You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bells palsy atau kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan yang
meliputi otot-otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi sentral dan perifer.
Hal ini berhubungan dengan lokasi lesi saraf fasialis dan dapat dibedakan dengan
melihat gejala kelumpuhan yang timbul. Bells palsy merupakan kelemahan jenis
lower motor neuron yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis
terganggu, yang menyebabkan kelemahan otot wajah.1
Saraf fasialis memiliki anatomi yang sangat komplek dan terdiri dari 7000
serat masing-masing berfungsi membawa impuls listrik ke otot-otot wajah. Informasi
yang disampaikan akan menimbulkan ekspresi fasial seperti tertawa, menangis,
tersenyum dan berbagai ekspresi fasial lainnya. Saraf fasial tidak hanya membawa
impuls ke otot-otot wajah tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula saliva, dan ke
otot dekat tulang pendengaran (stapes) serta menstransmisikan rasa dari bagian depan
lidah. Oleh karena itu, bila terjadi kerusakan setengah atau lebih dari serat-serat saraf
ini maka akan timbul gejala lumpuh atau paralisis pada wajah, kekeringan pada mata
atau mulut, atau gangguan dalam pengecapan.4
Bells palsy merupakan kelemahan jenis motor neuron yang terjadi bila
nukleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang menyebabkan kelemahan
otot wajah. Bells palsy atau kelumpuhan saraf fasialis biasanya mengarah pada
suatu lesi saraf fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi nukleus fasialis
ipsilateral pada pons.3
Bells palsy memberikan dampak yang besar bagi kehidupan seseorang
dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah sehingga
tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien tidak
simetris. Hal ini menimbulkan suatu deformitas kosmetik dan fungsional yang berat.1

1
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga harus
dicari penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan tertentu
guna menetukan terapi dan prognosisnya. Penyebabnya dapat berupa kelainan
kongenital, infeksi, trauma, tumor, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu seperti
DM, hipertensi berat, dan infeksi telinga tengah. Penanganan pasien dengan
kelumpuhan saraf fasialis secara dini, baik operatif maupun secara konservatif akan
menentukan keberhasilan dalam pengobatan.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Bells palsy merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien tidak atau
kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini
tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan
dahi.1

Epidemiologi
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907
kasus (3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit
menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf
fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per
100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan paralisis
nervus fasialis unilateral.3
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia
40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah adalah
pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun. Frekuensi
kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa infeksi akibat herpes zoster
sekitar 2-10% dari semua kasus paralisis fasialis dan tumor sekitar 5% dari semua
kasus kelumpuhan saraf fasialis.3

Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis


Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-
otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih
tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

3
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan
lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius
superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini,
berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan
glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal
dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion
submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini
terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar
membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan
keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di
antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus
akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan
intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis,
kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf
fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat
motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa
melubangi glandula parotis.5,6

4
Gambar 1 Bagan Saraf Fasialis

Gambar 2 Saraf Fasialis

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan saraf
VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam
perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen
labirin, segman timpani dan segmen mastoid.1
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1

5
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah
tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar
dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior
kavum timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,
disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling
posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.
Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang
segmen ini 15-20 milimeter.1
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan
dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal
menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi
wajah (hipomimia atau amimi).6

Etiologi
Penyebab kelumpuhan saraf fasialis bisa disebabkan oleh kelainan kongenital,
infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit
tertentu.1,3

1. Kongenital

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible dan


terdapat bersamaan dengan anomali pada telinga dan tulang pendengaran. 1 Pada
kelumpuhan saraf fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan
perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular
(sindrom Moibeus).3

2. Infeksi

6
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan
kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan
ini seperti pada infeksi Herpes zoster. Herpes zoster terjadi saat terinfeksi virus
varicella zoster yang melewati lesi, kemudian masuk ke permukaan kulit dan
mukosa melalui ujung-ujung saraf sansoris dan ditransportasikan oleh serat-serat
saraf ke ganglion sensoris. Di dalam ganglion ini virus menetap dan menjadi
infeksi laten sepanjang hidup. Reaktivasi virus ini sering berhubungan dengan
daya tahan tubuh yang menurun, stres emosional, keganasan, terapi radiasi,
kemoterapi atau infeksi HIV. Sedangkan infeksi telinga tengah yang dapat
menimbulkan kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik
( OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi.1

3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling


sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat.
Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel
schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa
menginvasi cabang akhir dari saraf fasialis yang berdampak sebagai bermacam-
macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran
aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik saraf fasialis secara
ipsilateral.2

4. Trauma

Kelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka
tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab.
Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma
akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.2

7
5. Gangguan Pembuluh Darah

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis


diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.1

6. Idiopatik ( Bells Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya
atau tidak menyertai penyakit lain. Pada parese Bell terjadi edema fasialis.
Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan
tipe LMN yang disebut sebagai Bells Palsy.3

7. Penyakit-penyakit tertentu

Kelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,


misalnya DM, hepertensi berat, anestesi lokal pada pencabutan gigi, infeksi
telinga tengah, sindrom Guillian Barre.3

Manifestasi Klinis

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf fasialis jenis sentral dan perifer.
Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi,
tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan saraf
fasialis jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot
sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus
pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama saraf fasialis.5

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan
dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas
mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral) (gambar 3).

8
Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari saraf fasialis (lesi pada
traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan

Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup


mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut
(menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh.
Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka
sudut mulut dapat terangkat.5

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf
fasialis sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok
dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,
kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti saraf fasialis. Dalam hal
demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf fasialis
supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5

Gambar 3 Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan
LMN nervus VII.

9
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . (Lihat gambar 4) 3,6

1. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan
gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau
tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf
intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda
timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.

3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang
dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
pasca herpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah
kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion
genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan
pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf
aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan
pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

10
5. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya
nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya
saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf abdusen, saraf
aksesorius dan saraf hipoglossus.

Gambar 4. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda


kerusakan segmen individualnya

11
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis.
Tujuan pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan
menentukan derajat kelumpuhannya.1

Pemeriksaan fungsi saraf motorik

Terdapat otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya


mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun otot-otot tersebut dari sisi superior
adalah sebagai berikut :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.


b. M. Corrugator supercilii : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. Orbikularis oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiul
d. M. Proserus : diperiksa dengan cara mengerutkan dahi
e. M. Nasalis : diperiksa dengan cara mengembangkan lubang
hidung
f. M. Buccalis : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua
pipi
g. M. Zigomatikus mayor : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi
h. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata
kuat-kuat.

Pada tiap gerakan dari otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :

a. Dapat melawan tahanan kuat (3)


b. Hanya dapat menahan tahanan ringan ( 2 )
c. Tidak dapat menahan tahanan dan hanya tampak ada kontraksi (1)
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai
tiga puluh ( 30 ).1

Pemeriksaan Penunjang

12
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi
saraf yang tersedia antara lain Elektromiografi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG),
dan uji stimulasi maksimal.2

1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat
untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat
diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu
pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai
suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21
hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi.
Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan
sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.2

2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG
melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang
lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila
terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam
sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch
Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen
pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami
penyembuhan normal saraf fasialis.2

3. Uji Stimulasi Maksimal


Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde ditekankan pada
wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian dinaikkan perlahan-lahan hingga 5
ma, atau sampai pasien merasa tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi,
ala nasi, dan bibir bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap
gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal. Perbedaan
respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang lumpuh dianggap

13
sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi
kedutan pada sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus yang
digunakan pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen
penderita Bells Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon
elektris hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak
lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling dapat
diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.2

Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialis dapat dikelompokkan dalam 3
bagian:1,2,8
1. Pengobatan terhadap kelumpuhan saraf fasialis
A. Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan
diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta
untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama daerah sekitar
mata, mulut dan daerah tengah wajah. Masase dilakukan dengan
menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat
penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan
cermin dan melakukan beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis
mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan
mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai. 3,8
Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.3
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah. 2
Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot
yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran darah
serta tonus otot.8

B. Farmakologi

14
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan kelumpuhan saraf
fasialis antara lain8:
1. Asam Nikotinik
Pada kelumpuhan saraf fasialis yang dikarenakan iskemia Asam
nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion simpatik
servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga dapat
meningkatkan suplai darah ke saraf fasialis.

2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis yang disebabkan oleh
kompresi saraf fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi
bendungan, pembengkakkan dan inflamasi pada keadaan diatas.
3. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang
menyebabkan Bells Palsy.
4. Sodium Kromoglikat
Diberikan pada kelumpuhan saraf fasialis jika dipikirkan adanya reaksi
alergi.
5. Antivirus
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan
prednisone secara simultan.
C. Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan dapat
membantu penyembuhan Bells Palsy.8

2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )


Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:
A. Depresi
Pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka
memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan
pembuluh darah otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan
penderita dengan usia yang sama terbukti efektif untuk mengatasi depresi
tersebut.
B. Nyeri

15
Sebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien dengan
Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan
analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg
BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.
C. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata
agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk
mengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat
tetes mata.

3. Indikasi Untuk Operasi


Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total,
tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi saraf fasialis
transmastoid.1

Komplikasi
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat
otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin
memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru
yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang
berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6.
Sindrom air mata buaya (Crocodile tear phenomenon). Yaitu keluarnya air
mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi
paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang
seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di
sekitar ganglion genikulatum.5
Synkinesis. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau
tersendiri; selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan
mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma,

16
atau berkerutnya dahi.1,4 Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang
mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.5

BAB III
Laporan Kasus

1. Identitas Penderita
Nama : Tn. S. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 36 tahun

17
Agama : Kr. protestan
Alamat : Lingkungan 2, Maumbi
Pekerjaan : Sopir angkot
Tanggal pemeriksaan : 28 Februari 2017

2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Mata tidak bisa menutup sempurna dan wajah mencong ke kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata tidak bisa menutup sempurna dan wajah mencong ke kiri dialami pasien
sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pada pagi hari saat pasien bangun, pasien
merasa sulit membuka mata dan mata tidak tertutup sempurna, pasien juga
merasa air liurnya keluar di sudut kiri mulut. Saat minum air pasien mengeluh air
keluar dari sudut mulut kiri. Pasien juga mengeluh mengalami gangguan saat
makan (nasi terkumpul di rongga mulut sisi kiri), saat menggosok gigi dan
berkumur. Air mata banyak keluar dari mata kiri, terutama saat tidur dan menatap
sesuatu dalam waktu cukup lama. Penciuman, pendengaran dan pengecapan tidak
ada keluhan. Riwayat infeksi telinga dan telinga berdenging tidak ada, riwayat
mual dan muntah tidak ada, riwayat sakit kepala tidak ada, BAB dan BAK biasa.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Stroke (-)
Hipertensi (-)
Kolesterol (-)
DM, asam urat, ginjal, penyakit jantung di sangkal.
Gastritis (-)
Infeksi (Herpez zoster) (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Hanya penderita yang sakit seperti ini

5. Riwayat Kebiasaan
- Penderita merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol.
- Penderita melakukan aktivitas sebagai sopir angkot dari jam 6 pagi 10
malam

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita tinggal bersama ayahnya dalam tanggungan. Rumah semi permanen
dan memiliki 2 kamar tidur dan satu kamar mandi/wc jongkok berada di luar

18
rumah, menggunakan air sumur pompa dan PLN. Biaya pengobatan rumah
sakit dengan BPJS.

7. Riwayat psikologis
Penderita saat ini mulai cemas dan kurang percaya diri dengan kondisi
wajahnya yang belum sembuh.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Glasgow Coma Scale : E4M6V5
Tanda vital : Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu badan : 36,5 oC
Kepala : Wajah asimetris, Pupil bulat isokor 3 mm/ 3mm, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax : Paru-paru : Inspeksi : Simetris kiri = kiri
Palpasi : Stem fremitus kiri = kiri
Perkusi : Sonor kiri = kiri
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler
Ronkhi -/-, wheezing-/-
Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI-SII normal, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar/lien : tidak teraba

19
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat, edema (-)

Status Neurologis
GCS : E4M6V5

N. Cranialis : N.I N.VI normal


Paresis N.VII Perifer sinistra
N.VIII N.XII normal
Status sensorik : Normoestesi
Status otonom : BAB dan BAK normal

Status lokalis regio fasialis


Inspeksi : Asimetris, tanda-tanda radang negatif
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Visual analog scale (VAS) : 0

MANUAL MUSCLE TEST


Otot-otot wajah : D S
M. Frontalis 3 1
M. Corrugator Supercilii 3 1
M. Orbicularis Occuli 3 1
M. Procerus 3 1
M. Nasalis 3 1
M. Zygomatikus Mayor 3 1
M. Buccinator 3 1
M. Orbicularis Orris 3 1
Tes pengecapan 2/3 anterior lidah : normal

UGO FISCH
Posisi Point Persentase Skor
Istirahat 20 70 14
Mengerutkan dahi 10 30 3
Menutup mata 30 70 21
Tersenyum 30 70 21
Bersiul 10 30 3_

20
Total 62

Istirahat Mengerutkan dahi

Menutup Mata Tersenyum

21
Bersiul

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Bells palsy sinistra
Diagnosis Topik : Sekitar foramen stilomastoideus
Diagnosis Etiologi : Idiopatik

PENGOBATAN
Tetes Mata Cendo lyters 4x1 app

Problem Rehabilitasi Medik :


- Kelemahan otot-otot wajah
- Gangguan saat mengunyah, dan saat minum air.
- Keluar air mata dari mata kiri.
- Rasa malu (psikologi).

Program Rehabilitasi Medik


FISIOTERAPI
Evaluasi :
Kelemahan pada otot facialis sinistra
Program :
Infra red (IR) regio fasialis sinistra dengan mata ditutup kasa
Deep kneading Massage regio fasialis sinistra

TERAPI OKUPASI
Evaluasi :
Kontak, pemahaman dan komunikasi cukup baik

22
Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari (gangguan tidur, mengunyah,
berkumur)
Program :
Latihan peningkatan kekuatan otot wajah di depan cermin
Latihan berkumur di depan cermin
Latihan minum dengan sedotan di depan cermin
Latihan meniup lilin
Latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin

ORTOTIK PROSTETIK
Evaluasi : Kelemahan otot wajah kiri
Program : Saat ini belum diperlukan

PSIKOLOGI
Evaluasi :
Kontak, pemahaman dan komunikasi cukup baik
Gangguan dalam bersosialisasi (ada rasa malu)

Program :
Konseling dan support mental pada penderita dan keluarga agar tidak
cemas dengan sakitnya serta rajin mengikuti latihan yang dianjurkan.

SOSIAL MEDIK
Evaluasi :
Kontak, pemahaman dan komunikasi cukup baik
Program:
Memotivasi pasien untuk tetap berobat dan bersosialisasi dengan orang
lain

HOME PROGRAM
Kompres air hangat 5 10 menit pada sisi yang lumpuh
Latihan meniup lilin
Latihan minum dengan menggunakan sedotan
Latihan berkumur dan bersiul
Latihan gerakan wajah di depan cermin
Latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin

EDUKASI
Tetes mata sebelum tidur
Pakai kacamata hitam bila beraktivitas diluar rumah.

23
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer.


Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6 th
ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007: Hal. 114-117.
2. Maisel R, Levine S.Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit
THT edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition,
Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.
4. Facial Nerve Anatomy : Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com. Februari,
2014.
5. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit FK-UI, 2006.
6. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta
: Balai Pustaka, 1996.
7. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari
www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. Februari, 2014.
8. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme, 2000.

24

You might also like