You are on page 1of 24

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penulis menyusun tugas presentasi kasus yang berjudul
Ensefalopati Hepatikum.
Terwujudnya presentasi kasus ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak.Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. H. Hami Zulkifli Abbas,
Sp.PD,FINASIM,MH.Kes dan dr. Sibli Sp.PD selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
dalam membimbing dan memberi masukan-masukan kepada penyusun dan juga kepada seluruh
dokter lainnya yang turut membantu dan membimbing penyusun dan koass lainnya selama
kepaniteraan dibagian Ilmu Penyakit Dalam. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Penyusun menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dapat menjadi lebih
baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi kita
semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Arjawinangun, Desember 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI..ii
BAB I. LAPORAN KASUS
Identitas Pasien.....1
Anamnesa..1
Pemeriksaan Fisik.2
Pemeriksaan Penunjang5
Resume..7
Diagnosis...7
Diagnosis Banding7
Penatalaksanaan7
Prognosis...8
Follow Up Pasien di
bangsal...8

BAB II.
Diskusi Kelompok....11

BAB III.
A. Definisi...13
B. Epidemiologi..13
C. Patofisiologi14
D. Klasifikasi...16
E. Manifestasi Klinis17
F. Diagnosis.18
G. Komplikasi...20
H. Tatalaksana...20

DAFTAR PUSTAKA..24
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. F
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 37 tahun
Alamat : Kempek
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tgl. Masuk RS : 25 November 2014
Tgl. Keluar RS : 26 November 2014

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Muntah darah


Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan muntah darah. Muntah
ini dikeluhkan sejak 1 hari SMRS. Dalam sehari frekuensi pasien muntah sebanyak 3
kali, dengan volume cairan muntah yang dikeluarkan kurang lebih setengah ember besar
atau 1,5 liter dalam sehari. Muntah darah ini berwarna merah kehitaman, tanpa
bercampur dengan isi makanan yang telah dimakan oleh pasien. Keluhan muntah pada
pasien ini disertai juga dengan mual tanpa adanya demam. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan, dan pasien merasa badan terasa lemas. Adanya badan yang
menguning juga diakui oleh keluarga pasien. Pasien mengalami penurunan berat badan
dari 72 kg ke 65 kg dalam rentang waktu kurang dari 1 bulan. Tidak ada keluhan BAK
yang berwarna kecoklatan seperti teh ataupun BAB yang berwarna hitam.

Pasien tidak dapat diajak berkomunikasi sejak keluhan muntah darah 1 hari SMRS
ini dikeluhkan. Frekuensi tidur pada pasien terbalik, pada siang hari pasien lebih banyak
menghabiskan waktu untuk tidur, kurang lebih 2-3 jam, dan pada malam hari terkadang
pasien tidak bisa tidur. Pasien juga terlihat seperti gelisah, tidak bisa diam tanpa ada
suara yang keluar, hanya keluar sepatah kata, seperti Aaa. Adanya kejang disangkal
oleh keluarga pasien.

Sebelumnya, 1 bulan SMRS, pasien pernah dirawat di RSUD Arjawinangun dengan


keluhan muntah darah kehitaman disertai dengan adanya badan yang menguning,
dengan diagnosa dokter Sirosis Hepatis, setelah dirawat selama 5 hari dan pasien puang
paksa. Pada bulan Agustus 2013, pasien juga pernah mengeluhkan hal yang sama dan
dirawat, lalu pulang paksa. Adanya riwayat minum jamu-jamuan diakui oleh keluarga
pasien.


Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit kuning ada

Riwayat sakit jantung tidak ada

Riwayat hipertensi tidak ada

Riwayat kencing manis tidak ada

Riwayat alergi obat-obatan tidak ada


Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menggalami hal yang sama
seperti dirinya.


Riwayat Kebiasaan
Pasien rajin mengkonsumsi jamu-jamuan penghilang pegal linu. Frekuensi minum jamu-
jamuan dalam sehari sebanyak 2 kali dalam rentang waktu seminggu 3-4 kali.


Riwayat Sosioekonomi dan Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan istri dan 1 anaknya di rumah yang berukuran kurang
lebih 8x5 meter dengan ventilasi yang pencahayaan yang baik. Pasien berobat dengan
menggunakan JAMKESMAS.

III. PEMERIKSAAN FISIK



Status Present

Kesadaran : Delirium

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Keadaan sakit : Berat

Berat badan : 65 kg

Tinggi badan : 170 cm

Status gizi : 22,49 kg/m2

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 36,6 C

Status Generalisata

Kepala
o Bentuk : Normal, simetris
o Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
o Mata : Konjungtiva anemis +/+
Sclera icteric +/+
Reflex cahaya ( + )
Pupil isokor kanan = kiri
o Telinga : Bentuk normal, serumen ( - ),
membrane timpani intak
o Hidung : Bentuk normal, septum ditengah, tidak
deviasi
o Mulut : Bentuk normal, lidah tidak kotor, tidak
hiperemis
fetor hepatikum ( - )

Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Trachea berada di tengah
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
JVP tidak meningkat
Thorax
o Paru- paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri
Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Tidak terdapat retraksi otot-otot intracostal
Spider nevi (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris kanan dan kiri
Tidak ada krepitasi
Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru
Peranjakan paru (+)
Auskultasi : Vesikuler bronchial sound +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

o Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpas i : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, murmur ( - ), gallop ( - )

Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen cembung tegang, simetris, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus ( + ) normal
Perkusi : Terdengar suara timpani mendominasi lapang abdomen
Shiffting dullness (-)
Palpasi : Hepar teraba, 3 jari, konsistensi lunak, tepi tumpul
Lien tidak teraba
Ballotment ( - )
Vesica urinaria tidak teraba
Nyeri tekan (+)
Ektremitas
Kanan Kiri
Lengan
Tonus Normotonus Normotonus
Otot
Massa Normal Normal
Sendi Tidak bengkak Tidak bengkak
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Palmar eritem (-) Palmar eritem (-)
Lainlain
Flapping tremor (+) Flapping tremor (+)
Tungkai dan kaki
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Tonus Normotonus Normotonus
Otot
Massa Normal Normal
Sendi Tidak bengkak Tidak bengkak
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Edema - -
Refleks
Bisep Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks Trisep Sulit dinilai Sulit dinilai
tendon Patella Sulit dinilai Sulit dinilai
Archilles Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks kulit Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks patologis: - -

Genitalia : Tidak diperiksa

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap tanggal 25 November 2013

Result Flags Unit Normal Limits


WBC 14,3 H 103/l 4,0 10,0
LYM 1,7 103/l 1,0 5,0
MON 0,7 103/l 0,1 1,0
GRA 11,9 H 103/l 2,0 8,0
LYM % 12,1 L % 25,0 50,0
MON % 4,9 % 2,0 10,0
GRA % 83,0 H % 50,0 -80,0
RBC 2,97 L 106/l 4,0 - 6,20
HGB 9,5 L g/dL 11,0 17,0
HCT 29,0 L % 35,0 55,0
MCV 97,6 m3 90,0 100,0
MCH 32,0 Pq 26,0 34,0
MCHC 32,8 g/dL 31,0 35,5
RDW 13,5 % 10,0 16,0
PLT 122 L 103/l 150 400
MPV 8,0 m3 7,0 11,0
PCT 0,098 L % 0,200 0,500
PDW 13,0 % 10,0 18,0
GDS 161 mg/dL

Kimia Klinik tanggal 25 November 2013


Fungsi Hati

Pemeriksaan Hasil Metode Nilai Normal Satuan


Albumin 2,36 BCG Alb Plus 10,0-50,0 gr/dl
Bilirubin Total 1,28 Jendranik-Grof 0,1-1,2 mg/dl
Bilirubin Direct 0,54 DPD 0,0-0,25 mg/dl
Bilirubin Indirect 0,64 -0,75 mg/dl
SGOT 47 IFCC2 0-38,0 U/I
SGPT 45 IFCC2 0-41 U/I
Serologi tanggal 25 November 2013
Infectious Disease
Pemeriksaan Hasil Metode Nilai Normal Satuan
Anti HCV Non Reactive BCL <1 Non Reaktif COI
HBsAg 5702 BCL <1 Non Reaktif COI

EKG tanggal 26 November 2013 pukul 08.00

USG tanggal 6 Oktober 2013

Kesan:
1. Cirrhosis hepatis dengan tanda-tanda hypertension portal (ascites dan splenomegali)
2. Double layer VF dd/ hypoalbuminemia
3. Tak tampak kelainan pada pancreas, renal, dan vesica urinaria

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan muntah darah kehitaman. Pasien tidak dapat diajak
berkomunikasi, gelisah, frekuensi tidur berlebih, dan terbalik. Adanya penurunan nafsu
makan, badan yang menguning pada pasien. Riwayat sakit kuning dengan diagnosa dokter
sirosis hepatis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya konjungtiva anemis, sklera ikterik, hepar
teraba, dan adanya flapping tremor. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya Hb
yang menurun, kadar albumin yang menurun (2,36 gr/dl), bilirubin total (1,28 mg/dl),
bilirubin direct (0,54 mg/dl), SGOT 47 U/I, dan HbsAg positif (5072 COI).

VI. DIAGNOSIS KERJA


Ensefalopati Hepatikum

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Trauma kepala
- Koma akibat intoksisitas obat-obatan atau alkohol

VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN


Non Farmakologis
1. Pemberian asupan protein dikurangi atau diberhentikan sementara, dapat diberikan
kembali setelah terdapat perbaikan.
Diet rendah protein ditingkatkan perlahan sampai 1,2 gr/Kg BB/hari
= 10gr/hari 20gr/hari bila, keadaan klinis membaik setelah 3-5 hari 40-60gr/hari
2. Menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan agar tidak terjadi dehidrasi

Farmakologis
1. L-ornithin L-aspartat I.V. 20 gram (4 ampul) /hari dalam 250 cairan infuse selama 5 hari,
setelah itu diganti oral 3x3 gram selama 2 minggu, untuk menurunkan kadar amonia
2. Laktulosa 4x15 ml, untuk mempercepat transit supaya pemecahan ammonia berkurang
3. Neomisin 3 x 500 mg, untuk sterilisasi usus supaya pemecahan ammonia berkurang
4. Tranfusi albumin 20g/100ml/hari untuk mencapai albumin > 2,5g/dl, untuk mencegah
terjadinya sindroma hepatorenal.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam

X. FOLLOW UP
Tanggal 25 November 2014
S: O: A: P:
KU: Delirium T : 100/70 mmHg Ensefalopati Cek :
Muntah darah P : 88 x/menit Hepatikum Darah rutin
kehitaman 3x dgn R : 24 x/menit Fungsi hati
volume 1,5 liter S : 36,6 C Serologi:HCV,HBsAg
dalam sehari. Pasien EKG
gelisah, frekuensi Pasang NGT ->Puasa
tidur berlebih, dan Terapi :
terbalik, hanya - O2 3ltr/mnt
berbicara Aaa. - Ranitidine 2x1
Riwayat. Sirosis - Ondacentron 3x1
Hepatis - Vitamin K
- Curcuma

Tanggal 26 November 2014


S: O: A: P:
KU: Delirium T : 100/70 mmHg Ensefalopati Terapi lanjutan
Muntah darah P : 88 x/menit Hepatikum
kehitaman 3x dgn R : 24 x/menit
volume 1,5 liter S : 36,6 C
dalam sehari. Pasien
gelisah, frekuensi
tidur berlebih, dan
terbalik, hanya
berbicara Aaa.
Riwayat. Sirosis
Hepatis

BAB II
DISKUSI KELOMPOK

Atas dasar :
Keluhan muntah darah kehitaman sejak 1 hari SMRS. Pasien tidak dapat diajak berkomunikasi,
gelisah, frekuensi tidur berlebih, dan terbalik, hanya dapat mengerang Aaa, juga kedua telapak
tangan yang tremor. 1 bulan yang lalu pasien pernah dirawat dengan keluhan BAB berwarna
kehitaman, badan menguning dengan diagnosis dokter Sirosis Hepatis dengan tanda Hipertensi
Portal, dialami juga hal yang sama pada 2 bulan yang lalu.

Literature Ensefalopati Hepatikum :


Ensefalopati Hepatikum pada umumnya berupa kelainan mental, kelainan neurologis, kelainan
parenkim hati serta kelainan laboratorium.
Ensefalopati Hepatikum dapat muncul pada hepatitis fulminan yang disebabkan oleh virus, obat-
obatan, atau racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi
kolateral portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal.

Assessment :
Ensefalopati Hepatikum stage 1 (prodromal), menurut West Haven

Planning :
1. Pemeriksaan Amonia Darah
2. EEG
3. Tes Psikometri

Non Farmakologis
1. Pemberian asupan protein dikurangi atau diberhentikan sementara, dapat diberikan
kembali setelah terdapat perbaikan.
Diet rendah protein ditingkatkan perlahan sampai 1,2 gr/Kg BB/hari
= 10gr/hari 20gr/hari bila, keadaan klinis membaik setelah 3-5 hari 40-60gr/hari
2. Menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan agar tidak terjadi dehidrasi

Farmakologis
1. L-ornithin L-aspartat I.V. 20 gram (4 ampul) /hari dalam 250 cairan infuse selama 5 hari,
setelah itu diganti oral 3x3 gram selama 2 minggu, untuk menurunkan kadar amonia
2. Laktulosa 4x15 ml, untuk mempercepat transit supaya pemecahan ammonia berkurang
3. Neomisin 3 x 500 mg, untuk sterilisasi usus supaya pemecahan ammonia berkurang
4. Tranfusi albumin 20g/100ml/hari untuk mencapai albumin > 2,5g/dl, untuk mencegah
terjadinya sindroma hepatorenal.
BAB III
PEMBAHASAN

DEFINISI

Hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mengatur metabolisme tubuh,
yaitu pada proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting seperti sintesis protein,
pembentukan glukosa serta proses katabolisme yaitu dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan
seperti aonia, berbagai jenis hormon, obat-obat-an dan sebagainya.
Selain itu hati juga berperan sebagai penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin
serta memelihara keseimbangan aliran darah splanknikus.

Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut sehingga dapat


menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat toksik. Keadaan
klinis gangguan sistem saraf otak pada penyakit hati tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik
yang disebut sebagai koma hepatik atau ensefalopati hepatik (EH).

Perjalanan klinis EH dapat subklinis, apabila tidak begitu nyata gambaran klinisnya dan
hanya dapat diketahui dengan cara-cara tertentu. Angka prevalensi ensefalopati subklinis berkisar
antara 30% - 88% pada pasien sirosis hati.

EH merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang umumnya terjadi karena kadar protein
yang tinggi di saluran pencernaan atau karena stress metabolik akut (perdarahan saluran
pencernaan, infeksi, dan gangguan elektrolit pada pasien dengan portal-systemic shunting. Gejala-
gejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik (confusion, flapping tremor, koma). Diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis.

1. Penurunan kesadaran sedang sammpai berat

2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi

3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak

4. Tanpa disertai tanda-tanda infeksi bacterial yang jelas

ETIOLOGI

EH dapat muncul pada hepatitis fulminan yang disebabkan oleh virus, obat-obatan, atau
racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi kolateral
portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal.

Pada pasien dengan penyakit hati kronis, episode akut ensefalopati umumnya dicetuskan oleh
beberapa faktor, antara lain :

Jenis Penyebab

Intake protein dalam jumalah tinggi, pendarahan gastrointestinal seperti pada kondisi
Excessive
varises esophagus (dimana darah dalam keadaan tinggi protein, yang direabsorbsi oleh
nitrogen
usus), gagal ginjal (ketidakmampuan untuk mengekskresikan nitrogen yang mengandung
load produk sisa seperti urea), konstipasi

Gangguan Hyponatraemia, hypokalaemia, yang biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan
elektrolit diuretic, sering digunakan untuk mengobati asites, alkalosis, hypoxia (insufficient
atau
oxygen levels), dehydration
metabolik

Sedatives seperti benzodiazepines (sering digunakan untuk menekan enxietas dan


alcohol withdrawal), narkotik (sebagai pain kellers), often used to suppress alcohol
Obat- obatan
withdrawal or anxiety disorder ), isoniazid ( sering digunakan untuk penyakit infeksi
paru)

Infection
Pneumonia, infeksi saluran kemih , peritonitis bakteri spontan , infeksi lain
Infeksi

pembedahan, perburukan dari penyakit hati, menyebabkan kerusakan hati kerusakan hati
Lain-lain
(misalnya hepatitis alkoholik , hepatitis A )

idiopathik Pada 20-30% kasus, tidak ada penyebab yang jelas

EH dapat diklasifikasikan berdasarkan gangguan dari hepar, yaitu :

- Tipe A : berhubungan dengan gangguan hepar akut

- Tipe B : berhubungan dgn bypass portosistemik tanpa penyakit hepatoselular intrinsik

- Tipe C : berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal atau shunt portosistemik. Pada
kasus dengan penyakit hati kronik, PSE tipe ini dapat muncul secara episodik atau bahkan
menetap

PATOFISIOLOGI

Patogenesis EH sampai saat ini belum diketahui secara pasti karena :

1. masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/neurofisiologis.

2. heterogenitas otak baik secara fungsional ataupun biokimia yang berbeda

dalam jaringan otak

3. ketidakpastian apakah perubahan-perubahan mental dan penemuan biokimia saling


berkaitan satu dengan lainnya.

Secara umum dikemukakan bahwa EH terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuro-aktif dan
kemampuan komagenik dari zat-zat tersebut dalam sirkulasi sitemik.

Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan :

1. Hipotesis Amoniak

Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari
bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia dirubah menjadi urea pada sel hati periportal
dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke sirkulasi
dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%).
Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara in vitro akan mengubah loncatan (fluk)
klorida melalui membran neural dan akan menganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Di
samping itu amonia dalam proses detoksifikasi akan menekan eksitasi transmiter asam amino,
aspartat, dan glutamat.

2. Hipotesis Toksisitas Sinergik

Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam
lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain. Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh
bakteri usus akan berperan menghambat NaK-ATP-ase.

Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek metabolik seperti gangguan
oksidasi, fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase
sehingga dapat menyebabkan koma hepatik reversibel.

Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas otak dan
enzim hati monoamin oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase yang
berpotensi dengan zat lain seperti amonia yang mengakibakan koma hepatikum. Senyawa-senyawa
tersebut akan memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari amonia.

Inhibisi dari NaK-ATP-ase membran yang disebabkan amonia akan berakibat pada edem
cerebri dan pembengkakan dari astrosit. Pada otak yang normal, astrosit menjaga hemato-enephalic
barrier dan melakukan fungsi detoksifikasi yaitu mengubah amonia menjadi glutamin. Jika kadar
amonia meningkat dari yang seharusnya, fungsi detoksifikasi tidak akan maksimal dan hemato-
encephalic barrier akan rusak.

3. Hipotesis Neurotansmiter Palsu

3. Pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan nor- adrenalin,
sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati, neurotrasmiter otak akan diganti oeh
neurotransmiter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibanding doamin
atau nor-adrenalin.

Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah :

1. pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi oktapamin
yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak

2. pada gagal hati seperti pada sirosis hati akan terjadi penurunan asam amino rantai cabang
(BCAA) yang terdiri dari valin, leusin dan isoleusin, yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan asam amino aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin, dan triptopan karena
penurunan ambilan hati (hepatic-uptake). Rasio antara BCAA dan AAA (Fisischer ratio)
normal antara 3-3.5 akan menjadi lebih kecil dari 1.0. Keseimbangan kedua kelompok asam
amino tersebut penting dipertahankan karena akan menggambarkan konsentrasi
neurotransmiter pada susunan saraf.

4. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin

Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang dan yang


menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada terjadinya koma hepatik. T erjadi
penurunan neurotransmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamat, aspartat, dan dopamin
sebagai akibat meningkatnya amonia dan GABA yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA
yang meningkat bukan karena influks yang meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptor
GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepin.

Tidak berfungsinya hati untuk mendetoksifikasi dikaitkan sebagai penyebab dari timbulnya
EH. Hal ini dapat muncul sebagai akibat dari gagal hati akut atau gangguan hati kronis (seperti
adiposis hepatica, sirosis hati, portocaval shunt). Sehingga proses pembersihan pada hepar akan
berkurang. Dalam hal ini, substansi beracun seperti amonia, merkaptan (yang dibuat di saluran
pencernaan oleh bakteri pada makanan dan normalnya dibuang atau didetoksifikasi melalui hati)
masuk ke sirkulasi sistemik.

Pada EH jumlah dari substansi-substansi berikut ini meningkat dan oleh karena itu
diperkirakan substansi tersebut merupakan mediator untuk terjadinya EH :

amonia

merkaptan (berhubungan dengan foetor hepaticus)

GABA

Asam lemak rantai pendek

Asam amino aromatik

Osmolit (hasil dari kompensasi pelepasan dari astrosit)

Faktor-faktor pemicu ensefalopati hepatik antara lain :

perdarahan gastro-intestinal (1000 cc darah = 200 gr albumin)


infeksi (berhubungan peningkatan proteolisis albumin)

gangguan elektrolit (berhubungan dengan penggunaan diuretik)

obstipasi

intake protein yang berlebih

alkalosis (peningkatan difusi amonia ke otak)

iatrogenik (terapi dengan benzodiazepin, diuretik)

GAMBARAN KLINIS

Pada umumnya berupa kelainan mental, kelainan neurologis, kelainan parenkim hati serta kelainan
laboratorium.

Sesuai perjalanan penyakit hati maka EH dapat dibedakan atas :

1. EH akut (fulminant hepatic failure)

Ditemukan pada pasien hepatitis virus, hepatitis toksik obat (halotan, asetaminofen), perlemakan
hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati yang fulminan tanpa faktor pencetus
(presipitasi). Perjalanan penyakit eksplosif ditandai dengan delirium, kejang disertai dengan edem
otak. Dengan perawatan intensif angka kematian masih tinggi sekitar 80%. Kematian terutama
disebabkan edem serebral yang patogenesisnya belum jelas, kemungkinan akibat perubahan
permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATPase, serta perubahan osmolar
karena metabolisme amonia.

2. Pada penyakit hati kronik dengan EH portosistemik

Perjalanan tidak progresif sehingga gejala neuropsikiatri terjadi pelan-pelan dan dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus seperti azotemia, sedatif, analgesik, perdarahan gastrointestinal,
alkalosis metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan
pemakaian diuretik akan dapat mencetuskan koma hepatik.

Ensefalopati mempunyai tingkatan-tingkatan yang bergradasi (West haven)

STAGE Cognition & Behaviour Neuromuscular Function EEG

0 Frekuensi Alfa
Asymptomatic None
(subclinical) (8.5-12 siklus/dtk)
Sleep disturbance Impaired Monotone voice Tremor Poor
1 concentration Depression, anxiety, or handwriting Constructional 7-8 siklus/dtk
irritability apraxia

Drowsiness (Lethargy) Disorientation Ataxia Dysarthria Asterixis


2 Poor short-term memory Disinhibited Automatism (yawning, blinking, 5-7 siklus/dtk
behaviour sucking)

Somnolence Confusion Amnesia Nystagmus Muscular rigidity


3 3-5 siklus/dtk
Anger, paranoia, or other bizzare Hyperreflexia or hyporeflexia

Dilated pupils Oculocephalic or


3 siklus/dtk atau
4 Coma oculovestibular reflexes
negatif
Decebrate posturing

Gejala-gejala tersebut tidak akan muncul sampai fungsi otak terpengaruh. Gejala yang
muncul pada awal adalah constructional apraxia, di mana pasien tidak mampu untuk menggambar
hal-hal yang sederhana seperti bintang.

Agitasi dan mania dapat muncul tapi jarang terjadi. Defisit neurologis yang terjadi bersifat
simetris. Bau mulut yang khas dapat muncul dan tidak bergantung pada grade dari EH.

DIAGNOSIS

EH dapat ditegakkan berdasarkan :

Pemeriksaan fisik berdasarkan gejala klinis di atas

Laboratorium

Karena EH merupakan sindrom neuropsikiatrik non-spesifik, maka tes biokemikal kurang


memadai untuk menegakkan diagnosis. Yang paling informatif adalah kadar amonia dalam
darah. Amonia merupakan hasil akhir dari metabolisme asam amino baik yang berasal dari
dekarboksilasi protein maupun hasil deaminasi glutamin pada usus dari hasil katabolisme
protein otot. Dalam keadaan normal amonia dikeluarkan oleh hati dengan pembentukan
urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosis hati, terjadi peningkatan konsentrasi amonia
darah karena gangguan fungsi hati dalam mendetoksifikasi amonia serta adanya pintas
(shunt) porto-sistemik. Nilai >100 Qg/100 ml dianggap abnormal.

Tingkat Kadar amonia dalam darah


ensefalopati (Qgram/dl)
0 < 150

I 151-200

II 201-250

III 251-300

IV >300

EEG Terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang per detik.
Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12 Hz). Pemeriksaan ini kurang
tepat dibandingkan dengan pemeriksaan evoked potentials.

Tes psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan intelektual pasien
yang mengalami EH subklinis. Penggunaannya sangat sederhana dan mudah melakukannya
serta memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali dipakai oleh
Reitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan secara luas pada ujian personal militer
Amerika (Conn HO, 1994) kemudian dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut Uji
Hubung Angka (UHA) atau Number Connection Test (NCT), dengan menghubungakan
angka-angka dari 1-25, kemudian diukur lama penyelesaian oleh pasien dalam satuan detik.

Uji Hubung Angka

Dengan UHA tingkat ensfalopati dibagi atas :

Tingkat ensefalopati Hasil UHA (detik)

0 15-30

I 31-50
II 51-80

III 81-120

IV >120

DIAGNOSA BANDING

1. koma akibat intoksikasi obat-obatan dan alkohol

2. trauma kepala seperti komosio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural,

dan perdarahan epidural

3. tumor otak

4. koma akibat gangguan metabolisme lain seperti uremia, koma hipoglikemi, koma
hiperglikemi

5. epilepsi

PENATALAKSANAAN

Harus diperhatikan apakah EH yang terjadi adalah primer atau sekunder. Pada EH primer,
terjadinya ensepalopati adalah akibat kerusakan parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor
pencetus (presipitasi), sedangkan pada EH sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor pencetus.

Tujuan utama :

1. Memberikan dukungan perawatan suportif

2. Memperbaiki faktor-faktor pencetus

3. Mengurangi asupan nitrogen di dalam saluran cerna

4. Memberikan kebutuhan pengobatan jangka panjang

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka yang harus dilakukan adalah :

1. Mengobati penyakit dasar hati jika mungkin

2. Mengidentifikasi & menghilangkan faktor pencetus


3. Mencegah & mengurangi pembentukan/influks toksin nitrogen ke dalam otak : - Mengubah,
menurunkan/menghentikan makanan yang mengandung protein Diet rendah protein
ditingkatkan secara bertahap, misalnya dari 10 gram menjdi 20 gram sehariselama 3-5 hari
disesuaikan dengan respon klinis, dan bila keandaan telah stabil dapat diberikan rotein 40-60
gram/hari. Sumber protein terutama dari campuran asam amino rantai cabang. Pemberian
asam amino ini diharapkan akan menormalkan keseimbangan asam amino sehingga
neurotransmitter asli dan palsu akan berimban dan kemungkinan dapat meningkatkan
metabolisme amonia di otot.

Tujuan pemberian asam amino rantai cabang pada koma hepatic antara lain adalah :

1. untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan tanpa memperberat fungsi hati

2. pemberian asam amino rantai cabang akan mengurangi asam amino aromatic dalam darah

3. asam amino rantai cabang akan memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer

4. pemberian asam amino rantai cabang dengan dextrose hipertonik akan mengurangi
hiperaminosidemia

Menggunakan laktulosa, antibiotik atau keduanya Laktulosa merupakan disakarida sintetis


yang tidak diabsorbsi oleh usus halus yang terdiri dari galaktosa dan fruktosa, diuraikan
bakteri di usus besar dengan hasil akhir asam laktat, sehingga terjadi lingkungan dengan pH
asam yang akan menghambat penyerapan amoniak. Selain itu frekuensi defekasi bertambah
sehingga memperpendek waktu transit protein di usus. Penggunaan laktulosa bersama
antibiotika yang tidak diabsorbsi usus seperti neomisin, akan memberikan hasil yang lebih
baik Neomisin diberikan 2-4gram per hari baik secara oral atau secara enema, walaupun
pemberian oral lebih baik kecuali terdapat tanda- tanda ileus. Metronidazol 4x250 mg
perhari merupakan alternatif.

Membersihkan saluran cerna bagian bawah Upaya ini dilakukan agar darah sebagai sumber
toksin nitrogen segera dikeluarkan.

PROGNOSIS

Pada EH sekunder, bila factor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar
hamper 80% pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan EH primer dan penyakit berat
prognosis akan lebih buruk bila disertai hipoalbuminemia, ikterus, serta asites. Sementara EH akibat
gagal hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadar kembali setelah dirawat pada pusat-
pusat kesehatan yang maju.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L, et all; Hepatic Encephalopathy in


Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th Edition. USA: McGraw- Hill.
2006.

2. J E J Krige, I J Beckingham . Portal hypertension -2. Ascites,


encephalopathy, and other conditions 22 In ABC Of Liver, Pancreas And
Gall Bladder. London : BMJ Books.2001. p. 22-24

3. Mullen, D Kevin. Pathogenesis. ClinicalManifestation, and diagnosis of Hepatic


Encephalopathy. 2007

4. Sheila, Sherlock. Chapter 20 : Drugs and liver in Diseases of the Liver and
Biliary System, 11th edition. Milan : Blackwell science. 2002. p 335-364

5. Sood, Gagan K. Porto-systemic Encephalopathy. Baylor College Medicine. 2010.


http://emedicine.medscape.com/gastroenterology#liver

6. Zubir, Nasrul. Koma Hepatik in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 4th
Edition. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. p. 449-451.

You might also like