You are on page 1of 45

TUGAS 3

PENGOLAHAN GAS BUMI

STUDI KASUS: ANALISA TRANSPORTASI DAN


PENGOLAHAN GAS ALAM UNTUK 10 SUMUR

Kelompok: 6
Anggota Kelompok:
Dwiantari Satyapertiwi 1106016494
Johan 1106052966
Muhammad Fauzi 1106012546
Rahmita Diansari 1106013151

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2
2.1. Pemanfaatan Gas Bumi ................................................................................ 2
2.1.1 Gas Pipa (Pipeline Gas).......................................................................... 3
2.1.2. LPG ........................................................................................................ 3
2.1.3. CNG ....................................................................................................... 4
2.1.4. LNG ....................................................................................................... 5
2.2. Proses Pemurnian Gas Bumi ........................................................................ 5
2.2.1. Gas Sweetening...................................................................................... 5
2.2.2 Gas Dehydration ................................................................................... 10
2.2.3. Mercury Removal ................................................................................ 13
2.2.4. Nitrogen Rejection ............................................................................... 16
2.2.5. Oxygen Treatment ............................................................................... 17
BAB III PENYELESAIAN MASALAH ........................................................... 19
3.1. Definisi Masalah ......................................................................................... 19
3.2. Analisis Transportasi dan Proses Pengolahan Gas Bumi ........................... 19
3.2.1. Asumsi yang Digunakan ...................................................................... 19
3.2.2. Analisis untuk Masing-masing Sumur ................................................. 20
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43

ii
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

BAB I
LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki cadangan gas alam yang cukup besar. Gas alam
merupakan sumber energi yang potensial untuk menggantikan sumber energi
minyak bumi yang semakin menipis cadangannya. Gas alam merupakan
hidrokarbon dengan fasa dominan berupa gas. Gas alam terbentuk dari jasad
mahluk hidup yang tertimbun selama jutaan tahun. Proses pembentukan gas alam
mirip dengan proses pembentukan minyak bumi.
Gas alam ditambang dari sumur- sumur gas. Komposisi hidrokarbon dalam gas
alam adalah hidrokarbon ringan (dominan), hidrokarbon berat, dan pengotor
berupa H2S, CO2, O2, N2, Hg, dll.
Gas alam diolah menjadi berbagai produk antara lain LNG, NGL, LPG,
gas pipa (pipeline gas), GTH, dll. Semua produk tersebut memiliki spesifikasi
yang berbeda satu dengan lainnya. Pemilihan produk gas alam biasanya dikaitkan
dengan jarak sumur ke titik demand, kondisi reservoar, dan komposisi gas alam
itu sendiri.
Gas alam memiliki berbagai keunggulan dibandingkan minyak bumi, yaitu
emisi karbon yang rendah dibanding dengan bahan bakar minyak dan batu bara,
harganya yang lebih murah, dan ketersedian gas alam. Dan yang paling penting
adalah biaya yang rendah dibandingkan dengan penggunaan batu bara. Faktor
inilah yang menyebabkan pertumbuahan konsumsi gas alam meningkat dengan
pesat.

1
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Gas Bumi


Gas alam merupakan salah satu sumber energi yang banyak dimanfaatkan
dewasa ini baik dalam skala perumahan, komersial, maupun industri. Tercatat dari
tahun 2005 hingga tahun 2010, total konsumsi gas terus meningkat. Pada tahun
2005, konsumsi gas mencapai 3.541 MMSCFD, setahun kemudian meningkat
menjadi 3.716,1 MMSCFD dan 2009 tercatat 4.233,7 MMSCFD. Peningkatan
konsumsi gas, terutama terjadi pada sektor pupuk, listrik dan industri lain
(esdm.go.id, 2010). Alasan mengapa gas menjadi salah satu sumber energi yang
populer adalah karena efisiensi energi yang dihasilkan lebih baik dibandingkan
dengan minyak bumi dan batubara, dan polutan yang dihasilkan dari
pembakarannya lebih sedikit sehingga lebih ramah lingkungan.
Untuk mengakomodasi penggunaan gas alam di berbagai sektor, tentunya
gas alam harus dapat ditransportasikan secara efisien ke berbagai titik dimana gas
alam dibutuhkan. Metode transportasi gas yang paling banyak digunakan antara
lain dengan menggunakan pipa (pipeline gas), LPG, CNG, dan LNG.

Gambar 2.1 Metode Pemanfaatan dan Transportasi Gas Bumi

Masing-masing metode transportasi gas memiliki efisiensi yang berbeda


bergantung pada jarak pengiriman dan volume gas yang dikirimkan. Gambaran
kasar mengenai metode transportasi yang dapat digunakan untuk mengirimkan
gas dari sumber ke tempat demand dapat dilakukan secara sederhana dengan
menggunakan grafik dalam Gambar 2.2 berikut ini.

2
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 2.2 Metode Pemanfaatan dan Transportasi Gas Bumi

Lebih jelasnya, masing-masing metode akan dijelaskan secara rinci dibawah ini.
2.1.1 Gas Pipa (Pipeline Gas)
Gas alam biasanya dapat ditransportasikan dalam bentuk gas pipa atau
pipeline gas dengan menggunakan pipa carbon steel dengan diameter berkisar
dari 2 inci (51 mm) sampai lebih dari 60 inci (1500 mm). Gas diberi tekanan
dengan menggunakan kompresor sehingga dapat sampai ke tempat tujuan dengan
spesifikasi yang memadai. Pada dasarnya, gas alam yang dialirkan tidak memiliki
bau. Sebagai pengamanan, gas yang dialirkan dapat ditambahkan merkaptan
untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran.
Dengan melihat grafik pemilihan metode transportasi gas, terlihat bahwa
penyaluran gas alam sebagai gas pipa lebih efektif untuk penyaluran dalam jarak
yang relatif dekat (hingga 600 mil), sementara volume yang dialirkan bisa
mencapai 800 MMSCFSD. Hal ini disebabkan, penyaluran gas memerlukan
sarana berupa pipa yang pembangunannya juga memerlukan biaya, sehingga pada
jarak yang jauh biaya yang perlu dikeluarkan dalam pembuatan pipa dan
penambahan kompresor menjadi lebih besar. Besarnya biaya pembangunan sarana
transportasi gas ini tidak berimbang dengan pemasukan dari penjualan gas alam
itu sendiri, maka;hd penyaluran gas alam dilakukan pada jarak pendek.
2.1.2. LPG

3
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

LPG atau liquified petroleum gas adalah campuran dari berbagai unsur
hidrokarbon dalam bentuk cair yang komposisinya didominasi oleh propana
(C3H8) dan butana (C4H10). Komponen hidrokarbon lain, seperti etana (C2H6) dan
pentana (C5H12) masih terdapat dalam campuran, namun dalam jumlah kecil. LPG
ditekan dengan tekanan tinggi sehingga berbentuk cair, hal ini bertujuan untuk
meminimalisir volume sehingga lebih mudah untuk ditransportasikan. Untuk
memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan
yang dikandungnya, tabung LPG tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-
85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam
keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi
umumnya sekitar 250:1.
Tekanan uap, yakni tekanan minimal yang harus diberikan agar LPG
berfasa cair, bergantung pada komposisi dan temperatur dari gas LPG itu sendiri.
Sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni
pada 20 C (68 F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni
pada 55C (131 F). Menurut spesifikasinya, LPG dibagi menjadi tiga jenis
yaitu LPG campuran, LPG propana dan LPG butana. Spesifikasi masing-
masing LPG tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas
Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. LPG yang dipasarkan Pertamina adalah
LPG campuran.
2.1.3. CNG
CNG atau Compressed Natural Gas adalah salah satu alternatif bahan
bakar yang komposisinya didominasi oleh metana (CH4), sehingga memiliki hasil
pembakaran yang lebih bersih dibandingkan bahan bakar lainnya. Karena
didominasi oleh metana, CNG bersifat lebih ringan dari udara dan mudah
terdispersi cepat ketika terjadi kebocoran. CNG dibuat dengan mengompresi gas
alam hingga volumenya mencapai 1/300 dari volume awal. CNG disimpan dan
didistribusikan dalam wadah yang mampu menahan tekanan tinggi (200-220 bar
atau 2900-3200 psi) dalam suhu mendekati suhu ruang. Wadah dari CNG
biasanya berbentuk silinder atau bola.
Berdasarkan Gambar 2.2., CNG merupakan metode transportasi gas yang
efektif jika volume gas yang ditransportasikan relatif kecil, antara 100-500

4
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

MMSCFD. Transportasi ini digunakan terutama pada cadangan offshore dimana


jaringan pipa tak tersedia dan LNG terhalangi oleh tingginya biaya.
2.1.4. LNG
LNG atau Liquified Natural Gas adalah gas alam yang dicairkan dengan
cara pendinginan pada tekanan mencapai tekanan atmosferik dengan suhu
mencapai -160 0C. Pada kondisi cair LNG memiliki densitas sekitar 45% dari
densitas air, dengan reduksi volume 1/600 dibanding kondisi gasnya.
Kompresi volume yang cukup besar ini memungkinkan transportasi gas dalam
bentuk cair untuk jarak jauh dengan biaya yang lebih efisien. Biaya terbesar pada
proses pembuatan LNG terdapat pad biaya proses pencairannya, dimana untuk
kapasitas 0.5-1 tcfd biayanya adalah $750juta-$1.25 milyar atau sekitar 50%
dari total investasi. Investasi yang dibutuhkan untuk fasilitas LNG juga cukup
besar, bisa mencapai hingga US$ 1.5-2.5 miliar. Teknologi LNG secara luas
digunakan dan akan terus berkembang untuk transportasi gas alam volume
besar jarak jauh (ekonomis untuk jarak 2500 mil atau lebih) dengan
menggunakan kapal.

2.2. Proses Pemurnian Gas Bumi


Gas alam merupakan gas yang terdiri dari berbagai komponen dengan
komposisi utama metana. Metana merupakan komponen inti dari gas alam yang
memiliki komposisi mencapai 85%. Selain metana juga terdapat hidrokarbon
ringan seperti etana, propane dan butane, tidak hanya itu terdapat juga
hidrokarbon berat dalam jumlah sedikit. Gas alam juga mengandung beberapa
impurities atau pengotor. Kualitas dari suatu gas alam ditentukan dari jumlah
impurities yang terkandung. Setiap sumur gas memiliki kualitas atau kandungan
yang berbeda-beda.
Impurities pada setiap sumur tersebut terlebih dahulu harus dibersihkan
sebelum gas alam diolah lebih lanjut menjadi produk antara ataupun produk akhir.
Komposisi dan kualitas yang berbeda ini menyebabkan gas alam dapat diolah
dengan teknologi berbeda apabila berasal dari sumur berbeda.
2.2.1. Gas Sweetening

5
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gas sweetening merupakan proses pertama yang akan dilalui oleh suatu
gas alam setelah melewati knock out drum. Gas sweetening akan menghilangan
impurities berupa gas asam seperti hidrogen sulfida (H2S) dan karbon dioksida
(CO2). Sebagian gas alam mengandung hidrogen sulfida (H2S) dalam konsentrasi
mulai dari yang hampir tidak terdeteksi jumlahnya sampai melebihi 30 persen mol
(Katz, 1959). Pemisahan H2S dari gas alam dibarengi oleh proses pemisahan
karbon doiksida (CO2) karena CO2 mempunyai karakteristik asam yang sama.
Gas yang mengandung H2S atau CO2 diklasifikasikan sebagai sour gas dan gas
yang bebas dari H2S atau CO2 disebut sweet gas.
Dengan meningkatnya permintaan gas alam maka gas alam yang di
transportasikan ke pasaran harus memenuhi syarat-syarat legal yang menentukan
kandungan maksimum H2S. Pesyaratan ini berdasarkan sifat H2S yang beracun
dan hasil pembakarannya adalah sulfur dioksida atau sulfur trioksida. Selain
mengeluarkan bau yang tidak enak pada konsentrasi rendah, H2S merupakan
racun yang sangat mematikan dan pada konsentrasi di atas 600 ppm dapat
menyebabkan kematian dalam waktu tiga sampai lima menit. Sifat racun bisa
dibandingkan dengan sianida sehingga keberadaannya di dalam bahan bahar gas
domestik tidak bisa di toleransi. H2S juga bersifat korosif terhadap semua logam
yang biasanya berhubungan dengan sitem pengolahan gas dan sistem
tranportasinya yang bisa mengakibatkan kegagalan prematur dari sistem tersebut.
Penghilangan gas asam (CO2, H2S, dan komponen sulfur lainnya) dari gas alam
sering disebut sebagai proses gas sweetening. Gas asam yang hadir dalam gas
alam perlu dihilangkan untuk: meningkatkan nilai kalor gas, mencegah korosi
pipa dan peralatan proses gas, dan kristalisasi gas asam (CO2) selama proses
kriogenik/pencairan.
Penghilangan gas asam dapat dicapai dengan banyak cara. Variasi dan
pengembangan masing-masing proses telah dikembangkan selama bertahun-tahun
untuk menghilangkan beberapa jenis gas dengan tujuan mengoptimalkan biaya
modal dan operasional, memenuhi spesifikasi gas, dan untuk tujuan lingkungan
(Tennyson et. at 1977). Proses utama yang tersedia dapat dikelompokkan sebagai
berikut (Maddox, 1982):
Proses absorpsi (absorpsi kimia dan fisika)

6
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Proses adsorpsi (solid surface)


Pemisahan fisika (membran atau pemisahan kriogenik)
Larutan hibrida (campuran larutan fisika dan kimia)
Faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan teknologi diantaranya ialah:
Jenis dan konsentrasi dari pengotor dalam gas umpan
Konsentrasi masing-masing kontaminan dan tingkat penghilangan (gas asam)
yang diperlukan
Komposisi hidrokarbon dari gas
Spesifikasi akhir (untuk komposisi gas asam) yang diinginkan
Biaya modal dan biaya operasional
Volume gas yang akan diproses
Selektivitas yang diperlukan untuk menghilangkan gas asam
Kondisi di mana gas umpan tersebut tersedia untuk pengolahan
Selain itu, terdapat juga cara grafik seperti pada Gambar 2.3 berikut, dimana
faktor penentu berupa konsentrasi gas asam pada outlet gas dan feed gas.

Gambar 2.3 Metode Grafik untuk Pemilihan Metode Gas Sweetening

a. Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi melibatkan adsorpsi gas asam dengan menggunakan
adsorben padat. Proses penghilangan dilakukan dengan reaksi kimia atau ikatan

7
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

ion partikel padat dengan gas asam. Umumnya, proses adsorpsi berupa ferrum
oksida, oksida zinc, dan seolit (molecular sieve). Assorben biasanya ditentukan
oleh struktur mikropori yang menahan komponen yang akan dipisahkan.
Ketika unggun jenuh dengan gas asam, vessel dihilangkan dari sistem untuk
regenerasi dengan mengalirkan aliran gas panas yang sudah bersih melalui
unggun. Pada proses adsorpsi yang disebutkan di atas, hanya molecular sieve
yang sesuai untuk penghilangan konsentrasi CO2 yang kecil dari gas alam.
Kelebihan proses adsorpsi adalah:
Molecular sieve tidak mengalami degradasi mekanis.
Pengoperasian proses terbilang mudah
Dehidrasi simultan terhadap pengilangan gas asam mungkin terjadi
Regenerasinya murah.
Kecepatan pemisahan gas asamnya tinggi
Sementara itu, kekurangan yang dimiliki oleh proses adsorpsi adalah:
Prosesnya terbatas pada aliran gas yang sedikit pada tekanan sedang.
Tidak sesuai untuk sirkulasi kontinyu dikarenakan pengurangan.
Desain proses terbilang kompleks.
b. Proses Absorpsi
o Absorpsi Fisika
Process absorpsi fisika dilakukan dengan menggunakan pelarut
organik untuk mengabsorpsi gas asam secara fisik. Process absorpsi gas
asam seperti CO2 bergantung pada tekanan dan suhu umpan. Penghilangan
CO2 secara absorpsi ini secara optimum dilakukan pada tekanan yang sangat
tinggi dan suhu yang rendah. Hal ini dikarenakan pada keadaan ini, tekanan
parsial CO2 akan meningkat sedangkan tekanan uapnya menurun sehingga
pemisahan menjadi sangat efektif. Setelah pemakaian pelarut sebagai
absorben gas asam. Pelarut ini dapat diregenerasi. Beberapa proses absorpsi
fisika yang dikenal dalam industri yaitu:
Proses dengan Selexol (Selexol Process)
Proses dengan rectisol
Proses dengan Flour
o Absorpsi Kimia

8
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Proses absorpsi kimia adalah proses pemisahan gas asam


berdasarkan pada reaksi eksotermis dari pelarut untuk menghilangkan
keberadaan CO2 dari gas alam. Kebanyakan absorpsi kimia merupakan
reaksi kimia reversibel. Bahan reaktif, atau pelarut, yang digunakan untuk
menghilangkan CO2 berada dalam kontaktor pada tekanan tinggi dan
diharapkan pada suhu rendah. Reaksi ini kemudian dibalik oleh proses
stripping endotermis pada suhu tinggi dan tekanan rendah. Proses absorpsi
kimia sangat aplikatif saat tekanan parsial gas asam (CO2) rendah dan
spesifikasi akhir gas alam yang diinginkan rendah.
Dalam proses ini, kadar air dalam gas meminimalisir absorpsi
senyawa hidrokarbon rantai panjang , sehingga membuat pelarut lebih
cocok untuk men-treating gas umpan dengan kandungan senyawa
hidrokarbon rantai panjang yang cukup tinggi. Mayoritas pelarut kimia
proses absorpsi ini menggunakan baik amina maupun karbonat.
Absorpsi Kimia dengan Potassium Carbonate (K2CO3)
Absorpsi Kimia dengan Pelarut Amine (MEA, DEA, MDEA)
Proses penghilangan gas asam CO2 dan H2S dengan menggunakan
amine merupakan teknik absorbsi secara kimia. Dalam absorbsi secara
kimia, Proses penghilangan polutan tersebut dilakukan dengan
melibatkan reaksi kimia pada tekanan tinggi dan suhu rendah. Senyawa
amina adalah pelarut yang paling banyak digunakan pada proses absorpsi
ini karena senyawa amina dapat bereaksi dengan CO2 membentuk
senyawa kompleks (ion karbamat) dengan ikatan kimia terputus yang
lemah (Wang 2003). Ikatan kimia ini dapat dengan mudah terputus
dengan pemanasan (mild heating) sehingga memudahkan proses
regenerasi absorben (senyawa amina). Solvent yang umumnya digunakan
dalam proses ini diantaranya adalah,
Monoethanol amine (MEA)
Diethanolamine (DEA)
Monodiethanol amine (MDEA)
c. Pemisahan Fisik

9
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Separasi membran merupakan salah satu jenis teknik separasi fisika.


Membran pada proses di sini berperan sebagai lapisan semi-permeable dan
membran ini mengendalikan laju dari berbgai molekul antara dua fasa cair, dua
fasa gas, ataupun fasa cair-gas. Aliran yang terjadi yaitu aliran hidrodinamik.
d. Pelarut Hibrida
Proses ini merupakan proses yang mengombinasikan sifat fisik dan
kimia pelarut untuk penghilangan gas asam yang efektif. Proses hibrid yang
berhasil salah satunya adalah proses sulfinol dibawah lisensi Shell E&P.
Sulfinol merupakan campuran sulfolan (tetrahidrotiofen1-1 dioksida), air, dan
diisopropanolamin (DIPA) atau metildietanolamin (MDEA).

2.2.2 Gas Dehydration


Proses pengeringan gas alam adalah penghilangan air yang berwujud uap.
Industri gas alam telah mengakui bahwa proses pengeringan diperlukan untuk
memastikan kelancaran operasi jalur transmisi gas. Proses pengeringan mencegah
terbentuknya hidrat gas dan mengurangi korosi. Jika gas tidak mengalami proses
pengeringan maka air yang berbentuk cair akan terkondensasi di dalam pipa dan
terakumulasi di titik terendah sepanjang pipa sehingga bisa mengurangi kapasitas
alir pipa tersebut.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengeringkan gas pada skala
industri. Dua metode utama yang sering digunakan untuk proses pengeringan
adalah adsorpsi (adsorption) dan absorpsi (absorption). Pengering (desiccant)
yang biasa digunakan dalam proses adsorpsi adalah molecular sieves (zeolites),
silica gel, dan bauksit. Untuk proses absorpsi, desiccant yang sering digunakan
adalah di-etilen glikol dan tri-etilen glikol. Selain kedua metode ini terdapat juga
metode membran.
a. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses di mana molekul-molekul dari gas tertahan pada
padatan dengan gaya permukaan. Ada dua klasifikasi, yaitu:
o Adsorpsi Fisik
Adsorpsi fisik memerlukan material adsorben dengan berbagai
macam karakteristik berupa:

10
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Permukaan yang luas untuk kapasitas yang besar


Memiliki aktivitas untuk komponen yang akan dipisahkan
Laju perpindahan massanya tinggi
Mudah regenerasinya
Ada beberapa jenis tipe dari adsorben. Adsorben yang paling efisien
adalah molecular sieves (zeolit). Material dari adsorber itu sendiri terdiri
dari :
Bauksit
Alumina
Gels
Molecular Sieve (Zeolite)
Molecular sieve, biasa disingkat MS, adalah material yang
mengandung pori yang amat kecil dalam ukuran yang sama yang pada
umumnya dipakai sebagai absorben untuk gas dan cairan. MS ini
merupakan adsorben yang terbuat dari polimer terkristal aluminosilica,
tanah liat, gelas berpori, charcoal, zeolit dan karbon aktif. MS sangat kuat
menyerap senyawa polar ataupun senyawa terpolarisasi berkonsentrasi
rendah, seperti H2O, metanol, H2S, COS, mercaptan, sulfida, amonia,
senyawa aromatik, dan merkuri. MS diproduksi dalam berbagai bentuk,
yaitu kapsul, granula, pellet, dan bubuk.
o Adsorpsi Kimia
b. Absorpsi
Absorpsi adalah dehidrasi yang menggunakan cairan pengering
untuk memisahkan uap air dari gas. Salah satu tujuan absorpsi untuk
mengambil air, dalam bentuk uap air, pada aliran gas alam hingga ke pipa-
pipa air dan gas alam tersendiri.
Metode yang biasanya digunakan adalah dengan media triethylene
glycol. Berikut ini gambaran proses dehidrasi dengan glikol dalam Gambar
2.4:

11
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 2.4. Proses Dehidrasi dengan Absorpsi oleh Glikol

Wet gas adalah gas hasil destilasi yang mengandung air. Gas ini akan
dipertemukan dengan glikol pada kolom absorber. Air akan diserap oleh
glikol. Peristiwa ini yang menyebabkan penurunan titik embun. Glikol basah
adalah campuran air yang diserap oleh glikol akan diberlakukan proses
regenarasi.
Beberapa hal yang terjadi pada proses regenerasi diawali dengan
pemanasan glikol basah oleh alat penukar panas. Selanjutnya, glikol dengan
air akan saling terpisah karena proses pemanasan atau proses fraksinasi ini.
Proses fraksinasi ini berlangsung pada kolom yang terdapat reboiler yang
akan menguapkan air menjadi uap air dan uap air ini akan keluar dari proses
regenarasi. Glikol bersih dari air akan didinginkan dengan heat exchange dan
dipompa kembali ke kolom absorber.
Glikol lebih disukai karena glikol memiliki penurunan titik embun
yang unggul. Hal ini menjelaskan bahwa proses nyata, modal, dan biaya awal
yang lebih rendah dibandingkan media lain. Berikut ini macam Glikol yang
telah umum digunakan :
Ethylene glycol (EG)
Diethylene glycol (DEG)
Triethylene glycol (TEG)
Tetraethylene glycol (TREG)

12
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Akan tetapi, jenis glikol yang paling banyak digunakan oleh pabrik
adalah TEG. Hal ini dikarenakan adanya karena kerugian uap yang lebih
rendah dan depresi titik embun yang lebih baik. TEG digunakan untuk proses
dehidrasi dan pemisahan gas asam dengan titik embun 40 sampai 140 F,
untuk kondisi operasi berkisar 25 sampai 2500 psig dan 40 sampai 160 F.
TEG yang memiliki gugus hidroksil di ujung molekul akan mengikat uap air.
Regenerasi akan memproduksi TEG dengan konsentrasi dari 99.1% hingga
99.95%. Penggunaan TEG bisa mengabsorp CO2, H2S, dan zat pengotor
lainnya dengan desain yang berbeda dari proses dehidrasi.
c. Membran
Membran menggunakan teknologi yang termasuk cukup baru di
dalam proses pengeringan gas. Berdasarkan literatur yang didapatkan,
disebutkan bahwa membran merupakan salah satu alternatif yang cukup
menarik dalam mengeringkan gas untuk memenuhi spesifikasi dari sales gas.
Hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu biaya pemeliharaan yang cukup murah
dari teknologi membran.
Akan tetapi, penggunaan membran mesti memperhatikan beberapa
hal, terutama treatment dari gas umpan di mana gas umpan harus bebas dari
padatan atau partikel yang lebih besar dari 3 mikron. Selain hal itu, suhu dari
gas umpan juga setidaknya 100 oC di atas dew point air untuk menghindari
terjadinya kondensasi di membran.
Teknologi membran dapat dioperasikan pada tekanan antara 700
hingga 1000 psig dengan kandungan air antara 500 hingga 2000 ppmv. Gas
keluaran dari membran memiliki kandungan air antara 20 hingga 100 ppmv
dengan tekanan 700 hingga 990 psig.

2.2.3. Mercury Removal


Mercury removal merupakan suatu proses pengolahan gas alam yang
dimaksudkan untuk menghilangkan merkuri dari aliran gas alam. Keberadaan
merkuri dalam aliran gas alam sangat kecil, biasanya dinyatakan dalam kadar
konsentrasi ppb (part per billion) maupun ppm (part per million). Akan tetapi,
sekecil apapun konsentrasinya, merkuri perlu ditangani dengan sangat hati-hati.

13
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Merkuri dapat mengakibatkan kerusakan pada alat penukar panas (heat


exchanger) yang terbuat dari logam, khususnya aluminium. Hal ini disebabkan
adanya reaksi antara merkuri dengan logam membentuk amalgam. Selain itu,
masalah yang dapat ditimbulkan oleh merkuri adalah konsentrat cairnya yang
terbentuk pada bagian keluaran dari sistem pendingin. Konsentrat cair ini sangat
sulit dibersihkan, dan tentu saja mengakibatkan biaya pemeliharaan menjadi
mahal. Kerugian lainnya adalah merkuri dapat mendeaktivasi katalis yang
digunakan pada bagian hilir.
Berdasarkan kerugian inilah, banyak sekali metode-metode yang
diaplikasikan dalam industri gas alam untuk menghilangkan merkuri. Secara garis
besar, metode tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Non-regenerative process
Non-regenerative process merupakan proses penghilangan merkuri di
mana bahan aktif penghilang merkuri tidak dapat digunakan kembali setelah
proses tersebut. Macam-macam non-regenerative process yang tersedia adalah:
Dispersi sulfur pada karbon teraktivasi
Proses ini mengandalkan reaksi kimia yang terjadi antara sulfur (S)
dengan merkuri (Hg) akan menghasilkan merkuri sulfida (HgS). Merkuri
sulfida ini selanjutnya dibuang melalui mercury removal bed. Kelemahan
dari jenis proses ini adalah kecilnya persentase penghilangan merkuri.
Adanya peristiwa ini dapat terjadi jika sulfur tidak terdispersi secara merata
pada karbon teraktivasinya. Selain itu, jenis proses ini hanya dapat
digunakan jika gas alam yang dialirkan seluruhnya berupa fasa gas saja.
Apabila terdapat cairan, maka sulfur dapat terbawa dan tentu saja merkuri
yang dapat dihilangkan akan semakin kecil.
Dispersi metal sulfida pada alumina atau karbon teraktivasi
Jenis proses ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari
sebelumnya, di mana digunakan metal sulfida daripada sulfur saja. Metal
yang dipakai adalah tembaga (Cu) ataupun seng (Zn). Metal sulfida
memiliki bentuk pelet dan diletakkan menyebar pada karbon teraktivasi
maupun alumina. Keuntungannya berupa cocok digunakan untuk aliran gas

14
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

dengan fasa cair serta tidak mudah rusak jika berkontak dengan air dari
aliran gas alamnya.
Impregnasi halida pada partikel karbon teraktivasi
Reaksi kimia yang diaplikasikan dari proses ini adalah merkuri
dengan halida, untuk menghasilkan senyawa merkuri halida (HgX2). Jenis
halida yang seringkali digunakan adalah iodin (I). Proses ini tidaklah cocok
jika digunakan untuk melakukan pengolahan gas alam yang mengandung air
dengan kadar tinggi. Hal ini disebabkan karena halida dapat bereaksi dengan
air untuk membentuk asam halida. Adanya asam halida dapat menimbulkan
kerusakan, berupa korosi, dari peralatan pengolahan gas alam.
Ion-exchange resin
Ion exchange resin adalah proses penghilangan merkuri dengan
memanfaatkan prinsip penukaran ion dengan melewati suatu membran.
Jenis proses ini sangat jarang digunakan dalam industri gas alam, tetapi
cukup dikenal dalam industri petrokimia yang berbahan baku gas alam.
2. Regenerative process
Regenerative process merupakan proses penghilangan merkuri di mana
bahan aktif penghilang merkuri dapat digunakan kembali berulang-ulang.
Salah satu regenerative process yang beredar di pasaran adalah HgSIV
adsorber. HgSIV adsorber merupakan produk yang diciptakan oleh UOP
Honeywell. Skema proses HgSIV adsorber ditunjukkan melalui Gambar 2.5
berikut.

Gambar 2.5 Skema proses HgSIV adsorber

15
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Berdasarkan skema tersebut, keseluruhan prosesnya dapat dideskripsikan


sebagai berikut. Gas alam yang masih mengandung merkuri dialirkan ke dalam
kolom adsorber. Merkuri akan teradsorpsi oleh perak yang melapisi molecular
sieve di dalamnya. Dengan demikian, gas alam menjadi bersih dari merkuri.
Apabila kemampuan adsorpsi perak sudah jenuh, maka kolom regenerasi akan
melepas merkuri dari perak, sehingga dapat digunakan kembali untuk proses
berikutnya. Merkuri yang terkumpul biasanya dicairkan untuk dijual secara
komersial.

2.2.4. Nitrogen Rejection


Nitrogen rejection adalah proses pengolahan gas alam yang ditujukan
untuk menghilangkan kadar nitrogen berlebih dari aliran gas alam. Nitrogen
merupakan senyawa inert, sehingga keberadaan nitrogen dalam jumlah banyak
akan menurunkan nilai kalornya (heating value). Adanya nitrogen dapat ditelusuri
dari dua macam sumber, yakni:
Sumber alami: berasal dari dalam sumur gas alam (naturally occuring
nitrogen)
Sumber buatan: hasil injeksi yang diperoleh kembali dalam rangka kegiatan
EOR (Enhanced Oil Recovery) terhadap sumur gas alam
Ada dua macam proses nitrogen rejection yang dikenal dalam industri gas alam,
yaitu distilasi kriogenik dan adsorbsi bertipe PSA (Pressure Swing Adsorber).
Skema proses dari keduanya ditunjukkan melalui Gambar 2.6 dan 2.7 di bawah
ini.

Gambar 2.6 Skema proses distilasi kriogenik

16
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 2.7 Skema proses Pressure Swing Adsorber (PSA)

2.2.5. Oxygen Treatment


Oxygen treatment adalah proses pengolahan gas alam yang dimaksudkan
untuk menghilangkan oksigen berlebih yang terkandung di dalamnya. Nilai
maksimum untuk oksigen berada dalam aliran gas alam yaitu sebesar 10 ppm saja.
Adanya oksigen berlebih dalam aliran gas alam menimbulkan kerugian berupa
degradasi amine dan korosi. Salah satu teknologi penghilangan oksigen berlebih
adalah X-O2, yang dikembangkan oleh Newport Technologies. Contoh dari X-O2
secara fisik diberikan dalam Gambar 4 berikut.

Gambar 4. X-O2 Newport Technologies


(Sumber: Anonim, 2014)

Pemasaran dari alat ini didasarkan dari berbagai keuntungan yang


diperoleh, berupa:

17
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Pengolahan gas alam dapat dilakukan pada jumlah aliran berapapun


Handal
Kemudahan untuk dioperasikan
Ekonomis
Level oksigen output dapat mencapai nilai tak terdeteksi

18
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

BAB III
PENYELESAIAN MASALAH

3.1. Definisi Masalah


Diketahui data dari 10 sumur gas bumi sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data 10 Sumur Gas Bumi

*Sumur B dan C saling berdekatan


Pertanyaan:
a. Buatlah analisis terhadap 10 sumur tersebut dan bagaimana skenario terbaik
menurut Anda, jika diinginkan untuk memanfaatkan sumur-sumur tersebut
secara serentak.
b. Buatlah kajian secara rinci mengenai gas treatment system dari keseluruhan
sumur tersebut sesuai dengan skenario yang Anda usulkan (termasuk seleksi
teknologi, simulasi, dll.).

3.2. Analisis Transportasi dan Proses Pengolahan Gas Bumi


3.2.1. Asumsi yang Digunakan
Dalam perhitungan studi kasus ini, digunakan asumsi bahwa titik demand
hanya ada sebanyak satu titik. Oleh karena itu sumur-sumur yang berdekatan
dapat diolah dengan menggunakan satu buah processing plant saja setelah
mengalami pre-treatment yang cukup untuk mengalirkan gas dari kepala sumur ke

19
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

unit pemrosesan, disingkat sebagai CPP (Central Processing Plant). Asumsi di


atas dituangkan ke dalam Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Skema asumsi posisi sumur terhadap unit pemrosesan

Berdasarkan asumsi di atas, CPP merupakan lokasi pusat pengolahan gas.


Untuk sumur yang berjarak dari CPP maka setelah keluar dari sumur gas
mengalami dehidrasi secukupnya untuk kemudian diolah lebih lanjut setelah
disatukan di CPP. CPP yang dimaksud memiliki unit pengolahan gas asam,
dehidrasi lebih lanjut, penghilangan merkuri, serta rejection nitrogen dan oksigen.
Sumur G, I, F, dan D masing-masing memiliki unit pemrosesan lengkap.
Hal ini disebabkan oleh karena jarak sumur-sumur ini dengan sumur lainnya
maupun dengan jarak dari lokasi permintaan lebih besar dari 100 km. Jarak yang
lebih besar dari 100 km membutuhkan spesifikasi yang setidaknya sudah sama
dengan gas pipa. Oleh karena itu masing-masing sumur tersebut memiliki
processing plant-nya sendiri. Sementara itu produk sumur C, B dan J
dikumpulkan ke dalam satu CPP, demikian juga sumur A dan H.
Selanjutnya, terlihat pada gambar bahwa sumur E diberi warna yang
berbeda. Sumur E merupakan sumur dengan produksi gas yang kecil namun 60%
dari produksinya merupakan CO2. Oleh karena itu sumur ini tidak diproduksi
lebih lanjut.

3.2.2. Analisis untuk Masing-masing Sumur


SUMUR A
Sumur A lebih efektif jika dimanfaatkan menjadi gas pipeline karena
komposisi C1 (61.53%) yang sangat besar sehingga berpotensi untuk
dimanfaatkan menjadi gas pipeline. Yang menjadi pertimbangan kedua sumur ini

20
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

dijadikan gas pipeline adalah laju alir dan jarak ke titik demand. Sumur A
memiliki laju alir sebesar 35 MMSCFD dan jarak sejauh 100 km sehingga
memenuhi kualifikasi untuk dimanfaatkan sebagai gas pipeline, dimana jarak
ideal untuk gas pipeline sekitar 0-2000km dengan laju alir 1-50 MMSCFD.
Tekanannya cukup tinggi yaitu 700 psia, sehingga untuk bisa dimanfaatkan
sebagai gas pipeline harus diekspansi terlebih dahulu hingga mencapai tekanan
gas pipeline sebesar 159,5 psia.
Selain dimanfaatkan untuk gas pipeline, sumur A juga dapat dimanfaatkan
untuk LPG dengan menggunakan NGL recovery karena kandungan C2+ yang
masih sangat besar. Sumur A memiliki water content dalam jumlah yang cukup
tinggi, hal itu bisa dilihat dari perhitungan sebagai berikut:
P = 700 psia, T = 3110F
CO2 y1 = 0.0265
H2S y2 = 0.0001
y = 1 y1 - y2 = 1 0.0265 0.0001 = 0.9734
Dari grafik 17.2a Whc = 1700 lb/MMscf
Dari grafik 17.3 W1 = 2000 lb/MMscf
Dari grafik 17.4 W2 = 4500 lb/MMscf
W = y.Whc + y1.W1 + y2.W2
W = 0.9734 1700 + 0.0265 2000 + 0.0001 4500
W = 1654.78 + 53 + 0.45
W = 1708.23 lb/MMscf
Proses pengolahan yang diperlukan untuk sumur A:
Kandungan CO2 sebesar 2.65%. Nilai tersebut masih berada dibawah baku
mutu untuk gas pipeline (4%), sehingga tidak perlu pengolahan dengan gas
sweetening.
Kandungan H2S sebesar 100 ppm. Besarnya kandungan tersebut telah berada
di atas baku mutu untuk gas pipeline, yaitu 4 ppm. Maka dari itu, diperlukan
pengolahan untuk menghilangkan sulfur dari aliran gas alam dengan teknologi
sulfur recovery LOCAT.
Aliran gas alam sama sekali tidak memiliki kandungan merkuri, oleh karena itu
tidak dibutuhkan proses mercury removal.

21
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Kandungan N2 dalam aliran gas alam sebesar 0,16%. Nilai tersebut masih
berada di bawah baku mutu untuk gas pipeline (4%), sehingga tidak diperlukan
nitrogen rejection.
Aliran gas alam tidak mengandung O2, sehingga tidak dibutuhkan oxygen
treatment.
Adanya kandungan komponen C2+ dalam jumlah yang cukup besar, sehingga
menggunakan NGL recovery untuk bisa mendapatkan produk samping berupa
LPG.
Aliran gas alam masih mengandung air yang tinggi. Dengan demikian, perlu
dilakukan proses gas dehydration untuk menghilangkan kandungan air
tersebut.
Sulphur recovery
Besi merupakan agen pengoksidasi yang sangat baik untuk mengkonversi
H2S menjadi sulfur. Chelated Iron Process (CIP) adalah proses untuk
mendapatkan kembali sulfur dengan menggunakan Fe3+ yang berada dalam
bentuk larutan chelating agent enthylenediaminetetraacetic acid (EDTA). Proses
ini dikenal dengan LOCAT proses. LOCAT proses dipilih karena kandungan H2S
pada gas masukan relatif besar (100ppm).
Proses konversi dari H2S menjadi sulfur dapat digambarkan digambarkan
dalam reaksi berikut.

Gambar 3.2 di bawah ini adalah skema proses dari sulphur recovery dengan
teknologi LOCAT.

22
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 3.2. Skema proses teknologi LOCAT

Gas dehydration
Gas bumi yang keluar dari sumur A mengandung sejumlah uap air dalam
jumlah yang cukup besar. Uap air ini dapat membentuk hidrat dengan gas dan
mengakibatkan korosi. Selain itu air akan membeku sehingga dapat mengganggu
jalur transportasi gas. Untuk penghilangan kandungan air dalam gas ini maka
digunakanlah gas dehydration.
Dehidrasi ini dilakukan dengan menggunakan absorben dari senyawa glikol,
yaitu triethylene glycol (TEG).
Dehidrasi dengan pelarut TEG dapat digunakan untuk dehidrasi gas bumi
sampai titik embun yang paling rendah.
Absorpsi dengan pelarut TEG ini tanpa menggunakan regenerasi tekanan
vakum.
Dapat digunakan untuk dehidrasi gas yang kaya akan senyawa aromatik
(BTEX) terutama pada proses yang sangat mengutamakan pengontrolan
pembuangan limbah.
Dapat dilakukan regenerasi glikol sehingga akan menghemat biaya.
NGL recovery
Produknya berupa sales gas dan NGL stabil dengan perolehan etana 60-90%
etana, 90-98% propana.

23
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Peralatan turbo ekspander sangat kompak dan mudah untuk di pasang dan
dioperasikan.
Dalam hal recovery NGL, proses turbo ekspander ini dapat dikatakan paling
ekonomis karena fraksi yang di recovery jauh lebih besar dibandingkan proses
lain.
Salah satu metode NGL recovery yang banyak digunakan dalm industri
gas alam adalah cryogenic turbo expander. Skema prosesnya diperlihatkan pada
Gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3 Skema proses NGL recovery dengan cryogenic turbo expander

SUMUR B dan C
a. Analisa Metode Transportasi
Sumur B dan C memiliki perbedaan jarak yang sangat dekat (10 km),
sehingga transportasi gas alam yang dilakukan pada keduanya akan dijadikan
satu jalur. Laju alir gas alam dari sumur B sebesar 55 MMSCFD, sedangkan
dari sumur C sebesar 25 MMSCFD. Oleh karena jarak transportasi masih di
bawah 200 km dan laju alir gas alamnya di bawah 100 MMSCFD, maka
metode transportasi yang dipilih adalah pipeline gas.
b. Analisa Metode Pengolahan Gas Alam
Metode pengolahan gas alam yang digunakan untuk sumur B dan C
berdasarkan spesifikasinya adalah:

24
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Kandungan CO2 dari aliran gas alam untuk sumur B maupun sumur C
sebesar 0,35% dan 0,17%. Nilai tersebut masih berada di bawah ambang
batas maksimum untuk ketentuan pipeline gas sebesar 4%. Dengan
demikian, proses gas sweetening tidak diperlukan.
Kandungan H2S dari aliran gas alam pada sumur B sebesar 200 ppm dan
pada sumur C tidak ada sama sekali. Batasan maksimum H2S yang
diperbolehkan untuk ketentuan pipeline gas sebesar 200 ppm. Oleh karena
itu, diperlukan proses penghilangan sulfur dengan metode LOCAT.
Aliran gas alam sumur B maupun sumur C memiliki kandungan nitrogen
yang kecil, yaitu masing-masing sebesar 0,57% dan 0,43%. Keduanya
masih berada di bawah maksimum untuk ketentuan pipeline gas (4%),
sehingga tidak memerlukan proses nitrogen rejection
Aliran gas alam sumur B maupun sumur C tidak mengandung oksigen,
sehingga tidak memerlukan proses oxygen treatment.
Kandungan air dari aliran gas alam untuk sumur B dan C cukup besar,
dengan nilai sebesar 4668,3105 lb/MMSCF dan 4726,686 lb/MMSCF,
sehingga perlu dilakukan proses dehidrasi dengan pelarut glikol (TEG).
*Perhitungan kandungan air untuk sumur B:
P = 245 psia
T = 145 oC
Fraksi CO2 (y1) = 0,0035
Fraksi H2S (y2) = 0,0002
y = 1- y1-y2 = 0,9963
Nilai Whc, W1, dan W2:
Whc = 4660 lb/MMSCF
W1 = 6825 lb/MMSCF
W2 = 8325 lb/MMSCF
Nilai W:
W = y.Whc + y1.W1 + y2.W2
W = (0,9963)(4660 lb/MMSCF)+(0,0035)(6825 lb/MMSCF)+(0,0002)(8325 lb/MMSCF)
W = 4668,3105 lb/MMSCF
**Perhitungan kandungan air dari sumur C:

25
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

P = 240 psia
T = 167 oC
Fraksi CO2 (y1) = 0,0017
Fraksi H2S (y2) = 0
y = 1- y1-y2 = 0,9983
Nilai Whc, W1, dan W2:
Whc = 4720 lb/MMSCF
W1 = 6900 lb/MMSCF
W2 = 8400 lb/MMSCF
Nilai W:
W = y.Whc + y1.W1 + y2.W2
W = (0,9963)(4720 lb/MMSCF)+(0,0035)(6900 lb/MMSCF)+(0)(8400 lb/MMSCF)
W = 4726,686 lb/MMSCF

SUMUR D
Pemanfaatan aliran gas alam dari sumur D dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
1. Gas pipeline
Alasan:
memiliki laju alir yang cukup besar dan jarak yang tidak terlalu jauh maka
sumur D cocok jika dimanfaatkan untuk gas pipeline.
komposisi metana yang cukup signifikan (49,56%).
tekanan pada sumur D juga tidak terlalu tinggi sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai gas pipeline
2. LPG
Alasan: komposisi hidrokarbon C2+ cukup besar sehingga sangat berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai LPG
Meskipun demikian, aliran gas alam tersebut mengandung air dalam jumlah yang
cukup banyak. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan dibawah ini:
P = 243 psia, T = 2840F
CO2 y1 = 0.1426
H2S y2 = 0

26
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

y = 1 y1 - y2 = 1 0.1426 0 = 0.8574
Dari grafik 17.2a Whc = 1350 lb/MMscf
Dari grafik 17.3 W1 = 1100 lb/MMscf
Dari grafik 17.4 W2 = 0 lb/MMscf
W = y.Whc + y1.W1 + y2.W2
W = 0.8574 1350 + 0.1426 1100 + 0 4500
W = 1157.49 + 156.86 + 0
W= 1314.35 lb/MMscf
Proses pengolahan gas alam yang dilakukan untuk aliran gas alam dari
sumur D mencakup:
Gas sweetening
Jenis proses yang dipilih untuk pengolahan gas alam ini adalah metode
Sulfinol, di mana teknologi ini merupakan milik dari Shell. Pelarut yang
digunakan adalah campuran sulfolane, alkanolamine, dan air. Jenis pelarut yang
kita gunakan adalah Sulfinol-M (campuran MDEA, sulfolane, dan air).
Keuntungan yang didapatkan dengan jenis proses tersebut adalah:
Mampu menghasilkan solubilitas CO2 tinggi dalam larutan
Tingkat korosi rendah
Tekanan parsial gas asam 34 psia
Menghilangkan CO2 hingga 16 ppm
Tidak dipilih proses absorpsi fisika karena akan terjadi hydrocarbon losses,
padahal kita menginginkan produk dengan hidrokarbon tinggi
Dihasilkan kandungan air treated gas yang lebih rendah dibanding pelarut
amine
Solvent bersifat foam inhibitor, sehingga kecenderungan untuk pembentukan
foam lebih sedikit dibanding amine.
Lebih ekonomis, sehingga konsumsi energi rendah.
Skema proses gas sweetening dengan metode Sulfinol dijelaskan melalui
Gambar 3.4 di bawah ini.

27
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 3.4 Skema proses gas sweetening dengan metode Sulfinol

Dehydration and mercury removal


Kandungan gas yang ada pada sumur D ini masih mengandung air dalam
jumlah yang cukup signifikan. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi
penghilangan air dalam gas, namun teknologi ini dapat digabungkan dengan
teknologi penghilangan merkuri, sehingga dipilihlah teknologi dehydration
dan mercury removal dengan menggunakan absorben HgSIV.
Dapat sekaligus mengeringkan gas bumi dan menghilangkan merkuri dari
aliran gas bumi sehingga lebih ekonomis.
Adsorben HgSiv adalah molecular sieve berbentuk pelet, yang di permukaan
luarnya mengandung silver. Air dan merkuri yang terserap oleh adsoreben
HgSiv dapat diregenerasi dengan teknik pengeringan gas konvensional.
Mampu me-remove merkuri sampai kurang dari 0.01g/Nm3.
Tidak diperlukan adanya penambahan modal dan kekhawatiran adanya
peningkatan pressure drop untuk penambahan peralatan.
Penambahan biaya hanya untuk biaya adsorben itu sendiri.
Adsorben HgSIV bersifat regeneratif dan pembuangannya termasuk tidak
berbahaya (non-hazardous for disposal purposes).
NGL recovery
Produknya berupa sales gas dan NGL stabil dengan perolehan etana 60-90%
etana, 90-98% propana.
Peralatan turbo ekspander sangat kompak dan mudah untuk di pasang dan
dioperasikan.

28
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Dalam hal recovery NGL, proses turbo ekspander ini dapat dikatakan paling
ekonomis karena fraksi yang di recovery jauh lebih besar dibandingkan
proses lain.

SUMUR F
Berikut ini adalah tabel spesifikasi aliran gas alam dari sumur F:

Nama Sumur F
Laju alir (MMSCFD) 5.1
Jarak ke titik Demand (km) 600
Kondisi reservoir
Tekanan (psia) 675
Suhu (0C) 165
Pengotor (%vol)
CO2 0.15
N2 3.66
O2 0
H2S (ppm) 5
Hg (ppm) 0
Komposisi HC (%mol)
C1 94.32
C2 1.29
C3 0.42
iC4 0.02
nC4 0.14
iC5 trs
nC5 trs
C6+ 0

Dari tabel, terlihat bahwa gas pada sumur F memiliki laju alir yang relatif
kecil, sedikit pengotor yakni berupa CO2, N2, dan sedikit H2S. Setelah dilakukan
perhitungan, terdapat kandungan H2O sebesar 340 lb/MMSCF.

29
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 3.5 Skema metode transportasi untuk aliran gas alam sumur F

Dengan menggunakan Gambar 3.5 tersebut, dapat ditentukan metode transportasi


yang paling efektif untuk sumur F.
Apabila dilihat dari grafik, metode yang paling efisien untuk
mentransportasikan gas dari sumur F adalah dengan menggunakan CNG yang
ditransportasikan melalui jalur darat (barges). Dengan demikian, pemrosesan gas
alam harus dilakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria dari CNG.
Parameter Komposisi sumur F Standar CNG
CO2 0.15 %vol < 5 %vol
H2S 5 ppm < 14 ppm
H2O 340 lb/MMSCF 16,67 lb/MMSCF
Hg 0 < 9 ppb
N2 3.66 %vol < 2.0 %vol
O2 0 < 5.0 % vol

Dengan melihat kandungan sumur F dan komposisi pengotornya, maka


akan dilakukan proses pengolahan dehidrasi air dan N2 rejection bagi sumur H.
Pemilihan teknologi bagi masing-maisng proses akan dibahas lebih lanjut.
Dehidrasi
Metode yang dapat dilakukan untuk mendehidrasi gas alam antara lain
adalah dengan absorpsi menggunakan TEG, adsorpsi dengan menggunakan
molecular sieve, silica gel, dan activated alumina, serta permeasi gas

30
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

menggunakan membran yang telah dibahas sebelumnya. Metode ini akan


discoring untuk memilih mana yang terbaik untuk digunakan.
OPEX
Maturity CAPEX
Suitability (2 Total
Parameter (20% (25
(30%) 5 Score
) %)
%)
Absorption
TEG 5 5 5 5 5
Adsorption
Molecular Sieve 2 5 1 1 2.1
Silica Gel 3 5 3 3 3.4
Activated
Alumina 3 5 3 3 3.4
Gas Permeation
Membran 2 5 4 4 3.6

Dari tabel, terlihat bahwa metode yang paling cocok untuk digunakan
untuk dehidrasi air adalah dengan menggunakan metode absorsi dengan TEG.
Hal ini disebabkan, metode absorpsi dengan TEG memiliki rentang input dan
output H2O yang luas, dengan menyesuaikan lean glikol yang digunakan untuk
dehidrasi. Sehingga, metode ini cocok untuk mengurangi kandungan air dari
gas alam dengan input kandungan air yang cukup tinggi dan output kandungan
air tidak terlalu rendah.
Pemisahan N2
Pemisahan N2 dapat menggunakan berbagai teknologi seperti pressure
swing adsorption (PSA), teknologi kriogenik, dan teknologi membran.
Pemilihan teknologi dilakukan dengan membuat scoring untuk masing-masing
teknologi sebagai berikut:
Kandungan N2 OPEX Total
CAPEX
Parameter Outlet (50 (25 Scor
(25%)
%) %) e
Distilasi kriogenik 4 1 1 2.5
PSA 3 3 3 3
Membran 4 2 3 3.25
Dari tabel diatas, terlihat bahwa teknologi dengan hasil scoring tertinggi adalah
membran. Hal ini disebabkan, sumur F memiliki laju alir yang sangat kecil
sehingga apabila digunakan distilasi kriogenik untuk pemisahan N2 akan
menghabiskan biaya yang tinggi dengan outcome yang tidak sebanding.

31
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Berdasarkan kedua tahapan proses diatas, dapat dibuat block flow diagram
untuk pengolahan sumur F melalui Gambar 3.6 sebagai berikut:

Gambar 3.6 BFD pengolahan gas alam dari sumur F

SUMUR G
Sebagaimana yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, sumur G
cocok untuk ditransportkan dalam bentuk LNG sehubungan dengan jarak yang
jauh dan kapasitas yang besar, yaitu 1750 km dengan kapasitas 1250 MMSCFD.
LNG merupakan Liquefied Natural Gas yang memiliki beberapa prasyarat
sebelum diolah dijadikan LNG. LNG beroperasi pada suhu kriogenik -160oC.
Pada suhu ini impurities sudah melewati titik didihnya sehingga akan berfasa
liquid sebelum masuk ke dalam Cryogenic Main Heat Exchanger. Oleh karena itu,
kandungan impurities sangatlah dijaga. LNG memiliki prasyarat:
kandungan H2S = 1-2 ppm
kandungan CO2 = 20-50 ppm
kandungan air = 0.5 ppm
kandungan merkuri = 1 ppb
Gas Sweetening
Kandungan CO2 dan H2S pada sumur G adalah sebanyak 6,83% dan 65
ppm. Untuk mencapai spesifikasi LNG, nilai ini harus diturunkan hingga 20 ppm
untuk CO2 dan 2 ppm untuk H2S. Berdasarkan grafik di bawah ini, untuk kondisi
gas asam demikian maka pilihannya adalah menggunakan adsorpsi fisik,
campuran, atau amina. Amina memiliki meskipun memiliki capex dan opex yang
lebih besar dibandingkan adsorpsi namun dapat menghilangkan CO2 dan H2S di
saat bersamaan. Berbeda dengan apabila memanfaatkan physical solvent yang
tidak dapat digunakan untuk menghilangkan CO2. Oleh karena itu proses amina
dipilih untuk digunakan dalam acid gas sweetening ini.
Proses yang dipilih adalah dengan menggunakan pelarut amina. Proses
pengurangan kadar karbondioksida dilakukan dengan mengalirkan umpan gas

32
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

alam ke dalam kolom absorbsi dengan menggunakan absorben MDEA. MDEA ini
lebih baik dimana CO2 slip out kurang dari 10ppm. MDEA dapat menjadi lebih
selektif daripada MEA dikarenakan CO2 mula-mula bereaksi dengan air
membentuk bikarbonat. Dan kemudian bikarbonat akan bergabung dengan
MDEA yang reaksinya berupa reaksi eksoterm. MDEA yang akan digunakan
akan menggunakan larutan 40% massa. Larutan ini merupakan nilai yang efektif
dimana air yang ada sebanyak 60% juga akan membantu absorpsi gas asam.
Gas Dehydration
Berdasarkan hasil perhitungan kandungan air pada bagian sebelumnya,
diketahui bahwa kandungan air pada gas umpan adalah sebesar 1.121,72
lb/MMSCF. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang dapat menghilangkan air
dengan kualitas alir input yang memiliki kandungan air yang besar. Berdasarkan
tabel perbandingan metode untuk dehidrasi, metode dengan kandungan air dalam
umpan yang terbesar adalah menggunakan glikol. Namun kandungan akhir yang
diinginkan sulit tercapai dengan menggunakan glikol. Dehidrasi yang mampu
mencapai spesifikasi LNG sebagaimana yang diinginkan sebagai keluaran sumur
G adalah menggunakan molecular sieve.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, acid gas treatment diputuskan
untuk menggunakan glikol untuk mengurangi kandungan air dari 1.121,72
lb/MMSCF menjadi 30 lb/MMSCF (kualitas maksimum umpan molecular sieve).
Setelah memenuhi batasan untuk menggunakan mole sieve maka dehidrasi
dilanjutkan dengan mole sieve hingga memenuhi spesifikasi LNG yaitu 0,5 ppm.
Mercury Removal
Pada dasarnya pemilihan teknologi untuk penghilangan merkuri lebih
ditentukan oleh pemilihan teknologi-teknologi pada proses selanjutnya dan
kandungan merkuri pada umpan awal. Berdasarkan data diketahui bahwa
kandungan merkuri pada umpan hanya sekitar 10 ppm, nilai ini diketahui lebih
besar dari spesifikasi LNG sebesar 1 ppb. LNG sangat sensitive terhadap
kandungan mercury. Mercury akan merusak pada bagian Cryogenic Main Heat
Exchanger dimana ia akan bereaksi dengan alumunium membentuk amalgam.
Pilihan yang paling sederhana adalah apabila menggunakan sulphur
impregnated activated carbon (SIAC). Sulfur-Impregnated Activated Carbon

33
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

(SIAC) dapat bereaksi dengan Hg membentuk HgS. Kadar merkuri maksimum


pada feed gas alam yang keluar kolom yaitu sebesar 0,01 ppb, sehingga tidak akan
mengakibatkan korosi pada tube-tube Main Heat Exchanger.
Proses adsorpsi merkuri dengan karbon aktif ini merupakan proses
adsorpsi kimiawi, yaitu melibatkan reaksi kimia. Reaksi kimia yang terjadi yaitu
antara sulphur dengan merkuri dengan persamaan sebagai berikut :
Hg(s) + S(s) HgS(s)
Oleh karena konsentrasi merkuri awal pada gas alam tidak terlalu tinggi maka
tidak diperlukan adanya susunan kolom adsorber secara paralel. Rendahnya
konsentrasi merkuri juga memungkinkan pengurangan tinggi unggun SIAC pada
kolom untuk mengurangi hilang tekan di sepanjang kolom.
Pilihan SIAC ini merupakan pilihan yang paling murah sebab adsorbennya
mudah diregenerasi dan murah. Kelemahan metode ini adalah bahwa metode ini
menuntut aliran input berupa dry gas sehingga input harus sudah melewati
dehidrator. Selain itu, sulfur juga mudah larut dalam hidrokarbon cairan, sehingga
sebelum unit penghilangan merkuri sebaiknya tidak digunakan pelarut organik.
Oleh karena unit ini akan diletakkan sebagai penangkap keluaran
dehidrator dan dehidrator terakhir yang digunakan tidak melibatkan pelarut
organik (memperkecil kemungkinan terbentuknya hidrokarbon ciaran) maka
seluruh batasan penggunaan SIAC tidak dilewati dan SIAC dapatdigunakan.
Untuk sumur G baik nitrogen maupun oksigennya masih di bawah standard
spesifikasi LNG sehingga tidak membutuhkan unit nitrogen rejection atau oxygen
treatment. Diagram blok gas treatment untuk sumur G adalah sebagai berikut:

Gambar 3.7 BFD dari proses pengolahan gas bumi untuk sumur G

SUMUR H
a. Analisa Metode Transportasi
Jarak yang harus ditempuh dari sumur H menuju lokasi permintaanya
sebesar 100 km. Laju alir gas alam yang dimilikinya sebesar 110 MMSCFD.
Berdasarkan kedua data tersebut, maka pipeline gas menjadi metode

34
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

transportasi yang dipilih. Hal ini dilakukan karena jarak masih di bawah 200
km, meskipun laju alirnya sudah sedikit di atas 100 MMSCFD.
b. Analisa Metode Pengolahan Gas Alam
Metode pengolahan gas alam untuk sumur H dilihat dari spesifikasinya
adalah:
Sumur H memiliki aliran gas alam dengan kandungan CO2 sebesar 2,28%
dari volume totalnya. Nilai tersebut cukup tinggi, tetapi belum menyentuh
batas ambang maksimum yang diperbolehkan untuk ketentuan pipeline gas,
yaitu 4% dari volume total. Maka dari itu, proses gas sweetening belum
diperlukan.
Kandungan H2S dari aliran gas alam untuk sumur H sebesar 10 ppm, berada
di atas ambang maksimum untuk ketentuan pipeline gas yang sebesar 4
ppm. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan juga bahwa nilai tersebut hanya
sedikit lebih tinggi, dibandingkan dengan karateristik dari sumur A maupun
B. Oleh karena itu, penghilangan sulfur dilakukan dengan menggunakan
seng oksida (ZnO).
Sumur H memerlukan proses nitrogen rejection, karena nilai kandungan
nitrogendalam aliran gas alamnya sudah melebihi ambang batas maksimum
untuk ketentuan pipeline gas. Jenis proses nitrogen rejection yang dipilih
adalah PSA, oleh karena berbiaya murah serta dapat diregenerasi
Sumur H tidak memerlukan sama sekali proses oxygen treatment mengingat
tidak ada sama sekali kandungan oksigen dalam aliran gas alamnya.
Kandungan air dari aliran gas alam sumur H sebesar 4757,6724 lb/MMSCF,
di mana nilai ini cukup besar dalm aliran gas alam. Dengan demikian,
diperlukan proses dehidrasi dengan metode absorpsi oleh glikol (TEG).
*Perhitungan kandungan air dari sumur H:
P = 241 psia
T = 150 oC
Fraksi CO2 (y1) = 0,0228
Fraksi H2S (y2) = 0,00001
y = 1- y1-y2 = 0,97719
Nilai Whc, W1, dan W2:

35
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Whc = 4708 lb/MMSCF


W1 = 6885 lb/MMSCF
W2 = 8385 lb/MMSCF
Nilai W:
W = y.Whc + y1.W1 + y2.W2
W = (0,97719)(4708 lb/MMSCF)+(0,0228)(6885 lb/MMSCF)+(0,00001)(8385 lb/MMSCF)
W = 4757,6724 lb/MMSCF

SUMUR I
Berikut ini adalah tabel spesifikasi dari sumur I yang diberikan pada
permasalahan di atas:
Nama Sumur I
Laju alir (MMSCFD) 350
Jarak ke titik Demand (km) 1500
Kondisi reservoir
Tekanan (psia) 890
Suhu (0C) 164
Pengotor (%vol)
CO2 2.53
N2 3.71
O2 0
H2S (ppm) 65
Hg (ppm) 7
Komposisi HC (%mol)
C1 79.57
C2 6.4
C3 4.22
iC4 0.83
nC4 1.1
iC5 0.43
nC5 0.36
C6+ 0.85
Dari tabel, terlihat bahwa kandungan pengotor dari sumr I terdiri dari CO2,
H2S, N2, dan sedikit Hg. Dari hasil perhitungan, diketahui terdapat kandungan
H2O sebesar 5316 lb/MMSCF. Selanjutnya, dengan meninjau laju alir dan jarak
dari sumur I ke lokasi demand, dipilih metode transportasi gas yang paling efektif
dengan menggunakan gambar 3.8 berikut.

36
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gambar 3.8 Skema pemilihan metode transportasi aliran gas sumur I


Dari grafik tersebut, terlihat bahwa metode yang paling efisien untuk
mentransportasikan gas dari sumur I adalah dengan menggunakan CNG melalui
jalur laut. Dengan demikian, pemrosesan gas alam harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga memenuhi kriteria dari CNG.
Parameter Komposisi sumur F Standar CNG
CO2 2.53 %vol < 5 %vol
H2S 65 ppm < 14 ppm
H2O 5316 lb/MMSCF 16,67 lb/MMSCF
Hg 7 ppm < 9 ppb
N2 3.71 %vol < 2.0 %vol
O2 0 < 5.0 % vol
Oleh karena itu, pengolahan yang perlu dilakukan untuk sumur I berupa
acid gas treatment, dehidrasi air, penghilangan N2, penghilangan merkuri dan
kompresi CNG. Pemilihan teknologi bagi masing-masing proses akan dibahas
lebih lanjut.
Acid Gas Treatment
Untuk memenuhi spesifikasi CNG, kandungan H2S perlu diturunkan
hingga kurang dari atau sama dengan 14 ppm. Dengan demikian, diperlukan
teknologi acid gas treatment yang selektif terhadap H2S, yakni dengan
menggunakan physical solvent. Pilihan physical solvent yang dapat digunakan
adalah iron sponge dan seng oksida. Dengan mempertimbangkan bahwa hasil
keluaran seng oksida memiliki potensi bahaya yang lebih besar

37
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

dibandingkan iron sponge sehingga pelarut yang dipilih adalah iron sponge
dengan potensi pencemaran lingkungan yang lebih kecil.
Dehidrasi
Kandungan air dari sumur I adalah sebesar 5316 lb/MMSCF. Maka,
dibutuhkan metode yang dapat menurunkan kadar air dalam jumlah besar.
Dengan demikian, dipilih metode absorpsi air dengan menggunakan glikol
sehingga kadar air dapat diturunkan hingga kurang dari 16.67 lb/MMSCF.
Mercury Removal
Kadar merkuri yang diperbolehkan di dalam CNG adalah sebesar 9 ppb,
karenanya diperlukan teknologi penghilangan merkuri. Disini, yang diperoleh
adalah menggunakan metal sulfida, sehingga input gas dapat langsung
dihilangkan kandungan merkurinya tanpa perlu didehidrasi terlebih dahulu.
Meskipun biaya kapital yang perlu dikeliuarkan cukup besar, namun metode
ini dapat memastikan gas mengalir ke peralatan proses lain termasuk unit
dehidrasi dalam keadaan kandungan merkuri minimal. Maka, diperoleh metode
adsorpsi menggunakan metal sulfida pada unit mercury removal.
N2 Rejection
Penghilangan N2 dapat dilakukan dengan menggunakan metode PSA
maupun metode membran, mengingat penurunan kandungan N2 tidak terlalu
besar. Metode yang dipilih adalah dengan menggunakan teknologi membran.

Dengan demikian, block flow diagram untuk pemrosesan sumur I dapat


ditunjukkan pada Gambar 3.9 sebagai berikut:

Gambar 3.9 BFD proses pengolahan aliran gas alam sumur I

SUMUR J
a. Analisa Metode Transportasi
Aliran gas alam dari sumur J harus menempuh jarak sangat pendek dengan
lokasi permintaannya, yakni hanya 50 km. Namun demikian, jumlah laju
alirnya juga sangat kecil dengan nilai sebesar 7,3 MMSCFD. Berdasarkan

38
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

grafik keekonomisan transportasi gas alam, maka metode transportasi yang


sesuai untuk kondisi demikian adalah pipeline gas.
b. Analisa Metode Pengolahan Gas Alam
Metode pengolahan gas alam yang digunakan untuk aliran gas alam dari
sumur J berupa:
Sumur J memiliki aliran gas alam dengan kandungan CO2 tinggi, yaitu
sebesar 22,73% dari volume. Adanya kandungan tinggi CO2 membuat aliran
gas alam sumur J perlu diolah pada proses gas sweetening. Jenis proses gas
sweetening yang cocok adalah absorbsi amine (MDEA).
H2S tidak ditemukan sama sekali dari aliran gas alam sumur J, sehingga
tidak diperlukan proses penghilangan sulfur secara spesifik.
Aliran gas alam untuk sumur J tidak mengandung nitrogen, sehingga juga
tidak memerlukan proses nitrogen rejection.
Kandungan oksigen dari aliran gas alam sumur J sebesar 3,19%. Hal ini
bertentangan dengan persyaratan di mana hampir tidak boleh ada oksigen di
dalam aliran gas alam. Maka dari itu, diperlukan proses oxygen treatment.
Kandungan air yang terdapat dalam aliran gas alam sumur J sebesar
3824,3685 lb/MMSCF. Nilai tersebut cukup tinggi, sehingga diperlukan
proses dehidrasi dengan menggunakan glikol (TEG).
*Perhitungan kandungan air untuk sumur J:
P = 350 psia
T = 196 oC
Fraksi CO2 (y1) = 0,2273
Fraksi H2S (y2) = 0
y = 1- y1-y2 = 0,7727
Nilai Whc, W1, dan W2:
Whc = 3405 lb/MMSCF
W1 = 5250 lb/MMSCF
W2 = 6750 lb/MMSCF
Nilai W:
W = y.Whc + y1.W1 + y2.W2
W = (0,7727)(3405 lb/MMSCF)+(0,2273)(5250 lb/MMSCF)+(0)(6750 lb/MMSCF)

39
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

W = 3824,3685 lb/MMSCF

40
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

BAB IV
KESIMPULAN

Skenario transportasi, jenis pengolahan, dan metode pengolahan yang


dipergunakan untuk setiap aliran gas alam dari masing-maisng sumur ditunjukkan
dalam Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Hasil seleksi transportasi dan pengolahan aliran gas alam untuk 10 sumur
Nama Metode Jenis Pengolahan
Teknologi
Sumur Transportasi Gas Alam
A Gas pipeline dan Sulphur recovery LOCAT
LPG Gas dehydration Glycol (TEG)
NGL recovery absorption
Cryogenic turbo
expander
B dan C Gas pipeline Sulphur recovery LOCAT
Gas dehydration Glycol (TEG)
dehydration
D Gas pipeline dan Gas sweetening Sulfinol process
LPG Gas dehydration HgSIV adsorber
and Hg removal Cryogenic turbo
NGL recovery expander
F CNG Gas dehydration Glycol (TEG)
N2 rejection absorption
PSA
G LNG Gas sweetening MDEA absorption
Gas dehydration Glycol (TEG)
Hg removal absorption +
molecular sieve
Sulphur impregnated
on activated carbon
H Gas pipeline Sulphur recovery ZnO adsorption

41
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

Gas dehydration Glycol (TEG)


N2 rejection absorption
PSA
I CNG Gas sweetening Iron sponge
Gas dehydration adsorption
Hg removal Glycol (TEG)
N2 rejection absorption
Dispersed metal
sulfide on activated
carbon
PSA atau membrane
J Gas pipeline Gas sweetening MDEA absorption
Gas dehydration Glycol (TEG)
O2 treatment absorption
X-O2 Newport
Technologies

42
PENGOLAHAN GAS BUMI 2014

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, John M. (1997). Gas Conditioning And Processing, Volume I dan II.
Seventh Edition. United States: Campbell Petroleum Series.
Dekker, Marcel. (2003). Petroleum And Gas Processing. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Slamet. (2009). Diktat Kuliah Pengolahan Gas Bumi. Depok: Departemen Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

43

You might also like