Professional Documents
Culture Documents
discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/298670855
CITATIONS READS
0 9,562
1 author:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ika pujiastuti Ismail on 17 March 2016.
MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
RSUD Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang adalah rumah sakit tipe D dengan
kapasitas 57 tempat tidur, melayani pasien umum, jamsoskes dan BPJS. Pelayanan
pasien Jamsoskes yang merupakan kebijakan Gubernur Sumatera Selatan yang mana
semua penduduk yang domisili Sumatera Selatan mendapatkan pelayanan pengobatan
gratis pada fasilitas kesehatan pemerintah. Pelayanan pasien BPJS merupakan
kelanjutan dari sistem pelayanan pasien ASKES yang sudah dilaksanakan d RSUD Tebing
tinggi sejak bulan November 2012. Mulai tanggal 1 Januari 2014 sudah mengikuti
kebijakan pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan bagi pasien BPJS, yang
merupakan implementasi dari program pemerintah dalam Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), yang tertuang dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). BPJS sendiri
merupakan peralihan dari Askes sebagai penyelenggara untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Banyak aturan-aturan dari Askes yang diambil sebagai aturan dari BPJS,
sehingga di awal penyelenggaraan, karena sudah terbiasa melayani pasien Askes, maka
melayani pasien BPJS pun tidak menemui kendala yang berarti.
Sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, tentu sistem pengelolaan dan
manajemen didasarkan pada standar pelayanan minimal dan prosedur tata ognasisai
daerah. Demikian halnya pada sistem pengelolaan di instalasi farmasi. Instalasi farmasi
merupakan instalasi Pelayanan Penunjang Medis, yang mana dalam peraturan tersebut
tugas instalasi farmasi adalah melaksanakan kegiatan peracikan, penyiapan dan
penyaluran obat- obatan, gas, medis, bahan kimia serta peralatan medis. Jadi kaitannya
dengan pelayanan pasien, bahwa sediaan farmasi dalam hal ini obat-obatan adalah hal
yang krusial dan harus disediakan.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien
dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya
perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Namun seiring berjalannya kegiatan pelayanan di RSUD Tebing Tinggi tidak lepas
dari berbagai permasalahan baik pelayanan pada konsumen maupun manajemen
internal rumah sakit. Instalasi farmasi yang merupakan titik akhir dan titik tolak dari
persediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit tidak luput dari permasalahan tersebut.
Kasus yang pernah terjadi di instalasi farmasi RSUD tebing tinggi kabupaten
Empat Lawang adalah terjadinya kesalahan pemberian obat di apotek rawat jalan
dikarenakan penulisan resep yang terbalik nama pasiennya. Pasien berasal dari poliklinik
penyakit dalam yang merupakan pasien langganan atau sudah sering berobat ke RS.
Pasien bernama saibani dan rafani. Pasien saibani membawa resep dengan nama rafani
sedangkan pasien rafani membawa resep dengan nama saibani. Namun pasien tidak
mengecek nama yang tercantum dalam resep dan langsung menuju apotek rawat jalan.
Pada saat pasien menyerahkan resep pada petugas penerima resep, kemudian di
cek sediaan, kekuatan dan jenis sediaan, dikerjakan etiket dan pengemasan sesuai
dengan yang diperintahkan dalam resep. Setelah obat siap diserahkan kepada pasien,
petugas penyerahan resep memanggil pasien yang bernama saibani. Petugas
memberikan konseling mengenai sediaan yang diterima pasien. Namun kemudian
pasien sedikit curiga dengan penjelasan yang diberikan petugas kepada beliau. Menurut
pasien bahwa obat yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi penyakit yang diderita
pasien.
Petugas kemudian segera meriscek resep pasien saibani kemudian berkonsultasi
dengan bagian poli rawat jalan penyakit dalam. Dari hasil cek dan riscek ternyata dokter
salah menuliskan resep pada pasien saibani. Jenis obat yang diresepkan untuk pasien
saibani tertukar dengan jenis obat yang tertulis pada pasien rafani. Jadi pasien saibani
sesungguhnya membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun
dalam resep yang dibawanya tertulis nama rafani, sedangkan rafani memang benar
membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam resep yang
dibawanya bertuliskan saibani. Jadi pada saat di panngil nama saibani saat penyerahan
obat tentu saja pasien saibani yang datang namun tidak sesuai obatnya dengan kondisi
penyakitnya.
Kesimpulannya, terjadi kesalahan pada penulisan nama pasien pada resep yang
dibawa pasien. Hal ini dimungkinkan dokter penulis resep kurang berkonsentrasi pada
saat pelayanan pasien atau nama pasien yang berdekatan pada saat pemeriksaan
sehingga rekam medisnya terbalik pengamatannya.
ANALISIS KASUS
a. Menetapkan konteks
Hal ini dibuat dokumentasi mengenai banyaknya kejadian kesalahan pemberian obat
pada pasien dikarenakan resep yang tertukar dan tidak disadari oleh pasien
b. Identifikasi bahaya
Sejauh mana bahaya terhadap kejadian kesalahan pemberian obat terhadap
pelayanan pasien dan berdasar pada resep pasien sehingga perlu koordinasi dengan
dokter penulis resep maupun petugas di poli rawat jalan, rawat inap maupun UGG.
c. Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood)
Setelah seluruh resiko diidentifikasi maka dilakukan pengukuran tingkat
kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah
mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko dilakukan
menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi kualitatif, atau
kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat kejadian peristiwa dan
dampak kerugian yang ditimbulkannya. Pada kasus salah memberikan obat pada
pasien, maka pengukuran kualitatif frekuensi/kemungkinan (likehood) adalah
sebagai berikut :
Kemungkinan Deskripsi Nilai
Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1
Kadang-kadang (Unlikely) Dapat terjadi sewaktu-sewaktu 2
Mungkin (Possible) Mungin terjadi sewaktu-waktu 3
Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi 4
tidak menetap
Hampir pasti (almost certain) Dapat terjadi pada tiap keadaan dan 5
menetap
Dalam kasus ini, kejadian mungkin terjadi sewaktu-waktu karena kejadiannya dalam
setahun lebih dari 3 kejadian. Hal ini lebih banyak terjadi pada saat peak hour
sehingga memungkinkan petugas kurang berkonsentrasi dalam melayani pasien.
d. Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak
Tingkat Deskriptor Contoh
1 Tidak bermakna Deskrips
Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Rendah i
Pertolongan pertama dapat diatasi,
kerugian keuangan sedang
3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian
keuaangan besar
4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan produksi,
kerugian
5 Katastropik keuangan besar
Kematian, kerugian keuangan sangat besar.
Dampak yang terjadi pada kasus tersebut berbobot nilai satu (1) yaitu tidak
bermakna karena petugas apotek segera meriscek resep pasien pada petugas poli
dan dokter penulis resep, sehingga pada saat pemberian ke pasien, kesalahan bisa
langsing diatasi.
Dampak
Nilai :
1-3 4-6 8-12 15-25
Rendah Sedang Bermakna Tinggi
Error secara garis besar terbagi dua, yaitu: human error dan organizational error.
Human error sendiri dapat berasal dari 18ystem pasien dan 18ystem tenaga kesehatan.
Organizational error sendiri seringkali diistilahkan sebagai system error, atau dalam
konteks pelayanan kesehatan di rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error.
Dari kasus tersebut, kejadian yang sewaktu-waktu terjadi dan lebih dari 3
kejadian dalam setahun perlu dilakukan dokumentasi dan pengawasan serta
pengendalian. Pada kasus ini instalasi farmasi melakukan koordinasi dengan komite
medik dan memberi laporan lisan pada bidang pelayanan dan keperawaan yang
membawahi instalasi farmasi dan komite medik agar dapat diperbaiki. Kelalaian
semacam ini harus segera diantisipasi karen jika pasien saat itu tidak menyadari bahwa
obat yang diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya, misalnya pasien yang tidak
memahami kondisi penyakitnya sendiri dan tidak diberikan informed consent oleh
dokter dan saat petugas apotek memberikan informasi namun kurang ditanggapi oleh
pasien atau bukan pasien yang mengambil obat namun keluarga pasien atau yang
disuruh oleh pasien yang mana tidak tmemahami kondisi penyakit bisa menjadi
kesalahan fatal dan berdampak fatal dan berakibat citra RS dipertaruhkan.
Namun, hasil koordinasi instalasi farmasi baru sebatas kebijakan lisan dan belum
dituangkan pada kebijakan tertulis dikarenakan pada struktur organisasi RSUD Tebing
Tinggi kabupaten Empat Lawang belum memiliki manajer pengendali mutu maupun
manajer Risiko dan pasien safety.
BAB III
KESIMPULAN
Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan:
Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
http://fijaytrangki.blogspot.co.id/2014/09/penerapan-manajemen-risiko-dalam.html
http://ppnisardjito.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-dasar-manajemen-risiko-risk.html
Peraturan presiden no 77 tahun 2015 bahwa pengaturan pedoman organisasi rumah sakit