You are on page 1of 8

Karsinoma Mukoepidermoid Palatum pada Anak Perempuan Usia 5 Tahun :

Laporan Kasus dan Review Literatur

Abstrak
Latar Belakang Tumor kelenjar saliva minor pada anak tidak umum terjadi. Meskipun
disamping insidensinya yang rendah, terdapat tingginya insidensi malignansi pada pasien
muda yang dilaporkan diatas 50% dengan predominansi karsinoma mukoepidermoid
(MEC). Kami berharap laporan kasus ini dapat memberikan informasi mengenai tipe
tumor dan prognosis pada MEC pada pediatrik dengan tumor kelenjar saliva minor.
Laporan Kasus Anak perempuan usia 5 tahun dibawa ke senter kami dengan membawa
hasil histologi MEC dari palatum durum bagian kiri. Insisi primer untuk drainase abses
dan biopsy sekunder telah dilakukan di tempat lain 14 hari yang lalu. Setelah
dilakukakan pemeriksaan, kami mengeksisi tumor dan tulang yang berdekatan dengan
margin bebas 10 mm. Terapi adjuvant tidak diperlukan. Defek sembung dengan
penyembuhan luka sekunder. Setelah 1 tahun follow up tidak ditemukan adanya
rekurensi.
Kesimpulan Sebagai diagnosis diferensial MEC harus dipikirkan pada kasus yang
lembek, pertumbuhan lambat, tidak nyeri, berwarna ungu pucat pada palatum bahkan
pada pasien muda. Terutama untuk responden yang akan menjalani pengobatan awal,
biopsy awal direkomendasikan sebafai konfirmasi histologi atau ekskluasi dari tumor
kelenjar saliva minor.

Kata kunci : Karsinoma mukoepidermoid, tumor kelenjar saliva minor, anak-anak

Pendahuluan
Secara umum neoplasma epitel yang berkembang pada kelenjar saliva minor
berkisar sekitar 15 % dari seluruh tumor kelenjar saliva. Hanya 1 dari 5.5% dari tumor
kelenjar saliva minor terjadi pada anak-anak dan dewasa. Secara keseluruhan
disamping insidensinya yang rendah terdapat insidensi malignansi yang tinggi pada
pasien muda, yang dilaporkan diatas 50% dengan predominansi karsinoma
mukoepidermoid (MEC). Karena malignansi tumor kelenjar saliva minor menyebabkan
kematian pada anak dan dewasa, hanya sekitar 50 kasus yang dapat ditemukan pada
literatur, dengan insidensi tertinggi pada usia 14 tahun. Kami melaporkan kasus baru pada
anak perempuan usis 5 tahun dengan MEC palatum kelenjar saliva minor dan
mendiskusikan temuan dan pilihan terapi.

Laporan Kasus
Berdasarkan diagnosis awal dari abses palatum dengan onset 1 minggu dan berasal
dari maksila kiri molar satu permanen pada anak usia 5 tahun, dilakukan operasi insisi dan
drainase. Tidak dievakuasi cairan purulent. Didapatkan pembengkakan yang tidak nyeri
dengan tidak terdapat regresi. Dua minggu kemudian, dilakukan insisi kembali dengan
kombinasi biopsi. Pemeriksaan histopatologi menyatakan MEC, dan pasien kemudian di
bawa ke senter klinis kami.
Saat penampakan awal terdapat tumor berukuran 25x20mm, lembek, pucat dan
berwarna keunguan pada palatum durum posterior kiri melekar pada alveolus maksila
kiri molar pertama dan ditemukan skar insisi (Gambar 1). Tidak terdapat riwayat
penyakit atau riwayat gigi terdahulu. Pemeriksaan lanjutan termasuk magnetic
resonance imaging (MRI) kepala leher dan pemeriksaan sonografi pada leher dan perut
tidak didapatkan keterlibatan kelenjar limfoid atau metastasis jauh. Pada area tumor
palatum terdapat keterlibatan perlekatan mukosa dan dengan dasar tulang. Terdapat
kebingungan untuk menentukan antara infiltrasi tumor dan residu inflamasi setelah
insisi (Gambar 2).
Dengan menggunakan anestesi umum, tumor direseksi sepanjang tulang yang
berdekatan. Molar satu permanen baik molar desidual dan palatum dari alveolus
dikorbankan untuk mendapatkan margin aman yang adekuat. Kavitas nasal dibuka
secara posterior (Gambar 3). Dilakukan frozen section saat operasi dengan hasil margin
yang bersih pada seluruh arah. Defek resesksi ditutup menggunakan gauze dan
ditempatkan templet vakum untuk membuat penyembuhan luka sekunder.
Evaluasi histopatologi menunjukkan MEC dengan ukuran 5x5 mm dengan
tidak didapatkan infiltrasi pada struktur tulang dan dengan margin yang bersih paling
tidak 10 mm. Tumor kemudian dilakukan staging menggunakan sistem TNM. Staining
imunohistopatologi dengan menggunakan antigen Ki67 nuklear menghasilkan
kecepatan mitosis 5% dan termasuk dalam klasifikasi MEC dengan malignansi rendah
(Gambar. 4). Sehingga tidak diperlukan terapi adjuvant.
Setelah operasi, anak tersebut sembuh dengan baik, follow up dengan MRI
pada minggu ke 4, bulan ke 6 dan 12 tidak didapatkan rekurensi. Defek reseksi minimal
pada bulan ke 12, tidak terdapat keterbatasan bicara maupun makan (Gambar. 5).

Gambar 1. Karsinoma epidermoid pada palatum durum posterior kiri memperlihatkan


warna keunguan pucat (panah). Luka awal insisi masih terlihat.
Gambar.2 a aksial dan b koronal MRI (T2-weighted) memperlihatkan perlengketan
mukosa dan struktur tulang pada area tumor (panah)

Gambar.3 Defek reseksi setelah operasi MEC termasuk dasar palatum dan tulang
alveolar yang berdekatan

Gambar. 4 a Fotomikrografi dari MEC memperlihatkan temuan histopatologi tipikal.


Tumor terbentuk solid, dengan diferensiasi sel skuamus, area mukosa dan sel bersih,
dan membentuk susunan pseudokista mukosa (staining hemaktosilin eosin). b
Staining Ki67 memperlihatkan kecepatan mitosis 5% dan terklasifikasi dalam MEC
grade rendah.

Gambar.5 Defek reseksi setelah bulan ke 12. Defek minimal dengan penyembuhan
luka sekunder

Diskusi
Review literature kami mengenai karsinoma kelenjar saliva minor pada anak
dan dewasa (Tabel 1) memperlihatkan MEC palatum grade rendah dengan prognosis
yang baik. Hanya terdapat satu kasus rekurensi dan satu kasus kematian dalam 48 kasus
MEC. Meskipun laporan kasus pada anak usia 5 tahun atau yang lebih muda menderita
MEC kelenjar saliva minor sangatlah jarang. Yu et al. melaporkan enam anak pada
grup ini dengan tumor kelenjar saliva minor maligna tetapi tanpa identitas, area, dan
hasil yang tepat. Oleh karena itu, tulisan kami melaporkan kasus yang kami berharap
akan memberikan kontribusi untuk pencerahan tipe dan prognosis MEC palatum
kelenjar saliva minor pada anak.

Diferensial diagnosis MEC palatal terdiri dari spektrum luas patologi


odontogenic dan nonodontogenik. Pada review 2300 biopsi pada lesi oral pediatrik,
Sousa et al. menemukan yang paling sering adalah lesi inflamasi dan lesi reaktif
(21.6%), lesi kistik (18,0%), mukokeles (13.5%), dan dental pulp dan patologi
periodontal (12.4%). Tumor ganas nonodontogenic yang terdeteksi hanya 1,3% dari
seluruh spesimen. Karena fakta bahwa tumor ganas dan tumor kelenjar saliva jinak
jarang pada anak-anak, kemungkinan tumor tersebut secara sederhana diabaikan dan
menyebabkan penundaan diagnosis. Selanjutnya, MEC dan kelenjar saliva mukokel
memiliki fitur klinis yang hamper sama. Keduanya MEC grade rendah maupun
mukokel memiliki kista mukos dan membentuk pseudokista mukus. Oleh karena itu
baik patologis dapat muncul sebagai fluktuan, benjolan submukosa biru-keunguan. Yu
et al. menemukan serangkaian lebih dari 2800 neoplasma epitel kelenjar saliva dengan
tumor mengalami keterlambatan diagnosis, dengan tumor jinak pada 24 bulan (kisaran,
5 hari 10 tahun) dan tumor pada 16 bulan (2 minggu 7 tahun). Dalam kasus ini,
keterlambatan diagnosis MEC relatif singkat dan tidak signifikan. Oleh karena itu,
kami sangat menyarankan untuk mempertimbangkan kembali diagnosis awal pada
kasus lesi mukosa oral yang tidak respon terhadap pengobatan awal selama 14 hari.
Operasi MEC palatal biasanya terdiri dari eksisi lokal yang lebar dan
penyembuhan luka sekunder. Kecuali terdapat bukti radiologi atau klinis yang
menyatakan adanya invasi tulang, beberapa kelompok penelitian percaya bahwa eksisi
dasar tulang tidak diperlukan. Memang MEC level rendah lebih agresif disbanding
karsinoma sel skuamus dan pada banyak kasus tidak terdapat invasi periosteal. Namun,
pandang kami bahwa reseksi tumor epitel malignan harus dilakukan pada tiga dimensi
termasuk margin bersih 10 mm, termasuk tulang dasar palatum pada setiap kasus,
bahkan pada kasus tanpa bukti infiltrasi tulang pada pemeriksaan radiologis. Prosedur
ini didukung oleh studi Conley dan Tinsley dan Olsen et al. Selain itu, prognosis lesi
berdasarkan pencitraan modalitas tidak diselidiki, dan sampai saat ini, hanya indicator
prognostic margin bebas tumor dan grading lesi secara histopatologi. Untuk kedua jenis
operasi, reseksi dengan atau tanpa tulang, dilaporkan tingkat menyembuhkan hampir
100%. Bukti konklusif dan evaluasi devinitif merupakan metode yang lebih baik,
penelitian kohort terlalu kecil dan tidak konsisten. Oleh karena itu, pertanyaan
mengenai operasi dengan tulang atau tidak termasuk tulang tanpa deteksi invasi tulang
sebelum operasi adalah subjektif pada satu orang ke orang lain terhantung opini dan
pengalaman personal. Pada kasus ini, keputusan untuk reseksi tulang adalah sesuatu
yang tak terbantahkan karena perlengketan tulang ditemukan pada MRI. Namun,
evaluasi histopatologis mengungkapkan tidak terdapat invasi tulang pada MEC,
sehingga perlengketan terjadi akibat reaksi inflamasi karena insisi primer dan sekunder
dilakukan sebelum datang ke senter kami.
Sesuai dengan strategi peneliti lain, kami tidak secara umum melakukan penutupan
langsung atau melakukan flap palatum lokal untuk menutup defek, karena sulitnya untuk
mengontrol tumor lokal. Hanya setelah interval berulang 12 bulan dan apabila tetap
terdapat defek luas dengan keterbatasan fungsional, misalnya berbicara atau terdapat aliran
cairan saat makan, flap luka lokal dapat dilakukan. Dalam hal ini, setelah 1 tahun defek
inisial sekitar 35 30 mm telah jauh dipersempit sekitar 8 5 mm tanpa temuan
keterbatasan fungsional. Oleh karena itu, rekonstruksi lebih lanjut harus dilakukan hanya
jika terdapat salah satu keterbatasan dalam berbicara ataupun makan. Pada remaja dengan
reseksi palatal MEC, Caccamese dan Ord mengamati penurunan defek palatal 50 sampai
75% dalam waktu 3-4 tahun. Pengalaman kami menunjukkan pada anak-anak dan
terutama pada kasus ini, semakin sedikit reduksi spontan defek lebih baik dan hal itu
berulang secara cepat. Namun, radioterapi rutin tidak dianjurkan untuk pengobatan MEC.
Mempertimbangkan potensi morbiditas, terutama efek merugikan pada perkembangan
maksilofasial, seseorang harus memiliki indikasi kuat untuk menggunakan terapi radiasi
pada populasi pediatrik. Lebih lanjut MEC adalah tumor kelenjar saliva yang paling umum
diinduksi radiasi pada anak setelah pengobatan leukemia limfoid, limfoma, tumor otak,
Kaposi, kanker mata dan hemangioma. Hanya pada pasien dengan margin bedah
dipertanyakan atau margin operasi positif dapat dilakukan terapi radioterapi. Dalam kasus
tersebut, Hosokawa et al. menunjukkan kontrol lokal yang dapat diterima dan
kelangsungan hidup dengan operasi yang diikuti oleh radioterapi sampai dengan 55 Gy.
Kami percaya bahwa hanya dalam kasus-kasus tertentu radiasi harus dilakukan sebagai
terapi adjuvant, tetapi tidak sebagai alternatif operasi.
Kesimpulan
Tumor kelenjar saliva minor ganas terjadi secara sporadis pada anak-anak.
MEC adalah entitas yang paling umum, walaupun sangat jarang terjadi pada dekade
pertama kehidupan. MEC berkembang paling banyak pada palatum durum dan mole
memiliki grade malignansi rendah sampai sedang, dan dengan eksisi luas, margin yang
bersih adalah pilihan terapi. Diagnosis diferensial MEC termasuk kasus dengan tidak
nyeri, pertumbuhan lambat, pucat, warna biru keunguang terutama pada palatum.

Konflik kepentingan : Penulis menyatakan penulis tidak memiliki konflik kepentingan

You might also like