Professional Documents
Culture Documents
Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penulis menyusun tugas presentasi kasus yang berjudul
Ensefalopati Hepatikum.
Terwujudnya presentasi kasus ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak.Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. H. Hami Zulkifli Abbas,
Sp.PD,FINASIM,MH.Kes dan dr. Sibli Sp.PD selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
dalam membimbing dan memberi masukan-masukan kepada penyusun dan juga kepada seluruh
dokter lainnya yang turut membantu dan membimbing penyusun dan koass lainnya selama
kepaniteraan dibagian Ilmu Penyakit Dalam. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Penyusun menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dapat menjadi lebih
baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi kita
semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI..ii
BAB I. LAPORAN KASUS
Identitas Pasien.....1
Anamnesa..1
Pemeriksaan Fisik.2
Pemeriksaan Penunjang5
Resume..7
Diagnosis...7
Diagnosis Banding7
Penatalaksanaan7
Prognosis...8
Follow Up Pasien di
bangsal...8
BAB II.
Diskusi Kelompok....11
BAB III.
A. Definisi...13
B. Epidemiologi..13
C. Patofisiologi14
D. Klasifikasi...16
E. Manifestasi Klinis17
F. Diagnosis.18
G. Komplikasi...20
H. Tatalaksana...20
DAFTAR PUSTAKA..24
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. F
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 37 tahun
Alamat : Kempek
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tgl. Masuk RS : 25 November 2014
Tgl. Keluar RS : 26 November 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Muntah darah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan muntah darah. Muntah
ini dikeluhkan sejak 1 hari SMRS. Dalam sehari frekuensi pasien muntah sebanyak 3
kali, dengan volume cairan muntah yang dikeluarkan kurang lebih setengah ember besar
atau 1,5 liter dalam sehari. Muntah darah ini berwarna merah kehitaman, tanpa
bercampur dengan isi makanan yang telah dimakan oleh pasien. Keluhan muntah pada
pasien ini disertai juga dengan mual tanpa adanya demam. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan, dan pasien merasa badan terasa lemas. Adanya badan yang
menguning juga diakui oleh keluarga pasien. Pasien mengalami penurunan berat badan
dari 72 kg ke 65 kg dalam rentang waktu kurang dari 1 bulan. Tidak ada keluhan BAK
yang berwarna kecoklatan seperti teh ataupun BAB yang berwarna hitam.
Pasien tidak dapat diajak berkomunikasi sejak keluhan muntah darah 1 hari SMRS
ini dikeluhkan. Frekuensi tidur pada pasien terbalik, pada siang hari pasien lebih banyak
menghabiskan waktu untuk tidur, kurang lebih 2-3 jam, dan pada malam hari terkadang
pasien tidak bisa tidur. Pasien juga terlihat seperti gelisah, tidak bisa diam tanpa ada
suara yang keluar, hanya keluar sepatah kata, seperti Aaa. Adanya kejang disangkal
oleh keluarga pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit kuning ada
Riwayat sakit jantung tidak ada
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat alergi obat-obatan tidak ada
Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menggalami hal yang sama
seperti dirinya.
Riwayat Kebiasaan
Pasien rajin mengkonsumsi jamu-jamuan penghilang pegal linu. Frekuensi minum jamu-
jamuan dalam sehari sebanyak 2 kali dalam rentang waktu seminggu 3-4 kali.
Riwayat Sosioekonomi dan Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan istri dan 1 anaknya di rumah yang berukuran kurang
lebih 8x5 meter dengan ventilasi yang pencahayaan yang baik. Pasien berobat dengan
menggunakan JAMKESMAS.
Status Generalisata
Kepala
o Bentuk : Normal, simetris
o Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
o Mata : Konjungtiva anemis +/+
Sclera icteric +/+
Reflex cahaya ( + )
Pupil isokor kanan = kiri
o Telinga : Bentuk normal, serumen ( - ),
membrane timpani intak
o Hidung : Bentuk normal, septum ditengah, tidak
deviasi
o Mulut : Bentuk normal, lidah tidak kotor, tidak
hiperemis
fetor hepatikum ( - )
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Trachea berada di tengah
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
JVP tidak meningkat
Thorax
o Paru- paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri
Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Tidak terdapat retraksi otot-otot intracostal
Spider nevi (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris kanan dan kiri
Tidak ada krepitasi
Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru
Peranjakan paru (+)
Auskultasi : Vesikuler bronchial sound +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpas i : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, murmur ( - ), gallop ( - )
Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen cembung tegang, simetris, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus ( + ) normal
Perkusi : Terdengar suara timpani mendominasi lapang abdomen
Shiffting dullness (-)
Palpasi : Hepar teraba, 3 jari, konsistensi lunak, tepi tumpul
Lien tidak teraba
Ballotment ( - )
Vesica urinaria tidak teraba
Nyeri tekan (+)
Ektremitas
Kanan Kiri
Lengan
Tonus Normotonus Normotonus
Otot
Massa Normal Normal
Sendi Tidak bengkak Tidak bengkak
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Palmar eritem (-) Palmar eritem (-)
Lainlain
Flapping tremor (+) Flapping tremor (+)
Tungkai dan kaki
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Tonus Normotonus Normotonus
Otot
Massa Normal Normal
Sendi Tidak bengkak Tidak bengkak
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema - -
Refleks
Bisep Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks Trisep Sulit dinilai Sulit dinilai
tendon Patella Sulit dinilai Sulit dinilai
Archilles Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks kulit Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks patologis: - -
Kesan:
1. Cirrhosis hepatis dengan tanda-tanda hypertension portal (ascites dan splenomegali)
2. Double layer VF dd/ hypoalbuminemia
3. Tak tampak kelainan pada pancreas, renal, dan vesica urinaria
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan muntah darah kehitaman. Pasien tidak dapat diajak
berkomunikasi, gelisah, frekuensi tidur berlebih, dan terbalik. Adanya penurunan nafsu
makan, badan yang menguning pada pasien. Riwayat sakit kuning dengan diagnosa dokter
sirosis hepatis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya konjungtiva anemis, sklera ikterik, hepar
teraba, dan adanya flapping tremor. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya Hb
yang menurun, kadar albumin yang menurun (2,36 gr/dl), bilirubin total (1,28 mg/dl),
bilirubin direct (0,54 mg/dl), SGOT 47 U/I, dan HbsAg positif (5072 COI).
Farmakologis
1. L-ornithin L-aspartat I.V. 20 gram (4 ampul) /hari dalam 250 cairan infuse selama 5 hari,
setelah itu diganti oral 3x3 gram selama 2 minggu, untuk menurunkan kadar amonia
2. Laktulosa 4x15 ml, untuk mempercepat transit supaya pemecahan ammonia berkurang
3. Neomisin 3 x 500 mg, untuk sterilisasi usus supaya pemecahan ammonia berkurang
4. Tranfusi albumin 20g/100ml/hari untuk mencapai albumin > 2,5g/dl, untuk mencegah
terjadinya sindroma hepatorenal.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
Tanggal 25 November 2014
S: O: A: P:
KU: Delirium T : 100/70 mmHg Ensefalopati Cek :
Muntah darah P : 88 x/menit Hepatikum Darah rutin
kehitaman 3x dgn R : 24 x/menit Fungsi hati
volume 1,5 liter S : 36,6 C Serologi:HCV,HBsAg
dalam sehari. Pasien EKG
gelisah, frekuensi Pasang NGT ->Puasa
tidur berlebih, dan Terapi :
terbalik, hanya - O2 3ltr/mnt
berbicara Aaa. - Ranitidine 2x1
Riwayat. Sirosis - Ondacentron 3x1
Hepatis - Vitamin K
- Curcuma
BAB II
DISKUSI KELOMPOK
Atas dasar :
Keluhan muntah darah kehitaman sejak 1 hari SMRS. Pasien tidak dapat diajak berkomunikasi,
gelisah, frekuensi tidur berlebih, dan terbalik, hanya dapat mengerang Aaa, juga kedua telapak
tangan yang tremor. 1 bulan yang lalu pasien pernah dirawat dengan keluhan BAB berwarna
kehitaman, badan menguning dengan diagnosis dokter Sirosis Hepatis dengan tanda Hipertensi
Portal, dialami juga hal yang sama pada 2 bulan yang lalu.
Assessment :
Ensefalopati Hepatikum stage 1 (prodromal), menurut West Haven
Planning :
1. Pemeriksaan Amonia Darah
2. EEG
3. Tes Psikometri
Non Farmakologis
1. Pemberian asupan protein dikurangi atau diberhentikan sementara, dapat diberikan
kembali setelah terdapat perbaikan.
Diet rendah protein ditingkatkan perlahan sampai 1,2 gr/Kg BB/hari
= 10gr/hari 20gr/hari bila, keadaan klinis membaik setelah 3-5 hari 40-60gr/hari
2. Menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan agar tidak terjadi dehidrasi
Farmakologis
1. L-ornithin L-aspartat I.V. 20 gram (4 ampul) /hari dalam 250 cairan infuse selama 5 hari,
setelah itu diganti oral 3x3 gram selama 2 minggu, untuk menurunkan kadar amonia
2. Laktulosa 4x15 ml, untuk mempercepat transit supaya pemecahan ammonia berkurang
3. Neomisin 3 x 500 mg, untuk sterilisasi usus supaya pemecahan ammonia berkurang
4. Tranfusi albumin 20g/100ml/hari untuk mencapai albumin > 2,5g/dl, untuk mencegah
terjadinya sindroma hepatorenal.
BAB III
PEMBAHASAN
DEFINISI
Hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mengatur metabolisme tubuh,
yaitu pada proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting seperti sintesis protein,
pembentukan glukosa serta proses katabolisme yaitu dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan
seperti aonia, berbagai jenis hormon, obat-obat-an dan sebagainya.
Selain itu hati juga berperan sebagai penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin
serta memelihara keseimbangan aliran darah splanknikus.
Perjalanan klinis EH dapat subklinis, apabila tidak begitu nyata gambaran klinisnya dan
hanya dapat diketahui dengan cara-cara tertentu. Angka prevalensi ensefalopati subklinis berkisar
antara 30% - 88% pada pasien sirosis hati.
EH merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang umumnya terjadi karena kadar protein
yang tinggi di saluran pencernaan atau karena stress metabolik akut (perdarahan saluran
pencernaan, infeksi, dan gangguan elektrolit pada pasien dengan portal-systemic shunting. Gejala-
gejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik (confusion, flapping tremor, koma). Diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
ETIOLOGI
EH dapat muncul pada hepatitis fulminan yang disebabkan oleh virus, obat-obatan, atau
racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi kolateral
portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal.
Pada pasien dengan penyakit hati kronis, episode akut ensefalopati umumnya dicetuskan oleh
beberapa faktor, antara lain :
Jenis Penyebab
Intake protein dalam jumalah tinggi, pendarahan gastrointestinal seperti pada kondisi
Excessive
varises esophagus (dimana darah dalam keadaan tinggi protein, yang direabsorbsi oleh
nitrogen
usus), gagal ginjal (ketidakmampuan untuk mengekskresikan nitrogen yang mengandung
load produk sisa seperti urea), konstipasi
Gangguan Hyponatraemia, hypokalaemia, yang biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan
elektrolit diuretic, sering digunakan untuk mengobati asites, alkalosis, hypoxia (insufficient
atau
oxygen levels), dehydration
metabolik
Infection
Pneumonia, infeksi saluran kemih , peritonitis bakteri spontan , infeksi lain
Infeksi
pembedahan, perburukan dari penyakit hati, menyebabkan kerusakan hati kerusakan hati
Lain-lain
(misalnya hepatitis alkoholik , hepatitis A )
- Tipe C : berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal atau shunt portosistemik. Pada
kasus dengan penyakit hati kronik, PSE tipe ini dapat muncul secara episodik atau bahkan
menetap
PATOFISIOLOGI
Secara umum dikemukakan bahwa EH terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuro-aktif dan
kemampuan komagenik dari zat-zat tersebut dalam sirkulasi sitemik.
1. Hipotesis Amoniak
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari
bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia dirubah menjadi urea pada sel hati periportal
dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke sirkulasi
dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%).
Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara in vitro akan mengubah loncatan (fluk)
klorida melalui membran neural dan akan menganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Di
samping itu amonia dalam proses detoksifikasi akan menekan eksitasi transmiter asam amino,
aspartat, dan glutamat.
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam
lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain. Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh
bakteri usus akan berperan menghambat NaK-ATP-ase.
Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek metabolik seperti gangguan
oksidasi, fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase
sehingga dapat menyebabkan koma hepatik reversibel.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas otak dan
enzim hati monoamin oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase yang
berpotensi dengan zat lain seperti amonia yang mengakibakan koma hepatikum. Senyawa-senyawa
tersebut akan memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari amonia.
Inhibisi dari NaK-ATP-ase membran yang disebabkan amonia akan berakibat pada edem
cerebri dan pembengkakan dari astrosit. Pada otak yang normal, astrosit menjaga hemato-enephalic
barrier dan melakukan fungsi detoksifikasi yaitu mengubah amonia menjadi glutamin. Jika kadar
amonia meningkat dari yang seharusnya, fungsi detoksifikasi tidak akan maksimal dan hemato-
encephalic barrier akan rusak.
3. Pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan nor- adrenalin,
sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati, neurotrasmiter otak akan diganti oeh
neurotransmiter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibanding doamin
atau nor-adrenalin.
1. pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi oktapamin
yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak
2. pada gagal hati seperti pada sirosis hati akan terjadi penurunan asam amino rantai cabang
(BCAA) yang terdiri dari valin, leusin dan isoleusin, yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan asam amino aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin, dan triptopan karena
penurunan ambilan hati (hepatic-uptake). Rasio antara BCAA dan AAA (Fisischer ratio)
normal antara 3-3.5 akan menjadi lebih kecil dari 1.0. Keseimbangan kedua kelompok asam
amino tersebut penting dipertahankan karena akan menggambarkan konsentrasi
neurotransmiter pada susunan saraf.
Tidak berfungsinya hati untuk mendetoksifikasi dikaitkan sebagai penyebab dari timbulnya
EH. Hal ini dapat muncul sebagai akibat dari gagal hati akut atau gangguan hati kronis (seperti
adiposis hepatica, sirosis hati, portocaval shunt). Sehingga proses pembersihan pada hepar akan
berkurang. Dalam hal ini, substansi beracun seperti amonia, merkaptan (yang dibuat di saluran
pencernaan oleh bakteri pada makanan dan normalnya dibuang atau didetoksifikasi melalui hati)
masuk ke sirkulasi sistemik.
Pada EH jumlah dari substansi-substansi berikut ini meningkat dan oleh karena itu
diperkirakan substansi tersebut merupakan mediator untuk terjadinya EH :
amonia
GABA
obstipasi
GAMBARAN KLINIS
Pada umumnya berupa kelainan mental, kelainan neurologis, kelainan parenkim hati serta kelainan
laboratorium.
Ditemukan pada pasien hepatitis virus, hepatitis toksik obat (halotan, asetaminofen), perlemakan
hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati yang fulminan tanpa faktor pencetus
(presipitasi). Perjalanan penyakit eksplosif ditandai dengan delirium, kejang disertai dengan edem
otak. Dengan perawatan intensif angka kematian masih tinggi sekitar 80%. Kematian terutama
disebabkan edem serebral yang patogenesisnya belum jelas, kemungkinan akibat perubahan
permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATPase, serta perubahan osmolar
karena metabolisme amonia.
Perjalanan tidak progresif sehingga gejala neuropsikiatri terjadi pelan-pelan dan dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus seperti azotemia, sedatif, analgesik, perdarahan gastrointestinal,
alkalosis metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan
pemakaian diuretik akan dapat mencetuskan koma hepatik.
0 Frekuensi Alfa
Asymptomatic None
(subclinical) (8.5-12 siklus/dtk)
Sleep disturbance Impaired Monotone voice Tremor Poor
1 concentration Depression, anxiety, or handwriting Constructional 7-8 siklus/dtk
irritability apraxia
Gejala-gejala tersebut tidak akan muncul sampai fungsi otak terpengaruh. Gejala yang
muncul pada awal adalah constructional apraxia, di mana pasien tidak mampu untuk menggambar
hal-hal yang sederhana seperti bintang.
Agitasi dan mania dapat muncul tapi jarang terjadi. Defisit neurologis yang terjadi bersifat
simetris. Bau mulut yang khas dapat muncul dan tidak bergantung pada grade dari EH.
DIAGNOSIS
Laboratorium
I 151-200
II 201-250
III 251-300
IV >300
EEG Terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang per detik.
Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12 Hz). Pemeriksaan ini kurang
tepat dibandingkan dengan pemeriksaan evoked potentials.
Tes psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan intelektual pasien
yang mengalami EH subklinis. Penggunaannya sangat sederhana dan mudah melakukannya
serta memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali dipakai oleh
Reitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan secara luas pada ujian personal militer
Amerika (Conn HO, 1994) kemudian dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut Uji
Hubung Angka (UHA) atau Number Connection Test (NCT), dengan menghubungakan
angka-angka dari 1-25, kemudian diukur lama penyelesaian oleh pasien dalam satuan detik.
0 15-30
I 31-50
II 51-80
III 81-120
IV >120
DIAGNOSA BANDING
3. tumor otak
4. koma akibat gangguan metabolisme lain seperti uremia, koma hipoglikemi, koma
hiperglikemi
5. epilepsi
PENATALAKSANAAN
Harus diperhatikan apakah EH yang terjadi adalah primer atau sekunder. Pada EH primer,
terjadinya ensepalopati adalah akibat kerusakan parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor
pencetus (presipitasi), sedangkan pada EH sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor pencetus.
Tujuan utama :
Tujuan pemberian asam amino rantai cabang pada koma hepatic antara lain adalah :
2. pemberian asam amino rantai cabang akan mengurangi asam amino aromatic dalam darah
3. asam amino rantai cabang akan memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer
4. pemberian asam amino rantai cabang dengan dextrose hipertonik akan mengurangi
hiperaminosidemia
Membersihkan saluran cerna bagian bawah Upaya ini dilakukan agar darah sebagai sumber
toksin nitrogen segera dikeluarkan.
PROGNOSIS
Pada EH sekunder, bila factor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar
hamper 80% pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan EH primer dan penyakit berat
prognosis akan lebih buruk bila disertai hipoalbuminemia, ikterus, serta asites. Sementara EH akibat
gagal hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadar kembali setelah dirawat pada pusat-
pusat kesehatan yang maju.
DAFTAR PUSTAKA
4. Sheila, Sherlock. Chapter 20 : Drugs and liver in Diseases of the Liver and
Biliary System, 11th edition. Milan : Blackwell science. 2002. p 335-364
6. Zubir, Nasrul. Koma Hepatik in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 4th
Edition. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. p. 449-451.