You are on page 1of 24

LAPORAN PENDAHULUAN

LABIOPALATOSCHISIS

Disusun oleh:

Rian Primadi Sukoco


NIM: 4006130027

Pembimbing Akademik

( )

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA
BANDUNG
2013/2014
LABIOPALATOSCHISIS
(CLEFT LIP AND ALEFT PALATE)

A. Definisi
Labio atau Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada
struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167). Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh
gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan
embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang
terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L.
2003). Labio palatoskisis yang terjadi seringkali berbentuk fistula, dimana fistula ini dapat
diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut dan hidung
(Sarwoni, 2001) .
Menurut beberapa kesimpulan diatas maka dapat disimpulkan pengertian dari
labiopalatoskisis adalah merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato
skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan
embrio

B. Etiologi
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoskisis,
antara lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoskisis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti
karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 30
% penderita labio palatosskisis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif
dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio
palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan
manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.
Patten mengatakan bahwa pola penurunan herediter adalah sebagai berikut :
a. Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindroma/gejala menurut hukum Mendel secara
otosomal,dominant,resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan, orang tua yang
mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Pada otosomal
resesif adalah kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked
adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan
pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.
b. Kelainan Kromosom
Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat
penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau), Trisomi 15, Trisomi 18
(edwars) dan Trisomi 21.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat zat yang berpengaruh adalah:
a) Asam folat
b) Vitamin C
c) Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat
berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang
organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga
berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.
3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
a) Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin,
terutama terjadinya labio palatoskisis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan
kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
b) Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi
hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan
sirkulasi fotomaternal.
c) Obat obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio
palatoschizis. Obat obatan itu antara lain :
a. Talidomid, diazepam (obat obat penenang)
b. Aspirin (Obat obat analgetika)
d) Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)
Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.
4. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoskisis, yaitu:
a. Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok
dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang
terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ
selama masa embrional.
b. Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit
diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat
berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional.h
c. Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan
terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat
mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.
d. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi
virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh
terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
5. Faktor usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari
ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan
trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi
gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35tahun maka sel-sel
telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak
bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu.
6. Stress Emosional
Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang percobaan
telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil
menyebabkan cleft lips dan cleft palate.
7. Trauma
Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu
kelima.

C. Patofisiologi
Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang
sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah
serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (kongenital). Kelainan bawaan adalah suatu
kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolism tubuh yang ditemukan pada bayi ketika ia
lahir. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada
gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio.
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :
a) Teori Fusi / Teori kalsik
Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus
maxillaries berkembang kearah depan menuju garis median, mendekati processus
nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus
maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi.
b) Teori Penyusupan Mesodermal / Teori hambatan perkembangan
Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang
normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan
terbentuk.
c) Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial
Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memerlukan jaringan mesodermal
yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal
tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga
akan terbentuk celah bibir.
d) Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal
pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi
processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan
membentuk bibir bagian tengah.

D. Klasifikasi
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas
b. Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
c. Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum
2. Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
a. Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung
b. Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung
3. Berdasarkan letak celah
a. Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
b. Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
c. Midline : celah terjadi pada tengah bibir

E. Manifestasi Klinis
1. Deformitas pada bibir
2. Kesukaran dalam menghisap/makan
3. Kelainan susunan archumdentis
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan
Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
Pada Palato skisis
a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
b. Ada rongga pada hidung.
c. Distorsi hidung
d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
e. Kesukaran dalam menghisap/makan.

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoskisis adalah:
a. Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah pada
bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi
sengau.
b. Maloklusi pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge
terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
c. Masalah pendengaran otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada
paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media
rekurens sekunder.
d. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan
menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
e. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan
mengakibatkan distress pernafasan
f. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan
udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman kuman dan
bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
g. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum
dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya bayi
menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi.
h. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
i. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak
mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial
insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
j. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih
rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya
crosbite.
k. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.
l. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan
parut.
G. Penatalaksanaan
Tergantung pada beratnya kecacatan. Penatalaksanaan pada pasien labiopalatoskisis diantaranya
adalah:

a. Prioritas pertama pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat


1. Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui
hidung berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk
memenuhi intake makanan.
2. Memberi minum harus dengan dot khusus . Dimana ketika dot dibalik susu dapat
memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi
cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi
setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-
langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan
menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir
menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan
menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah
pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi
akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

b. Penatalaksanaan labio palatoskisis adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan


operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan kriteria
rule of ten , yaitu:
1. Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
2. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
3. Hb lebih 10 g / dl
4. Leukosit lebih dari 10.000 / ul
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi selanjutny adalah
menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini mungkin ( 15 24 bulan ) sebelum
anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara.
Kalau operasi dikerjakan terlambat, seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan
suara normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan
laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi,
biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus atau
maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan kiri celah
supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi
terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang tulang muka
mendekatiselesai, pada umur 15 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig depan atas atau
rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik memotong bagian
tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
BB normal neonatus : 2,75 3,00 kg
TB normal neonatus : 50 cm
LK normal neonatus : 43 -35 cm
LD normal neonatus : 32 -33 cm
a) Perkembangan motorik kasar
1. Usia 1 - 4 bulan
a. Mengangkat kepala saat tengkurap
b. Dapat duduk sebentar dengan ditopang
c. Dapat duduk dengan kepala tegak
d. Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri
e. Kontrol kepala keluar
f. Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang
g. Berguling dari terlentang kemiring
h. Posisi lengan dan tungkai kurang flexi
i. Berusaha merangkak
2. Usia 4 -8 bulan
a. Menahan kepala tegak terus menerus
b. Berayun ke depan dan ke belakang
c. Berguling dari terlentang ke tengkurap
d. Dapat duduk dengan bantuan selama interval singkat
3. Usia 8 -12 bulan
a. Duduk dari posisi tegak tanpa bantuan
b. Dapat berdiri tegak dengan bantuan
c. Menjelajah
d. Berdiri tegak tanpa bantuan walaupun sebentar
e. Membuat posisi merangkak
f. Merangkak
g. Berjalan dengan bantuan

b) Perkembangan motorik halus


1. Usia 1 4 bulan
a. Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu obyek
b. Mengikuti obyek dari sisi ke sisi
c. Mencoba memgang benda tapi terlepas
d. Memasukkan benda ke dalam mulut
e. Memperhatikan tangan dan kaki
f. Memegang benda dengan kedua tangan
g. Mempertahankan benda di tangan walaupun hanya sebentar
2. Usia 4 - 8 bulan
a. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk memegang
b. Mengeksplorasi benda yang sedang dipegang
c. Mampu menahan menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan
d. Menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan
e. Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lainnya
3. Usia 8 12 bulan
a. Melepas objek dengan jari lurus
b. Mampu menjepit benda
c. Melambaikan tangan
d. Menggunakan tangan untuk bermain
e. Menempatkan objek ke dalam wadah
f. Makan biskuit sendiri
g. Minum dengan cangkir engan bantuan
h. Menggunakan sendok dengan bantuan
i. Makan dengan jari
j. Memegang krayon dan membuat coretan di atas kertas

c) Perkembangan sensoris
1. Usia 0 -1 bulan
a. Membedakan rasa manis dan asam
b. Menari diri dari stimulus yang menyakitkan
c. Membedakan bau, mampu mendeteksi bau ibu
d. Memalingkan kepala dari bau yang tidak disukai
e. Membedakan bunyi berdasarkan perbedaan nada, frekuensi dan durasi
f. Berespon terhadap penurunan cahaya
g. Mudah melacak objek tetapi mudah juga kehilangan objek tersebut
h. Lebih berfokus pada wajah manusia dibandingkan benda benda lain yang ada dalam
satu lapang pandang
i. Mempunyai ketajaman penglihatan 20 / 40, mampu berfokus pada objek yang berada
pada jarak 20 cm
j. Terdiam jika mendengar bunyi suara
2. Usia 1 4 bulan
a. Membedakan wajah dan suara ibu
b. Menunjukkan pelacakan visual yang akurat
c. Membeda-bedakan antar pola penglihatan
d. Membeda-bedakan wajah yang dikenal dan tidak kenal
3. Usia 4 8 bulan
a. Berespon terhadap perubahan warna
b. Mengikuti objek dari garis tengah ke samping
c. Mengikuti objek dari berbagi arah
d. Mencoba mencari sumber bunyi
e. Berusaha mengkoordinasikan tangan mata
f. Indera penciuman sudah berkembang dengan baik
g. Mencapai batas ketajaman penglihatan dewasa
h. Berespon terhadap suara yang tidak terlihat
4. Usia 8 12 bulan
a. Persepsi ke dalam telah meningkat
b. Mengenali namanya sendiri

d) Perkembangan kognitif
1. Usia 0 -1 bulan
a. Perilaku involunter
b. Refleksif primer
c. Orientasi autistik
d. Tidak ada konsep baik diri sendiri maupun orang lain
2. Usia 1 4 bulan
a. Perilaku reflektif secara bertahap diagantikan gerakan volunter
b. Aktifitas berpusat di sekitar tubuh
c. Membuat usaha awal untuk mengulang atau menirukan tindakan
d. Banyak menunjukkan perilaku trial dan error
e. Berusaha memodifikasi perilaku sebagai respon terhadap berbagai stimulus
(menghisap payudara vs botol)
f. Menunjukkan orientasi simbolitik
g. Tidak mampu membedakan diri sendiri dan orang lain
h. Terlibat dalam suatu aktifitas, karena aktifitas tersebut menyenangkan
3. Usia 4 8 bulan
a. Menunjukkan pengulangan tindakan yang bertujuan
b. Menunjukkan keinginan berperilaku untuk mencapai tujuan
c. Menentukan perbedaan intensitas (suara dan penglihatan)
d. Menunjukkan tindakan sederhana
e. Menunjukkan permulaan objek permanent
f. Antisipasi kejadiaan kejadian di masa akan datang (makan)
g. Menunjukkan kesadaran bahwa diri sendiri terpisah dengan orang tua
4. Usia 8 12 bulan
a. Mengantisipasi kejadian sebagai suatu yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
b. Menunjukkan tingkat kegawatan pada kesengajaan perilaku
c. Menunjukkan perilaku perilaku yang mengarah pada tujuan
d. Membuktikan kepermanenan objek
e. Mencari objek objek yang hilang
f. Dapat mengikuti sejumlah besar tindakan
g. Memahami dari kata kata dan perintah sederhana
h. Menghubungkan sikap dan perilaku dengan symbol
i. Menjadi lebih mandiri dan figur keibuan
e) Perkembangan bahasa
1. Usia 0 -1 bulan
a. Mendengkur
b. Membuat suara tanpa huruf hidup
c. Membuat suara merengek ketika sedang kesal
d. Membuat suara berdeguk ketika sedang kenyang
e. Tersenyum sebagai respon terhadap pembicaraan orang dewasa
2. Usia 1 -4 bulan
a. Bersuara dan tersenyum
b. Dapat membuat bunyi huruf hidup
c. Bersuara
d. Berceloteh
3. Usia 4 -8 bulan
a. Menggunakan vokalisasi yang semakin banyak
b. Menggunakan kata kata yang terdiri dari 2 suku kata (buu buu)
c. Dapat membuat dan bunyi vokal bersamaan
4. Usia 8 -12 bulan
a. Mengucapkan kata kata pertama
b. Menggunakan bunyi untuk mengidentifikasikan objek, orang dan aktifitas
c. Menirukan berbagai bunyi kata
d. Mengucapkan serangkaian suku kata
e. Memahami arti larangan misal : jangan
f. Berespon terhadap panggilan dan orang orang yang mirip anggota keluarga
g. Menunjukkaninfleksi kata kata yang nyata
h. Menggunakan 3 kosa kata
i. Menggunakan kalimat satu kata
f) Perkembangan psikoseksual (Tahap oral)
1. Berfokus pada tubuh mulut
2. Tugas perkembangan gratifikasi kebutuhan dasar (makanan, kehangatan dan
kenyamanan)
3. Krisis perkembangan dan penyapihan; bayi dipaksa untuk menghentikan
kesenangannya untuk minum ASI / menyusu dari botol
4. Keterampilan koping yang umum menghisap, menangis, mendengkur, berceloteh,
memukul dan bentuk perilaku lainnya sebagai respon iritan
5. Kebutuhan seksual menggeneralisasikan sensasi tubuh yang
menyenangkan.Meskipun berfokus pada kebutuhan oral, bayi mendapat kesenangan
fisik dari digendong, ditimang, diayun
6. Bermain stimultan taktil diberikan melalui aktifitas pengasuhan
g) Perkembangan psikososial
1. Tugas perkembangan perkembangan rasa percaya terhadap pemberian asuhan
primer
2. Krisis perkembangan disapih dari ASI / susu botol
3. Bermain interaksi dengan pemberi asuhan. Membentuk dasar dasar
perkembangan hubungan di kemudian hari
4. Peran orang tua bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan berdasarkan
pengalamannya bersama orang tua. Orang tua dapat dianggap sebagai sebagai
seorang yang dapat dipercaya, konsisten, selalu ada dan penyayang
h) Perilaku social
1. Usia 0 -1 bulan
a. Bayi tersenyum tanpa membeda -bedakan
2. Usia 1 4 bulan
a. Tersenyum pada wajah manusia
b. Waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga
c. Membentuk siklus tidur bangun
d. Menangis menjadi sesuatu yang berbeda
e. Membeda bedakan wajah yang dikenal dan tidak dikenal
f. Senang menatap wajah wajah yang dikenalnya
g. Diam saja jika ada orang asing
3. Usia 4 8 bulan
a. Merasa terpaksa jika ada orang asing
b. Mulai bermain dengan mainan
c. Takut akan kehadiran orang asing
d. Mudah frustasi
e. Memukul - mukul lengan dan kaki jika sedang kesal
4. Usia 8 -12 bulan
a. Bermain permainan sederhana (cilukba)
b. Menangis jika dimarahi
c. Membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh
d. Menunjukkan peningkatan ansietas terhadap perpisahan
e. Lebih menyukai menyukai figure pemberi asuhan daripada orang dewasa lainnya
f. Mengenali anggota keluarga
I) Perkembangan moral
Perkembangan moral tidak dimulai sampai usia toddler, ketika kognitif awal sudah muncul
Perkembangan kepercayaan (tahap tidak membedakan)
Rasa percaya dan interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar untuk perkembangan
kesetiaan selanjutnya

PENGKAJIAN PRE OP
a) Identitas : biasanya ditemukan sejak usia bayi atau sebelumnya (prenatal)
b) Keluhan utama : bayi sulit untuk menyusu (ASI keluar lewat hidung)
c) Riwayat penyakit sekarang : terdapat celah pada bibir, palatum atau keduanya
d) Riwayat penyakit dahulu :
Kehamilan : apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I, nutrisi
ibu yang kurang saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu
pernah stress saat hamil, apakah ibu sorang perokok
e) Riwayat psikososial : Orang tua menyatakan tidak dapat merawatnya.
f) Imunisasi : Nama, Jumlah dosis, usia saat diberikan
g) Riwayat kesehatan keluarga :
Apakah orang tua memiliki kelainan kromosom, apakah di dalam keluarga ada yang
menderita CLP, apakah ada anggota keluarga di rumah yang merokok.
h) Pola fungsional kesehatan:
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan
a) Riwayat penatalaksanaan kesehatan yang biasa dilakukan.
b) Obat-obat yang biasa dikonsumsi ( tanpa resep, dengan resep, obat terakhir)
c) Sumber pelayanan/ perawatan
d) Persepsi kondisi sehat sakit
e) Kebiasaan yang merugikan kesehatan
2. Pola Pemenuhan Nutrisi
Sebelum sakit : frekuensi, menu sehari-hari, makanan yang disuka

atau tidak disuka, alergi makanan

Sesudah sakit : frekuensi, kwalitas, diet, keluhan yang

berhubungan dengan input makanan ( anoreksia), mual ( tanya


faktor penyebab, waktu), nyeri ulu hati, gangguan mengunyah.

Kebiasaan minum: frekuensi, jenus minuman, gangguan pemenuhan scairan.

3. Pola Eliminasi:
Kebiasaan BAB
Sebelum sakit : frekuensi, karakteristik feces, waktu, pengunaan

obat pencahar

Sesudah sakit : frekuensi, penggunaan alat bantu, gangguan

BAB ( diare, konstipasi), karakterristik feces.

Kebiasaan BAK
Sebelum sakit : frekuensi, waktu, karakteristik urin

Sesudah sakit : frekuensi, karakteristik, alat bantu ( kateter atau


pispot) dan gangguan berkemih.

4. Pola Aktifitas dan Latihan


Pola aktifitas yang dilakukan, aktivitas diwaktu luang, kebiasaan perawatan diri
(mandi, keramas, gosok gigi, potong kuku, ganti pakaian), kemampuan aktivitas
sehari-hari

5. Pola Tidur dan Istirahat


Sebelum sakit : jam atau waktu tidur, lama

Sesudah sakit : jam, kualitas tidur, ekspresi wajah.

6. Pola Persepsi Kognitif


a. Persepsi pasien tentang kondisi sakitnya saat ini
b. Hal yang belum diketahui dengan penyakitnya saat ini
c. Bahasa yang digunakan sehari-hari
d. Adakah gangguan rasa nyaman, gangguan penurunan reflek, gangguan fungsi
indra

7. Pola Persepsi Konsep Diri


a. Respon terhadap keadaan saat ini ( menerima, menolak, depresi, marah, sedih,
malu)
b. Adakah keinginan mengubah diri
c. Sikap atau tingkah laku saat ini ( pasif, kurang aktif, cukup, aktif)
d. Pengkajian komponen konsep diri : Body Image, Harga Diri, Peran, Identitas,
Postur Tubuh, Adakah gangguan bentuk fisik/ cacat.
8. Pola Peran dan Hubungan
a. Hubungan dengan orang terdekat
b. Efek perubahan peran terhadap hubungan interpersonal
c. Interaksi dengan orang lain( tenaga medis/ keluarga/ masyarakat/ pasien lain)
d. Komunikasi dengan orang lain
9. Pola Seksualitas dan Reproduksi
a. Efek penyakit dengan seksualitas
b. Kapan haid pertama terjadi
c. Jumlah anak
d. Riwayat gangguan seksulitas
10. Pola Koping dan Toleransi Stress
a. Riwayat stress pada masa lalu
b. Metode pemecahan masalah yang dilakukan
c. Efek penyakit terhadap kondisi psikis
d. Ekspresi wajah
e. Sikap terhadap tindakan keperawatan ( kooperatif, selektif, non kooperatif)
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
a. Pandangan penyakit saat ini menurut agama atau nilai pribadi
b. Bagaimana peran agama atau kepercayaan yang dianut terhadap penyembuhan
penyakit
c. Kegiatan keagamaan yang dilakukan saat ini
d. Apakah pasien merasa berdosa karena tidak melaksanakan kegiatan keagamaan

DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE-OP

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap, intake
makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya
cairan ke saluran telinga
5. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat
nyata pada bayi.
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan
perawatan dirumah
NURSING CARE PLANING PRE OP
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap, intake
makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.

Tujuan : bayi dapat terpenuhi nutrisinya secara adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x24 jam
Kriteria hasil :
Nutrisi bayi terpenuhi
Mempertahankan BB dalam batas normal.
Bayi dapat tidur nyenyak
Intervensi :
1. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R/ Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi.
2. Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang
sesuai untuk pemberian minum
R/ Untuk mempermudah menelan dan mencegah aspirasi.
3. Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan
diangkat dot selama bayi menghisap.
R/ Karena cenderung menelan banyak udara dan mencegah cedera pada bayi
4. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
R/ Untuk mengetahui kemampuan menelan dan menghisap pada bayi.
5. Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
R/ Mempertahankan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi
6. Mempertahankan nutrisi adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan atau menambah berat badan bayi
7. Kaji kemampuan menelan dan menghisap
R/ Bila kemampuan menelan dan menghisap baik maka nutrisi yang masuk dapat
terpenuhi.
8. Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong
makan/minuman kedalam
R/ Posisi tempat dot yang tepat mencegah resiko aspirasi dan memberikan
kenyamanan posisi pada bayi.

2. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan


Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama x 24 jam
Dengan kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.
Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi
Intervensi :
1. Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar
R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI sehingga bayi
terhindar dari aspirasi.
2. Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
3. Gunakan dot khusus yang agak panjang
R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
4. Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan
selama makan, sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan
menelan terganggu.
5. Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda aspirasi selama
proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.
R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja
menyebabkan aspirasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.


Tujuan :Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam
Kriteria hasil :
Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya
R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi
kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa diatasi.
2. Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan keluarga
sekarang.
3. Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses penyembuhannya.
R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau
penyuluhan.
4. Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan perasaan
(menangis)
R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka.
Klien dapat juga merasakan ancaman emosional pada harga dirinya karean
sperasaannya bahwa ia telah gagal, bahwa ia sebagai wanita lemah, dan bahwa
harapannya tidak terpenuhi.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya
cairan ke saluran telinga
Tujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
.....x/24jam
Kriteria hasil :
Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
Intervensi :
1. Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksi
R/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya cairan/susu ke dalam
saluran pernapasan dan telinga.
2. Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit
tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat
pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik profilaksis
R/ pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko infeksi.
4. Observasi tanda-tanda infeksi
R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
5. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat
nyata pada bayi
Tujuan : pasien atau keluarga memperlihatkan penerimaan terhadap bayi
Kriteria hasil:
Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran mengenai cacat yang
disandang anaknya. Koreksi dan prospeknya di masa mendatang.
Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.

Intervensi:
1. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan perasaan mereka.
R/ untuk mendorong koping keluarga
2. Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganya
R/ karena orang tua sensitive terhadap perilaku afektif anaknya
3. Tunjukkan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang berharga
R/ untuk mendorong penerimaan bayi cacat fisik.

6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan


perawatan dirumah.
Tujuan : keluarga memahami teknik pemberian makanan yang tepat pada anak.
Kriteria hasil :
Keluarga memahami teknik pemberian makan yang tepat
Keluarga dapat menjelaskan dan memperagakan kembali teknik pemberian yang
benar.
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluarga teknik pemberian makanan yang tepat
R/ teknik pemberian makan yang tepat ialah puting /dot khusus harus diposisikan
ke belakang dan di sepanjang sisi mulut di sisi noncleft, menekan pipi bersama-
sama di sekitar puting untuk meningkatkan suction lisan.posisi bayi tegak.
2. Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan oleh perawat.
R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni pemberian makanan
yang tepat.
3. Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di ajarkan.
R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, cecily, dkk. 2002. Buku saku keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta: EEC

Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EEC


https://www.scribd.com/doc/224349599/Lp-Labiopalatoskisis.03april2017.10:10wib

You might also like