You are on page 1of 4

Procedural Optimization Models pada Multiobjective Flexible JSSP

Elena Simona NICOARA

Universitas Migas Ploieti, Romania

snicoara@upg-ploiesti.ro

Permasalahan yang paling menantang terkait dengan keefisienan pengerjaan terjadi jika
pengerjaannya dijadwalkan berbeda, jika saja pekerjaan ini mengizinkan flexible routings pada
perlengkapan dan bermacam sasaran yang diperlukan nantinya. Kerangka yang bisa
diaplikasikan pada kebanyakan proses tersebut dinamakan Multi-objective Flexible Job Shop
Scheduling Problems (MOFJSSP). Aplikasi tersebut kurang bergaung jika dibandingkan
dengan kerangka JSSP. JSSP secara luas telah diformalkan, diperagakan, dan dianalisis dari
berbagai sudut perspektif. MOFJSSP cenderung menurun jika teori optimization terjadi pada
kenyataannya seperti permasalahan berat NP lainnya. Kajian ini mendiskusikan optimization
models terbaik yang sesuai dengan MOFJSSP dan penganalisisan mendetail mengenai
algoritma genetik dan model agent-based yang cocok pada procedural models.

Kata Kunci: JSSP, Multiobjective, Optimization, algoritma genetik, model agent-based

1. Pendahuluan
Optimization merupakan sebuah persyaratan pada pengaplikasian dalam lingkup luas di
dunia nyata. Menyinggung teori tersebut, optimization sangat baik dikembangkan pada area
tertentu (seperti pemrograman linear, dan metode terperinci), namun optimization masih
menjadi topik penelitian terbuka pada area lain seperti pendekatan heuristik. Optimization
model sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan tertentu, apapun
metode teoritis yang dipilih nantinya. Terkadang, pada kebanyakan kasus, optimization
model dan pelaksananya tidak mampu menyelesaikan permasalahan pada tingkatan yang
terpisah.
Optimization model memiliki tiga komponen: variabel, sasaran, dan kendala. Berdasarkan
komponen dan data khusus yang masuk, maka akan menghasilkan sebuah hasil nilai yang
optimal bagi variabel beserta sasarannya. Dengan kata lain, sebuah optimization model
memberikan solusi yang jitu. Optimization model memiliki banyak kelebihan dan
kekurangan. Kita dapat menyebutkan sedikit banyak model realitasnya, seperti sebuah
penyederhanaan realitas (berdasarkan sejumlah faktor yang berinteraksi), kesulitan pada
perincian fungsi sasaran, keakurasian sebagian parameter, penghilangan penundaan pada
sistem yang kompleks, pembiasan pada contoh, kendala tekanan waktu, penyederhanaan
model, anggapan yang diambil saat menghadapi sistem yang kompleks [1], [2]. Semua hal
tersebut muncul ketika teori optimization berhadapan dengan konteks dunia nyata.
Dukungan bagus menghadapi hal tersebut [3], jika terdapat pandangan teknik mesin dari
optimization model yang akan ditampilkan. Sebuah kemungkinan solusi bisa jadi digunakan
pada dua tingkatan simulasi yang berulang demi memperoleh pengoptimalan di bawah
standar tapi tidak untuk pengoptimalan yang lebih baik [4].
Pada tahap pengerjaan, aspek optimization yang paling kritis adalah keefisienan waktu.
Berhubungan dengan hal tersebut, pada produksi manipol memiliki konteks terhadap
berbagai permasalahan penjadwalan dalam pengerjaan kerangka: penjadwalan flow shop,
penjadwalan job shop, dan penjadwalan open shop.
Job Shop Scheduling Problem (JSSP) menyatakan bahwa sebuah himpunan dari berbagai
pekerjaan yang terdiri dari bermacam operasi harus dijadwalkan secara optimal demi
kepuasan pada sebuah set mesin yang yang mendahulukan kendala pendahuluan,
penggiliran, dan kapasitas sumber daya. Ini bermaksud bahwa pengoperasian setiap
pekerjaan harus melewati proses pada sebuah penetapan perintah, setiap tindakan tidak
boleh diinterupsi dan sebuah mesin hanya menjalankan sebuah pengoperasian sekali setiap
waktunya. Tujuannya adalah untuk menghemat waktu pada keseluruhan pekerjaan. Hasil
dari JSSP dinamakan optimal schedule yang mengoptimalkan pengalokasian waktu dari
terbatasnya mesin pengoperasian pekerjaan. Bagian dari teoritis dan latar belakang yang
paling diperhatikan pada JSSP adalah kondisi di saat ketidak-fleksibelitas beragam sasaran
[8], [9], [10].
Proses penjadwalan menjadi lebih kompleks di saat beberapa sasaran secara simultan
dipenuhi, contohnya: memaksimalkan beban kerja, meminimalkan keterlambatan,
meminimalkan waktu jobs flow, meminimalkan proses bekerja, meminimalkan biaya
pengecekan mesin, memaksimalkan total beban kerja pada mesin, dan lain-lain. Inilah yang
disebut Multiobjective FJSSP (MOFJSSP). Formulasi MOFJSSP secara matematis yang
dijadikan perangkat dalam memprediksi JSSP (seperti yang ditampilkan di [8]) mencakup
multiobjectiveness dan memperoleh solusi alternatif pekerjaan.
Penjadwalan pada kebanyakn industri berdasarkan pada sistem produksi MOFJSSP, seperti
pada industri farmasi, kimia, makanan, mebel, peralatan elektronik, dan lain-lain. Berbagai
optimization models tersedia dari semua proses pengerjaan tersebut. Semua bagian tersebut
dikenal dengan nama discrete-event system model (DES).
Menciptakan sebuah optimization model secara matematis berisikan semua faktor nyata dan
tidak nyata untuk menentukan perkembangan waktu sebuah keidealan sebuah model DES
merupakan sasaran yang bagus. Namun, model yang demikian memiliki hal yang sangat
kompleks seperti ratusan atau ribuan variabel dan tidak diizinkan untuk menggunakan solusi
analitis [13]. Konsekuensinya, peralatan dari jenis lain untuk ditampilkan, diperagakan, dan
untuk menstimulasi DES menjadi fokus utama pada kebanyakan penelitian. Beberapa di
antaranya disebut conventional models, disebabkan karena diciptakan pada proses
pemeragaan yang merupakan konsep inti dalam optimization model. Dalam konteks JSSP
(MOF), conventional model yang memadai adalah: Petri nets, sistem tunggu, general
decision models, logical formulations (seperti bahasa STRIPS), proses Markov dan simulasi
Monte Carlo. Terdapat analisis model-model tersebut pada [14] dan [15]: kekurangan dan
kelebihan dari semua model serta karakteristik dari proses pengerjaan yang membutuhkan
model tertentu juga diuraikan. Kesimpulan yang bisa didapatkan mengenai conventional
optimization models adalah model tersebut lebih sesuai untuk proses penjadwalan ukuran
kecil dan sedang.
Optimization models lainnya disebut unconventional models. Pada model tersebut, model
pemrosesannya bertumpu pada tingkatan sekunder dan peran utama dalam pemodelannya
dinilai untuk mendapatkan prosedur yang akan mengontrol sistem. Prosedur tersebut
dipresentasikan sebagai sebuah urutan instruksi, seperti halnya pengubahan urutan pada
algoritma. Oleh karena itu, unconventional models juga disebut sebagai procedural models.
Kehebatan model tersebut pada dekade terakhir didukung oleh kesukaran utama pada
pengkarakterisasian secara matematis dan padu dari kompleks teknologis besar yang
memproses prilaku. Dalam kasus ini, bukan tidak mungkin sebuah pendekatan dapat
mengatasi dengan mudah permasalahan yang ada pada sistem [13]. Kebanyakan procedural
models menggunakan teknik dan mekanisme khusus pada sistem biologis, terutama pada
representasi skematis dan generalisasi prilaku. Karena alasan demikianlah, mereka
diikutsertakan di bidang artificial intelligence. Dengan bantuan dari model seperti ini, kita
dapat menggantikan peran manusia yang berbasis kemampuan dengan sebuah aplikasi yang
akan digunakan sebagai intelligence assistant untuk mendapatkan keputusan yang baik
dengan waktu singkat [16]. Berikut signifikansi dari procedural optimization models:
evolusi algoritma serta algoritma genetik khusus, model agent-based (teknik bernegosiasi,
Ant Colony Optimization, Particle Swarm Optimization, Wasp Behaviour Model, artificial
bee colony algorithm), jaringan saraf, teknik fuzzy, system keahlian dan sistem berbasis
pengetahuan. Empat model terakhir dijelaskan lebih lanjut pada [15].
Analisis secara mendalam mengenai algoritma genetik dan sistem agent-based sebagai
procedural optimization models untuk MOFJSSP disajikan pada bagian 2 dan 3.
Kesimpulan kajian terdapat pada bagian 4.

You might also like