You are on page 1of 7

ANATOMI SALURAN NAPAS BAGIAN BAWAH

1. Trakea, Bronkus, dan Bronkiolus

Trakea adalah bagian dari saluran pernapasan yang tersusun atas 20 cincin
tulang rawan (cartilago tracheales) dengan panjang 10-13 cm dan memanjang dari
kartilago krikoid pada Laring. Trakea akan bercabang menjadi dua bronkus utama
(Bronchi principales). Percabangan ini disebut dengan Bifurcatio tracheae. Antar
cartilago tracheales pada trakea dihubungkan oleh suatu ligamentum yang terdiri
dari jaringan ikat elastis yang disebut Ligamen anularia.

Bronkus principales kemudian akan terbagi menjadi tiga dan dua bronkus
(bronkus lobares), masing-masing di sisi kanan dan kiri. Bronkus lobaris akan
bercabang lagi menjadi bronkus segmentalis. Paru kanan mempunyai 10 bronkus
segmentalis. Namun pada paru kiri tidak terdapat segmen 7 dan Bronkus yang
terkait.

Bronkus segmentalis kemudian akan bercabang enam hingga dua belas


kali sebelum berlanjut sebagai bronkiolus. Setiap bronkiolus terkait dengan
lobulus paru dan kemudian bercabang tiga hingga empat kali sebelum berlanjut
sebagai bronkiolus terminalis. Bronkiolus ini merupakan akhir dari bagian
konduksi sistem respiratorik tubuh manusia. Setiap bronkiolus terminalis akan
menuju ke bronkiolus respiratorius dengan ductus dan saccus alveolaris.

2. Pulmo

Paru-
paru atau
pulmo adalah organ pernapasan utama yang bertugas dalam difusi oksigen dan
karbondioksida dalam tubuh. Pulmo dextra mempunyai tiga lobus (superior,
medius, dan inferior) yang dipisahkan oleh fisura oblique. Pulmo dextra memiliki
volume 2-3 L, bahkan bisa mencapai 5-8 L saat inspirasi maksimal. Tetapi,
volume pulmo sinistra lebih kecil 10-20% dari pulmo dextra dikarenakan posisi
jantung yang lebih condong ke bagian sinistra.

Apex pulmonis adalah bagian kranial dari pulmo, sedangkan basis


pulmonis adalah bagian kaudal dari pulmo. Pulmo memiliki tiga baris permukaan.
Facies costalis terletak di lateral dan berlanjut ke Margo inferior sebagai Facies
diaphragmatica. Di Margo anterior dan Margo posterior yang tumpul, facies
tersebut berlanjut sebagai Facies mediastinalis ke arah mediastinum. Pada pulmo
sinistra, facies mediastinalis berbentuk cekung dikarenakan tekanan dari jantung
(impresio cardiaca).

Pulmo sinistra memiliki suatu bagian yang sedikit berbeda dengan pulmo
dextra. Bagian ini adalah lingula pulmonis. Bagian ini membentuk perpanjangan
seperti lidah di bagian inferior dari incisura cardiaca.
Pulmo dextra dan sinistra memiliki hilum pulmonis, yaitu tempat masuk
yang terletak di medial untuk bronkus utama dan struktur neurovaskular ke paru,
yang juga disebut akar paru (Radix pulmonis). Di hilum, Pleura visceralis
bergabung dengan Pleura parietalis. Orientasi topografi bronkus utama dalam
kaitannya dengan pembuluh darah besar di hilum paru berbeda untuk kedua paru.
Pada pulmo dextra, bronkus principales adalah struktur paling superior dan Vv.
Pulmonales terletak di anterior. Sedangkan bronkus principales pada pulmo
sinistra terletak di bawah A. Pulmonalis.

Pulmo memiliki dua sistem pembuluh darah yang berhubungan melalui


cabang-cabang terminalnya di dinding alveoli. Aa. pulmonales dan Vv.
Pulmonales pada sirkulasi paru terdiri dari Vasa publica yang berperan untuk
pertukaran gas darah. Cabang Aa. pulmonales berjalan di jaringan ikat
peribronkial dan pleural dan mengirimkan darah yang terdeoksigenasi dari
jantung kanan ke alveoli. Vv. pulmonales terletak di jaringan ikat intersegmental
dan mengirimkan darah teroksigenasi ke atrium kiri. Vasa privata pulmo
menyuplai jaringan pulmo itu sendiri. Rr. bronchiales arterial dan Vv. bronchiales
berjalan bersama dengan bronki.

(Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Ed. 23, Jilid 2: Organ-organ Dalam, Hal. 32-38)

TB PADA ANAK

Tuberkulosis pada anak merupakan komponen penting dalam pengendalian TB


dikarenakan jumlah anak yang berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari
jumlah seluruh populasi dan terdapat sekitar 500.000 anak setiap tahunnya yang
menderita tuberkulosis. Salah satu permasalah TB anak di Indonesia adalah
penegakan diagnosis. Sejak tahun 2005 sistem skoring TB anak disosialisasikan
dan direkomendasikan sebagai pendekatan diagnosis. Permasalahannya, tidak
semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia mempunyai fasilitas uji
tuberkulin dan pemeriksaan foto toraks yang merupakan 2 paramater yang ada di
sistem skoring. Akibatnya, di fasyankes dengan akses dan fasilitas terbatas banyak
dijumpai underdiagnosis TB anak.

Permasalahan lain dalam program penanggulangan TB anak adalah semakin


meningkatnya jumlah kasus TB resisten obat (TB RO) pada dewasa, yang
merupakan salah satu sumber penularan bagi anak. Jumlah pasti kasus TB RO
pada anak di Indonesia saat ini belum diketahui, tetapi semakin meningkat.

Penemuan pasien TB Anak


Pasien TB anak dapat ditemukan secara pasif atau aktif. Penemuan secara
pasif dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada anak
yang mempunyai gejala dan/atau tanda klinis TB. Sedangkan penemuan secara
aktif dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat melalui kegiatan investigasi
kontak pada anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimakasud
dengan kontak erat adalalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu
dengan pasien TB menular.

Gejala TB pada anak


1. Gejala sistemik/umum
a. BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik dalam 1-2 bulan.
b. Demam lebih dari 2 minggu dan/atau berulang tanpa sebab yang
jelas, Demam umumnya tidak tinggi.
c. Batuk lama lebih dari 2 minggu, batuk tidak pernah reda atau
bahkan intensitas semakin lama semakin parah. Batuk tidak
membaik dengan pemberian antibiotik atau obat asma.
d. Lesu atau malaise

2. Gejala spesifik terkait organ


Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang khas
pada organ yang terkena.
a. TB kelenjar
1. Biasanya pada regio colli
2. Pembesaran KGB tidak nyeri, konsistensi kenyal, multiple dan
kadang saling melekat.
3. Ukuran besar lebih dari 2x2 cm
4. Tidak berespon pada pemberian antibiotik
b. TB SSP
1. Meningitis TB: Gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena
2. Tuberkuloma otak: gejala adanya lesi desak ruang
c. TB sistem skeletal
1. Tulang belakang: penonjolan tulang belakang
2. Tulang panggul: pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul
3. Tulang lutut: pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas
4. Tulang kaki dan tangan
d. TB mata
1. Konjungtivitis fliktenularis
2. Tuberkel koroid
e. TB kulit ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar
tepi ulkus
f. TB organ lain, misalnya peritonitis TB, TB ginjal, dll.

Pemeriksaan untuk diagnosis TB anak


1. Bakteriologis
Selama ini pemeriksaan bakteriologis tidak dilakukan secara rutin pada
anak yang dicurigai sakit TB karena kesulitan pengambilan sputum dan
sifat pausibasiler pada TB anak. Namun, pemeriksaan ini seharusnya
dilakukan mengingat TB anak yang semakin meningkat. Pemeriksaan
sputum pada anak dilakukan terutama pada anak berusia lebih dari 5
tahun, HIV positif, dan gambaran kelainan paru luas.
2. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan diagnosis pada anak,
khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Namun, uji
tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB.
3. Foto toraks

Alur diagnosis TB pada anak


1. Anak dengan gejala TB dilakukan semua pemeriksaan penunjang,
termasuk sputum
2. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCM) positif, anak
didiagnosis TB dan diberikan OAT
3. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi negatif atau spesimen tidak dapat
dilakukan, lakukan uji tuberkulin dan foto toraks, maka:
a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin dan
foto toraks:
1. Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB menular,
anak dapat didiagnosis TB dan diberikan OAT
2. Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis selama
2-4 minggu. Bila pada follow up gejala menetap, rujuk anak
untuk pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks
b. Jika tersedia fasilitas uji tuberkulin dan foto toraks, hitung skor
total menggunakan sistem skoring.
1. Jika skor total kurang dari atau sama dengan 6, diagnosis TB
dan obati dengan OAT.
2. Jika skor total kurang dari 6, dengan uji tuberkulin positif atau
ada kontak erat, diagnosis TB dan obati dengan OAT
3. Jika skor total kurang dari 6, dan uji tuberkulin negatif atau
tidak ada kontak erat, observasi gejala selama 2-4 minggu, bila
menetap, evaluasi ulang kemungkinan diagnosis TB atau rujuk
ke faskes yang lebih tinggi.
Obat yang digunakan pada TB anak

Anak umumnya memiliki jumlah bakteri yang lebih sedikit (pausibilier)


sehingga rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya
diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa.
Terapi TB pada anak dengan BTA negatif menggunakan paduan INH,
Rifampisin, dan Pirazinamud pada fase inisial (2 bulan pertama) diikuti
rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan.

Jika anak tidak minum obat selama lebih dari 2 minggu di fase intensif
atau lebih dari 2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan gejala TB, ulangi
pengobatan dari awal. Jika anak tidak minum obat kurang dari 2 minggu di
fase intensif atau kurang dari 2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan
gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.

Hindari pemberian Streptomisin pada anak bila memungkinkan karena


penyuntikan sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf pendengaran,
dan terdapat risiko penularan HIV dari penggunaan alat suntik yang tidak
benar.

(Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB pada Anak, Kementerian


Kesehatan RI, Hal. 1-35)

You might also like