Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
dr. Abang Anton
Pembimbing:
dr. Tri Wahyudi, Sp.OG
dr. Yudi Paulian Heriwibowo
dr. Evi Aprillia
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Anamnesis
1) Identitas Penderita
Nama : Ny. JL
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Gg. Bersama RT 06 RW 01
Tanggal Masuk : 27 November 2016
Jam Masuk : 08.00
HPMT : ? Februari 2016
HPL : ? November 2016
UK : 9 Bulan
2) Keluhan Utama
Mules-mules
2
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
5) Riwayat Fertilitas
Belum dapat dinilai
6) Riwayat Obstetri
Tidak bisa di nilai, buku ping tidak ada.
8) Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali
9) Riwayat KB
Tidak menggunakan kontrasepsi
3
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
1) Status generalis
Tanggal 27 November 2016
Keadaan Umum : tampak kesakitan dan gelisah, compos mentis, gizi
cukup
Tanda vital :
T : 160/110 mmHg Rr : 24 x/ menit
N : 88 x/ menit S : 36,5 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva subnemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-)
Leher : Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), Rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Dinding perut > dinding dada,
stria gravidarum (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien
tidak membesar.
Perkusi : Timpani pada daerah bawah processus xyphoideus,
redup pada daerah uterus
Genital : Lendir darah (+), air ketuban (+)
4
Ekstremitas bawah: akral hangat (+/+), Oedema (+/+), pitting (+/+). Reflek
patella (+/+)
2) Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : simetris, mesocephal
Mata : Conjungtiva subnemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
Thoraks : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Genetalia Eksterna: vulva/uretra tenang, lendir darah (+), peradangan (-),
tumor (-)
Palpasi
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,
memanjang, punggung di kiri, presentasi kepala, kepala
belum masuk panggul, TFU 34 cm, His (+) 3 x 10 25, DJJ
(+) 140x/meit (11-12-12)
Pemeriksaan Leopold :
I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi tepi atas pusat, teraba bagian besar
dan lunak di fundus, kesan bokong
II : Teraba bagian besar janin di sebelah kiri, kesan punggung, bagian
kecil di sebelah kanan
III : Teraba bagian bulat dan keras, kesan kepala
IV : Bagian terendah janin sudah masuk masuk panggul
Ekstremitas bawah : Oedem (+), pitting (+), akral dingin (-)
Ekstremitas atas : Oedem (+), pitting (+), akral dingin (-)
Auskultasi
DJJ (+) 11-12-12, reguler.
5
Pemeriksaan Dalam (VT) :
V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak oedem
mencucu kebawah, pembukaan 5 cm, kulit ketuban tidak ada, preskep,
bagian terbawah janin sudah masuk panggul, penurunan kepala hodge I-II
penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (+), lendir darah (+).
2.4 Kesimpulan
Seorang wanita 43 tahun G4P3A0M0, UK cukup bulan. TD : 160/110 mmHg.
Janin tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, his (+),
DJJ (+) reguler. Kepala sudah masuk panggul. Portio lunak oedem, pembukaan 5
cm, kulit ketuban tidak ada, preskep, bagian terbawah janin sudah masuk
panggul, penurunan kepala hodge I-II penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban
(+), lendir darah (+). Ekstrimitas inferior didapatkan oedem pitting (+). Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria dipstick +1
2.5 Diaknosis
Wanita 43 tahun, G4 P3 A0 hamil aterm, intra uterin janin tunggal hidup, inpartu
kala 1 fase aktif, preeklamsia berat.
2.5 Tatalaksana
- Infus RL 20 tpm
- O2 3 liter/menit
- MgSO4 40% injeksi 4 gr IV pelan, dilanjutkan 6 gr dalam RL 500 cc/ 6 jam
- Pasang kateter urin
- Awasi tanda-tanda impending eklampsia
- Rujuk ke Rumah Sakit
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
rendah menjadi acuan untuk dikelompokkan dalam kelas Sindroma HELLP yang
berbeda.
Untuk pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan proteinuria (+). Pada
PEB, proteinuria bisa terjadi karena kerusakan sel glomerulus yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran protein
pada urin. Pada pasien ini, terdapat edema pada extremitas inferior. Edema
sebenaranya normal terjadi pada 40% wanita hamil kecuali edema yang
patologik. Edema patologik yaitu edema nondependent pada muka dan tangan,
atau edema generalisata (anasarka) dan biasanya disertai kenaikan berat badan
yang cepat.
Pada preeklampsia terjadi vasospasme menyeluruh pada hampir semua
organ tubuh termasuk pada sistem saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan volume cairan intraseluler sel otak karena penurunan tekanan
osmotik koloid yang menyebabkan edema serebri sehingga dapat menimbulkan
gejala seperti kejang, nyeri kepala, vertigo, hiperrefleksi, dan buta kortical. Nyeri
kepala merupakan salah satu keadaan yang mengancam kearah eklamsia atau
disebut Impending Eklampsia
8
Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
- Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
- Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
- Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
- Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
- Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
9
2) Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap eklampsia
pada pasien preeklampsia berat
3) Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadi
kejang/eklampsia atau kejang berulang
4) Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadi
kejang/eklampsia atau kejang berulang
5) Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia
6) Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan
7) Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan
secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan gejala
pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat)
c. Pemberian antihipertensi
Pada pasien ini tekanan darah saat datang adalah 160/110, pemberian
antihipertensi pada preeklampsia, rekomendasi:
1) Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg
2) Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik <
110 mmHg
3) Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting,
hidralazine dan labetalol parenteral
4) Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa,
labetaloll.
Pada hipertensi kronis kehamilan, metildopa merupakan antihipertensi lini
pertama dengan dosis awal 3x 500 mg dosis maksimal 3 gram/ 24 jam. Lini
selanjutnya adalah antihipertensi dari golongan Calsium Canal Blocker seperti
nifedipin dengan dosis bervariasi antara 30- 90 mg/ hari.
10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
11
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.
Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan
perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar, 2008).
12
Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade
peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah
kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,
transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),
penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).
13
sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir
gangguan karakteristik sindrom tersebut (Cunningham, et al, 2007).
14
endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan
preeklampsia merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi
prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil
normal (Cunningham, et al, 2007).
4.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
15
4) Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung
pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi
medikamentosa
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
16
6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan
infuse, dan tabung oksigen.
7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang
dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
17
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b. Antihipertensi
Hanya diberikan bila tensi 180/110 mmHg atau MAP 126
Bisa diberikan nifedipin 10 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam
Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105
mmHg atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
Memperberat penurunan perfusi plasenta
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
18
Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB
dibedakan menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.
a. Perawatan konservatif
1. Tujuan :
Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang
memnuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim
Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia
3. Pemberian anti kejang :
Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose (
loading dose tidak diberikan )
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat
deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason
24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
Menimbang berat badan tiap hari
Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase,
Albumin serum dan faktor koagulasi
Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk
kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 3 hari baru
diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan 1
minggu sekali setelah KRS.
19
7. Terminasi kehamilan
Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm
Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan
indikasi obstetrik
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
2. Indikasi :
(i). Indikasi Ibu :
Kegagalan terapi medikamentosa :
- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi
kenaikan tekanan darah persisten
- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi
kenaikan tekanan darah yang progresif
Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
Didapatkan gangguan fungsi hepar
Didapatkan gangguan fungsi ginjal
Terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
(ii). Indikasi Janin
Usia kehamilan 37 minggu
PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
Terjadi oligohidramnion
(iii). Indikasi Laboratorium
Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.
4. Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam,
mode of delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai
berikut :
(i) Pasien belum inpartu
20
Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik 8. Bila skor
pelvik < 8 bisa dilakukan ripening dengan menggunakan
misoprostol 25 g intravaginal tiap 6 jam. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi, bila
tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi
kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.
Indikasi operasi sesar :
- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal compromised
- Usia kehamilan < 33 minggu
(ii) Pasien sudah inpartu
Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf
Kala II diperingan
Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised,
persalinan dilakukan dengan operasi sesar
Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi
sesar
21
Ruptur kapsul hepar
Ascites
c. Ginjal : Gagal ginjal akut
Nekrosis Tubular Akuta
d. Hematologik:
DIC
Trombositopenia
e. Kardiopulmonal:
Edema paru
Arrest napas
Cardiac arrest
Iskemia miokardium
(Angsar, 2008)
22
DAFTAR PUSTAKA
Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi
keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GD et
al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics. 21th ed.
London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.
Isler CM, Rinehart BK, Terrone DA, Martin RW, Magann EF, Martin JN. Maternal
Mortality with HELPP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, And Low
Platelets) Syndrome. Am J Obstet Gynecol 1999; 181: 924-928.
Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.
Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989; 161:
1200-1204.
23
Wibowo. Noroyono, dkk. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran,
Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklamsia. Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.
24