Embalming (pengawetan jenazah) adalah suatu proses dimana dilakukan pemberian
bermacam-macam bahan kimia tertentu pada interior dan eksterior jaringan orang mati (menghambat dekomposisi jaringan) dan membuat serta menjaganya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup sesuai dengan waktu yang diperlukan3 dengan kata lain embalming adalah proses kimiawi yang melindungi jasad atau tubuh secara sementara12 Pengawetan jenazah dilakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Jenazah perlu dibawa ke tempat lain untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.4 Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam embalming untuk mematikan 14 bakteri serta untuk mengawetkan mayat. Formaldehida diabsorbsi di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Formalin adalah pengawet yang banyak digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya. pada jenazah ini, telah dilakukan arterial embalming. Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena jugularis. Bahan kimia disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pijatan embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain dapat digunakan, yaitu iliaka atau arteri femoralis, pembuluh subklavia atau aksila.5 Embalming dari sudut medikolegal, embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan. Di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu dokter spesialis forensik. Adapun alasannya adalah sebagai berikut :16,17 1. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar. 2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan otopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak rumah duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai pihak tergugat. 3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan embalming ada pada dokter spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya. Daftar pustaka
4.Atmadja SD. Tatacara dan Pelayanan Pemeriksaan Serta Pengawetan Jenazah Pada Kematian Wajar. Cited On 2012. Available from: http://tatacaraembalming.blogspot.com/ 5.Bajracharya S, Magar A. Embalming: An art of preserving human body. Kathmandu University Medical Journal, 2006;4(16):554-7. 12.Embalming Process. Cited On 2012. Available from: http:// www.amsocembalmers.org 14.Bedino HJ. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde versus Formaldehyde. Champion: Expanding Encyclopedia Of Mortuary Practices, 2003;649:2614-32. 16.Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegal. Cited On 2012. Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php 17.Kitab Undang-undang Hukum Pidana Buku Kedua. Cited On 2012. Available from: http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Pidana/Buku_Kedua