You are on page 1of 15

ANESTESI UMUM DAN ANESTESI LOKAL

MAKALAH FARMAKOLOGI I

DISUSUN OLEH :

Kelompok 10 :

Prima Windiastuti (08061181621005) Xadita Rahma V (0806138162108)

Lisna Asti (08061181621007) Atik Puput M (08061381621083)

Ayu Dalilah P (08061181621009) Ayu Edilia P (08061381621085)

Indah Permata S (08061181621011) Auliya Rahmah (08061381621087)

Livina Tasia G (08061181621013)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
A. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya tidak atau
tanpa" dan aesthtos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti
anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan
operasi. Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal

B. JENIS ANESTESI

1. ANESTESI UMUM

Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi
umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan
serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot. Obat anestesi umum terdiri
atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan
spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anestesi umum dapat diberikan secara
inhlasi dan secara intravena.

Prinsip Umum

Anestesi umum ditandai dengan analgesia dan amnesia, hilangnya kesadaran,


hambatan sensorik, diikuti dengan hilangnya refleks-refleks, dan relaksasi otot rangka.
Pemberian obat anestetik dengan dosis yang tinggi sering menyebabkan depresi yang dalam
pada kardiovaskular dan respirasi.

Stadium-Stadium Pada Anestesi Umum


Secara tradisi, stadium anestesi umum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman depresi
sentral. Namun, stadium-stadium ini tidak secara jelas dapat di observasi pada penggunaan
obat modern karena kecepatan efek anestetik dan efektivitasnya minimal.

Anestesi umum dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami


pengurangan kesadaran akan nyeri
2. Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai stadium
operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut, tetapi refleks dan
otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi meningkat selama stadium ini.
Dapat disertai dengan aritmia jantung, spasme bronkus, spasme laring dan muntah.
3. Stadium III. Stadium Anestesia Operasi. Penderita tidak sadar dan tidak memiliki
reflek nyeri. Ditandai dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur dan
tekanan darah dapat dipertahankan dengan baik.
4. Stadium IV. Stadium Depresi Medular. Penderita mengalami depresi pernafasan
(paralisis diafragma) dan depresi tekanan darah yang berat. Tanpa fentilasi mekanik
dan bantuan farmakologi terhadap tekanan darah, pasien akan meninggal.

Sifat-sifat anestetik umum yang ideal

Sifat-sifat anestetik umum yang ideal adalah 1). Bekerja cepat,induksi dan pemulihan
baik 2). Cepat mencapai anestesi yang dalam 3). Batas keamanan lebar 4). Tidak bersifat
toksis

Mekanisme kerja anestesi umum:

a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan
terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat
melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang
kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan
dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi
umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-
zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah
pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula
kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,
misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat
cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.

Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik. Factor
tersebut menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru kedalam darah
serta dari darah keotak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestetik dihentikan.

a. Absorpsi dan distribusi

Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan tekanan
atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam
membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi
obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer
obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi
ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju
ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat
anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.

b. Ekskresi
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat anestetik
dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun. Banyaknya proses transfer
obat anestetik selama waktu pemulihan samadengan yang terjadi selama induksi.
Factor-factor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi; aliran darah paru,
besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan darah serta dalamnya fase
gas didalam paru.
Farmakodinamika
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah
denganmeningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang,akan
terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate
dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisi naptik
tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan padatransmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses
sinaptik lebih sensitive dibandingkanefeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat
adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf
dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan
ambang rangsang. Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada
membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung
antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membrane protein yang spesifik.
Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penelitian interaksi gas dengan saluran
kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan
tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur
yangnyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini
dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus
terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini
juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka
efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu
dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-
bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping
dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang
tidak melebihi dosis.

2. ANESTESI LOKAL
Anestesi lokal ialah obat yang apabila diberikan secara lokal (topikal atau suntikan)
dalam kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai oleh
obat tersebut. Obat-obat ini menghilangkan rasa atau sensasi nyeri (dan pada konsentrasi
tinggi dapat mengurangi aktivitas motorik) terbatas pada daerah tubuh yang dikenai tanpa
menghilangkan kesadaran.
Struktur Kimia
Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya sebuah cincin
aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk suatu ester
atau sebuah amida) yang terikat pada satu gugus terionisasi. Aktivitas optimal memerlukan
keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat
fisik molekul, maka konfirgurasi stereokimia specifik menjadi penting, misalnya perbedaan
potensi stereoisomer telah diketahui untuk beberapa senyawa. Karena ikatan ester (seperti
prokain) lebih mudah terhidrolisis dari ikatan amida, maka lama kerja ester biasanya lebih
singkat.

Sifat-sifat anestesi lokal


sifat-sifat anestesi lokal yang ideal adalah

1. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara menetap


2. Batas keamanan harus lebar karena obat anestetik lokal diabsorbsi sari tempat
suntikan
3. Masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi
4. Masa pemulihan tidak terlalu lama
5. Harus larut dalam air
6. Stabil dalam larutan, dan
7. Dapat disentuh tanpa mengalami perubahan

Mekanisme kerja

Anestetika local mengakibatkan kelhilangan rasa dengan jalan beberaoa cara. Misalnya
dengan jalan menghindarkan untuk semenytara pembentukan dan transmisi impuls melalui
saraf dan ujungnya.

Pusat mekanisme kerjanya terletak di membrane sel. Seperti juga alcohol dan barbital,
anestesi local menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas
membrane sel saraf untuk ion-natrium, yang oerlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini
disebabkan karena adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan
saluran-saluran natrium di membrane neuron. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju
depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rasangan listrik lamnbat laun meningkat, sehingga
akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.

Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membrane tersebut. ion kalsium


memegang peranan penting , yakni molekul lipofil besar dari anestetika local mungkin
mendesak sebagian ion kalsium di dalam membrane sel tanpa mengambi alih fungsinynya,
dengan demikian membrane sel menjadi lebih padat dan stabil. Serta dapat lebih baik
melawan segala sesuatu oerubahan mengenai permeabilitanya.

Penghambatan penerusan impuls dapat perlu dicapai dengan pendingingan kuat atau
mealui meracuni protoplasma sel.
Farmakodinamika
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis
saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung. Efeknya
terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika lokal dalam terapi aritmia
tertentu (biasanya yang dipakai lidokain). Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada
jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan
asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.

Farmakokinetika
a. Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat-jaringan, adanya bahan
vasokontrikstor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epineprin
mengurangi penyerapan sistemik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan
mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang masa
kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivikain (tidak untuk
prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi, dan
efek toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya
1/3 nya saja. Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik dan peningkatan ambilan saraf
inilah yang memungkinkan perpanjangan efek anestesi lokal sampai 50%. Vasokonstriktor
kurang efektif dalam memperpanjang sifat anestesi obat yang mudah larut dalam lipid dan
bekerja lama (bupivukain, etidokain), mungkin karena molekulnya sangat erat terikat dalam
jaringan.
b. Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut
dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya
tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier
menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan karena
bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali mempunyai
waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk prokain dan kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan
metabolisme senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap individu, perkiraan
urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain > mevikain > bupivikain
(terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata akan
memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan
penyakit hati yang berat.
Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat
dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem
organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang
karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi
dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan
membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat
pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan
metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi
methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.

C. JENIS OBAT
1. Anestesi Umum
a). Anestesi Inhalasi
1) Halotan : Fluothane
- Bau dan rasa tidak menyengat
- Tidak dapat menyala dan tidak eksplosif
- Khasiat anastetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter) tetapi Khasiat
analgetisnya rendah dan daya relaksasi otot ringan.
- Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan suatu relaksans otot,
seperti galamin dan suksametonium.
- Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudahdigunakan, tidak
merangsang mukosa saluran napas.
- Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli danmengurangi
sekresi ludah dan sekresi bronchi.
- Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, kloridaanorganik, dan
trifluoacetik acid.
- Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan
berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
- Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
2) Enfluran
- Anestetikum inhalasi kuat, digunakan pada berbagai jenis pembedahan juga sebagai
analgetikum pada persalinan.
- Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, tidak begitu menekan SSP.
- Resorpsinya setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar
diekskresikan oleh paru-paru.
- Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP.
Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Daya kerjanya dapat
melemaskan otot uterus, zat ini meningkatkan perdarahan pada persalinan,SC, dan abortus.
- Dosis tracheal 0,5-4v%.
- Kategori keamanan untuk ibu hamil B
3) Isofluran
- Bau tidak enak.
- Anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
- Penekanan terhadap SSP sama dengan enfluran.
- Tidak menyala dan tidak eksplosif.
- Kadar fluoride dalam ginjal rendah sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap
fungsi ginjal.
- Efek samping berupa hipotensi, aritmi, menggigil, kontriksi bronchi, dan meningkatkan
jumlah leukosit. Pasca bedah dapat menimbulkan mual muntah dan keadaan tegang lebih
kurang 10% pasien.
- Dosis tracheal 0.5-3v% dalam O2 dan N2O.

4) Desfluran
- merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran.
Desfluran sangat mudah menguap.
- Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
- Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksianestesi.
5) Sevofluran
- Merupakan halogenasi eter .
- Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
- Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
- Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.Efek terhadap
sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporantoksik terhadap hepar.

b) Anestesi Intravena
1) Tiopental ( C )
- Anestetikum injeksi baik, tetapi sangat singkat ( t kurang lebih 5 menit) , mulai
kerjanya cepat, tetapi efek analgetis dan relaksasi ototnya tidak cukup kuat.
- Hanya digunakan untuk induksi dan narkosa singkat pada pembedahan kecil ( antara lain
di mulut) atau sebagai anestetikum pokok bersamaan dengan anestetikum lanjutan dan suatu
zat relaksan otot.
- Farmakokinetika, terikat pada protein plasma 80%. Di dalam hati dirombak sangat
lambat menjadi 3-5% pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit tidak aktif yang
diekskresikan melalui kemih. Kadarnya dalam jaringan lemak adalah 6-12 kali lebih besar
daripada kadar dalam plasma.
- Efek samping : depresi pernapasan, terutama pada injeksi yang terlalu cepat dan dosis
berlebihan, menyebabkan sering menguap, batuk, dan kejang laring pada taraf awal anastesi,
dapat menembus plasenta dan masuk ke dalam ASI.
- Kontraindikasi : tidak dapat digunakan pada infusiensi sirkulasi, jantung, atau hipertensi.
- Dosis : IV 100-150 mg larutan 2,5-5% (perlahan-lahan) rectal 40 mg/kg maksimal 2 g.
2) Midazolam
- Berkhasiat hipnotis. Anxiolitis, relaksasi otot dan antikonvulsi.
- Digunakan pada taraf induksi dan memelihara anestesi.
- Secara oral resorpsinya agak cepat.
- Perombakan berjalan dengan cepat dan sempurna.
- Efek samping dosis diatas 0,1-0,15 mg/kg/BB berupa hambatan pernapasan yang bias
fatal. Nyeri pada tempat injeksi, dan tromboflebitis pada tempat injeksi.
- Dosis: premedikasi oral 25 mg 45 menit sebelum pembedahan, IV 2,5 mg (HCl).
3) Diazepam
- Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi
otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai
antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah
pemberian secara oral dan 15 mnt setelah injeksi intravena.
- Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral
dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma.
- Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
4) Ketamin
- Digunakan pada pembedahan singkat, untuk induksi anestesi.
- Menimbulkan rasa sakit.
- Metabolismenya melalui konvugasi di hati dan diekskresikan melalui kemih.
- Daya kerja analgetis (t kurang lebih 2 jam) berlangsung lebih lama daripada efek
hipnotisnya.
- Menimbulkan analgesi yang dalam. Tidak efektif terhadap nyeri perut dan dada.
- Efek samping : hipertensi, kejang-kejang, sekresi lidah yang kuat, dan peningkatan
tekanan intracranial dan intraokuler, mengurangi prestasi kegiatan jantung dan paru-paru.
Gangguan psikis (halusinasi) pada fase pemulihan.
- Dosis IM 10 mg/kg, IV 2 mg/ kg BB.
5) Propofol
- Digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum.
- Setelah injeksi IV propofol dengan cepat disalurkan ke otak, jantung, hati, dan ginjal,
kemudian disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot, kulit, tulang, dan lemak.
Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak menurun dengan cepat. Di hati, propofol
dirombak menjadi metabolit-metabolit inaktif yang diekskreikan melalui urin.
- Efek samping: sesak nafas, depresi system diovaskuler ( hipotensi,bradikardia),eksitasi
ringan dan tromboflebitis. Setelah siuman timbul mual muntah dan nyeri kepala.
- Dosis IV/infuse 2-12 mg/kg BB.

2. Anestesi lokal
1) Golongan Ester
a. Kokain
- Sifat-sifat farmakologi : kokain juga merupakan vasokonstriktor poten, absorpsinya
lambat, waktu paruh 1 jam setelah pemberian per oral atau nasal, dosis rendah
menurunkan denyut jantung, dosis sedang meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah.
- Indikasi klinik : digunakan sebagai anestesi topikal, terutama untuk hidung dan
tenggorokan
- Toksisitas : dosis toksik menimbulkan perangsangan SPP (iritabilitas, psikosis,
kejang) diikuti oleh depresi pernapasan, potensi kuat menimbulkan penyalahgunaan
(dapat menimbulkan ketergantungan psikologis).
b. Prokain
- Sifat farmakologi : bila tidak digunakan vasokonstriktor absorpsinya cepat dari
tempat suntikan, dihidrolisis menjadi PABA yang secara kompetitif menghambat
sulfonamida.
- Indikasi klinik : untuk anestesi lokal dengan suntikan lokal, blokade saraf dan
anestesi spinal, sedangkan secara topikal tidak efektif, derivat prokainamid digunakan
untuk terapi aritmia jantung.
- Toksisitas : toksisitas sistemik rendah karena masa kerjanya singkat dan degradasi
cepat, over dosis dapat menyebabkan gawat pernapasan.
c. Klorprokain
- Sifat farmakologi : klorprokain adalah derivat prokain berhalogen, potensi anestetik
lokal 2 kali lebih kuat dari prokain, dimetabolisme lebih cepat dari prokain.
- Indikasi klinik : anestesi infiltrasi, blokade saraf, dan anestesi epidural.
- Toksisitas : toksisitas sistemik kecil.
d. Tetrakain
- Sifat farmakologi : merupakan ester PABA, diabsorpsi secara cepat dari saluran
napas, mempunyai potensi 10 kali lebih kuat dan lebih toksik dari prokain (IV), masa
kerja lebih panjang dari prokain.
- Indikasi klinik : lebih sering digunakan untuk anestesi spinal, penggunaan topikal
pada mata dan nasofaring.
- Toksisitas : mirip prokain, memengaruhi sulfonamida.

2) Golongan Amida
a. Lidokain
- Sifat - sifat farmakologi : mempunyai efek vasodilator lokal, dua kali lebih kuat dan
lebih toksik daripada prokain, dan dimetabolisme di hati.
- Penggunaan klinik : anestesi topikal, injeksi lokal untuk anestesi lokal, IV digunakan
untuk aritmia jantung.
- Toksisitas berupa : sedasi, amnesia, dan konvulsi
b. Bupivakain
- Sifat farmakologi : masa kerja panjang; digunakan untuk anestesi infiltrasi, unruk
blokade saraf, dan anestesi spinal.
- Toksisitas : hampir sama dengan prokain.
c. Mevikain
-Sifat sifat farmakologi : potensi dan toksisitas mirip lidokain, tetapi efek
vasodilatasi lokal kurang.
- Indikasi : infiltrasi lokal, blokade saraf, dan anestesi spinal
DAFTAR PUSTAKA

Mycek, M. A. , Harvey, R. A. & Champe, P. C. 2001, Farmakologi : Ulasan Bergambar,


Edisi 2, Hartanto, H.(ed), Penerbit Widya Medika, Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008,
Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

You might also like