You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam suatu terapi akan sering dijumpai peristiwa interaksi obat di mana
aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang lain yang
diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan.Sangatlah penting
untuk membahas masalah interaksi obat hal tersebut tidak lepas dari
kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan,dimana umum sekali
untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan pada seorang
penderita.
Interaksi obat tidak selamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan
terjadi interaksi ini tidak diwaspadai pada waktu memberikan obat
pada pasien, maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan
lebih besar.
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang
pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat
obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah
kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat
tertentu. Risiko kesehatan dari Interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya
sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.Obat merupakan bahan
kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan
kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi
juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau
tekanan darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada
interaksi obat dengan obat.

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan
bersama-sama.

Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi
di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk
rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya,
bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping
obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan
polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu
dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi
tingkat keparahan penyakit atau usia.

1
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain
itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.

Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :

a. Dokumentasinya masih sangat kurang


b. Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan
mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini
mengakibatkan interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap
sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi
berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya
penyakit pasien

c. Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi


individual, di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric
atau berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas
metabolisme antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama
gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis
besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memahami berbagai bentuk interaksi obat
2. Memahami mekanisme interaksi obat
3. Memahami dampak klinik dari intertaksi obat
4. Mampu menelaah interaksi dan melakukan upaya untuk menghindari terjadinya
dampak yang merugikan dari interaksi obat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan.Efek-efeknya bisa
meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak
dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan
obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan
herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infuse.

Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki,


umumnya interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis.
Namun, ada juga interaksi yang sengaja dibuat, misal pemberian Probenesid dan
Penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah besar.

Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat adalah
pemberian bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebagai
karbidopa/levodopa). Levodopa adalah obat antiParkinson dan untuk menimbulkan
efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak termetabolisme. Bila diberikan
sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak, sehingga mengurangi
efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek samping. Namun, karena
karbidopa menghambat metabolisme levodopa di perifer, lebih banyak levodopa
mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme sehingga risiko efek samping
lebih kecil.

Ada obat yang harus diminum sebelum atau sesudah makanan.


Mengapa dan apa akibatnya bila dilanggar?

Saat kita mendapatkan obat dari apotik, kita sering diberi tahu bahwa obat
sebaiknya diminum sebelum atau sesudah makan. Kita kadang tidak tahu,
untuk apa sebenarnya hal tersebut harus dilakukan. Mengapa obat tertentu
harus diminum sebelum makan dan obat lainnya harus diminum sesudah
makan. Hal itu sebenarnya berkaitan dengan masalah interaksi obat, sebagai
salah satu langkah unttuk menghindari terjadinya interaksi dari suatu obat
yang merugikan.
Obat-obatan tertentu seperti tetrasiklin, misalnya, penyerapannya akan
berkurang jika di dalam saluran cerna kita terdapat makanan yang berprotein
tinggi seperti susu, daging dan sebagainya. Maka, obat itu sebaiknya
diminum sebelum makan. Atau, bisa juga, 2 jam sesudah makan. Pengertian
interaksi obat secara luas adalah bahwa suatu obat atau makanan mengubah
efek obat lain, sehingga kerja obat diubah menjadi lebih efektif (sinergis) atau

3
menjadi kurang aktif (antagonis). Obat-obatan seperti antihistamin
(antialergi) yang kerjanya menekan sistem syaraf pusat, dengan akibat
mengurangi sejumlah fungsi tubuh seperti koordinasi dan kewaspadaan, akan
memberikan efek depresi jika diberikan bersamaan dengan obat penekan
sistem syaraf pusat lainnya seperti obat antidepresan.

Hal ini merupakan salah satu contoh sinergisme. Di sisi lain, pemberian obat
diabetes bersama-sama dengan obat flu yang mengandung pelega hidung,
akan mengurangi efek dari obat diabetes itu sendiri. Dengan demikian, suatu
obat yang saling memberikan efek sinergis atau pun antagonis, jika terpaksa
harus diberikan bersama sama, haruslah diperhatikan besaran dosisnya.

Obat yang kita minum, di dalam tubuh akan mengalami 4 tahapan proses
dasar. Setelah melalui mulut, di dalam lambung obat tersebut mengalami
disintegrasi, lalu berada dalam larutan tubuh di dalam usus. Selanjutnya,
mengalami tahap pertama berupa penyerapan/absorbs. Setelah itu, obat di
distribusikan keseluruh tubuh melalui aliran darah, yang akhirnya akan
memberikan efek terapi. Obat tersebut kemudian diurai di dalam hati,
menjadi bentuk metabolit yang tidak aktif. Baru setelah itu, obat diekresikan
ke dalam urin melalui ginjal. Interaksi obat dapat terjadi pada ke-empat
tahapan tersebut.

Jika interaksi terjadi pada dua tahapan pertama, yaitu proses absorbsi dan
distribusi, maka akan mempercepat atau memperlambat proses efek terapi
obat tersebut. Sementara pada dua tahapan terakhir, yaitu proses penguraian
dan eksresi, akan berdampak pada lamanya aksi obat.

Interaksi obat merupakan sarana bagi semua pihak. Pasien, dokter dan
farmasis harus bekerjasama, untuk upaya memaksimalisasi pemakiaan obat
demi kepentingan pasien. Di era informasi yang serba cepat dan mudah
seperti sekarang ini, masyarakat mestinya semakin menyadari untuk menjadi
mitra aktif dalam menjaga pemeliharaan kesehatannya sendiri dan keluarga.

Mekanisme Interaksi Obat

Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses


farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan
perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro
dsb. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya
dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa
mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif
(efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A =

4
0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek
kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B =
0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek
pada jaringan atau reseptor.

Tipe interaksi obat


Ada beberapa tipe interaksi obat antara lain :
1. Antagonisme (pertentangan) berarti bahwa satu obat menghambat atau
mengurangi dampak obat yang lain.
2. Bila dua obat bekerja sama terhadap satu sasaran untuk membuat tanggapan
yang lebih besar daripada dampaknya masing-masing, cara kerja dua obat
semacam ini disebut sinergi (1+1=lebih dari 2).
3. Bila satu obat memperkuat dampak obat lain dengan cara meningkatkan
tingkat obat yang lain tersebut dalam darah, hal ini disebut potensiasi
(a+b=lebih banyak b daripada yang biasa). Ini adalah cara kerja ritonavir
bila dicampur dengan saquinavir atau indinavir. Obat juga dapat berinteraksi
di dalam tubuh waktu mereka diproses, atau dimetabolisme.

Interaksi obat dapat menyebabkan 2 hal penting:

1. Mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat suatu obat, misalnya pada


penggunaan Norit, yang sering dipakai untuk mengurangi kembung dan diare.
Norit bersifat menyerap racun dan zat-zat lainnya di lambung, namun norit
menyerap zat-zat dilambung hampir tanpa pilih bulu, sehingga obat-obat
yang diminum dalam waktu bersamaan atau dengan rentang 3 5 jam sekitar
waktu makan norit juga akan ikut diserap oleh norit, akibatnya penyerapan
obat oleh tubuh justru berkurang sehingga efek yang diharapkan akan
berkurang atau bahkan mungkin tidak akan tercapai.

Penurunan atau penyerapan obat oleh tubuh juga dapat terjadi jika kita
mengkonsumsi suatu obat tertentu bersamaan dengan obat, makanan atau
suplemen makanan yang banyak mengandung kalsium, magnesium,
aluminium atau zat besi. Mineral-mineral itu banyak terdapat pada suplemen
vitamin, susu juga dalam obat maag (antasida), mineral-mineral ini dapat

5
bereaksi dengan beberapa obat tertentu misalnya antibiotika tetrasiklin,
ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin dan trovafloxacin membentuk senyawa
khelat yang sukar di absorbsi atau diserap oleh tubuh Jika ini terjadi, maka
tujuan pengobatan dengan antibiotika untuk membunuh kuman penyakit
dalam tubuh akan terganggu dan mungkin tidak akan tercapai. Bila kita tidak
menyadari adanya interaksi ini bukan tidak mungkin kita akan langsung
memutuskan untuk mengganti antibiotika yang dipakai dengan antibiotika
generasi terbaru dengan alasan antibiotika sebelumnya sudah resisten.

2. Menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius karena


meningkatnya efek samping dari suatu obat misalnya antibiotika
rifampisin dapat mengurangi efektifitas dari berbagai pil kontraseptif,
sehingga ibu-ibu yang menggunakan pil KB sebaiknya berhati-hati ketika
mengkonsumsi antibiotika, ada kemungkinan pil kontrasepsinya tidak
bekerja sehingga program KB nya bisa gagal. Contoh yang lain adalah
antihistamin atau antialergi yang sering diberikan dalam obat flu atau obat
batuk, kombinasi antihistamin dengan obat-obat penenang atau obat yang
bekerja menekan sistem syaraf pusat seperti luminal dan diazepam harus
dihindari, sebab kombinasi ini dapat mengadakan potensiasi, sehingga
dapat terjadi efek penekanan sistem syaraf pusat secara berlebihan.

Parasetamol diketahui punya efek samping hepatotoksik, efek samping ini


akan semakin besar bila parasetamol diberikan bersama-sama dengan
fenobarbital atau pada alkoholik berat

Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan
Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-
sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis
reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.

Interaksi Obat yang berkaitan dengan metabolisme

6
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu
sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang
mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna
antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome
P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan enzim primer yang berperan
untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan kadar metadon secara
bermakna. Sistem ini dapat dipengaruhi oleh induksi maupun inhibisi enzim,
sebagaimana dibahas dalam contoh berikut.

Induksi enzim obat A menginduksi tubuh untuk menghasilkan lebih banyak obat
yang memetabolisme obat B. Hasilnya adalah kadar efektif dari obat B akan
berkurang, sementara efektivitas obat A tidak berubah.
Inhibisi enzim obat A menghambat produksi enzim yang memetabolisme obat B,
sehingga peninggian obat B terjadi dan mungkin menimbulkan overdosis.
Ketersediaan hayati obat A mempengaruhi penyerapan obat B.

Sayangnya, karena jumlah obat yang beredar di pasar sangat banyak, tidak mungkin
bagi perusahaan obat manapun memeriksa profil kompatibilitas obatnya dengan obat
lain secara lengkap. Oleh karena itu, klinisi sebaiknya memeriksa dengan seksama
informasi peresepan sebelum memberikan obat, khususnya obat yang baru dikenal.

Interaksi obat -Mikronutrien

Kadar serum dari elektrolit, mikromineral dan vitamin bisa berubah oleh obat-obat
tertentu dan dokter harus mewaspadai hal ini bila ada kelainan.

Inkompatibilitas obat IV

Ada obat injeksi yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh
khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat.

Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa


berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika anda harus mencampur suatu obat,
selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan
yang bisa ditambahkan ke pemberian piggy back; dan larutan bilas apa yang
harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk
menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai
contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung
dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain
yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang
dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur
obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat-obat ini kompatibel di dalam
spuit. Jika tidak mendapat informasi dari referensi obat, kontak apoteker. Umumnya
apoteker memiliki akses untuk informasi kompatibilitas ini.

7
Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak
dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin,
midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV.

Kekurangan-kekurangan PVC (polivinilklorida)

Di samping kompatibilitas obat-obat IV, klinisi perlu mengetahui bahwa beberapa


masalah bisa timbul bila menggunakan PVC sebagai wadah untuk larutan infus.
Plasticized polyvinyl Klorida (PVC) merupakan bahan polimer yang digunakan
secara luas di bidang kedokteran dan yang terkait. Di bidang kedokteran, PVC yang
lentur digunakan untuk kantong penyimpan darah, selang transfusi, hemodialisis,
pipa endotrakea, infuse set, serta kemasan obat. Ester asam ftalat, terutama di-(2-
ethylhexyl) phthalate (DEHP), merupakan pelentur yang paling disukai di bidang
kedokteran. Karena zat aditif ini tidak berikatan kovalen dengan polimerm ada
kemungkinan memisah dari matriks. Lepasnya DEHP dari kantong PVC ke dalam
larutan sudah bertahun-tahun menimbulkan kekhawatiran. Toksisitas DEHP dan PVC
telah mencetuskan pertanyaan serius mengapa produk ini masih digunakan.
Pemisahan DEHP dari PVC disebut leaching. Leaching terjadi bila beberapa obat
seperti paclitaxel atau tamoxifen diberikan dalam kantong PVC.

Kekhawatiran lain dari penggunaan kantong PVC adalah penyerapan atau


hilangnya obat dari kantong PVC:

1. Kowaluk dkk. memeriksa interaksi antara 46 obat suntik dengan kantong infus
Viaflex (PVC). Kajian memperlihatkan bahwa derajat penyerapan obat berbanding
lurus dengan konsentrasi obat.
2. Migrasi obat ke dalam kantong plastik bisa mengarah ke penurunan kadar obat di
bawah kadar terapi dari insulin, vit A, asetat, diazepam dan nitrogliserin.

Reaksi Maillard

Walaupun bukan merupakan interaksi obat-obat, masalah ini perlu dikemukakan.


Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dengan gula pereduksi.
Biasanya reaksi memerlukan panas. Seperti halnya karamelisasi, ini merupakan
bentuk diskolorasi coklat yang bersifat non-enzimatik. Gugus karbonil yang reaktif
dari gula bereaksi dengan gugus amino nukleofilik dari asam amino, untuk
membentuk berbagai molekul yang menimbulkan berbagai warna dan aroma. Reaksi
Maillard terjadi bila asam amino dan glukosa dikandung dalam satu wadah. Karena
asam amino dan glukosa intravena perlu diberikan sekaligus, suatu pendekatan yang
pintar adalah menghasilkan kantong dengan dua kamar di mana glukosa dan asam
amino dipisah. Asam amino dan glukosa dicampur dulu sebelum diberikan ke pasien.

Obat Apa yang Mengakibatkan Interaksi Terbanyak?

8
Protease inhibitor (PI) dan NNRTI diuraikan oleh hati dan mengakibatkan banyak
interaksi.

Beberapa jenis obat lain yang kemungkinan akan menimbulkan interaksi termasuk:

Obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan azol (mis. flukonazol)
Beberapa antibiotik dengan nama yang diakhiri dengan misin (mis.
klindamisin)

Obat antiasam simetidin

Beberapa obat yang dipakai untuk mencegah konvulsi, termasuk fenitoin dan
karbamazipin

Apakah Ada Obat Lain yang Butuh Perhatian Khusus?

Dengan beberapa obat, hanya sedikit kelebihan dapat mengakibatkan overdosis yang
berbahaya, dan jika jumlah hanya sedikit kekurangan, obat mungkin tidak berhasil.
Obat tersebut dikenal dengan indeks terapeutik yang sempit. Jika kita memakai
obat jenis ini, interaksi apa pun dapat gawat atau bahkan mematikan.

Yang harus diperhatikan termasuk:

Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati depresi


Beberapa antihistamin (antialergi)

Obat yang mengendalikan denyut jantung

Beberapa obat penawar rasa nyeri yang berasal dari opium

Cisaprid, yang meningkatkan pengeluaran air besar

Beberapa obat sedatif (penenang), termasuk triazolam

Obat pengencer darah

Metadon dan buprenorfin

9
Beberapa obat untuk mengobati disfungsi ereksi (mis. Viagra)

Beberapa obat untuk mengobati TB, terutama rifampisin

Obat lain yang harus diperhatikan termasuk narkoba. Belum ada penelitian yang
teliti terhadap interaksi dengan narkoba, tetapi ada laporan tentang overdosis dan
kematian diakibatkan penggunaan narkoba sekaligus dengan ARV. Untuk informasi
lebih lanjut, perempuan yang memakai pil KB sebaiknya bicara dengan dokter
tentang interaksi obat. Beberapa ARV dapat menurunkan tingkat obat KB ini, dan
menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.

2.2 Obat Obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat


Interaksi obat sedikitnya melibatkan 2 jenis obat yaitu:
1. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh
obat lain.
2. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah
aksi atau menimbulkan efek obat lain.

2.2.1 Obat Obyek


Obat obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau
efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat obat yang memenuhi
ciri:
a. Obat obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah
akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara
farmakologi obat obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat obat
dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve).
Misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat
mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic
ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya
(atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah
menyebabkan terjadinya efek toksis.

10
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya
mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan
saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat obat seperti ini juga
sering dikenal dengan obat obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow
therapeutic range). Obat obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering
menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi:
- antikoagulansia: warfarin,
- antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
- hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
- anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
- glikosida jantung: digoksin,
- antihipertensi,
- kontrasepsi oral steroid,
- antibiotika aminoglikosida,
- Obat obat sitotoksik,
- Obat obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

2.2.2 Obat presipitan


Obat obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat
lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan
umumnya adalah obat obat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian
akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat
obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah
akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek
toksik. Obat obat yang termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan
protein kuat misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat obat yang
mempunyai sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya
rifampisin, karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan
mempercepat eliminasi (metabolisme) obat obat yang lain sehingga kadar

11
dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat obat yang dapat
menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar
obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga
eliminasi obat obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat
obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah
jika dilihat dari segi interaksi farmakokinetika, terutama pada proses
distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak
obat obat lain yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan
mekanisme yang berbeda-beda.

2.3 Pembagian Dan Mekanisme Interaksi


Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi beberapa
golongan besar, yaitu:
1 Interaksi Farmasetik
2 Interaksi famakokinetik
3 Interaksi farmakodinamik.
4 Interaksi obat dengan makanan.

2.3.1 Interaksi farmasetik


Interaksi ini merupakan interaksi fisika-kimia di mana terjadi reaksi
fisika-kimia antara obat obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas
farmakologi obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat obat yang
dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan.
Campuran penisilin (atau antibiotika -laktam yang lain) dengan aminoglikosida
dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat obat ini pemakaian kliniknya
sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hati-hati
(precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup, jangan
memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada
interaksi antar masing-masing obat.

12
Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama
lewat infus. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya
(manufacturer leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan
cara pemberian obat (terutama untuk obat obat parenteral misalnya injeksi infus
dan lain-lain).
Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravena atau yang lain,
harus perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-
lain dari larutan. Sediaan intravena sebaiknya disiapkan jika diperlukan, Jangan
menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat obat yang
memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan
lain-lain. Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat obat
yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya. Jika harus memberi per
infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada
interaksi

2.3.2 Interaksi Farmakokinetik


Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau
mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari
obat obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai
dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.
a. Interaksi dalam proses absorpsi
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya,
1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat obat
seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah
absorpsi obat obat lain.
2. Tingkat pengikatan molekul obat obat tertentu oleh senyawa logam
sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks
yang tidak diabsorpsi. Misalnya tingkat pengikatan antara tetrasiklin dengan
senyawa-senyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.
3. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat obat tertentu, misalnya:
umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama
dengan makanan.

13
Contoh interaksi obat dalam proses absorbsi
Obat Objek Obat presipitan Mekanisme efek yang Solusi
interaksi terjadi
Fe Antasid Perubahan Penurunan Diberikan jarak
(diabsorbsi (mengurangi pH cairan absorpsi Fe waktu pemberian
paling baik keasaman saluran cerna obat yang
jika cairan lambung) berinteraksi
lambung minimal 2 jam
sangat asam)
Digoksin Metoklopramid Perubahan Penurunan Diberikan jarak
(sukar larut (memperpendek motilitas usus absorpsi waktu pemberian
dalam cairan waktu digoksin obat yang
saluran pengosongan berinteraksi
cerna) lambung) minimal 2 jam

b. Interaksi dalam proses distribusi


Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat obat dengan
ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat obat lain dengan ikatan protein
yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka
kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala
konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh,
misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau obat obat
hipoglikemik (tolbutamid, klorpropamid) karena pemberian bersamaan dengan
fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah
dampak pemakaian obat obat dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan
malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka obat obat
dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas karena
kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan
memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek
toksik. Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi
perubahan kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena
obat obat lain. Misalnya obat obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan
menghambat transport aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat obat

14
antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan
efek antihipertensi.
Contoh interaksi obat dalam proses distribusi

Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Efek yang terjadi Solusi


Tolbutamid Fenilbutazon Penggusuran Hipoglikemia Dosis
(ikatan (dapat ikatan protein antikoagulan
protein 96%) menggeser tolbutamid oleh diperkecil.
antikoagulan fenilbutazon
oral dari
ikatannya
dengan
albumin
plasma)
Warfarin Fenilbutazon Penggusuran Perdarahan Dosis
(ikatan (dapat ikatan protein antikoagulan
protein 99%) menggeser (ada mekanisme diperkecil.
antikoagulan dinamik lain)
oral dari
ikatannya
dengan
albumin
plasma)

c. interaksi dalam proses metabolisme


Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan,
yaitu Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu
metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat
tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti
dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat
obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme
inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:
- Rifampisin
- Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
Dari berbagai reaksi metabolism obat, maka reaksi oksidasi fase I yang
dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak
dan paling mudah dipicu. Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).
Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat obat
yang punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain

15
dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan
metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala
konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat obat
yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:
- kloramfenikol
- isoniazid
- simetidin
- propanolol
- eritromisin
- fenilbutason
- alopurinol, dll.
Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat
dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa
dampak merugikan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa:
- Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak
tercapai.
- Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui
ambang toksik, sehingga efek toksik meningkat
Contoh-contoh interaksi dalam metabolisme baik berupa pemacuan enzim atau
penghambatan enzim ditampilkan
Contoh-contoh interaksi pada proses metabolisme
Obat Objek Obat Presipitan Mekanisme Akibat Klinik Solusi
warfarin Fenobarbital Mempercepat Penurunan Dosis warfarin
(banyak (larut lemak dan metabolisme efek diperbesar 2- 10 kali,
disimpan di dapat warfarin. antikoagulan tetapi jika
hati) menginduksi fenobarbital
sintesis enzim dihentikan, dosis
metabolisme di warfarin diturunkan
hati dan mukosa kembali.
saluran cerna)
Estradiol Rifampisin Mempercepat Kegagalan Diberikan jarak
(menginduksi metabolisme kontrasepsi waktu pemakaian.
sintesis enzim estradiol.
metabolisme di
hati dan mukosa
saluran cerna)

16
d. Interaksi dalam proses ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal
dapat dipengaruhi oleh obat obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi
antara probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga
proses sekresi penisilin terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan
dalam tubuh. Interaksi probenesid dan penisilin adalah contoh interaksi yang
menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif
digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira
sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin.
Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat obat diuretika
menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya.
Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal dari
aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi aminoglkosida.
Interaksi obat pada proses ekskresi

Obat objek Obat Mekanisme Akibat klinik Solusi


presipitan interaksi
Digoksin Kinidin,(dapat Menghambat Menurunkan Menurunkan
(ekskresi menghambat sekresi aktif sekresi digoksin di dosis
melalui p-glikoprotein di tubuli tubulus ginjal dan digoksin
menjadi
ginjal) yaitu ginjal menaikkan
separuhnya.
transporter di absorbsi di usus
usus dan halus, sehingga
tubulus ginjal) efek digoksin
meningkat

Metotreksat Salisilat Menghambat kadar metotreksat Dosis


(diekskresi (ekskresi sekresi aktif tinggi, sehingga metotreksat
hanya dalam bentuk di tubuli toksisitas hebat diturunkan.
melalui metabolitnya ginjal (juga akibat
ginjal) melalui kerusakkan ginjal
ginjal) oleh AINS)

2.3.3 Interaksi farmakodinamik

17
Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena
perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada
interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah.
Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat
presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat . Interaksi farmakodinamik
dapat dibedakan menjadi Interaksi langsung (direct interaction) dan interaksi tidak
langsung (indirect interaction). Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih
bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda
tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Sedangkan interaksi
tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat
obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat
obyek.
Obat objek Obat Mekanisme Akibat klinik Solusi
presipitan interaksi
Digoksin Furosemida Peningkatan Furosemid Penambahan
ekskresi menyebabkan diuretic
kalium dan gangguan hemat kalium
dan
magnesium keseimbangan
pengukuran
sehingga elektrolit kadar kalium
mempengaruhi sehingga dan
kerja jantung. mempengaruhi magnesium
digiksin yang dalam darah.
menyebabkan
aritmia.

Warfarin Salisilat Aspirin Efek koagulan Diberikan


menghambat meningkat jarak waktu
agregasi sehingga resiko pemakaian
trombosit pendarahan
sehingga meningkat.
menyebabkan
terhambatnya
pembentukan
thrombus
terutama
ditemukan
pada system

18
arteri

2.4 Interaksi Obat dengan Makanan


Pada interaksi jenis ini efek suatu obat akan dipengaruhi oleh makanan atau
minuman. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan, tetapi lebih mudah
diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Dalam hal ini
makanan atau minuman dapat memberikan efek sinergisme ataupun antagonis
( berlawanan ). Akibat dari interaksi jenis ini adalah terjadinya peningkatan efek
samping karena terjadinya peningkatan obat atau manfaat obat dapat berkurang
bahkanmenghilang jika makanan atau minuman yang dikonsumsi memberikan
efek antagonis terhadap obat. Gunakan obat berikut ini satu jam sebelum atau dua
jam sesudah makan untuk mencegah interaksi yang mungkin menurunkan efek
obat:
Interaksi obat dengan makanan dapat terjadi karena:
- Penundaan absorbsi karena perubahan pH lambung
- Perubahan motilitas usus
Pengetahuan mengenai pengaruh obat terhadap makanan terhadap kerja
obat masih sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan obat, masih belum jelas
bagaimana pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama terhadap kinetika
obat. Pada sejumlah senyawa makanan menyebabkan penundaan absorbsi karena
perubahan harga pH dalam lambung serta motilitas usus. Misalnya,
tuberkulostatika rifampisisn dan isoniazid, absorpsinya ditunda dan diabsorpsi
dalam jumlah lebih kecil pada pemakaian setelah makan dibandingkan dengan
apabila obat-obat ini digunakan pada waktu lambung kosong.

19
1. Kinidin (Cardioquin, Duraquin, Quinaglute Dura-Tabs, Quinidex Extentabs,
Quinora)

Kinidin digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak


beraturan. Makanan beralkali; seperti: amandel, susu mentega, kastanye, sari
buah jeruk, kelapa, kepala susu, buah-buahan (kecuali jagung, miju-miju);
dapat meningkatkan efek kinidin. Dengan peningkatan efek tersebut dapat
mengakibatkan kemungkinan terjadinya efek samping merugikan karena
terlalu banyak kinidin disertai gejala jantung berdebar, atau denyut jantung
tidak teratur, pusing, sakit kepala, telinga berdenging, dan gangguan
penglihatan.

2. Golongan Teofilin

Obat asma golongan Teofilin bekerja sebagai stimulant system saraf pusat
dengan cara melebarkan jalan udara dan memudahkan pernapasan penderita
asma. Makanan yang mengandung kofein dapat meningkatkan efek obat
asma karena makanan berkofein dapat menstimulasi system saraf pusat
sehingga menyebabkan terjadinya rangsangan berlebihan. Akibatnya
mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak teofilin
(rangsangan berlebih), disertai gejala mual, pusing sakit kepala, mudah
tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak teratur, dan
mungkin terjadi serangan. Contoh makanan yang merupakan sumber kofein
adalah: kopi, teh, kola dan minuman ringan, coklat, beberapa pil pelangsing
yang dijual bebas, sediaan untuk flu/batuk; nyeri; dan sakit yang mengganggu
akibat haid.

3. Tetrasiklin adalah antibiotik yang digunakan untuk melawan infeksi. Absorpsi


tetrasiklin akan berkurang oleh ion logam bervalensi banyak (misalnya
kalsium, magnesium atau ion besi) serta kloestiramin. Tetrasiklin akan
membentuk khelat dengan logam, sehingga pemberiannya tidak boleh
bersamaan dengan pemberian susu dan produknya, antasida, atau ferrous
sulfate. Untuk menghindari pengendapan dalam gigi atau tulang yang sedang
berkembang, tetrasiklin harus dihindarkan bagi ibu hamil, dan anak-anak

20
dibawah usia 8 tahun karena tetrasiklin dapat langsung terikat pada kalsium
dan mengakibatkan pendaran (fluorescence, pemudaran warna, dan displasia
enamel. Obat juga dapat tersimpan dalam tulang dan mengakibatkan kelainan
bentuk atau hambatan pertumbuhan.

4. Litium

Litium digunakan untuk menaggulangi beberapa gangguan jiwa yang berat.


Makanan berkadar garam rendah dapat meningkatkan efek litium, sedangkan
yang berkadar garam tinggi dapat menurunkan efek litium.

Makanan yang terlalu sedikit mengandung garam dapat menimbulkan


keracunan litium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak
bertenaga, kehilangan selera makan, mual, nyeri perut, nanar, dan bicara tidak
jelas.

Contoh obat yang berinteraksi dengan makanan.

Obat objek Obat Mekanisme Akibat klinik Solusi


presipitan interaksi
Tetrasiklin Kalium, Membentuk Pendarahan Diberikan 1
Kalsium kelat dengan sampai 2
logam. jam setelah
makan.

2.5 Interaksi Obat pada Kasus khusus


Interaksi obat pada kasus khusus misalnya pada kasus kardiovaskuler. Obat
kardiovaskular secara umum terbagi menjadi obat gagal jantung, antiaritmia,
antiangina, antihipertensi dan hipolipidemik. Golongan obat kardiovaskular oleh
dokter penulis resep obat oral kardiovaskular pada 138 sampel di apotek x adalah
golongan obat ACE Inhibitors, golongan -Blocker, golongan Ca Antagonis,
Golongan Diuretik dan Digoxin. Frekuensi terbesar dan merek dagang yang
berjumlah paling banyak digunakan dalam sampel adalah golongan ACE Inhibitor,
hal ini seiring dengan cakrawala pengobatan gagal jantung mulai berubah setelah
melalui penelitian klinis lebih dari 15 tahun ACE Inhibitor yang ditemukan oleh

21
Cushman dan Ondetti pada tahun 1977, tidak saja bermanfaat sebagai obat untuk
hipertensi, tapi juga efektif untuk pengobatan gagal jantung.
Interaksi antara Capoten yang berisi captopril golongan ACE Inhibitor
dengan KSR yang mengandung Kalium. Kejadian hiperkalemia ini dapat
diminimalisasi dengan menghentikan pemberian diuretik atau dengan memberikan
Natrium satu minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor. Penghambat ACE
ini mengurangi pembentukan Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air,
serta retensi kalium. Bila obat ini diberikan bersama obat diuretik hemat kalium atau
suplemen kalium akan meningkatkan resiko terjadinya hiperkalemia.
Interaksi yang terjadi karena adanya efek farmakologi obat yang berlawanan.
Misalnya Furosemide adalah diuretik yang dapat berperan sebagai antihipertensi
berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga
mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Tekanan darah akan menurun
akibat berkurangnya curah jantung. Teronac yang mengandung mazindol adalah obat
adrenergik yang bekerja secara tidak langsung artinya menimbulkan efek adrenergik
melalui penglepasan Norepinefrin yang tersimpan dalam ujung syaraf, mazindol
merangsang susunan syaraf pusat yang dapat meningkatkan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi. Sehingga bila kedua obat ini diberikan secara bersamaan akan
menyebabkan terjadinya efek yang berlawanan.
Obat objek Obat Mekanisme Akibat klinik Solusi
presipitan interaksi
Captopril Kalium Hiperkalemia memberikan
golongan ACE Natrium satu
Inhibitor minggu
sebelum
pengobatan
dengan ACE
Inhibitor.

22
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dampak Klinik Interaksi Obat


Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan
mekanisme yang telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya
memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung
pada ciri-ciri obat obyek. Jika profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat
obyek. Di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar
terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan
memberikan perubahan efek yang sangat berarti.
Obat obat dengan resiko toksik terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic
ratio), atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit. Di
samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung
kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni
apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek
farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik
dari obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi
perdarahan atau kegagalan antikoagulasi yaitu meningkatnya efek toksik baik disertai
dengan meningkatnya kadar obat obyek atau tidak dan dapat pula terjadi kegagalan
efek terapetik.
Mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik tidak selamanya
berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme
tersebut, sehingga untuk ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek
yang terjadi. Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat obat hipoglikemik
atau dengan antikoagulan warfarin. Disamping interaksi kinetik pada ikatan protein,
juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang terjadi.

3.2 Upaya Menghindari Dampak Negatif


Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari
dampak negatif dari interaksi obat. Berikut ini adalah upaya upaya untuk
menghindari dampak negatif dari interaksi obat:

23
1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali
jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan
pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah
manfaatnya. Misalnya:
- pengobatan tuberkulosis,
- pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain
2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan,
yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau
dinamik
3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat
obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4. Jika ada interaksi segera lakukan tindakan-tindakan: Apakah perlu pengurangan
dosis obat obyek, Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti
5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat obat secara bersamaan untuk menilai ada
tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat .
6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek
samping atau efek toksik yang timbul.Beberapa interaksi yang pernah dilaporkan
mempunyai anti klinik.

24
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek
pengobatan, di mana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara
bersamaan kepada pada seorang penderita atau yang sering disebut sebagai
polifarmasi. Interaksi obat tidak selamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan
terjadi interaksi ini dan tidak diwaspadai pada waktu memberikan obat pada pasien,
maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan lebih besar.
Dampak klinik dari interaksi obat sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek.
Jika profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Di mana
perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat,
maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek
yang sangat berarti.

25

You might also like