kebutuhan dasar atau stimulasi dasar yang dibutuhkan adalah: ASUH

26
kebutuhan nutrisi, imunisasi lanjutan (booster), sandang-pangan, kesehatan,
hygiene dan sanitasi, ASIH kebutuhan hubungan ibu-anak, emosi, psikososial dan
kasih sayang, ASAH agama, moral-etika, kreativitas dan keterampilan. Stimulasi
yang diberikan tenaga profesional meliputi fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara,
terapi bermain, terapi pijat, terapi suara, latihan persepsi motorik, psikoterapi, dan
edukasi. Stimulasi yang diberikan orangtua dan tenaga profesional berupa stimulasi
sensori yang terintegrasi meliputi: penglihatan, pendengaran, proprioseptif raba,
dan sentuhan serta keseimbangan (vestibuler).
Prognosis yang mungkin timbul pada anak dengan keterlambatan tumbuh
kembang adalah anak dengan keterlambatan tumbuh kembang akan berprognosis
buruk jika tidak diberikan terapi baik berupa stimulan, latihan sedini mungkin, serta
pemberian dukungan dari orang tua. Jika dibiarkan saja, tidak menutup
kemungkinan anak akan mengalami gagal tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alberto J Espay, MD. Hydrocephalus. Emedicine 2010 : 4 available


at www.emedicine.com di akses pada 18 Agustus 2017
2. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam
Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1994, 915-6
3. Dan Stranding S. Ventricular System and Cerebrospinal Fluid, in Grays
Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, thirty nine edition,
Churchill Livingstone, New York : 2005, 287-94
4. Kahle, Leonhardt, Platzer. Sistem Saraf Dan Alat-Alat Sensoris, dalam
Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6,. Hipokrates, 2005,
262-271
5. R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC, Jakarta
: 2004, 809-810
6. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.
7. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victors
Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.

27
8. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM.
2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3.
Jakarta: EGC, 2006. Hal 2053-57
9. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.
Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:2126.
10. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical
Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-
4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.11747.
11. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice
parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of the
American Academy of Neurology and the practice committee of the child
neurology society. Neurology 2003;60:67-80.
12. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi
pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
13. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis
Keterlambatan Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali
14. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan RI. 2005.
15. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.
Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
16. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2);32-4.
17. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 18 Agustus 2017]. [Available from]:
URL: http //idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html.

28
18. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-
483.
19. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting
etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics
2006;118:139-45.
20. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea
Febiger 1990; 306-311.
21. Pakula AT, Braun KVN, Yeargin-Allsopp M. Cerebral palsy: classification
and epidemiology. Phys Med Rehabil Clin N Am. 2009; 20:425-52.
22. Liptak GS, Murphy NA. Clinical report providing a primary care medical
home for children and youth with cerebral palsy. Pediatrics. 2012;
128:e1321-9.
23. Russman BS. Disorder of motor execution I: cerebral palsy. Dalam: David
RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson BJ, penyunting. Clinical
Pediatric Neurology. Edisi ke-3. NewYork: Demos Medical Publishing,
2009.h.433-49.
24. Chen CL, Chen KH, Lin KC, Wu CY, Chen CY, Wong AMK, et al.
Comparison of developmental pattern change in preschool children with
spastic diplegic and quadriplegic cerebral palsy. Chang Gung Med J. 2010;
33:407-13.
25. Hiratuka E, Matsukura TS, Pfeifer LL. Cross-cultural adaptation of the
gross motor function classification system into Brazilian-Portuguese
(GMFCS). Rev Bras Fisioter. 2010; 14:537-44.
26. Palisano R, Rosenbaum P, Barlett D, Livingston M. GMFCS-E&R gross
motor function classification system expanded and revised. Dev Med Child
Neurol. 2007; 39:214-23.

29

You might also like