PEDOMAN TEKNIS
PENEMUAN DAN TATALAKSANA
HIPERTENSI
REMENTERIAN KESEHATAN REPUBLI LIK INDONESIA&
A 2
ES eX
y se
PEDOMAN TEKNIS
PENEMUAN DAN TATALAKSANA
HIPERTENSI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
SUBDIT PENGENDALIAN PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
EDISI REVISI 2013KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, karena hanya
dengan rahmatNya kami dapat menyelesaikan revisi buku ini. Revisi buku
ini menjadi keharusan yang dilakukan mengingat perkembangan
pengendalian hipertensi, menjadi hal yang sangat penting dalam
mengendalikan penyakit tidak menular khususnya penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Lebih dari 60 tahun arah pembangunan dibidang kesehatan selama
ini menekankan pengendalian terhadap penyakit menular, kondisi yang
ada ternyata belum dapat tertanggulangi, tetapi pada satu sisi lain penyakit
tidak menular (PTM) datanya menunjukkan peningkatan sehingga
menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia (double
bourden).
Angka prevalensi hipertensi terus meningkat dari tahun ke tahun maka
diperlukan suatu strategi yang dapat membantu petugas maupun
masyarakat untuk dapat mengetahui sedini mungkin kecenderungan
penyakit hipertensi. Pengembangan pelayanan yang komprehensif
hendaknya dapat dilakukan sejak di pelayanan primer dalam hal ini
Puskesmas. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan Hipertensi
secara efektif dan terintegrasi dengan pelayanan penyakit tidak menular
lainnya
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular sesuai dengan tupoksinya, membuat acuan dalam
pengendalian Hipertensi. Buku Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Hipertensi sesuai dengan perkembangannya telah di revisi
pada tahun ini.Kami mengucapkan terima kasih atas semua kerja keras tim sehingga
dapat menyelesaikan buku ini. Kami menyadari, buku ini mungkin masih
banyak kekurangan dan kelemahan karena itu adanya koreksi dan
masukan diperlukan untuk memperbaiki buku ini demi berjalannya program
dimasa mendatang agar lebih baik lagi
Jakarta, Mei 2012
Direktur Pengendalian PTM
Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.KesKATA SAMBUTAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas selesainya
penyusunan buku Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
Buku ini merupakan review dari pedoman yang telah ada sebelumnya,
sebagai penyesuaian terhadap arus globalisasi serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada.
Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko pintu masuk berbagai
penyakit degeneratif antara lain Penyakit Jantung Koroner, Stroke dan
Penyakit Pembuluh Darah lainnya.
Hipertensi terkait dengan perilaku dan pola hidup. Pengendalian
Hipertensi dilakukan dengan perubahan perilaku seperti berhenti merokok
dan menghindari asap rokok, diet sehat dengan kalori seimbang, rendah
gula, garam dan lemak serta tinggi serat, rajin aktifitas fisik dan menghindari
mengonsumsi alkohol. Semoga buku pedoman ini dapat menjadi acuan
dalam pengendalian hipertensi di Indonesia.
Apresiasi dan terima kasin kami ucapkan kepada semua pihak yang
terlipat dalam penyusunan pedoman ini, semoga mendapat ridho dan
berkah dari Allah SWT.
Wassalammu’alaikum Wr.W
Jakarta, ,\Mef 2012
Prof. de-Tfandra Yoga Aditama, SpP(K),
MARS, DTM&H, DTCE
iDAFTAR ISI
KATA: PENGANTAR ecsaencanceneeminerncemrannamimamanalenantiaae
KATA SAMBUTAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GRAFIK DAN TABEL
DAFTAR ALGORITMA.............
DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR
BAB |
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
Latar Belakan:
Tujuan .....
Ruang Lingkup .
Sasaran
Landasan Hukunm ....
mo oO o>
KLASIFIKASI, PATOFISIOLOGI, FAKTOR RISIKO
HIPERTENSI
A. Klasifikasi Hipertensi
B. Patofisilogi .
C. Faktor Risiko ..
PENEMUAN KASUS DAN STRATIFIKAS! RISIKO
HIPERTENSI
A. Deteksi
B. Metode Pemeriksaan
C. Diagnosis Hipertensi
D. Stratifikasi Risiko Kardiovaskuler
TATALAKSANA HIPERTENS!
A. Pengendalian Faktor Risiko
B. Terapi Farmakologis
NoQaqC. Tindak Lanjut
D. Deteksi Dini Komplikasi Hipertens
BABV HIPERTENSI KRISIS.....
A. Hipertensi Emergensi .
B. Hipertensi Urgensi
BAB VI MONITORING DAN EVALUASI
A. Pencatatan
B. Pelaporan .
BAB VIl_ PENUTUP....
DAFTAR PUSTAKA ..
TIM PENYUSUN....
vi
46
47
48
48
49
50
50
52
54
55
58NO 4 B&B OD
o
10
1
DAFTAR GRAFIK DAN TABEL
Grafik penyebab kematian pada semua usia....................
Tabel Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003
Tabel Klasifikasi IMT Populasi Asia menurut WHO ....
Tabel batasan kadar lipid/lemak darah
Tabel Pedoman Gizi seimbang
24
Tabel Modifikasi Dietery Approach to Stop Hypertension (DASH) 25
Tabel Dampak modifikasi terhadap penurunan tekanan darah
Tebel Keamanan, Tolerabilitas, dan Efikasi Obat Antihipertensi
pada Usia lanjut...
Tabel Pilihan Obat Pada Indikasi Knusus
Tabel Rekomendasi tindak lanjut
Tabel Obat-obat Par enteral untuk penanganan hipertensi
emergensi...
Tabel obat-obat anti hipertensi oral untuk penanganan hipertensi
urgensi....
30
36
38
46
49
viioF
vill
DAFTAR ALGORITMA
Algoritma Tatalaksana Hipertensi berdasarkan JNC VIl............ 37
Algoritma Tatalaksana Teintegrasi Hipertensi dan Diabetes
Mellitus WHO-PEN.... 40
Algoritma Kriteria merujuk pasien Hipertensi ... 46
DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR
Bagan Kontrol Tekanan Darah ............0:0-++ 6
Gambar Carta Prediksi Risiko.... 20
Bagan Konseling Berhenti Merokok 28
Bagan 3 Alur Pelaporan Pengendalian Penyakit Hipertensi..... 53BABI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit, dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Peningkatan prevalensi
PTM terjadi akibat gaya hidup tidak sehat,yang dipacu oleh urbanisasi,
modernisasi dan globalisasi. Bertambahnya usia harapan hidup sejalan
dengan perbaikan sosio-ekonomi dan pelayanan kesehatan, membawa
konsekuensi peningkatan penyakit degeneratif. Pergeseran pola penyakit
ini tercermin pada grafik penyebab kematian berikut ini (Grafik 1).
595
60
50
40
% 30
20
10 @ sxrt 1995
G skrt 2001
0. G RIsKeSDAS 2007
Matemal Penyakit_ Penyakit Tidak Cedera
Perinatal Menular Menular
Grafik 1. Penyebab kematian pada semua usia di Indonesia
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization
(WHO) tahun 2011, satu milyar orang didunia menderita hipertensi, dua
pertiga diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan
rendah-sedang. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam,
diprediksikan pada tahun 2025 nanti, sekitar 29% orang dewasa di seluruh
dunia menderita hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan kematian
sekitar 8 juta orang setiap tahun, 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara,
yang sepertiga populasinya menderita hipertensi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah
1sebesar 31,7%. Prevalensi hipertensi tertinggi di provinsi Kalimantan
Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur,
DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat, merupakan
provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka
Nasional.
Hipertensi berkaitan erat dengan pola hidup manusia
Direkomendasikan untuk mencegah dan mengatasi hipertensi dengan:
diet sehat, aktivitas fisik teratur, menghindari konsumsi alkohol,
mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal, serta hidup di
lingkungan bebas asap rokok. Yang dimaksudkan dengan diet sehat
adalah: makanan dengan kalori berimbang, banyak buah dan sayuran,
produk makanan dan susu rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, rendah
garam dan gula. Telah dibuktikan di negara-negara maju, bahwa
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hipertensi dan modifikasi
pola hidup sesuai anjuran tersebut diatas, berhasil menurunkan kematian
akibat hipertensi dan penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, stroke
dan penyakit pembuluh darah perifer).
Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease karena sering
tanpa keluhan, sehingga penderita tidak tahu kalau dirinya mengidap
hipertensi.Berdasarkan Riskesdas 2007 dan studi di Puskesmas, tidak
lebih dari seperempat penderita hipertensi yang berobat teratur. Hal ini
diduga karena kurangnya pemahaman penderita tentang komplikasi yang
mungkin terjadi (gagal jantung kongestif, stroke dan gangguan ginjal kronik
yang berakibat fatal), keterbatasan dana untuk berobat,dan kurangnya
fasilitas serta sumberdaya di Puskesmas, termasuk ketersediaan obat-
obatan anti hipertensi.
Pada saat ini Kementerian Kesehatan telah menyusun kebijakan dan
strategi nasional pengendalian hipertensi, yang meliputi 3 Komponen yaitu:
1) surveilens dan monitoring, 2) prevensi dan penurunan faktor risiko, 3)
deteksi dini serta pengobatan yang tepat waktu dan kontinyu. Kebijakan
tersebut tidak mungkin dilaksanakan hanya bersandarkan pada
kemampuan pemerintah, tetapi harus melibatkan seluruh potensi yang
ada di masyarakat. Untuk itu, perlu disusun buku Pedoman dan Petunjuk
Teknis Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi di Pelayanan Kesehatan
Primer/Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).B. TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Terselenggaranya upaya Pengendalian Hipertensi di Puskesmas
untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan
dan akibat hipertensi di Indonesia.
2. Tujuan Khusus :
a. Terselenggaranya surveilans dan monitoring hipertensi.
b. Terselenggaranya pengendalian faktor risiko hipertensi.
c. Terselenggaranya deteksi dini dan tatalaksana hipertensi.
Cc, RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pengendalian Hipertensi meliputi upaya pencegahan,
deteksi dini, pengendalian faktor risiko dan tatalaksana hipertensi di
Puskesmas, dalam upaya menurunkan morbiditas, mortalitas dan
disabilitas akibat hipertensi
D. SASARAN
Pedoman ini diperuntukan bagi petugas kesehatan di Pusat, Dinas
Kesehatan, Provinsi, Kabupaten/Kota, Unit Pelaksana Teknis Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, di
Puskesmas serta fasilitas pelayanan kesehatan dasar lainnya.
—. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
3. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
(Lembaran Negara RI tahun 2009 no.144, tambahan lembaran
Negara RI no 5063).
4. Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Pengelolaan Keuangan Negara.
5. Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009.41.
12.
13.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003,
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003,
tentang Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular terpadu.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Rl
Kepmenkes nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan dasar
Puskesmas.
Kepmenkes nomor 828/Menkes/SK/IX/2008/ tentang Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Minimal
Kepmenkes 854/Menkes/SK/IX/2009 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
Kepmenkes no.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025
Kepmenkes nomor 2500/Menkes/xII/2011 tentang Daftar Obat
Essensial NasionalBABII
KLASIFIKASI, PATOFISIOLOGI, FAKTOR RISIKO
HIPERTENSI
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana
tekanan darah sistolik >140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik >90
mmHg (Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure VIl/ JNC-VIl, 2003).
A. KLASIFIKAS! HIPERTENSI
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi 2
kelompok.yaitu :
1) Hipertensi essensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya
(90%)
2) Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara
lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dan lain-
lain.
Menurut JNC — VII (2003) hipertensi diklasifikasikan sesuai tertera
pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003
Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)|
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 - 139 atau 80 - 89
Hipertensi tingkat 1 140 -159 atau 90 - 99
Hipertensi tingkat 2 > 160 atau > 100
Hipertensi Sistolik Terisolasi) = >140 — dan < 90
(Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High
Pressure VII/ JNC-VII, 2003).Hipertensi sistolik terisolasi (HST) didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik >140 mmHg dengan tekanan darah diastolik < $0 mmHg. Berbagai
studi membuktikan bahwa prevalensi HST pada usia lanjut sangat tinggi
akibat proses penuaan, akumulasi kolagen, kalsium, serta degradasi elastin
pada arteri. Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah sistolik
dan pengurangan volume aorta yang pada akhirnya mengakibatkan
penurunan tekanan darah diastolik. HST juga dapat terjadi pada keadaan
anemia, hipertiroidisme, insufisiensi aorta, fistula arteriovena, dan penyakit
paget.
B. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hipertensi (>90%) tidak diketahui penyebabnya. Ada
beberapa mekanisme yang ikut serta dalam kontrol tekanan darah, seperti
tampak pada alur berikut :
Bagan 1, Kontrol Tekanan Darah
r
Excess Reduced [sues] Obesity | { Endothelium
‘sodium: nephron —— derived
intake number factor
l J
FOX | v ¥
Renal Decreased Sympathetic Renin Cell ‘Hyper.
sodium — filtration ‘Nervous “—> angiotensin membrane —insulinemia
fetention surface overactivity excess: alteration
triuia Venous
volume Constriction
Ee
* ]
tPretoad fcontractility Functional | Structural
' ; Constriction | Hypertrophy
BLOOD PRESSURE = CARDIAC OUTPUT X PERIPHERAL RESISTANCE
Hypertension = Increased CO and/or Increased PVR
=
Leey Autoregulation eel
(Sumber : Kaplan N.M, 2002)
6C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak
dapat diubah, antara lain : umur, jenis kelamin dan genetik.
a.
a
Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Menurut
Riskesdas 2007 pada kelompok umur> 55 tahun prevalensi
hipertensi mencapai > 55%. Pada usia lanjut, hipertensi
terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah
sistolik. Kejadian ini disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar.
denis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria
mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan
perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah
memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan
meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria, akibat faktor
hormonal. Menurut Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi pada
perempuan sedikit lebih tinggi dibanding pria.
Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama
hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor lingkungan lain ikut
berperan. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme
pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila
kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan
turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-
anaknya.2.
Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita
hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam
berlebih, kurang aktifitas fisik, berat badan berlebih/kegemukan,
konsumsi alkohol, dislipidemia dan stress:
a.
Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak
yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index)
yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan
kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan
dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah
penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada
obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi
pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih
(overweight).
Nilai IMT dihitung menurut rumus :
So Berat Badan (kg)
OME = a
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi WHO
pada populasi Asia Pasifik tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2,
dibawah ini :Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Populasi Asia
Menurut WHO
Indeks Massa Tubuh (Kg/cm2) Kategori
<18 Berat badan kurang
18,50 - 22,9 Normal
223 Berat badan lebih
23,00 - 24,9 Berisiko
25,00 - 29,9 Obesitas derajat 1
> 30 Obesitas derajat 2
Sumber ; The Asia Pasific Perspectif, 2000
Batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis
dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.
Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut
mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi.
Pada studi autopsi, dibuktikan adanya kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan proses artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung, sehingga
kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
Kurang Aktifitas Fisik
Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan
melakukan olah raga aerobik yang teratur tekanan darah dapat
turun, meskipun berat badan belum turun.
Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
9hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan
darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan
darah rerata yang rendah, sedangkan pada masyarakat asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rerata lebih tinggi.
Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau
penurunan kadar kolesterol] HDL dalam darah. Kolesterol
merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang
kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh
darah sehingga tekanan darah meningkat. Untuk jelasnya dapat
dilinat Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Batasan kadar lipid/lemak dalam darah.
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol Total < 200 Yang diinginkan
200 - 239 Batas tinggi
> 240 Tinggi
Kolesterol LDL < 100 Optimal
100 - 129 Mendekati optimal
130 - 159 Batas tinggi
160 — 189 Tinggi
2190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL. < 40 Rendah
> 60 Tinggi
Trigliserida < 150 Normal
150 - 199 Batas tinggi
200 - 499 Tinggi
> 500 Sangat tinggi
(Sumber NCEP 2002)
10f. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah
dibuktikan, namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga
peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah
dan peningkatan kekentalan darah berperan dalam menaikkan
tekanan darah. Beberapa studi menunjukan hubungan langsung
antara tekanan darah dan asupan alkohol. Dikatakan bahwa, efek
terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi
alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.
g. Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah
meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
atau penyakit maag.
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi
dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada
diri seseorang (Damayanti, 2003). Peningkatan tekanan darah
akan lebih menonjol pada individu yang mempunyai
kecenderungan stress emosional tinggi (Pinzon, 1999).
Menurut studi Framingham, wanita usia 45- 64 tahun mempunyai
sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegang, masalah
rumah tangga, tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas
pekerjaan, ansietas dan kemarahan terpendam. Kesemuanya ini
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi
klinik penyakit kardiovaskular apapun.
Studi eksperimental di laboratorium binatang membuktikan bahwa,
faktor psikologis stress merupakan faktor lingkungan sosial yang
penting dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah. Akan
tetapi, stress merupakan faktor risiko yang sulit diukur secara
ablkuantitatif dan bersifat spekulatif, sehingga tak mengherankan
jika pengelolaan stress dalam etiologi hipertensi pada manusia
menjadi kontroversial (Henry dan Stephens tahun 1997 dalam
Kamso, 2000).BAB Ill
PENEMUAN KASUS DAN STRATIFIKASI RISIKO
HIPERTENSI
Upaya pengendalian penyakit tidak menular (PTM) khususnya
hipertensi, dilakukan terhadap semua orang yang berusia 18 tahun keatas.
Ada dua cara yang dijalankan, yaitu: 1) Upaya pengendalian di masyarakat,
dan 2) Upaya pengendalian individual di Puskesmas. Penemuan kasus
melalui skrining merupakan salah satu kegiatan pengendalian penyakit.
A. DETEKSI DINI HIPERTENSI
Skrining faktor risiko PTM khususnya penemuan kasus hipertensi,
dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh masyarakat secara
mandiri.
1. Deteksi Hipertensi di Masyarakat
Kegiatan skrining untuk deteksi dini hipertensi dapat dilakukan di
masyarakat melalui kegiatan kemasyarakan, seperti Posbindu PTM.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kader kesehatan yang telah dilatih.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan tensimeter digital
maupun air raksa. Monitoring tekanan darah juga dapat dilakukan
secara mandiri di rumah, sehingga tidak perlu datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
Dalam melaksanakan skrining untuk mendeteksi hipertensi dan
faktor risikonya, dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Wawancara menggunakan kuesioner, yang meliputi : identitas diri,
tiwayat penyakit, dan riwayat anggota keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, dislipidemia.
b. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi.
c. Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul.
d. Penghitungan IMT (Indeks Massa Tubuh)
13,14
Deteksi Hipertensi di Puskesmas.
Pelayanan kesehatan primer seperti Puskesmas, merupakan
ujung tombak dalam pengendalian hipertensi. Bila dilaksanakan
dengan baik, dapat menurunkan angka kesakitan, komplikasi dan
kematian akibat hipertensi. Puskesmas menerima rujukan dari
kegiatan kemasyarakan seperti Posbindu. Penilaian faktor risiko di
Puskesmas idealnya dillengkapi pemeriksaan darah untuk mengukur
kadar gula, lipid, kreatinin, dan albumin urin, funduskopi serta rekam
jantung (EKG). Dengan demikian dapat dideteksi risiko kerusakan
target organ seperti jantung, ginjal, mata dan pembuluh perifer. Bila
memungkinkan, Puskesmas diharapkan dapat melakukan
pemeriksaan enzim jantung untuk mendeteksi kasus infark miokard
akut.
Skrining juga dilakukan untuk menentukan stratifikasi faktor risiko
hipertensi dan rencana penanggulangannya. Stratifikasi hipertensi
ditentukan berdasarkan:
e tingginya tekanan darah,
e adanya faktor risiko lain,
e@ adanya kerusakan organ target seperti: hipertrofi ventrikel kiri,
kenaikan kadar kreatinin, mikroalbuminuria, gangguan pembuluh
darah (plak sklerotik, penebalan tunika intima-media), dan
e adanya penyakit penyerta tertentu, seperti stroke, infark miokard
akut, angina pektoris, gagal jantung, kelainan pembuluh darah
perifer dan retinopati.
METODE PEMERIKSAAN
Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan oleh semua tenaga
kesehatan di layanan kesehatan primer, atau oleh kader kesehatan
yang telah dilatih dan dinyatakan layak oleh petugas kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan tekanan darah.
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar
British Society of Hypertension, menggunakan alat sphygmo-
manometer air raksa, digital atau anaeroid, yang telah ditera.Persiapan
Dalam proses pengukuran tekanan darah hendaknya diperhatikan
beberapa hal :
Lakukan pemeriksaan setelah pasien duduk tenang selama
5 menit dengan kaki menempel di lantai.
Lengan disangga dan letakkan tensimeter setinggi jantung.
Gunakan manset yang sesuai: sedikitnya melingkari 3/4
lengan dan lebar manset 2/3 panjang lengan atas.
Letakkan bagian bawah manset 2 cm di atas daerah lipatan
lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop.
Pengukuran dilakukan minimal dua kali setiap kunjungan,
dengan selang waktu 5 sampai 20 menit pada lengan kanan
dan kiri.
Sebaiknya orang yang akan diperiksa tidak merokok,
melakukan olah raga atau mengkonsumsi kopi 30 menit
sebelum pengukuran tekanan darah.
Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran
Pengukuran dan Pencatatan
Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian
dikempiskan perlahan-lahan (kecepatan 2-3 mmHg per denyut
jantung).
Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang
pertama (Korotkoff |), dan tekanan diastolik dicatat apabila
bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).
2. Pengukuran Tinggi Badan dengan Microtoise
Persiapan
Responden diminta untuk melepas alas kaki
Responden berdiri tegak sejajar dengan garis lurus microtoise
Posisi kepala dan bahu bagian belakang, tangan, pantat, tumit
menempel pada dinding tempat microtoise dipasang dan tepat
pada garis lurus yang telah dibuat.
Pandang responden lurus ke depan (bila perlu peganglah
dagunya) dan kedua lengan dalam posisi tergantung bebas.
Bagian atas telinga dan mata berada pada satu garis lurus.
15b. Pengukuran dan Pencatatan
- Geser microtoise ke bawah sampai menyentuh bagian atas
kepala responden.
- Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis
merah, lurus/bertatap muka dengan responden. Jika pengukur
lebih pendek, naiklah ke atas bangku kecil saat membaca
hasil pengukuran.
- Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di
belakang koma (0,1 cm).
3, Pengukuran Berat Badan
a. Persiapan
- Responden diminta untuk melepas alas kaki, mengeluarkan
isi kantong baju/celana dan tidak menggunakan pakaian yang
berlebihany
b. Pengukuran dan Pencatatan
- Minta responden untuk naik ke atas timbangan, berdiri tenang,
tegak, lengan di samping badan, melihat lurus ke depan
sampai muncul angka di kaca display uniscale.
- Pencatatan dilakukan dengan ketelitian ; satu angka di
belakang koma (0,1 kg)
4. Penghitungan Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) adalah hasil pembagian berat badan
dalam kilogram dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (BB (kg) /
TB*(m*)). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada Tabel 2.
Pengukuran Lingkar Pinggang (waist circumference)
Lingkar pinggang juga dipakai sebagai indeks antropometri yang
menunjukan status kegemukan. Rekomendasi IDF tahun 2006, ukuran
pinggang atau perut ideal untuk laki-laki maksimal adalah 90 cm,
sedangkan untuk perempuan adalah 80 cm.
a. Persiapan
Gunakan pita ukur yang tidak lentur (bahan fiber glass)
- Sebaiknya pengukur duduk di bangku di sisi responden yang
berdiri.b. Pengukuran dan Pencatatan
- Ukur titik tengah antara batas bawah tulang iga terbawah
dengan tonjolan tulang iliaka di sisi tubuh.
Lingkarkan pita ukur secara horisontal melalui titik tengah
tersebut. Pita ukur menempel langsung ke kulit.
Pengukuran dilakukan pada akhir ekspirasi normal dengan
kedua lengan tergantung rileks di samping badan
- Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di
belakang koma (0,1 cm)
6. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul (RLPP)
Rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) merupakan salah satu
indeks antropometri untuk menilai status kegemukan, terutama
kegemukan sentral (central obesity atau abdomen adiposity). RLPP
adalah rasio lingkar pinggang (cm) : lingkar pinggul (cm).
Kategori menurut PERKENI 1998 :
Laki-laki normal : <0,9 Perempuan normal : <0,8
Berlebih : >0,9 Berlebih : > 0,8
Cara mengukur lingkar pinggul (hip circumference)
a. Sebaiknya pengukur duduk di bangku di sisi responden yang
berdiri.
b. Lingkar pinggul adalah lingkar horisontal terbesar di bawah tonjolan
krista iliaka.
c. Lingkarkan pita ukur secara horizontal
d. Pembacaan dilakukan sampai dengan ketelitian 0,1 cm.
C. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan
maupun gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh
diam-diam (silent killer).
Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara
lain:
e sakit kepala e@ penglihatan kabur
e gelisah @ rasa sakit didada@ jantung berdebar-debar @ = mudah lelah, dan lain-lain
@ pusing
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang mungkin dijumpai sebagai
berikut:
@ gangguan penglihatan
gangguan saraf
gangguan jantung
gangguan fungsi ginjal
gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang, perdarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan,
gangguan kesadaran hingga koma
eee
Di pelayanan kesehatan primer/Puskesmas, diagnosis hipertensi
ditegakkan oleh dokter, setelah mendapatkan peningkatan tekanan darah
dalam dua kali pengukuran dengan jarak satu minggu. Diagnosis hipertensi
ditegakkan bila tekanan darah >140/90 mmHg, bila salah satu baik sistolik
maupun diastolik meningkat sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
hipertensi.
Monitoring mandiri tekanan darah dapat dilakukan di rumah dengan
menggunakan alat digital. Pengukuran dilakukan dua kali berturut-turut,
kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan estimasi nilai tekanan darah
yang dapat dipercaya. Monitoring tekanan darah di rumah dapat
mendeteksi ‘white coat hypertension’ (kenaikan tekanan darah karena
cemas melihat dokter, sehingga tekanan darah yang diukur di pelayanan
kesehatan lebih tinggi daripada di rumah).
D. STRATIFIKASI RISIKO KARDIOVASKULAR
Prognosis penderita hipertensi bukan hanya ditentukan oleh derajat
hipertensi, tetapi juga ada tidaknya faktor risiko kardiovaskular lainnya,
kerusakan organ target, atau penyakit penyerta. Selain itu, obat-obatan
yang diberikan, kondisi pribadi pasien dan situasi sosial ekonomi pasien
juga ikut berpengaruh.
1. Faktor risiko kardiovaskular :
- Tingginya tekanan darah sistolik dan diastolik
- Laki-laki usia > 55 tahun
- Perempuan usia > 65 tahun- Perokok
- Obesitas
- Dislipidemia : kolesterol -LDL > 3.36 mmol/L (>130 mg/dl) dan/
atau kolesterol - HDL < 1.0 mmol/L (<40 mg/dl)
Diabetes mellitus
- Riwayat keluarga penyakit kardiovakular prematur
- C-reactive protein (CRP) > 1 mg/dl
2. Kerusakan organ target
- Hipertrofi ventrikel kiri (EKG, echocardiografi, atau foto toraks
dada)
- Proteinuria atau peningkatan kadar kreatinin plasma: laki-laki >
115-133 imol/I (>1.34-1.6 mg/dl), perempuan > 107-124 imol/|
(>1.25-1.45 mg/dl)
- Pemeriksaan ultrasonografi atau radiologi terbukti adanya plak
ateroskelrosis (di aorta, arteri karotis, arteri iliaka, atau arteri
femoral)
Penyempitan arteri retina lokal atau merata/luas
3. Penyakit Penyerta
- Penyakit serebrovaskular : stroke iskemik, pendarahan serebral,
atau TIA
- Penyakit jantung : infark miokard, angina, revaskularisasi koroner,
atau gagal jantung kongestif
- Penyakit ginjal : nefropatik diabetika atau gagal ginjal - kreatinin
laki-laki> 133 imol/l (1.6 mg/dl), perempuan> 124 imol/I (1.45 mg/
dl)
- Penyakit pembuluh darah perifer : diseksi aneurisma atau penyakit
arteri yang simptomatis
Retinopati akibat hipertensi lanjut : pendarahan, eksudat atau
papiledema
Untuk kepentingan pelayanan kesehatan primer di negara-negara
berpenghasilan rendah-sedang, WHO membuat Carta Prediksi Risiko
Mengalami Kejadian Kardiovaskular (penyakit jantung, stroke dan penyakit
pembuluh darah perifer) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang
(Gambar1).Gambar 1. CARTA PREDIKSI RISIKO
MENGALAMI KEJADIAN KARDIOVASKULAR FATAL ATAU NON FATAL
DALAM KURUN WAKTU 10 TAHUN MENTADANG
Tingkat Risiko [ill <10% 00) 10% to <20 MMM 20% 10 <20% I 30% to <40% IM ><0
ror LAKI - LAKI PEREMPUAN
(tahun) Bukan Perokok Perokok Bukan Perokok Perokok (mmHg)
180
16)
140
0
1
160
a)
20
180
‘60
140
120
180
160
140
120
70
60
50
40
45678 45678 45678 45678
Cholesterol mmott
20am LAK! -LAKI PEREMPUAN 5
(tahun) Bukan Perokok Perokok Bukan Perokok Perokok (mmHg)
180
160
140
0
180
160
140
10
180
160
440
120
10
160
140
120
70
60
50
40
45678 45678 45678 45678
Cholesterol mmout
Kolesterol : 4 mmol = 154,4 mg/dl, 5 mmol/l = 193,1 mg/dl, 6 mmol/l = 231,7 mg/dl,
7 mmol/l = 270,3 mg/dl, 8 mmol/l = 308,9 mg/dl
Nilai konversi kolesterol 1 mg/dl = 0,0259 mmol/
Cara Menggunakan Carta
Tentukan dahulu apakah subyek yang diperiksa penderita diabetes melitus alau tidak. Kemudian
jenis kelaminnya apa (laki-laki pakai yang kiri dan perempuan pakai yang kanan). Selanjutnya
tetapkan blok usia yang akan dipakai — perhatikan lajur angka paling kiri (misalnya untuk usia 46
tahun pakai blok usia 40, 68 tahun pakai blok 60 dst). Tekanan darah (TD) yang dipakai adalah
tekanan darah sistolik — perhatikan lajur angka paling Kanan. Cari kolom yang sesuai untuk kadar
kolesterol (disini dipakai mmol//, sedangkan di Indonesia umumnya menggunakan mg/dl,
penyesuaiannya tercantum di atas). Titik temu antara kolom TD dan kolom kolesterol menentukan
risiko subyek.Warna kotak menentukan besar risiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular
(penyakit jantung, stroke, penyakit pembuluh darah penifer) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.
21BAB IV
TATALAKSANA HIPERTENSI
Tatalaksana hipertensi meliputi non farmakologis dan farmakologis.
Tatalaksana non farmakologis meliputi modifikasi gaya hidup, upaya ini
dapat menurunkan tekanan darah atau menurunkan ketergantungan
penderita hipertensi terhadap penggunaan obat-obatan. Sedangkan
tatalaksana farmakologis umumnya dilakukan dengan memberikan obat-
obatan antihipertensi di Puskesmas. Apabila upaya non farmakologis
dan farmakologis belum mampu mencapai hasil yang diharapkan,
Puskesmas bisa merujuk pasien ke pelayanan kesehatan sekunder yaitu
rumah sakit.
Dalam menangani hipertensi perlu juga dikelola faktor risiko
kardiovaskular lainnya, kerusakan organ target dan penyakit penyerta,
penanganan ini umumnya dikerjakan di fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder atau tersier. Komplikasi organ target yang mungkin terjadi
antara lain : penyakit jantung koroner dan stroke, gagal jantung, gagal
ginjal, penyakit vaskular perifer dan kerusakan pembuluh darah retina
yang mengakibatkan gangguan penglihatan.
A. PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO
Tatalaksana hipertensi di masyarakat terbatas pada modifikasi faktor
risiko, dengan menggunakan media komunikasi —informasi - edukasi (KIE)
yang telah disediakan. KIE merupakan upaya promosi kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pencegahan penyakit. Aktifitas ini dilakukan di Posbindu olen kader
kesehatan yang telah dilatin mengenai program pengendalian PTM.
Pola Hidup Sehat yang dianjurkan untuk mencegah dan mengontrol
hipertensi adalah:
1. Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak (Dietary
Approaches To Stop Hypertension)
2. Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal
3. Gaya hidup aktif/olah raga teratur
22