Professional Documents
Culture Documents
Pemeriksaan
7/19/2015
0 Comments
Proteinuria sering terdapat pada anak-anak dan dapat mewakili kondisi yang jinak atau
penyakit ginjal serius yang mendasari atau gangguan sistemik. Proteinuria dapat terjadi
sekunder dari disfungsi glomerulus atau tubulus. Meskipun tes ekskresi protein urin 24
jam biasanya direkomendasikan, hal ini mungkin tidak praktis untuk anak-anak. Tes urin
pagi pertama kali sewaktu untuk rasio protein/kreatinin dapat berguna pada situasi ini.
Proteinuria biasanya jinak, dalam bentuk proteinuria transien atau ortostatik. Proteinuria
persisten dapat berhubungan dengan penyakit ginjal yang lebih serius. Tampilan klinis
dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium membantu menentukan
penyebab proteinuria. Tatalaksana harus diarahkan untuk penyakit yang mendasari.
Pasien dengan sedimen urin aktif, hematuria nyata dan persisten, hipertensi,
hipokomplemenemia, insufisiensi ginjal dengan penekanan laju filtrasi glomerulus, atau
tanda dan gejala yang mengarah pada penyakit vaskulitik dapat memerlukan biopsi
ginjal dan rujukan ke nefrologis pediatrik.
Adanya protein dalam urin adalah temuan laboratoris yang umum pada anak-anak.
Meskipun proteinuria biasanya jinak, kondisi ini dapat menjadi penanda penyakit ginjal
serius yang mendasari atau gangguan sistemik. Saat proteinuria terjadi bersamaan
dengan hematuria, kecenderungan penyakit ginjal yang bermakna secara klinis lebih
tinggi. Tantangan untuk dokter layanan primer adalah untuk memisahkan bentuk jinak
proteinuria dari yang bermakna secara klinis.
Epidemiologi
Proteinuria terdapat dalam tes urin rutin pada hingga 10 persen anak usia sekolah,
meskipun hal ini berkurang 0.1 persen pada pemeriksaan berulang. Penelitian yang
mencakup skrining massal anak usia sekolah di Asia menunjukkan hasil temuan yang
sama. Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia, memuncak saat remaja, dan
lebih tinggi pada wanita.
Mekanisme Proteinuria
Barrier glomerulus memiliki tiga lapisan (endotelium dengan fenestra, membran basalis,
dan podosit), membentuk saringan (filter) yang selektif ukuran dan elektrostatik. Barrier
elektrostatik terdiri atas sialoproteins dan proteoglikan yang bermuatan negatif.
Kebanyakan protein, seperti immunoglobulin G dan M, terlalu besar (lebih dari 100 kDa)
untuk melewati barrier glomerulus. Beberapa memiliki muatan atau konformasi yang
mencegah mereka melewati filter. Minimal satu setengah protein dalam urin normal
adalah Tamm-Horsfall proteins, yang terlokalisasi di bagian asendens lengkung Henle
(loop of Henle). Protein sisanya adalah protein plasma dalam berbagai ukuran molekuler
yang terfiltrasi, termasuk kebanyakan protein berat molekul rendah (kurang dari 40 kDa),
seperti transferrin, mikroglobulin, dan albumin berukuran sedang. Kebanyakan protein
yang terfiltrasi di glomerulus direabsorpsi di tubulus proksimal.
Diafragma bercelah antara podosit telah ditemukan akhir-akhir ini. Diafragma bercelah
ini berkontribusi terhadap efek barrier. Mutasi diafragma bercelah dapat mengganggu
fungsi normal dan menimbulkan proteinuria.
Pengukuran Proteinuria
Pemeriksaan di Kantor
Metode sulfosalicylic acid, atau turbidimetry, mendeteksi semua bentuk protein dan
secara umum digunakan sebagai tes tambahan saat dicurigai terdapat protein berat
molekul rendah atau protein lainnya namun tidak terdeteksi dengan tes dipstick. Pada
metode sulfosalicylic acid, tiga tetes larutan sulfosalicylic acid 20% ditambahkan ke
dalam 5 mL urin. Bergantung pada jumlah protein yang mengendap, berbagai tingkat
turbiditas dari minimal (trace) hingga flokulasi berat (4+) dicatat.
Pemeriksaan lini pertama adalah ekskresi protein urin kuantitatif 24 jam. Pada anak-
anak, jumlah ekskresi protein urin bervariasi sesuai umur dan ukuran tubuh. Jumlah
normal kurang dari 4 mg per m2 per jam atau 100 mg per m2 per hari. Namun,
pengukuran kuantitatif ini tidak praktis untuk anak-anak, khusunya bila mereka
mengalami inkontinensia. Pemeriksaan ini juga memiliki keterlambatan waktu yang
melekat, sering sulit dilakukan pada kondisi rawat jalan, dan rentan terhadap kesalahan
saat pengumpulan.
Rasio protein/creatinine urin sewaktu tunggal (UPr/Cr) yang dihitung dalam milligram
protein per milligram kreatinin adalah metode yang nyaman untuk mengestimasi eksresi
protein urin tanpa pengumpulan urin 24 jam. Studi multipel telah menemukan bahwa tes
protein urin 24 jam berkorelasi baik dengan UPr/Cr. Mengalikan (multiplikasi) UPr/Cr
dengan 0.63 dapat memberikan estimasi jumlah total protein (g per m2 per hari) dalam
urin. Sekresi tubular kreatinin meningkat dengan adanya reduksi bermakna laju filtrasi
glomerulus, dan hal ini dapat menimbulkan UPr/Cr yang rendah secara artifisial. Namun,
UPr/Cr berguna untuk mengikuti kecenderungan (trend) dalam proteinuria. Sample urin
sewaktu pertama di pagi hari optimal untuk menentukan UPr/Cr karena mengeksklusi
efek postural pada komponen protein.
Etiologi
Etiologi proteinuria pada anak-anak sangat beragam (Tabel 1), namun skema klasifikasi
berdasarkan waktu klinis dan frekuensi masalah dapat membantu mempersempit diagnosis
banding, Bentuk ortostatik dan transien bersifat jinak dan lebih sering. Proteinuria persisten dapat
berhubungan dengan penyakit ginjal yang mendasari dan memerlukan investigasi lebih lanjut.
Proteinuria transien
Proteinuria transien (fungsional) bersifat temporer dan menghilang bila faktor pemicu mengalami
remisi atau diatasi. Proteinuria transien dapat terjadi pada demam, latihan, stress, atau paparan
terhadap cuaca dingin. Hal ini juga dapat disebabkan oleh perubahan hemodinamik dalam aliran
darah glomerulus.
Proteinuria ortostatik
Proteinuria ortostatik sering terdapat pada anak-anak, khususnya selama remaja. Diagnosis ini
diduga bila ekskresi protein normal (misalnya hasil tes dipstick negatif atau UPr/Cr 0.2 atau
kurang) pada sampel urin pertama sewaktu di pagi hari setelah anak berbaring sepanjang malam,
namun ekskresi protein meningkat (misalnya hasil tes dipstick positif atau UPr/Cr lebih dari 0.2)
selama minimal empat hingga 6 jam setelah anak telah dalam posisi tegak lurus. Penyebab
proteinuria ortostatik tidak jelas; namun, kompresi anatomik vena renalis sinistra telah diusulkan.
Studi jangka panjang dengan follow up (pemantauan) yang berkisar dari 20 hingga 50 tahun telah
menunjukkan perjalanan klinis yang jinak.
Proteinuria persisten
Proteinuria persisten dapat berasal dari glomerulus atau tubulointerstitial. Pada kedua kategori,
penyebab dapat bersifat primer, berasal secara intrinsik dari jaringan renal; atau sekunder,
terutama disebabkan oleh penyakit sistemik. Bila proteinuria berhubungan dengan hematuria,
disfungsi ginjal, dan hipertensi, mungkin terdapat penyakit ginjal yang bermakna.
Penyakit tubulointerstitial adalah penyebab proteinuria yang lebih jarang dan biasanya
melibatkan protein berat molekul rendah. Proteinuria yang berhubungan dengan gangguan
tubulus ginjal secara umum bersifat ringan. Proteinuria tubulus jarang menampilkan dilema
diagnostik karena penyakit yang mendasari biasanya terdeteksi sebelum proteinuria.
Nefritis interstisial mencakup berbagai proses patologis yang terlibat dalam progresivitas
kebanyakan penyakit ginjal, dan merupakan jalur umum akhir dari semua bentuk penyakit ginjal
tahap akhir.
Idiopatik
Tidak berhubungan dengan kondisi medis (misalnya latihan, stress, dehidrasi, terpapar dingin)
Proteinuria ortostatik
Proteinuria persisten
Glomerulus
Adaptasi (hiperfiltrasi) karena hilangnya nefron (misalnya nefropati refluks sekunder akibat
refluks vesikoureterik)
Alport syndrome
Diabetes mellitus
Toksin (mercury)
Tubulointerstitial
Asidosis tubulus proksimal ginjal: Fanconi syndrome (disfungsi global tubulus proksimal),
cystinosis, Lowe syndrome, galactosemia, Wilson disease
Pyelonephritis